Di susun oleh :
Npm : 2026020029
2022
JAKARTA – Penanganan darurat paska awan panas guguran Gunung Semeru
masih berlangsung pada hari keempat. Bencana letusan tidak hanya
berdampak pada jatuhnya korban jiwa dan kerusakan, tetapi juga warga yang
mengungsi akibat rusaknya tempat tinggal akibat material vulkanik.
Data terkini Pos Komando (Posko) Tanggap Darurat Bencana Dampak Awan
Panas dan Guguran Gunung Semeru pada hari ini, Selasa (7/12), pukul 12.00
WIB, jumlah warga mengungsi mengalami peningkatan menjadi 3.697 jiwa.
Warga yang mengungsi ini sebagian besar berada di wilayah Kabupaten
Lumajang, sedangkan di Kabupaten Malang hanya terdapat 24 jiwa.
Data korban jiwa tercatat warga luka-luka 56 jiwa, hilang 17 jiwa dan
meninggal dunia 34 jiwa, sedangkan jumlah populasi terdampak sebanyak
5.205 jiwa. Terkait dengan jumlah warga yang dinyatakan hilang dan luka,
posko masih melakukan pemutakhiran data dan validasi.
Hari keempat paska erupsi, Presiden Joko Widodo meninjau lokasi terdampak
yang berada di Kabupaten Lumajang. Presiden tiba di Lapangan Desa
Sumberwuluh, Kabupaten Lumajang, pukul 10.21 WIB. Presiden Jokowi
bertemu para penyintas, melihat dapur umum dan meninjau pos Kesehatan
serta menyerahkan santunan kepada para ahli waris korban meninggal akibat
erupsi.
Sementara itu, Gunung Semeru terpantau mengalami 2 kali gempa letusan dan
durasi gempa 55 – 125 detik. Di samping itu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi (PVMBG) menginformasikan terjadi 7 kali gempa guguran
dengan durasi 50 – 120 detik. Terkait dengan rekomendasi PVMBG terhadap
aktivitas vulkanik Gunung Semeru sebagai berikut.
Pertama, masyarakat tidak beraktivitas dalam radius 1 km dari kawah atau
puncak Gunung Semeru dan jarak 5 km arah bukaan kawah di sektor tenggara
- selatan, serta mewaspadai awan panas guguran, guguran lava dan lahar di
sepanjang aliran sungai atau lembah yang berhulu di puncak Gunung Semeru.
Selanjutnya, radius dan jarak rekomendasi ini akan dievaluasi terus untuk
antisipasi jika terjadi gejala perubahan ancaman bahaya.
Gunung Semeru adalah salah satu dari lebih dari 100 gunung berapi aktif di
Indonesia. Puncak Gunung Semeru disebut Mahameru, yang memiliki
ketinggian 3676 meter di atas permukaan laut (mdpl). Hal ini membuat
Gunung Semeru menyandang predikat puncak tertinggi di Pulau Jawa.
Gunung Semeru juga gunung berapi tertinggi ketiga di Indonesia, setelah
Gunung Kerinci (3805 mdpl) dan Rinjani (3726 mdpl). Gunung ini
mempunyai 3 danau, yakni Ranu Kumbolo, Ranu Pani, dan Ranu Regulo.
Dari ketiganya, yang paling terkenal adalah Ranu Kumbolo. Gunung berapi
ini merupakan bagian dari rangkaian pegunungan vulkanik yang membentang
dari utara Sumatera hingga Kepulauan Sunda Kecil. Vulkanisme utama di
Indonesia terhubung dengan lepas pantai subduksi dari Lempeng Australia di
bawah Lempeng Sunda.
Letusan Gunung Semeru 2021 terjadi pada 4 Desember 2021 di Jawa Timur,
Indonesia. Setidaknya 51 orang tewas, 169 orang terluka, dan 22 orang hilang.
45 orang mengalami luka bakar karena letusan tersebut. Jembatan Gladak
Perak, jembatan penghubung jalur selatan antara Kabupaten Lumajang dan
Malang terputus akibat diterjang lahar dingin letusan gunung. Aliran
piroklastik dan lahar merusak sedikitnya 5.205 rumah dan beberapa bangunan
umum.
B. Faktor penyebab
Letusan diperkirakan dimulai ketika kubah lava di kawah puncak runtuh
karena curah hujan yang tinggi. Seorang ahli vulkanologi di Institut Teknologi
Bandung mengatakan aliran puing letusan merupakan akumulasi material dari
letusan masa lalu. Hujan deras mengikis material vulkanik di puncak,
membuat kubah lava tidak stabil. Kubah yang runtuh memicu serangkaian
aliran piroklastik yang menuruni lereng gunung berapi. Menurut laporan dari
departemen geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, semburan
tingginya mungkin bisa mencapai 45 km, meski ada yang mengklaim
tingginya hanya 11 km. Investigasi sedang berlangsung untuk menentukan
ketinggian asap. Antara tanggal 5 dan 9 Desember, delapan aliran piroklastik
menempuh jarak 3 km atau lebih dari puncaknya. Arus mengalir ke arah
tenggara.
Faktor yang di timbulkan ketika curah hujannya cukup tinggi, abu vulkanik
yang menahan di puncaknya baik dari akumulasi letusan sebelumnya, terkikis
oleh air, sehingga gunung api kehilangan beban. Sehingga meskipun isi dapur
magmanya sedikit yang bisa dilihat dari aktivitas kegempaan yang sedikit
(hanya bisa diditeksi oleh alat namun tidak dirasakan oleh orang yang tinggal
di sekitarnya), Semeru tetap bisa erupsi.
Ada sejumlah dampak positif dari erupsi gunung yang mengeluarkan abu
vulkanik. Salah satunya membuat tanah subur. Kemudian, abu vulkanik yang
kemudian menjadi pasir hitam juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Hal
ini juga yang banyak dimanfaatkan oleh warga kaki gunung untuk
menambang pasir. Selain itu, setelah erupsi akan ada ekosistem baru di sekitar
lokasi terdampak erupsi.
Dampak negatif dari erupsi ini biasanya dirasakan pada saat peristiwa gunung
meletus. Warga harus mengungsi bahkan meninggal dunia. Saat guguran
awan panas jatuh dan menimpa manusia dapat menyebabkan luka bakar pada
kulit. Kemudian untuk abu vulkanik jumlah yang keluar banyak, dapat
menyebabkan iritasi mata. Abu vulkanik yang terhirup juga dapat
menyebabkan gangguan pernapasan. Korban meninggal dunia saat gunung
erupsi biasanya terlambat menyelamatkan diri.
D. Upaya Pencegahan
Menjauhkan diri dari tempat terbuka perl dilakukan saat terjadi letusan
gunung api. Selama gunung berapi meletus ancaman material vulkanik yang
lebih besar mash bisa terjadi.
Abu gunung berapi memiliki partikel yang kecil hingga mudah terhirup
manusia saat bernafas. Jika masuk ke paru-paru, abu vulkanik bisa
menyebabkan gangguan pernafasan. Selain itu, abu tersebut juga memiliki
kandungan yang berbahaya seperti sulfat, karbondioksida dan asam klorida.
Harus ada jalur evakuasi jika hendak berlindung saat terjadi bencana.
Peralatan dan fasilitas bencana pun harus siap. Memang ini memakan biaya,
namun langkah ini bisa menyelamatkan lebih banyak nyawa.