Anda di halaman 1dari 30

BATUAN

I.

PENGERTIAN BATUAN

Batuan adalah sekumpulan mineral-mineral yang menjadi satu. Bisa terdiri dari satu
atau lebih mineral. Lapisan lithosphere di bumi terdiri dari batuan. Sedangkan mineral
adalah substansi yang terbentuk karena kristalisasi dari proses geologi, yang memiliki
komposisi fisik dan kimia.
1. Menurut Para Geologiwan

Batuan adalah susunan mineral dan bahan organis yang bersatu membentuk
kulit bumi.

Batuan adalah semua material yang membentuk kulit bumi

2. Menurut Para Ahli Teknik Sipil Khususnya Ahli Geoteknik Istilah batuan hanya untuk
formasi yang keras dan padat dari kulit bumi. Batuan adalah suatu bahan yang keras
dan koheren atau yang telah terkonsolidasi dan tidak dapat digali dengan cara biasa,
misalnya dengan cangkul dan belincong.
3. Menurut Talobre Menurut Talobre, orang yang pertama kali memperkenalkan
Mekanika Batuan di Perancis pada tahun 1948, batuan adalah material yang
membentuk kulit bumi termasuk fluida yang berada didalamnya (seperti air, minyak dan
lain-lain).
4. Menurut ASTM Batuan adalah suatu bahan yang terdiri dari mineral padat (solid)
berupa massa yang berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen.
5. Secara Umum Batuan adalah campuran dari satu atau lebih mineral yang berbeda,
tidak mempunyai komposisi kimia tetap. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
batuan tidak sama dengan tanah. Tanah dikenal sebagai material yang mobile, rapuh
dan letaknya dekat dengan permukaan bumi.

KLASIFIKASI BATUAN
Sacara umum Batuan yang dibentuk oleh berbagai jenis dan susunan mineral

II.

dibagi menjadi tiga jenis, yaitu batuan beku (igneous rocks), batuan endapan
(sedimentary rocks), dan batuan malihan (metamorphic rocks).
II.I

BATUAN BEKU
Batuan beku adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin
dan mengeras dengan atau tanpa proses kritalisasi baik di bawah permukaan
sebagai batuan instrusif maupun di atas permukaan bumi sebagai ekstrutif.
Batuan beku dalam bahasa latin dinamakan igneus (dibaca ignis) yang artinya
api.

Batuan beku insteusif atau instrusi atau plutonik adalah batuan beku yang telah
menjadi kristal dari sebuah magma yang meleleh di bawah permukaan Bumi.
Magma yang membeku di bawah tanah sebelum mereka mencapai permukaan
bumi disebut dengan nama pluton. Nama Pluto diambil dari nama Dewa Romawi
dunia bawah tanah. Batuan dari jenis ini juga disebut sebagai batuan beku
plutonik

atau

batuan

beku

intrusif.

Sedangkan batuan belu ekstrusif adalah batuan beku yang terjadi karena
keluarnya magma ke permukaan bumi dan menjadi lava atau meledak secara
dahsyat di atmosfer dan jatuh kembali ke bumi sebagai batuan.

Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah
ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan dapat
terjadi karena salah satu dari proses-proses berikut ini ; penurunan tekanan,
kenaikan temperatur, atau perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan beku
telah berhasil dideskripsikan, dan sebagian besar batuan beku tersebut
terbentuk di bawah permukaan kerak bumi.
Berdasarkan keterangan dari para ahli seperti Bapak Turner dan Verhoogen
tahun 1960, Bapak F.F Groun Tahun 1947, Bapak Takeda Tahun 1970, Magma
didefinisikan atau diartikan sebagai cairan silikat kental pijar yang terbentuk
secara alami, memiliki temperatur yang sangat tinggi yaitu antara 1.500 sampai
dengan 2.500 derajat celcius serta memiliki sifat yang dapat bergerak dan

terletak di kerak bumi bagian bawah. Dalam magma terdapat bahan-bahan yang
terlarut di dalamnya yang bersifat volatile / gas (antara lain air, co2, chlorine,
fluorine, iro, sulphur dan bahan lainnya) yang magma dapat bergerak, dan nonvolatile / non gas yang merupakan pembentuk mineral yang umumnya terdapat
pada batuan beku.
Dalam perjalanan menuju bumi magma mengalami penurunan suhu, sehingga
mineral-mineral pun akan terbentuk. Peristiwa ini disebut dengan peristiwa
penghabluran
TEKSTUR BATUAN BEKU
Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh tiga hal utama, yaitu
kritalinitas, Granularitas dan Bentuk Kristal. Mari kita bahas ketiga hal penting
tersebut satu persatu.
1. Kristalinitas
Kristalinitas merupakan derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu
terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan untuk
menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk
kristal, selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan pembekuan magma.
Apabila magma dalam pembekuannya berlangsung lambat maka kristalnya
kasar. Sedangkan jika pembekuannya berlangsung cepat maka kristalnya akan
halus, akan tetapi jika pendinginannya berlangsung dengan cepat sekali maka
kristalnya berbentuk amorf. Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat
kristalisasi, yaitu:
- Holokristalin, Holokristalin adalah batuan beku dimana semuanya tersusun oleh
kristal. Tekstur holokristalin adalah karakteristik batuan plutonik, yaitu
mikrokristalin yang telah membeku di dekat permukaan.
- Hipokristalin, Hipokristalin adalah apabila sebagian batuan terdiri dari massa
gelas dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.
- Holohialin, Holohialin adalah batuan beku yang semuanya tersusun dari massa

gelas. Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian), dike dan sill,
atau sebagai fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan.
2, Granularitas
Granularitas dapat diartikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan beku.
Pada umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:
a. Fanerik atau fanerokristalin, Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat
dibedakan satu sama lain secara megaskopis dengan mata telanjang. Kristalkristal jenis fanerik ini dapat dibedakan menjadi:
- Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm.
- Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara 1 5 mm.
- Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5 30 mm.
- Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter butir lebih dari 30 mm.
b. Afanitik, Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak bisa dibedakan dengan
mata telanjang sehingga diperlukan bantuan mikroskop. Batuan dengan tekstur
afanitik dapat tersusun oleh kristal, gelas atau keduanya. Dalam analisis
mikroskopis

dibedakan

menjadi

tiga

yaitu

- Mikrokristalin, Jika mineral-mineral pada batuan beku bisa diamati dengan


bantuan

mikroskop

dengan

ukuran

butiran

sekitar

0,1

0,01

mm.

- Kriptokristalin, jika mineral-mineral dalam batuan beku terlalu kecil untuk


diamati meskipun dengan bantuan mikroskop.
Ukuran

butiran

berkisar

antara

0,01

0,002

mm.

- Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusun oleh gelas.

3. Bentuk Kristal
Bentuk kristal merupakan sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan sifat
batuan secara keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga
bentuk kristal, yaitu:

- Euhedral, jika batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang kristal.
- Subhedral, jika sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat lagi.
- Anhedral, jika mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.
- Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk kristal, yaitu:
- Equidimensional, jika bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang.
- Tabular, jika bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu dimensi yang
lain.
- Prismitik, jika bentuk kristal satu dimensi lebih panjang dari dua dimensi yang
lain.
- Irregular, jika bentuk kristal tidak teratur.
4.Hubungan Antar Kristal
Hubungan antar kristal atau disebut juga relasi diartikan sebagai hubungan
antara kristal atau mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu batuan.
hubungan antar kritak dapat dibagi menjadi beberapa jenis antara lain sebagai
berikut :
- Equigranular, yaitu jika secara relatif ukuran kristalnya yang membentuk batuan
berukuran sama besar. Berdasarkan keidealan kristal-kristalnya, maka
equigranular dibagi menjadi tiga, yaitu:
- Panidiomorfik granular, yaitu jika sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari
mineral-mineral yang euhedral.
- Hipidiomorfik granular, yaitu jika sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari
mineral-mineral yang subhedral.
- Allotriomorfik granular, yaitu jika sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari
mineral-mineral yang anhedral.
- Inequigranular, yaitu jika ukuran butir kristalnya sebagai pembentuk batuan
tidak sama besar. Mineral yang besar disebut fenokris dan yang lain disebut
massa dasar atau matrik yang bisa berupa mineral atau gelas.
5. STRUKTUR BATUAN BEKU
Struktur batuan beku sebagian besar hanya dapat dilihat di lapangan saja,

misalnya:
Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari batuan vulkanik
bawah laut, membentuk struktur seperti bantal.

Joint struktur, merupakan struktur yang ditandai adanya kekar-kekar yang


tersusun secara teratur tegak lurus arah aliran. Sedangkan struktur yang dapat
dilihat pada contoh-contoh batuan (hand speciment sample), yaitu:

Masif, yaitu jika tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas (tidak
menunjukkan adanya lubang-lubang) dan tidak menunjukkan adanya fragmen
lain yang tertanam dalam tubuh batuan beku.

Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh keluarnya


gas pada waktu pembekuan magma. Lubang-lubang tersebut menunjukkan arah
yang teratur.

Skoria, yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler tetapi lubanglubangnya besar dan menunjukkan arah yang tidak teratur.
Amigdaloidal, yaitu struktur dimana lubang-lubang gas telah terisi oleh mineralmineral sekunder, biasanya mineral silikat atau karbonat.

Xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya fragmen/pecahan batuan


lain

yang

masuk

dalam

batuan

yang

mengintrusi.

Pada umumnya batuan beku tanpa struktur (masif), sedangkan struktur-struktur


yang ada pada batuan beku dibentuk oleh kekar (joint) atau rekahan (fracture)
dan pembekuan magma, misalnya: columnar joint (kekar tiang), dan sheeting
joint (kekar berlembar).
6.KOMPOSISI MINERAL BATUAN BEKU
Cara menentukan kandungan mineral pada batuan beku, dapat dilakukan
dengan menggunakan indeks warna dari batuan kristal. Berdasarkan warna
mineral sebagai penyusun batuan beku dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu

mineral

Felsik

dan

Mineral

Mafik.

- Mineral felsik, merupakan mineral yang berwarna terang, terutama terdiri dari
mineral

kwarsa,

feldspar,

feldspatoid

dan

muskovit.

- Mineral mafik, merupakan mineral yang berwarna gelap, terutama biotit,


piroksen, amphibol dan olivin.
Berdasarkan cara terjadinya, kadungan SiO2 dan indeks warna batuan beku
dapat diklasifikan. Sehingga dapat ditentukan nama batuan yang berbeda-beda
meskipun dalam jenis batuan yang sama.
Menurut Rosenbusch (1877-1976) Klasifikasi batuan beku berdasarkan cara
terjadinya dapat dibagi menjadi sebagai berikut :
- Effusive rock, merupakan batuan beku yang terbentuk di permukaan.
- Dike rock, merupakan batuan beku yang terbentuk dekat permukaan.
- Deep seated rock, merupakan batuan beku yang jauh di dalam bumi. Oleh W.T.
Huang(1962), jenis batuan ini disebut plutonik, sedang batuan effusive disebut
batuan vulkanik.
Klasifikasi batuan beku berdasarkan kandungan SiO2 (C.L. Hugnes, 1962), antara
lain :
- Batuan beku asam, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 lebih dari 66%.
Contohnya adalah riolit.
- Batuan beku intermediate, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 antara
52% 66%. Contohnya adalah dasit.
- Batuan beku basa, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 antara 45%
52%. Contohnya adalah andesit.
- Batuan beku ultra basa, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 kurang dari
45%. Contohnya adalah basalt.

Klasifikasi batuan beku berdasarkan indeks warna menurut S.J. Shand, 1943,
antara lain :
- Batuan beku Leucoctaris rock, jika mengandung kurang dari 30% mineral mafik.
- Batuan beku Mesococtik rock, jika mengandung 30% 60% mineral mafik.
- Batuan beku Melanocractik rock, jika mengandung lebih dari 60% mineral mafik.
Sedangkan klasifikasi batuan beku berdasarkan indeks warna menurut S.J. Ellis
(1948) antara lain sebagai berikut :

Batuan beku Holofelsic, batuan beku dengan indeks warna kurang dari 10%.
Batuan beku Felsic, batuan beku dengan indeks warna 10% sampai 40%.
Batuan beku Mafelsic, batuan beku dengan indeks warna 40% sampai 70%.
Batuan Beku Mafik, batuan beku dengan indeks warna lebih dari 70%.

II.II

BATUAN SEDIMEN

A. PENGERTIAN BATUAN SEDIMEN


Volume batuan sedimen dan termasuk batuan metasedimen hanya mengandung
5% yang diketahui di litosfera dengan ketebalan 10 mil di luar tepian benua,
dimana batuan beku metabeku mengandung 95%. Sementara itu, kenampakan
di permukaan bumi, batuan-batuan sedimen menempati luas bumi sebesar 75%,
sedangkan singkapa dari batuan beku sebesar 25% saja. Batuan sedimen
dimulai dari lapisan yang tipis sekali sampai yang tebal sekali. Ketebalan batuan
sedimen antara 0 sampai 13 kilometer, hanya 2,2 kilometer ketebalan yang
tersingkap dibagian benua. Bentuk yang besar lainnya tidak terlihat, setiap
singkapan memiliki ketebalan yang berbeda dan singkapan umum yang terlihat
ketebalannya hanya 1,8 kilometer. Di dasar lautan dipenuhim oleh sedimen dari
pantai ke pantai. Ketebalan dari lapisan itu selalu tidak pasti karena setiap saat
selalu bertambah ketebalannya. Ketebalan yang dimiliki bervariasi dari yang

lebih tipis darim0,2 kilometer sampai lebih dari 3 kilometer, sedangkan ketebalan
rata-rata sekitar 1 kilometer (Endarto, 2005 ).
Total volume dan massa dari batuan-batuan sedimen di bumi memiliki perkiraan
yang berbeda-beda, termasuk juga jalan untuk mengetahui jumlah yang tepat.
Beberapa ahli dalam bidangnya telah mencoba untuk mengetahui ketebalan
rata-rata dari lapisan batuan sedimen di seluruh muka bumi. Clarke (1924)
pertama sekali memperkirakan ketebalan sedimen di paparan benua adalah 0,5
kilometer. Di dalam cekungan yang dalam, ketebalan ini lebih tinggi, lapisan
tersebut selalu bertambah ketebalannya dari hasil alterasi dari batuan beku,
oksidasi, karonasi dan hidrasi. Ketebalan tersebut akan bertambah dari hasil
rombakan di benua sehinngga ketebalan akan mencapai 2.200 meter. Volume
batuan sedimen hasil perhitungan dari Clarke adalah 3,7 x 108 kilometer kubik
(Clarke ,1924).
B. Pengertian Batuan Sedimen
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil
perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia
maupun organisme, yang di endapkan lapis demi lapis pada permukaan bumi
yang kemudian mengalami pembatuan ( Pettijohn, 1975 ).
Batuan sedimen banyak sekali jenisnya dan tersebar sangat luas dengan
ketebalan antara beberapa centimetersampai beberapa kilometer. Juga ukuran
butirnya dari sangat halus sampai sangat kasar dan beberapa proses yang
penting lagi yang termasuk kedalam batuan sedimen. Disbanding dengan batuan
beku, batuan sedimen hanya merupakan tutupan kecil dari kerak bumi. Batuan
sedimen hanya 5% dari seluruh batuan-batuan yang terdapat dikerak bumi. Dari
jumlah 5% ini,batu lempung adalah 80%, batupasir 5% dan batu gamping kirakira 80% ( Pettijohn, 1975 )..

Berdasarkan ada tidaknya proses transportasi dari batuan sedimen dapat


dibedakan menjadi 2 macam :
1. Batuan Sedimen Klastik; Yaitu batuan sedimen yang terbentuk berasal dari
hancuran batuan lain. Kemudian tertransportasi dan terdeposisi yang selanjutnya
mengalami diagenesa.
2. Batuan Sedimen Non Klastik; Yaitu batuan sedimen yang tidak mengalami
proses transportasi. Pembentukannya adalah kimiawi dan organis.
Sifat sifat utama batuan sedimen :
1. Adanya bidang perlapisan yaitu struktur sedimen yang menandakan adanya
proses sedimentasi.
2. Sifat klastik yang menandakan bahwa butir-butir pernah lepas, terutama pada
golongan detritus.
3. Sifat jejak adanya bekas-bekas tanda kehidupan (fosil).
4. Jika bersifat hablur, selalu monomineralik, misalnya : gypsum, kalsit, dolomite
dan rijing.
C. Penggolongan Dan Penamaan Batuan Sedimen
Berbagai penggolongan dan penamaan batuan sedimen telah dikemukakan oleh
para ahli, baik berdasarkan genetis maupun deskriptif. Secara genetik
disimpulkan dua golongan ( Pettijohn, 1975 ).
C.1. Batuan Sedimen Klastik
Batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan kembali detritus atau
pecahan batuan asal. Batuan asal dapat berupa batuan beku, metamorf dan
sedimen itu sendiri. ( Pettjohn, 1975).

Batuan sedimen diendapkan dengan proses mekanis, terbagi dalam dua


golongan besar dan pembagian ini berdasarkan ukuran besar butirnya. Cara
terbentuknya batuan tersebut berdasarkan proses pengendapan baik yang
terbentuk dilingkungan darat maupun dilingkungan laut. Batuan yang ukurannya
besar seperti breksi dapat terjadi pengendapan langsung dari ledakan gunungapi
dan di endapkan disekitar gunung tersebut dan dapat juga diendapkan
dilingkungan sungai dan batuan batupasir bisa terjadi dilingkungan laut, sungai
dan danau. Semua batuan diatas tersebut termasuk ke dalam golongan detritus
kasar. Sementara itu, golongan detritus halus terdiri dari batuan lanau, serpih
dan batua lempung dan napal. Batuan yang termasuk golongan ini pada
umumnya di endapkan di lingkungan laut dari laut dangkal sampai laut dalam (
Pettjohn, 1975)..
Fragmentasi batuan asal tersebut dimulaiu darin pelapukan mekanis maupun
secara kimiawi, kemudian tererosi dan tertransportasi menuju suatu cekungan
pengendapan ( Pettjohn, 1975 ).
Setelah pengendapan berlangsung sedimen mengalami diagenesa yakni, proses
proses-proses yang berlangsung pada temperatur rendah di dalam suatu
sedimen, selama dan sesudah litifikasi. Hal ini merupakan proses yang
mengubah suatu sedimen menjadi batuan keras ( Pettjohn, 1975).
Proses diagenesa antara lain :
1. Kompaksi Sedimen
Yaitu termampatnya butir sedimen satu terhadap yang lain akibat tekanan dari
berat beban di atasnya. Disini volume sedimen berkurang dan hubungan antar
butir yang satu dengan yang lain menjadi rapat.

2. Sementasi
Yaitu turunnya material-material di ruang antar butir sedimen dan secara kimiawi
mengikat butir-butir sedimen dengan yang lain. Sementasi makin efektif bila
derajat kelurusan larutan pada ruang butir makin besar.
3. Rekristalisasi
Yaitu pengkristalan kembali suatu mineral dari suatu larutan kimia yang berasal
dari pelarutan material sedimen selama diagenesa atu sebelumnya.
Rekristalisasi sangat umum terjadi pada pembentukan batuan karbonat.
4. Autigenesis
Yaitu terbentuknya mineral baru di lingkungan diagenesa, sehingga adanya
mineral tersebut merupakan partikel baru dlam suatu sedimen. Mineral autigenik
ini yang umum diketahui sebagai berikut : karbonat, silica, klorita, gypsum dll.
5. Metasomatisme
Yaitu pergantian material sedimen oleh berbagai mineral autigenik, tanpa
pengurangan volume asal.
C.2. Batuan Sedimen Non Klastik
Batuan sedimen yang terbentuk dari hasil reaksi kimia atau bisa juga dari
kegiatan organisme. Reaksi kimia yang dimaksud adalah kristalisasi langsung
atau reaksi organik (Pettjohn, 1975).

Gambar Klasifikasi Batuan Sedimen Berdasarkan Koesoemadinata (1981)


Menurut R.P. Koesoemadinata, 1981 batuan sedimen dibedakan menjadi enam
golongan yaitu :
1.Golongan Detritus Kasar
Batuan sedimen diendapkan dengan proses mekanis. Termasuk dalam golongan
ini antara lain adalah breksi, konglomerat dan batupasir. Lingkungan tempat
pengendapan batuan ini di lingkungan sungai dan danau atau laut.
2. Golongan Detritus Halus
Batuan yang termasuk kedalam golongan ini diendapkan di lingkungan laut
dangkal sampai laut dalam. Yang termasuk ked ala golongan ini adalah batu
lanau, serpih, batu lempung dan Nepal.

3. Golongan Karbonat
Batuan ini umum sekali terbentuk dari kumpulan cangkang moluska, algae dan

foraminifera. Atau oleh proses pengendapan yang merupakan rombakan dari

batuan yang terbentuk lebih dahulu dan di endpkan disuatu tempat. Proses
pertama biasa terjadi di lingkungan laut litoras sampai neritik, sedangkan proses
kedua di endapkan pada lingkungan laut neritik sampai bahtial. Jenis batuan
karbonat ini banyak sekali macamnya tergantung pada material penyusunnya.
4. Golongan Silika
Proses terbentuknya batuan ini adalah gabungan antara pross organik dan
kimiawi untuk lebih menyempurnakannya. Termasuk golongan ini rijang (chert),
radiolarian dan tanah diatom. Batuan golongan ini tersebarnya hanya sedikit dan
terbatas sekali.
5. Golongan Evaporit
Proses terjadinya batuan sedimen ini harus ada air yang memiliki larutan kimia
yang cukup pekat. Pada umumnya batuan ini terbentuk di lingkungan danau atau
laut yang tertutup, sehingga sangat memungkinkan terjadi pengayaan unsureunsur tertentu. Dan faktor yang penting juga adalah tingginya penguapan maka
akan terbentuk suatu endapan dari larutan tersebut. Batuan-batuan yang
termasuk kedalam batuan ini adalah gip, anhidrit, batu garam.
6. Golongan Batubara
Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur organik yaitu dari tumbuhtumbuhan. Dimana sewaktu tumbuhan tersebut mati dengan cepat tertimbun
oleh suatu lapisan yang tebsl di atasnya sehingga tidak akan memungkinkan
terjadinya pelapukan. Lingkungan terbentuknya batubara adalah khusus sekali,
ia harus memiliki banyak sekali tumbuhan sehingga kalau timbunan itu mati
tertumpuk menjadi satu di tempat tersebut.

II.III BATUAN METAMORF


Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika, biologi
dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi merupakan
sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin
mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan
perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan
tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah
pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai dengan
waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar
dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan berada
dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti pada
tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang
elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif.
Pendekatan

umum

untuk

mengambarkan

batas

antara

diagenesa

dan

metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai


kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam
sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat
dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale
yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk menghasilkan
muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa
reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200C
350C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari material-material
disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal
metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masingmasing terbentuk pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda,
tetapi secara umum terjadi kira-kira pada 150C atau dikehendaki lebih tinggi. Di

bawah permukaan, temperatur di sekitarnya 150C disertai oleh tekanan lithostatik


kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi pelelehan
batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan
sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran
dari 650C 800C menutup sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari
metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut migmatit.
Batuan ini menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya
muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain.
Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua yaitu (1)
metamorfisme tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan (2) metamorfisme
tingkat tinggi (high-grade metamorphism) (Gambar 3.9). Pada batuan metamorf
tingkat rendah jejak kenampakan batuan asal masih bisa diamati dan penamaannya
menggunakan awalan meta (-sedimen, -beku), sedangkan pada batuan metamorf
tingkat tinggi jejak batuan asal sudah tidak nampak, malihan tertinggi membentuk
migmatit (batuan yang sebagian bertekstur malihan dan sebagian lagi bertekstur
beku atau igneous).

Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat


rendah medium dan tingkat tinggi (ODunn dan Sill, 1986).

Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat malihannya juga


didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf
dibagi menjadi tiga yaitu (1) Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan;
(2) Metamorfisme dinamo/ kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan;
dan (3) Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas.
Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau sentuhan langsung dengan
tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 3 km (Gambar 3.10).
Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi
dimana

masa

batuan

tersebut

mengalami

penggerusan.

Sedangkan

metamorfisme regional terjadi pada kulit bumi bagian dalam dan lebih intensif
bilamana diikuti juga oleh orogenesa (Gambar 3.11). penyebaran tubuh batuan
metamorf ini luas sekali mencapai ribuan kilometer.

Gambar 3.10 memperlihatkan kontak aureole disekitar intrusi batuan beku (Gillen,
1982).

Gambar 3.11 penampang yang memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen,


1982).
Pengenalan Batuan Metamorf
Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakan-kenampakan
yang jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang merupakan akibat dari
tekanan-tekanan yang tidak sama. Batuan-batuan tersebut mungkin mengalami
aliran plastis, peretakan dan pembutiran atau rekristalisasi. Beberapa tekstur dan
struktur di dalam batuan metamorf mungkin diturunkan dari batuan premetamorfik (seperti: cross bedding), tetapi kebanyakan hal ini terhapus selama
metamorfisme. Penerapan dari tekanan yang tidak sama, khususnya jika disertai
oleh pembentukan mineral baru, sering menyebabkan kenampakan penjajaran
dari tekstur dan struktur. Jika planar disebut foliasi. Seandainya struktur planar
tersebut disusun oleh lapisan-lapisan yang menyebar atau melensa dari mineralmineral yang berbeda tekstur, misal: lapisan yang kaya akan mineral granular
(seperti: felspar dan kuarsa) berselang-seling dengan lapisan-lapisan kaya
mineral-mineral tabular atau prismatik (seperti: feromagnesium), tekstur tersebut

menunjukkan sebagai gneis. Seandainya foliasi tersebut disebabkan oleh


penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral pipih berbutir sedang-kasar
(umumnya mika atau klorit) disebut skistosity. Pecahan batuan ini biasanya
sejajar dengan skistosity menghasilkan belahan batuan yang berkembang
kurang baik.
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain yaitu
didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk batuan
metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-tama
dilakukan tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran
mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran mineral) (Tabel 3.12). Pada
metamorfisme tingkat tinggi akan berkembang struktur migmatit (Gambar 3.12).
Setelah penentuan struktur diketahui, maka penamaan batuan metamorf baik
yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non foliasi dapat dilakukan. Misal:
struktur skistose nama batuannya sekis; gneisik untuk genis; slatycleavage untuk
slate/ sabak. Sedangkan non foliasi, misal: struktur hornfelsik nama batuannya
hornfels; liniasi untuk asbes.
Variasi yang luas dari tekstur, struktur dan komposisi dalam batuan metamorf,
membuatnya sulit untuk mendaftar satu atau lebih dari beberapa kenampakkan
yang diduga hasil dari proses metamorfisme. Oleh sebab itu hal terbaik untuk
mempertimbangkan secara menerus seperti kemungkinan banyaknya perbedaan
kenampakan-kenampakan yang ada.
Table 3.12 Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum (Gillen,
1982).

Gambar 3.12 Berbagai struktur pada migmatit dengan leukosom (warna terang)
(Compton, 1985).
Struktur Batuan Metamorf
Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi menjadi
dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi. Struktur foliasi
ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf,
sedang struktur non foliasi tidak memperlihatkan adanya penjajaran mineralmineral penyusun batuan metamorf.
Struktur Foliasi
a. Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih
(biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.
b. Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral granular,
jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral pipih.
c. Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran
mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).
d. Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan
kesejajarannya sudah mulai agak kasar.

Struktur Non Foliasi


a. Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral
relatif seragam.
b. Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran
terhadap batuan asal.

c. Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya orientasi


mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.
d. Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan permukaan
yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar dibanding struktur
milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.
e. Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal
berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.
f. Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butirbutir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.
g. Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai
ukuran beragam.
h. Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang berbentuk
jarus atau fibrous.

Tekstur Batuan Metamorf


Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal
penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik. Contohnya,
batuan metamorf yang berkomposisi kristal-kristal berukuran seragam disebut
dengan granoblastik. Secara umum satu atau lebih mineral yang hadir berbeda
lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar tersebut dinamakan

porphiroblast.

Porphiroblast,

dalam

pemeriksaan

sekilas,

mungkin

membingungkan dengan fenokris (pada batuan beku), tetapi biasanya mereka


dapat dibedakan dari sifat mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari
matrik. Pengujian mikroskopik porphiroblast sering menampakkan butiran-butiran
dari material matrik, dalam hal ini disebut poikiloblast. Poikiloblast biasanya

dianggap terbentuk oleh pertumbuhan kristal yang lebih besar disekeliling sisasisa mineral terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast dapat diakibatkan dengan
cara pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih cepat daripada mineralmineral

matriknya,

menunjukkan

dan

(karena

yang

melingkupinya.

bentuknya,

orientasi

Termasuk

atau

material

yang

penyebarannya)

arah

kenampakkan mula-mula dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan asal);


dalam hal ini porphiroblast atau poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur

helicitik. Kadangkala batuan metamorf terdiri dari kumpulan butiran-butiran yang


berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk dari kumpulan-kumpulan ini disebut

augen

(German

untuk

mata),

dan

umumnya

hasil

dari

kataklastik

(penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini dihasilkan dalam


butiran matrik. Istilah umum untuk agregat adalah porphyroklast.
Tekstur Kristaloblastik
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah tidak
kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru. Dalam
penamaannya menggunakan akhiran kata blastik. Berbagai kenampakan
tekstur batuan metamorf dapat dilihat pada Gambar 3.13.
a. Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku), hanya
kristal besarnya disebut porfiroblast.
b. Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral
seragam.
c. Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral saling
sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih.
d. Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineral-mineral
prismatik yang sejajar dan terarah.

e. Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral berbentuk


euhedral.
f. Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya
berbentuk anhedral.

Tekstur Palimpset
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan asal
masih bisa diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata blasto.
a. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang
porfiritik.
b. Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang
ukuran butirnya lebih besar dari pasir.
c. Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran
butirnya sama dengan pasir.
d. Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen
yang ukuran butirnya lempung.

Komposisi Batuan Metamorf


Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari mineral
yang ada sebelumnya sebagai akibat perubahan tekanan dan atau
temperatur menghasilkan pembentukan kristal lain yang baik, sedang atau
perkembangan sisi muka yang jelek; kristal ini dinamakan idioblastik,

hypidioblastik, atau xenoblastik. Secara umum batuan metamorf disusun

oleh mineral-mineral tertentu (Tabel 3.13), namun secara khusus mineral


penyusun batuan metamorf dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral
stress dan (2) mineral anti stress. Mineral stress adalah mineral yang
stabil dalam kondisi tekanan, dapat berbentuk pipih/tabular, prismatik dan
tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya/stress meliputi: mika, tremolitaktinolit, hornblende, serpentin, silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit,
epidot, staurolit dan antolit. Sedang mineral anti stress adalah mineral
yang

terbentuk

dalam

kondisi

tekanan,

biasanya

berbentuk

equidimensional, meliputi: kuarsa, felspar, garnet, kalsit dan kordierit.

Gambar 3.13 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985).

A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik; B.


Tekstur Granoblatik berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas; C.
Tekstur Skistose dengan porpiroblast euhedral; D. Skistosity dengan
domain granoblastik lentikuler; E. Tekstur Semiskistose dengan meta
batupasir di dalam matrik mika halus; F. Tekstur Semiskistose dengan
klorit dan aktinolit di dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal; G.
Granit milonit di dalam proto milonit; H. Ortomilonit di dalam ultramilonit; I.
Tekstur Granoblastik di dalam blastomilonit.
Tabel 3.13 Ciri-ciri fisik mineral-mineral penyusun batuan metamorf
(Gillen,

1982)

Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus


menamakan batuan tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan
metamorf tidak sistematik seperti pada batuan beku dan sedimen. Namanama batuan metamorf terutama didasarkan pada kenampakan tekstur
dan struktur (Tabel 3.14). Nama yang umum sering dimodifikasi oleh
awalan yang menunjukkan kenampakan nyata atau aspek penting dari
tekstur (contoh gneis augen), satu atau lebih mineral yang ada (contoh
skis klorit), atau nama dari batuan beku yang mempunyai komposisi sama

(contoh gneis granit). Beberapa nama batuan yang didasarkan pada


dominasi mineral (contoh metakuarsit) atau berhubungan dengan facies
metamorfik yang dipunyai batuan (contoh granulit).
Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan keduanya
baik tekanan dan temperatur secara awal menghasilkan rekristalisasi dan
modifikasi dari mineral lempung yang ada. Ukuran butiran secara
mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi mungkin dapat
berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan batuan berbutir halus
yang mempunyai belahan batuan yang baik sekali dinamakan slate.
Bilamana metamorfisme berlanjut sering menghasilkan orientasi dari
mineral-mineral pipih pada batuan dan penambahan ukuran butir dari
klorit dan mika. Hasil dari batuan yang berbutir halus ini dinamakan phylit,
sama seperti slate tetapi mempunyai kilap sutera pada belahan
permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa tangan secara
teliti kadangkala memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil licin
mencerminkan permukaan belahannya. Pada tingkat metamorfisme yang
lebih tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita menjumpai
mineral-mineral yang pipih dan memanjang yang terorientasi kuat
membentuk skistosity yang menyolok. Batuan ini dinamakan skis, masih
bisa

dibelah

menjadi

lembaran-lembaran.

Umumnya

berkembang

porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat khas mineral
metamorfik

seperti

garnet,

staurolit,

atau

kordierit.

Masih

pada

metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan


terdiri dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur dan
mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik dan batuannya
dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya
kuarsa dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari mineral
yang mengandung feromagnesium (mika, piroksin,

dan ampibol). Komposisi mineralogi sering sama dengan batuan beku,


tetapi tekstur gnessik biasanya menunjukkan asal metamorfisme; dalam
kumpulan yang cukup orientasi sering ada. Penambahan metamorfisme
dapat mengubah gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan
berwarna terang menyerupai batuan beku tertentu, dan perlapisan kaya
feromagnesium mempunyai aspek metamorfik tertentu.
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada
komposisi mineral, seperti: Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit
atau dolomit; secara tipikal bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan
metamorfik bertekstur granobastik dengan komposisi utama adalah
kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara
umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:

Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi


utamanya adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas.

Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin


klino ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina)
dan garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basal,
tetapi mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari
batuan beku.

Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama


kuarsa,

felspar,

sedikit

garnet

dan

piroksin)

mempunyai

tekstur

granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri


dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar.

Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari butiranbutiran

yang

equidimensional

dalam

orientasi

acak.

Beberapa

porphiroblast atau sisa fenokris mungkin ada. Butiran-butiran kasar yang


sama disebut granofels.

Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh
pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin
menjadi protomilonit, milonit, atau ultramilomit, tergantung atas jumlah dari
fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan
kilap permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.

Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral


dari kelompok serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan karbonat.

Serpentinit dihasilkan dari alterasi mineral silikat feromagnesium yang


terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen.

Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari


mineral kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi
karena perubahan komposisi batuan penutup (country rock) pada kontak
batuan beku.
Tabel 3.14 Klasifikasi Batuan Metamorf (ODunn dan Sill, 1986).

Anda mungkin juga menyukai