1. Nama : Arianto, S.T.
3. Koordinat : 107° 53' 37” – 107° 56' 48” BT dan 7° 18' 35” – 7° 13' 47” LS
4. Tahun : 2018
Baca Juga
STRATIGRAFI
Stratigrafi yang disusun dari hasil pemetaan geologi di daerah penelitian dikelompokkan
gunung api tercantum dalam Sandi Stratigrafi Indonesia pada Bab III pasal 26 dan pasal 27
(Martodjojo dan Djuhaeni, 1996). Pembagian stratigrafi gunungapi dimaksudkan untuk menata
batuan / endapan gunung api berdasarkan urutan kejadian agar evolusi pembentukan gunungapi
mudah dipelajari dan dimengerti. Pembagian batuan / endapan gunungapi dimaksudkan untuk
menggolongkan batuan / endapan secara bersistem berdasarkan sumber, deskripsi, dan genesa.
Beberapa peneliti terdahulu seperti Alzwar, dkk (1992) telah memetakan daerah
penelitian dalam Peta Geologi Lembar Sindangbarang – Bandarwaru, peta inilah yang akan
dijadikan dasar untuk penentuan umur relatif pada satuan batuan yang dijumpai di daerah
penelitian. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menyebandingkan batuan yang dijumpai pada
daerah penelitian dengan pola sebaran batuan yang yang telah disusun Alzwar, dkk (1992) pada
peta geologi regional yang telah ada sebelumnya. Peneliti berikutnya adalah Bronto (2006) yang
pernah memetakan bagian timur dari daerah penelitian, metode yang digunakan untuk
Penarikan batas satuan batuan diawali dengan pembatasan tubuh gunung api dengan cara
analisis dari citra ASTER GDEM. Interpretasi batasan inilah yang nantinya akan dijadikan dasar
awal pemisahan satuan batuan, karena pembagian batuan/endapan gunungapi dilakukan dengan
genesa sebagaimana telah disebutkan pada Sandi Stratigrafi Indonesia (Martodjodjo dan
Djuhaeni, 1996). Dengan demikian setiap ekspresi topografi sangat erat kaitannya dengan
litologi penyusun dari setiap gundukan endapan yang ada di lapangan. Dari pengamatan citra
DEM hubungan potong memotong sangat berlaku untuk menentukan satuan mana yang tertua
dan yang termuda yang dimana satuan tertua terpotong atau tertindih dari erupsi termuda.
labratorium yang terdiri dari analisis petrografi dan geokimia. Metode dalam analisis petrografi
dibuat sayatan tipis batuan dengan menggunakan mikroskop polarisator, tujuannya untuk
mendapatkan data yang berupa komposisi dan ciri fisik batuan secara mikroskopis, berdasarkan
kenampakan mikroskopisnya dengan pembuatan sayatan tipis berukuran 0,03 mm yang telah
dipreparasi dan dianggap dapat mewakili masing - masing satuan batuan yang ada.
Gambar 3.1 Klasifikasi batuan gunungapi (piroklastik) menurut Schmid (1981) dan Fisher &
Schmincke (1984).
Penamaan batuan sesuai dengan klasifikasi seperti analisa petrografi menurut
klasifikasi menurut Schmid (1981) dan Fisher & Schmincke (1984).(Gambar 3.1) untuk batuan
Aspek-aspek gunung api purba, mulai dari geomorfologi gunung api, stratigrafi gunung
api, struktur gunung api sampai analisis petrografi batuan gunung api. Dalam pengelompokan
batuan dan pembuatan peta gunung api mengacu pada konsep stratigrafi gunung api dan fasies
gunung api. Pembagian fasies gunung api dalam penelitian ini menggunakan konsep yang
dikembangkan oleh William dan McBirney (1979 dalam Alldrick, 1989) yang membagi sebuah
dari pusat).
Gambar 3.3 Pembagian fasies gunung api komposit menjadi central zone/pusat, proximal zone/dekat
pusat, intermediate zone/tengah dan distal zone/jauh Williams dan McBirney (1979, dalam
Alldrick 1989).
stratigrafi regional daerah penelitian. Peneliti tersebut antara lain adalah Alzwar dkk, (1992)
maupun Silitonga (1973) yang telah melakukan penelitian geologi terkait dengan pemetaan yang
mengahasilkan peta geologi regional lembar Garut-Pameumpeuk dan peta geologi lembar
Bandung, dimana daerah penelitian masuk didalam lembar peta tersebut, sehingga peneliti
daerah penelitian masuk kedalam beberapa formasi. Formasi yang terdapat di daerah penelitian
dari tua ke muda adalah Formasi Batuan Gunungapi Kracak Puncak-Gede(Qkp) berumur
Pleistosen dan Formasi Batuan Gunungapi Muda (Qyc) berumur Holosen yang Menurut Alzwar
Satuan ini terdiri dari produk gunungapi berumur Kuarter yang berasal dari beberapa
sekunder tak teruraikan berasal dari sumber erupsi gunungapi tua (Qopu). Produk gunungapi
Kuarter Tua terdiri dari produk primer berupa lava andesit, breksi tuf (dengan fragmen
batuapung), tuf dan produk sekundernya berupa breksi lahar. Penyebaran satuan ini kebanyakan
telah ditutupi oleh batuan gunung api Kuarter yang lebih muda.
Satuan ini merupakan satuan batuan gunungapi berumur Kuarter yang bersumber dari
gunungapi tak teruraikan (Qypu, Qhp, Qhg). Satuan ini terdiri dari produk gunungapi primer
berupa lava andesit, tuf dan piroklastik tak terkonsolidasi berupa abu gunungapi, lapili dan eflata.
Sedangkan produk sekundernya terdiri dari breksi lahar dengan fragmen andesit.
Stratigrafi regional daerah penelitian berdasarkan peneliti terdahulu Alzwar, dkk (1992)
pada Peta Geologi Lembar Garut – Pameungpeuk termasuk dalam kelompok kelompok batuan
gunung api Kracak – Puncak Gede (Qkp) berumur Pleistosen - Holosen dan batuan gunungapi
muda (Qyc) yang berumur holosen. Alzwar, dkk menyebutkan bahwa batuan kelompok gunung
api muda tersusun atas eflata dan lava aliran yang besusun oleh andesit basalan yang berasal dari
gunung cikuray, kelompok batuan gunung api Kracak - Puncak Gede tersusun atas tuf kaca halus
dan tuf sela, mengandung lapilli batuapung, breksi lahar dan lava.
Tatanan satuan stratigrafi di daerah penelitian disusun berdasarkan sumber, jenis batuan,
dan urutan kejadian. Penamaan satuan dilakukan dengan mengacu pada satuan resmi
volkanostratigrafi Sandi Stratigrafi Indonesia (Soejono Martodjojo dan Djuhaeni, 1996), dengan
menggunakan satuan dasar khuluk dan Gumuk. Khuluk gunungapi merupakan satuan dasar pada
dari satu atau lebih sumber erupsi, baik berupa sumber erupsi utama maupun erupsi samping
Sedangkan Gumuk gunung api merupakan bagian dari khuluk gunung api yang terdiri
dari satu atau lebih batuan/endapan yang dihasilkan dari satu atau beberapa daur letusan gunung
api. Hasil analisis dari pengamatan citra Aster GDEM menunjukan adanya 2 Khuluk dan 1
Gumuk pada daerah penelitian yaitu Gumuk Cikuray,Khuluk Cikuray, Khuluk Kracak dan
Gumuk Kracak (Gambar 3.4). Satuan stratigrafi gunung api dipilih karena lebih menggambarkan
kondisi geologi yang sebenarnya di lapangan, Parameter utama dalam pembagian satuan adalah
suber erupsi, karena komposisi litologi tidak cukup kuat menjadi pemisah satuan batuan karena
didalam kegiatan vulkanisme suatu sumber erupsi gunung api dapat menghasilkan komposisi
yang berbeda. Sebaliknya, pada sumber erupsi dan umur berbeda dapat menghasilkan komposisi
batuan yang sama. Penentuan umur relatif satuan khuluk dilakukan berdasarkan hasil analisis
tubuh gunungapi yang telah disebutkan sebelumnya dan disebandingkan dengan satuan batuan
pada Peta Geologi Lembar Garut dan Pameungpeuk (Alzwar, dkk, 1992).
Gambar 3.4 Analisis tubuh gunung api dengan pendekatan citra Aster GDEM.
Hasil analisis tubuh gunung api pada citra ASTER GDEM (Gambar 3.4) menunjukkan
bahwa Khuluk Cikuray termuda karena memiliki morfologi yang lebih halus dibandingkan
lainnya dan dilihat dari ronanya masi berbentuk kerucut dibanding Khuluk Kracak selain itu ada
juga gumuk yang merupakan bagian dari Khuluk Cikuray yang dinamakan Gumuk Cikuray yang
berada pada kaki gunungapi ini. Kemudian yang tua adalah khuluk Kracak dimana ronanya
terlihat kasar. Khuluk Kracak adalah satuan tertua karena rona pada citra terlihat puncaknya
relative lebih lebar yang menandakan gunungapi ini sudah lebih banyak melakukan aktifitas
vulkanisme selain itu ada pula Gumuk Kracak yang merupakan bagian dari gunungapi Kracak.
Hasil analisis inilah yang kemudian akan disusun dalam kolom volkanostratigrafi dimana
penamaan satuan berdasarkan cirri fisik (deskriptif), sumber erupsi, dan genesis sesuai pada
Sandi Stratigrafi Indonesia (Soejono Martodjojo dan Djuhaeni, 1996). Satuan – satuan ini
Pada daerah penelitian terdapat 2 khuluk gunung api dan 1 gumuk dengan empat satuan
litologi. Urutan umur satuan stratigrafi khuluk, gumuk dari tua ke muda adalah sebagai berikut :
1. Khuluk Kracak, terdiri dari satuan litologi yaitu lava andesit masif aliran Kracak (Kl).
2. Khuluk Cikuray, terdiri dari dua satuan litologi yaitu lava andesit Sheeting aliran CIkuray (Cl)
3. Gumuk Cikuray, terdiri dari satuan litologi yaitu breksi andesit kemas terbuka jatuhan Cikurai
(Cb).
3.2.1 Khuluk Kracak
Khuluk Gunung Kracak adalah satuan gunungapi tua. Khuluk Kracak ini berada di
bagian timur dari daerah penelitian. Satuan ini memliki morfologi perbukitan - tersayat kuat dan
bergelombang kuat – perbukitan dengan pola aliran paralel dan subparalel. Pada Khuluk Kracak
ini hanya dijumpai satu satuan litologi yaitu lava andesit masif aliran Kracak pada daerah
penelitian. Khuluk Kracak ini menempati ±41,3% dari luas daerah penelitian dan berada di
Satuan ini tersebar di sebelah timur daerah penelitian, tersusun oleh satu litologi yaitu
lava andesit porfiroafanitik dari gunungapi Kracak. Kondisi batuan pada satuan ini sudah lapuk,
sedikitnya singkapan segar menyebabkan sulitnya mencari batas kontak dengan satuan yang lain.
Satuan lava andesit porfiroafanitik ini menempati ±41,3 % dari luas daerah penelitian dan
berada di bagian timur daerah penelitian. Satuan ini meliputi Desa Margawati, Sukanegla,
Hasil analisis pembagian tubuh gunung api berdasarkan citra ASTER GDEM sangat
membantu dalam penentuan batas satuan, karena perbedaan litologi dan tingkat pelapukan telah
tercermin dari citra. Tebal keseluruhan dari satuan ini diperkirakan mencapai ± 350 m
berdasarkan rekonstruksi dari penampang geologi yang ada di Peta Geologi Gunung Api
3.2.1.3 Litologi Penyusun
Litologi penyusun dari satuan ini secara dominan disusun oleh lava andesit hasil dari
erupsi pusat Khuluk Kracak walaupun juga di jumpai juga beberapa lokasi breksi andesit dan tuf.
Lava andesit pada lokasi ini memiliki ciri warna lapuk coklat dan warna segar abu-abu cerah,
tekstur porfiroafanitik dengan struktur massif, kemas tertutup, sortasi buruk, secara mikroskopis
komposisi piroksen 10%, kuarsa 15%, feldspar 35%, plagioklas 35% dan opak 5 % dengan nama
massif tekstur porfiritik dengan kemas tertutup,bentuk butir menyudut, ukuran >2mm fragmen
berupa andesite dengan komposisi plagioklas 30%, feldspar 30%, Hornblen 10% dan kuarsa 25%
untuk matriksnya berkomposisi litik 10 %, gelas 35 %, Kuarsa 20 % dan feldspar 26%, dengan
tuf yang dijumpai di satuan ini yaitu memiliki kenampakan dilapangan warna segar putih
kekuningan warna lapuk coklat, struktur perlapisan, kemas terbuka dengan sortasi yang baik
berkomposisi litik 15%, feldspar 15%,kuarsa 10%, dan gelas vulkanik 60% dengan nama
Gambar 3.5 Breksi andesite Gunung Api Kracak Lp 6 (arah lensa N 180°,Di ambil di Desa
Margawati)
Gambar 3.6 Lava andesite masif aliran gunungapi kracak (arah lensa N 35°E, foto diambil dari
LP.1 daerah Desa Margawati).
Gambar 3.7 Tuf gunungapi kracak (arah lensa N 345°E, foto diambil dari LP.58 daerah Desa
Margawati).
3.2.1.4 Umur
Penarikan umur relatif sulit dilakukan dengan fosil karena pada satuan lava andesit
porfiroafanitik aliran Kracak ini termasuk pada batuan gunung api yang miskin akan fosil. Oleh
karena itu, untuk penentuan umur pada satuan ini dilakukan berdasarkan kesebandingan dengan
stratigrafi regional lembar Garut – Pameungpeuk (Alzwar, 1992) ataupun mengacu kepada
peneliti terdahulu, maka satuan ini berumur Pleistosen.
3.2.1.5 Hubungan Stratigrafi
hubungan stratigrafi dengan satuan diatasnya yang berumur lebih muda yaitu selaras.
3.2.1.6 Lingkungan Pengendapan
morfologi satuan, batuan penyusun satuan ini dan dilihat dari citra ASTER GDEM. Berdasarkan
pengamatan di lapangan dengan dijumpainya lava dari erupsi Gunung Kracak dan morfologi
yang melandai ke arah timur- barat daya, maka batuan ini diendapkan pada fasies proximal dari
Gambar 3.8. Pembagian fasies gunung api komposit menjadi central zone/pusat, proximal zone/dekat
pusat, intermediate zone/tengah dan distal zone/jauh (Williams dan McBirney, 1979).
3.2.2 Khuluk Cikuray
Khuluk Gunung Cikuray adalah satuan gunung api yang muncul setelah gunungapi
Kracak. Khuluk Cikuray juga adalah satuan gunung api termuda setelah Khuluk Kracak yang
berada di bagian timur dari daerah penelitian. Satuan ini memliki morfologi perbukitan - tersayat
kuat dengan pola aliran paralel. Pada Khuluk Kracak ini hanya dijumpai dua satuan yaitu breksi
andesit porfiroafanitik aliran Kracak dan lava andesit porfiroafanitik aliran Kracak pada daerah
penelitian. Khuluk Kracak ini menempati ±62.58% dari luas daerah penelitian dan berada di
Satuan ini tersebar di sebelah barat daerah penelitian, tersusun oleh lava porfiroafanitik
aliran gunungapi Cikuray. Kondisi batuan pada satuan ini sedikit lapuk, sedikitnya singkapan
segar menyebabkan sulitnya mencari batas kontak dengan satuan yang lain. Satuan ini tersusun
secara dominan oleh lava andesit porfiroafanitik dengan di beberapa tempat terdapat pula yang
Satuan lava andesit porfiroafanitik aliran gunungapi cikuray ini menempati ±% dari luas
daerah penelitian dan berada di bagian baratdaya daerah penelitian. Satuan ini meliputi Desa
Hasil analisis pembagian tubuh gunung api berdasarkan citra ASTER GDEM sangat
membantu dalam penentuan batas satuan, karena perbedaan litologi dan tingkat pelapukan telah
tercermin dari citra. Tebal keseluruhan dari satuan ini diperkirakan mencapai ± 200 m
berdasarkan rekonstruksi dari penampang geologi yang ada di Peta Geologi Gunung Api
3.2.2.1.2 Litologi Penyusun
Litologi penyusun dari satuan ini secara dominan disusun oleh lava andesit Sheeting .
Lava andesit pada satuan ini secara megaskopis di lapangan menunjukan lava andesit memiliki
warna lapuk coklat, warna segar abu-abu kehitaman, memiliki tekstur porfiroafanitik, struktur
sheeting joint, sampai masif. Komposisi mineral batuanya yaitu plagioclase 35%, hornblen 15 %,
Gambar 3.9 Lava andesit aliran khuluk Cikuray (arah lensa N 130°E, foto diambil dari LP.9, daerah
Desa Mekarsari).
3.2.2.1.3 Umur
Penarikan umur relatif sulit dilakukan dengan fosil karena pada satuan lava andesit
pofiroafanitik aliran gunungapi Cikuray ini termasuk pada batuan gunung api yang miskin akan
fosil. Oleh karena itu, untuk penentuan umur pada satuan lava andesit porfiroafanitik aliran
gunungapi Cikuray ini dilakukan berdasarkan kesebandingan dengan stratigrafi regional lembar
Garut – Pameungpeuk (Alzwar, 1992) ataupun mengacu kepada peneliti terdahulu, maka satuan
3.2.2.1.4 Hubungan Stratigrafi
hubungan stratigrafi dengan satuan di bawahnya yaitu satuan lava andesit masif aliran gunungapi
3.2.2.1.5 Lingkungan Pengendapan
morfologi satuan, batuan penyusun satuan ini dan dilihat dari citra ASTER GDEM. Berdasarkan
pengamatan di lapangan dengan dijumpainya lava dari erupsi Gunung Kracak dan morfologi
yang melandai ke arah barat-timur laut, maka batuan ini diendapkan pada fasies proximal dari
Gambar 3.10. Pembagian fasies gunung api komposit menjadi central zone/pusat, proximal
zone/dekat pusat, intermediate zone/tengah dan distal zone/jauh (Williams dan McBirney,
1979).
Satuan ini tersebar di sebelah utara daerah penelitian, tersusun oleh litologi yaitu Breksi
andesit dari G.Cikuray dengan dijumpai juga lava pada beberapa lokasi pengamatan. Kondisi
batuan pada satuan ini sudah lapuk, sedikitnya singkapan segar menyebabkan sulitnya mencari
Satuan breksi andesit aliran gunungapi cikuray ini menempati ±10,2 % dari luas daerah
penelitian dan berada di bagian utara daerah penelitian. Satuan ini meliputi Desa Ngamplang dan
Ngamplangsari.
Hasil analisis pembagian tubuh gunung api berdasarkan citra ASTER GDEM sangat
membantu dalam penentuan batas satuan, karena perbedaan litologi dan tingkat pelapukan telah
tercermin dari citra. Tebal keseluruhan dari satuan ini diperkirakan mencapai ±150m berdasarkan
rekonstruksi dari penampang geologi yang ada di Peta Geologi Gunung Api (Lampiran Lepas 3).
3.2.2.2.2 Litologi Penyusun
Litologi penyusun dari satuan ini secara dominan disusun oleh breksi andesit dengan
dijumpai pula lava dibeberapa lokasi pengamatan hasil dari erupsi Gunung api Cikuray. Breksi
andesit secara megaskopis memiliki warna lapuk coklat, warna segar abu - abu, memiliki tekstur
porfiritik dengan dicirikan sortasi baik, kemas terbuka, struktur massif bentuk butir menyudut
taanggung dengan ukuran >2 mm dengan fragmen berkomposis plagioklas 25%, feldspar 65%,
3.10)(Lampiran hal 101/Lp53). Sedangkan untuk matriksnya yaitu berkomposisi feldspar 45%,
kuarsa 30%, gelas 15% dan opak 10% dengan nama petrografi Cristal Tuff (Schmid,1981)
(Lampiran hal 103/Lp53). Selanjutnya untuk sisipan lava yang dijumpai pada lapangan ini
memiliki kenampakan dilapangan berwarna segar abu-abu,dan warna lapuk coklat bertekstur
porfiroafanitik dengan struktur fragmental massif berkomposisi mineral kuarsa 20%, plagioklas
Gambar 3.11 Lava andesite aliran gunungapi Cikuray (arah lensa N 190°E, foto diambil dari LP.49,
daerah Desa Ngamplangsari).
3.2.2.2.3 Umur
Penarikan umur relatif sulit dilakukan dengan fosil karena pada satuan breksi andesit
afanitik aliran Cikuray ini termasuk pada batuan gunung api yang miskin akan fosil. Oleh karena
itu, untuk penentuan umur pada satuan lava andesit afanitik aliran Cikuray ini dilakukan
1992) ataupun mengacu kepada peneliti terdahulu, maka satuan ini berumur Holosen.
3.2.2.2.4 Hubungan Stratigrafi
sementara hubungan stratigrafi dengan satuan di bawahnya yaitu satuan lava andesit aliran
3.2.2.2.5 Lingkungan Pengendapan
morfologi satuan, batuan penyusun satuan ini dan dilihat dari citra ASTER GDEM. Berdasarkan
pengamatan di lapangan dengan dijumpainya lava hasil dari erupsi Gunung Cikuray dan
morfologi yang melandai ke barat daya – timur laut, maka batuan ini diendapkan pada
Gambar 3.12 Pembagian fasies gunung api komposit menjadi central zone/pusat, proximal
zone/dekat pusat, intermediate zone/tengah dan distal zone/jauh (Williams dan
McBirney, 1979).
3.2.3 Endapan Lahar
Satuan ini tersebar di antara dua khuluk Cikuray, terdiri dari endapan dengan ukuran
kerikil sampai bongkah dan berada pada ketinggian 900 – 1000 mdpl.
Satuan ini tersebar dari selatan ke utara daerah penelitian, tersusun oleh litologi endapan
lahar dengan ukuran kerikil sampai bongkah dengan bentuk berbeda- beda dengan fragmen yang
dijumpai yaitu andesite dengan warna abu-abu, struktur massif, dan tekstur afanitik.
Satuan endapan lahar ini menempati ±30 % dari luas daerah penelitian dan berada di
bagian selatan samapi utara daerah penelitian. Satuan ini meliputi Desa Kersamaju,
Hasil analisis pembagian tubuh gunungapi berdasarkan citra ASTER GDEM sangat
membantu dalam penentuan batas satuan, karena perbedaan litologi dan tingkat pelapukan telah
tercermin dari citra. Tebal keseluruhan dari satuan ini diperkirakan mencapai ±28 m berdasarkan
rekonstruksi dari penampang geologi yang ada di Peta Geologi Gunung Api (Lampiran Lepas 2).
3.2.3.2.1 Litologi Penyusun
andesit secara megaskopis di lapangan menunjukan warna lapuk coklat, warna segar abu-abu
kehitaman, memiliki tekstur afanitik, struktur masif. Komposisi plagioklas 35%, feldspar 45%,
3.2.3.2.2 Umur
Penarikan umur relatif sulit dilakukan dengan fosil karena pada endapan lahar ini
termasuk pada batuan gunung api yang miskin akan fosil. Oleh karena itu, untuk penentuan umur
pada satuan endapan lahar ini dilakukan berdasarkan kesebandingan dengan stratigrafi regional
lembar Garut - Pameungpeuk (Alzwar, 1992) ataupun mengacu kepada peneliti terdahulu, maka
3.2.3.2.3 Hubungan Stratigrafi
sementara hubungan stratigrafi dengan satuan di bawahnya yaitu satuan breksi andesite aliran
3.2.3.3 Lingkungan Pengendapan
morfologi satuan, batuan penyusun satuan ini dan dilihat dari citra ASTER GDEM. Berdasarkan
pengamatan di lapangan dengan dijumpainya lahar hasil dari erupsi Gunungapi. Maka batuan ini
Berdasarkan hasil analisis secara keseluruhan pada seluruh satuan batuan yang terdapat di
daerah penelitian, maka dapat disebandingkan antara stratigrafi daerah penelitian dengan
stratigrafi regional peneliti terdahulu (Peta Geologi Regional Lembar Garut - Pamaumpeuk,
Alzwar, dkk., 1992). Kesebandingan stratigrafi regional terhadap stratigrafi daerah penelitian
akan ditampilkan dalam kolom kesebandingan (Tabel 3.6). Hasil kesebandingan antara stratigrafi
regional dengan stratigrafi daerah penelitian dapat diketahui bahwa Satuan Khuluk Kracak
termasuk dalam Formasi Gunung api tua yang berumur Kuarter (Pliestosen Akhir) Gunung api
Kracak- Puncak Gede (Qkp). Selain itu untuk satuan Khuluk Cikurai masuk dalam formasi
Gunung api muda yang burumur (Holosen) Gunung api muda (Gyc) dan yang terakhir yang
berumur paling muda yaitu endapan lahar masuk dalam Formasi endapan Kolofium (Qk).
GEOMORFOLOGI
Proses dari Tugas Akhir 2 ini meliputi penelitian mengenai kondisi geologi rinci, sortasi
lokasi pengamatan, analisis geomorfologi, stratigrafi dan struktur geologi, pengukuran ketebalan,
pengelompokan satuan, analisis petrografi, analisis potensi geologi lingkungan yang tersusun
dalam laporan Tugas Akhir 2. Proses - proses tersebut akan menghasilkan peta lokasi
pengamatan, peta geomorfologi, peta geologi dan laporan Tugas Akhir 2 yang disertai hasil dari
masalah khusus yang diambil, semua terangkum pada diagram alir penelitian (Gambar 2.1).
Analisis geomorfologi yang dilakukan dalam penelitian yaitu meliputi analisis bentuk
morfologi khusus (pola circular, bentukan tapal kuda, morfologi sisa gunung api), pembagian
satuan geomorfologi (morfometri dan morfogenesa), penentuan pola pengaliran, dan proses
geomorfologi, serta stadia daerah. Dalam menganalisis kondisi geomorfologi dan melakukan
pembagian satuan geomorfologi pada daerah penelitian, penulis melihat kondisi morfologi pada
daerah penelitian masih relatif sama dengan pola kontur. Hal tersebut dikarenakan tidak ada
aktifitas penambangan maupun aktifitas lain yang merubah morfologi secara singkat di lapangan.
Oleh karena itu peneliti melakukan analisis pada peta topografi dengan melihat pola – pola
kontur dan kemudian melakukan sayatan morfometri pada peta topografi dan tidak dilakukan
langsung di lapangan.
Tahap awal yang dilakukan dalam analisis geomorfologi adalah analisis bentuk
morfologi khusus terkait gunung api yaitu pola circular, bentukan tapal kuda dan morfologi sisa
gunung api. Analisis pada tahap ini dilakukan pada Citra DEM dengan
aktivitas gunung api di masa lalu seperti yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu (Bronto,
2006). Selain itu juga bertujuan untuk membagi tubuh gunung api guna memudahkan dalam
satuan geomorfologi yang didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi (Tabel 2.1) menurut van
kesamaan relatif nilai sudut lereng dan beda tinggi dari puncak sampai dasar lekukan dari suatu
Bumi (Tabel 2.3 dan Tabel 2.4) oleh Brahmantyo dan Bandono (2006). Pembagian satuan
geomorfologi ini merupakan kombinasi dari 2 klasifikasi berbeda karena dalam satuan Bentuk
morfometri dari bentang alam yang ada, sehingga dengan kombinasi ini diharapkan diperoleh
satuan geomorfologi yang menjelaskan aspek morfometri dan morfogenesa dari masing – masing
Acuan pembagian Klasifikasi BMB ini akan mengikuti beberapa kriteria di bawah ini:
1. Secara umum dibagi berdasarkan satuan bentang alam yang dibentuk akibat proses – proses
endogen/ struktur geologi (pegunungan lipatan, pegunungan plateau/ lapisan datar, Pegunungan
Sesar, dan gunung api) dan proses – proses eksogen (pegunungan karst, dataran sungai dan
danau, dataran pantai, delta, dan laut, gurun, dan glasial), yang kemudian dibagi ke dalam satuan
bentuk muka bumi lebih detil yang dipengaruhi oleh proses – proses eksogen.
2. Dalam satuan pegunungan akibat proses endogen, termasuk di dalamnya adalah lembah dan
dataran yang bisa dibentuk baik oleh proses endogen maupun oleh proses eksogen.
3. Pembagian lembah dan bukit adalah batas atau titik belok dari bentuk gelombang sinusoidal
ideal. Di alam, batas lembah dicirikan oleh tekuk lereng yang umumnya merupakan titik – titik
4. Penamaan satuan paling sedikit mengikuti prinsip tiga kata, atau paling banyak empat kata bila
ada kekhususan; terdiri dari bentuk/ geometri/ morfologi, genesa morfologis (proses – proses
endogen – eksogen), dan nama geografis. Contoh : Lembah Antiklin Welaran, Punggungan
Sinklin Paras, Perbukitan Bancuh Seboro, Dataran Banjir Lokulo, Bukit Jenjang Vulkanik
Selacau, Kerucut Gunungapi Guntur, Punggungan Aliran Lava Guntur, Kubah Lava Merapi,
Perbukitan Dinding Kaldera Maninjau, Perbukitan Menara Karst Maros, Dataran Teras
daerah penelitian maka dibuat suatu simbol satuan geomorfologi. Penentuan simbol satuan
geomorfologi ini mengacu pada standarisasi penyusunan peta geomorfologi yang disusun oleh
Badan Standarisasi Nasional Indonesia (1996) dengan beberapa penyesuaian terhadap parameter
deskripstif satuan geomorfologi tersebut. Dalam simbol satuan geomorfologi tersebut terdapat 4
karakter (X.X.X.X) yang mencerminkan masing – masing parameter dalam setiap satuan
Secara lebih jelas, berikut uraian terkait penentuan simbol satuan geomorfologi :
a. Karakter pertama (X.X.X.X) merupakan suatu huruf yang mencerminkan morfogenesa satuan
geomorfologi tersebut yang mengacu pada klasifikasi van Zuidam (1983) misalnya “F” untuk
satuan geomorfologi yang terbentuk oleh proses fluviatil, “V” untuk satuan geomorfologi yang
b. Karakter kedua (X.X.X.X) merupakan suatu angka yang mencerminkan bentuk muka bumi yang
merupakan nomor urut dalam klasifikasi BMB (2006) misalnya dalam bentang alam pegunungan
gunung api, angka “11” merupakan punggungan aliran piroklastika, angka “10” merupakan
punggungan aliran lava dan angka “12” merupakan punggungan aliran piroklastika.
c. Karakter ketiga (X.X.X.X) merupakan suatu angka yang mencerminkan klasifikasi morfometri
menurut van Zuidam dan van Zuidam – Cancelado (1979). Angka tersebut merupakan nomor
urut dalam klasifikasi tersebut misalnya angka “3” merupakan topografi bergelombang lemah –
kuat, angka “4” merupakan topografi bergelombang kuat – perbukitan, angka “5” merupakan
d. Karakter keempat (X.X.X.X) suatu angka yang mencerminkan nama geografis yang digunakan
dalam penentuan satuan geomorfologi. Dalam hal ini peneliti menggunakan angka “1” untuk
mencerminkan nama geografis Cikuray, “2” untuk menjelaskan nama geografis Kracak,.
Pewarnaan satuan geomorfologi daerah penelitian mengacu pada klasifikasi menurut van
Zuidam (1979) (Tabel 2.2), karena dalam klasifikasi BMB menurut Brahmantyo dan Bandono
(2006) tidak ditentukan secara jelas terkait penentuan warna satuan bentuk muka bumi yang ada.
Tabel 2.1. Klasifikasi relief berdasarkan sudut lereng dan beda tinggi (van Zuidam dan van
Zuidam - Cancelado, 1979)
Beda
Tinggi
Kelerengan (% (m)
No Relief )
1 Topografi dataran 0–2 <5
2 Topografi bergelombang lemah 3–7 5 – 50
Topografi bergelombang lemah
3 – kuat 8 – 13 25 – 75
Topografi bergelombang kuat
4 – perbukitan 14 – 20 50 – 200
5 Topografi perbukitan – tersayat kuat 21 – 55 200 – 500
Topografi tersayat kuat
6 – pegunungan 56 – 140 500 – 1000
7 Topografi pegunungan > 140 > 1000
Tabel 2.2 Klasifikasi bentukan asal berdasarkan genesa dan sistem pewarnaan (van Zuidam, 1979).
No Genesa Pewarnaan
4 Fluvial (F) Biru
6 Karst (K) Orange
8 Eolian (E) Kuning
Tabel 2.3 Bentang alam pegunungan gunung api (Brahmantyo dan Bandono, 2006)
Penentuan pola pengaliran pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan klasifikasi
merupakan suatu pola dalam kesatuan ruang yang merupakan hasil penggabungan dari beberapa
individu sungai yang saling berhubungan suatu pola dalam kesatuan ruang (Thornbury, 1969).
Gambar 2.2 Jenis - jenis pola aliran sungai menurut (Howard, 1967 dalam Thornbury, 1969),
A. Pola aliran dasar, B. Pola aliran ubahan.
Perkembangan dari pola pengaliran dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
adalah kemiringan lereng, perbedaan resistensi batuan, proses vulkanik kuarter, serta sejarah dan
stadia geomorfologi dari cekungan pola aliran (drainage basin). Beberapa pola aliran dasar yang
mengacu pada pola pengaliran dasar dan ubahan dari Howard (1967) (Gambar
2.2) adalah sebagai berikut:
1. Dendritic, berbentuk serupa cabang-cabang pohon (pohon oak), dan cabang-cabang sungai (anak
sungai) berhubungan dengan sungai induk membentuk sudut-sudut yang runcing. Biasanya
terbentuk pada batuan yang homogen dengan sedikit atau tanpa pengendalian struktur. Contoh
2. Parallel, pola aliran yang mempunyai arah relatif sejajar, mengalir pada daerah dengan
kemiringan lereng sedang sampai curam, dapat pula pada daerah dengan morfologi yang paralel
sudut siku-siku dengan sungai utama, mencirikan daerah pegunungan lipatan (antiklin, sinklin)
dan kekar.
4. Rectangular, pola aliran yang dibentuk oleh pencabangan sungai-sungai yang membentuk sudut
siku-siku, lebih banyak dikontrol oleh faktor kekar-kekar yang saling berpotongan dan juga
sesar.
5. Radial, pola ini dicirikan oleh suatu jaringan yang memancar keluar dari satu titik pusat
berasosiasi pada kubah, tubuh gunungapi dan pada tipe-tipe bukit kerucut/conical hills yang
terisolasi.
6. Annular, bentuknya melingkar mengikuti batuan lunak suatu kubah yang tererosi puncaknya
atau struktur basin dan mungkin intrusi stock, bertipe subsekuen, cabangnya dapat obsekuen atau
resekuen.
7. Multibasinal, pola yang terbentuk oleh banyaknya cekungan-cekungan atau danau-danau kecil,
pola trellis. Biasanya berkembang di daerah metamorf yang bertekstur kasar, batuan beku atau
10. Pinnate, merupakan pola modifikasi dari pola aliran dendritic yang dicirikan oleh jarak yang
berdekatan, banyaknya anak sungai yang memasuki induk sungai dengan sudut tajam. Pola ini
terlihat seperti bulu atau daun pakis. Pola ini berkembang baik pada tekstur halus dan material
saluran yang saling menyambung, rawa dan oxbow lake yang dapat ditemukan pada daerah
dataran banjir, delta dan daerah rawa pasang surut (tidal marshes).
12. Distributary, merupakan pola modifikasi dari pola aliran dendritic. Pola ini ditemukan pada
sedikit kontrol struktur geologi, kemiringan morfologi menengah, umumnya mempunyai batuan
dengan resistensi yang seragam terhadap erosi dan cukup adanya kesejajaran sepanjang daerah
14. Colinear, merupakan pola modifikasi dari pola aliran parallel yang dicirikan oleh kesejajaran
aliran yang sungguh lurus yang kadang hilang dan muncul lagi. Pola ini dapat ditemukan pada
ditemukan pada daerah yang mempunyai lapisan homoclin dengan kemiringan batuan yang kecil
16. Recurved trellis, merupakan pola modifikasi dari pola aliran trellis. Pola ini terbentuk pada
Stadia sungai dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : tingkat erosi, baik erosi
vertikal maupun erosi horizontal, jenis batuannya, kemiringan lereng, kedalaman, iklim, aktivitas
organisme dan waktu. Menurut Thornbury (1969), tingkat stadia sungai dapat dibagi menjadi
1. Stadia muda dicirikan dengan sungai sangat aktif dan erosi berlangsung cepat, erosi vertikal
lebih besar daripada erosi lateral, lembah berbentuk V, tidak terdapat dataran banjir, gradien
sungai curam, ditandai dengan adanya jeram dan air terjun, arus sungai deras, bentuk sungai
relatif lurus.
2. Stadia dewasa ini dicirikan oleh kecepatan aliran berkurang, gradien sungai sedang, dataran
banjir mulai terbentuk, mulai terbentuk meander sungai, erosi kesamping lebih kuat dibanding
erosi vertikal pada tingkat ini sungai mencapai kedalaman paling besar lembah berbentuk U.
3. Stadia tua dicirikan oleh kecepatan aliran makin berkurang, pelebaran lembah lebih kuat
dibanding pendalaman sungai, dataran banjir lebih lebar dibanding sabuk meander, lembah
berbentuk U, danau tapal kuda, tanggul alam lebih umum dijumpai daripada ketika sungai
bertingkat dewasa.
memperhatikan berbagai aspek seperti proses pelarutan, denudasional dan stadia sungai yang
telah terbentuk. Penentuan stadia daerah pada dasarnya untuk mengetahui proses - proses geologi
yang telah berlangsung pada daerah tersebut. Proses tersebut bisa berupa proses endogen (sesar,
lipatan, intrusi, magmatisme) dan proses eksogen (erosi, pelapukan, transportasi). Stadia daerah
penelitian dikontrol oleh litologi, struktur geologi dan proses geomorfologi. Perkembangan
stadia daerah pada dasarnya menggambarkan seberapa jauh morfologi daerah telah berubah dari
Gambar 2.3 Tahap - tahap perkembangan bentang alam gunung api (Hartono, 2011).
Fisiografi Jawa Barat dibagi berdasarkan kondisi morfologi, litologi penyusun dan pola
struktur yang ada menjadi 6 Zona Fisiografi yang berarah barat - timur (van Bemmelen, 1949
dalam Martodjojo, 1984). Zona – zona ini dari utara sampai selatan (Gambar 2.4) yaitu:
Zona Dataran Pantai Jakarta mempunyai lebar sekitar 40 km yang membentang dari
Serang sampai ke Cirebon. Dataran ini terdiri oleh endapan aluvial sungai dan lahar dengan
2. Zona Bogor
Zona Bogor terletak di sebelah selatan dari Dataran Pantai Jakarta ini memanjang
barat - timur dimulai dari Rangkasbitung ke sebelah timur melalui Purwakarta dan Subang serta
membelok ke Tenggara sampai Majenang – Bumiayu Jawa Tengah, dengan lebar sekitar 40km.
Litologi pada zona ini yaitu batuan sedimen berumur Neogen yang terlipat kuat sehingga
Zona ini terletak di bagian barat daya Jawa Barat. Morfologi yang dapat dijumpai pada
Zona Pegunungan Bayah berupa kubah dan punggungan yang berada pada zona depresi tengah.
4. Zona Bandung
Zona Bandung merupakan daerah depresi di antara barisan pegunungan (intermontane
depressions). Zona ini memanjang dari barat ke timur, dimulai dari Lembah Cimandiri di barat
Sukabumi sampai Segara Anakan di Pantai Selatan Jawa Tengah dengan lebar antara 20-40 km.
Pegunungan yang membatasi depresi-depresi tersebut pada umumnya berupa tinggian yang
tersusun atas batuan yang berumur tersier. Secara struktural, zona ini merupakan puncak antiklin
Jawa Barat yang runtuh setelah pengangkatan. Daerah rendah ini kemudian terisi oleh endapan
Zona Gunungapi Kuarter tersebar di sekitar bagian tengah Jawa Barat. Zona ini terbentuk
hasil dari endapan gunungapi berumur Kuarter. Beberapa Gunungapi di daerah Jawa Barat yaitu
Kendeng (1.370 m), Gagak (1.511 m), Salak (2.211 m), Gede-Pangrango (3.019 m), Burangrang
(2.064 m), Tangkuban Prahu (2.076 m), Bukittunggul (2.209 m), Calancang (1.667 m),
Cakrabuwana (1.721 m). Pada bagian timur Zona Bogor tertutupi oleh gunungapi muda yaitu
Bukittunggul (2.209 m), Tampomas (1.684 m) dan Ciremai (3.078 m). Batas antara Zona
Bandung dengan Pegunungan Selatan juga dibatasi oleh rangkaian gunung api yaitu Kendeng
(1.852 m), Patuha (2.429 m), Tilu (2.040 m), Malabar (2.321m), Papandayan (2.622 m), Cikuray
(2.821 m).
6. Pegunungan Selatan
Pegunungan Selatan ini membentang dari Pelabuhan Ratu sampai Pulau Nusakambangan.
Zona ini rata-rata mempunyai lebar 50 km, tetapi pada bagian timur menyempit beberapa
kilometer ke Pulau Nusakambangan. Litologi dari zona ini yaitu batuan hasil gunungapi berumur
Oligo-Miosen dan batuan sedimen Tersier fasies laut. Pegunungan Selatan dibagi menjadi 3
bagian yaitu:
a. Djampang Section,
Terletak pada bagian barat Pegunungan Selatan dimana erosi dari laut Hindia meningkat
terhadap erosi (Mt Malang 1.305 m) dan kemudian dirusak oleh adanya sesar yang melengkung
ke Zona Bandung.
b. Pangalengan Section,
Terletak pada bagian tengah Pegunungan Selatan yang merupakan salah satu bagian
tertinggi. Terdapat gunungapi mati (Kancana, 2.182 m) yang kemudian dirusak oleh step
c. Karangnunggal Section.
Karangnunggal Section merupakan bagian timur dari Pegunungan Selatan. Bagian ini
yang tidak lebih dari 1000 m (Bongkok 1.144 m). Perbedaan ketinggian di antara bagian tengah
Karangnunggal Section ke timur pada satu sisi yang lain, saat transgeresi Miosen Atas pada
Berdasarkan ciri – ciri dari masing - masing Fisiografi Jawa Barat di atas, maka daerah
penelitian termasuk dalam Fisiografi Gunung api Kuarter yang merupakan bagian dari Zona
lereng dan relief (van Zuidam dan Cancelado, 1979) dengan klasifikasi Bentuk Muka Buni
(BMB) yang menitikberatkan pada proses – proses geologi baik eksogen maupun endogen
(Brahmantyo, B. dan Subandono, 2006) (Gambar 2.5). Penamaan satuan paling sedikit mengikuti
prinsip tiga kata, atau paling banyak empat kata bila ada kekhususan; terdiri dari bentuk /
didasarkan pada pengkodean SNI 1999 yang dikeluarkan oleh BSN (Badan Standarisasi
Nasional (1996) ).
Gambar 2.5 Kenampakan pembagian geomorfologi berdasarkan Citra SRTM
1. Satuan bergelombang lemah - kuat punggungan aliran lahar Cikuray (V.11.3.1).
2. Satuan bergelombang kuat - perbukitan punggungan aliran piroklastik Cikuray (V.12.4.1).
3. Satuan bergelombang kuat - perbukitan punggungan aliran lava Cikuray (V.10.4.1).
4. Satuan perbukitan – tersayat kuat punggungan aliran lava Kracak (V.10.5.2).
Satuan ini menempati 30,1 % dari keseluruhan daerah penelitian yaitu meliputi Desa
Morfometri satuan ini mempunyai kelerengan rata - rata 9,9 % dan beda tinggi rata -
rata 43,7 meter (Tabel Lampiran 4, hal 85). Secara morfogenesa satuan ini terbentuk akibat
aktivitas vulkanisme yang tersusun oleh litologi berupa endapan lahar yang berukuran kerikil –
bongkah. Ciri – ciri daerah ini vulkanik yaitu dengan pola kontur yang merapat dan pola aliran
berupa parallel dan subparalel. Tata guna lahan di daerah ini adalah pemukiman, persawahan,
piroklastika Cikuray ( V.12.4.1).
Satuan ini menempati 10,2 % dari keseluruhan daerah penelitian yaitu meliputi
rata 16,62% dan beda tinggi rata - rata 60,23 meter (Tabel Lampiran 3, hal 84). Secara
morfogenesa satuan ini terbentuk akibat aktivitas vulkanisme yang tersusun oleh litologi berupa
breksi andesit porfiritik dan lava andesit porfiroafanitik. Ciri – ciri daerah ini vulkanik yaitu
dengan pola kontur yang merapat dan pola aliran berupa subparalel. Tata guna lahan di daerah
(Gambar 2.7).
Gambar 2.7 Satuan geomorfologi bergelombang kuat perbukitan kaki gunungapi
cikuray. Arah lensa N 105°E (Foto diambil di Desa Margalaksana Lp 118),
Satuan ini menempati 18,1 % dari keseluruhan daerah penelitian yaitu meliputi
Morfometri satuan ini mempunyai kelerengan rata - rata 17,22 % dan beda tinggi rata -
rata 61,88 meter (Tabel Lampiran 1, hal 81). Secara morfogenesa satuan ini terbentuk akibat
aktivitas vulkanisme yang tersusun oleh litologi berupa lava andesit porfiroafanitik. Ciri – ciri
daerah ini vulkanik yaitu dengan pola kontur yang merapat dan merenggang kearah bawah dan
pola aliran berupa paralel. Tata guna lahan di daerah ini adalah pemukiman, persawahan dan
Kracak (V.10.6.2)
Satuan ini menempati 31,3 % dari keseluruhan daerah penelitian yaitu meliputi
Secara Morfometri satuan ini mempunyai kelerengan rata - rata 23,33 % dan beda tinggi
rata - rata 68,97 meter (Tabel Lampiran 2, hal 82). Secara morfogenesa satuan ini terbentuk
akibat aktivitas vulkanisme yang tersusun oleh litologi berupa Lava andesit porfiroafanitik. Ciri
– ciri daerah ini vulkanik yaitu dengan pola kontur yang merapat dan merenggang kearah bawah
dan pola aliran berupa parallel dan sub paralel. Tata guna lahan di daerah ini adalah pemukiman,
2.1.4 Pola Pengaliran
pengaliran di daerah penelitian dapat dibagi menjadi dua pola pengaliran utama (Gambar 4.7)
Pola pengaliran yang mempunyai arah relatif sejajar, mengalir pada daerah dengan
kemiringan lereng sedang sampai curam, dapat pula pada daerah dengan morfologi yang paralel
dan memanjang. Pola ini mempunyai kecenderungan berkembang ke arah dendritik atau trellis.
Pola pengaliran paralel menempati ±45% dari total luasan di daerah penelitian yaitu
meliputi Sungai Ci Goong, Ci Harus, Ci Pejeuh, Ci Akar, CI Hedeng, dan Ci Wulan. Pola ini
bergelombang lemah dataran kaki gunung api Cikuray, bergelombang kuat punggungan aliran
lava gunungapi Cikuray, bergelombang kuat - perbukitan punggungan aliran lava gunung api
Kracak, dan perbukitan - tersayat kuat punggungan aliran lava gunungapi Kracak yang tersusun
atas lava andesit porfiroafanitik dan endapan – endapan lahar berukuran bongkah. Daerah yang
memiliki pola pengaliran paralel ini diinterpretasikan sebagai daerah lereng/punggungan suatu
tubuh gunung api karena terdapat sungai sungai yang relative sejajar. Tata guna lahan pada
Pola pengaliran subparalel ini merupakan pola ubahan dari pola pengaliran parallel yang
Pola pengaliran subparalel menempati ±65% dari total luasan di daerah penelitian yaitu meliputi
Jagala. Pola ini berkembang pada bentang alam bergelombang punggungan aliran lahar, dan
bergelombang kuat – perbukitan aliran lava gunungapi Kracak yang tersusun atas lava andesit
porfiroafanitik dan endapan – endapan lahar berukuran bongkah. Tata guna lahan pada satuan
2.1.5 Proses Geomorfologi
Morfogenesis adalah suatu urutan kejadian dan interaksi antara satuan bentang alam yang
ada pada suatu daerah serta proses - proses geologi (proses endogenik dan eksogenik) yang
mengontrolnya (Thornbury, 1969). Proses - proses endogenik (asal dalam) tersebut meliputi
aktivitas vulkanisme dan tektonik serta proses eksogenik (asal luar) seperti pelapukan, erosi dan
material lepas di permukaan bumi. Jika media berasal dari luar bumi, tetapi masih dalam
lingkungan atmosfir, disebut proses eksogen. Jika media berasal dari dalam bumi, disebut proses
endogen.
Bentuk lahan dari proses geomorfologi dapat berupa bentuk lahan hasil (yang bersifat)
(detructional landform). Daerah penelitian sendiri menurut pembagian zona fisiografi oleh van
Bemmelen (1979) termasuk dalam zona depresi tengah pulau jawa atau zona bandung di daerah
jawa bagian barat yang sebagian diterobos oleh gunung api Kuarter. Aktivitas vulkanisme dan
dan Kabupaten Tasikmalaya secara keseluruhan tersusun oleh batuan hasil kegiatan gunung api.
Martodjodjo (2003) menyebutkan bahwa telah terjadi 3 kali magmatisme - vulkanisme yang
terjadi sejak Kapur - Eosen yang dibuktikan dengan hadirnya granit dan batuan vulkanik
berumur Eosen Formasi Jatibarang berarah timur laut - barat daya, Oligo - Miosen yang ditandai
dengan hadirnya batuan vulkanik di pegunungan selatan jawa barat, dan yang terakhir adalah
munculnya gunung api muda di daerah penelitian yang berada di bagian barat jawa dimana telah
ada sejak pliosen hinggal sekarang. Proses tektonik sendiri berlangsung bersamaan dengan
magmatisme – vulkanisme yang terjadi dimana menjadi kontrol terhadap kemunculan gunung
Tahap pembangunan (constructive) yang paling terakhir terjadi pada kala Pliosen yang
ditandai dengan hadirnya batuan gunung api berumur Pliosen yang berasal dari gunung api
Mandalawangi, gunung api Mandalagiri, gunung api Guntur, gunung api Pangkalan dan
gunungapi Kendang (Alzwar, dkk, 1992). Selanjutnya yaitu tahap destructive (merusak) yang
disebabkan dengan adanya proses eksogenik seperti pelapukan, erosi dan transportasi yang
berlangsung intensif sejak vulkanisme pada daerah ini berakhir hingga saat ini, karena setiap
batuan memiliki sifat resistensi yang berbeda maka terbentuklah sisa morfologi sebagai akibat
proses eksogenik yang dikontrol oleh litologi itu sendiri dan juga struktur geologi.
2.1.6 Stadia Sungai
Mengacu pada hasil perbandingan terhadap model tingkat stadia menurut Lobeck (1939),
secara umum stadia sungai dibagi menjadi 3 yaitu muda, dewasa, dan tua dimana dari ketiga ini
memilik ciri-ciri yang berbeda, pola pengaliran daerah penelitian termasuk dalam stadia dewasa.
Stadia sungai dewasa dicirikan oleh kecepatan aliran berkurang, kemiringan sungai sedang,
dataran banjir mulai terbentuk, mulai terbentuk meander sungai, erosi kesamping lebih kuat
dibanding erosi vertical (Gambar 4.8). Sungai dengan stadia dewasa contohnya adalah Sungai Ci
Wulan.
Gambar 2.11 Kenampakan aliran sungai stadia dewasa dengan sifat erosional lateral
(Foto diambil di Desa Sukatani. Arah lensa N 150°E).
2.1.7 Stadia Daerah
Stadia daerah dikontrol oleh litologi dan proses geomorfologi daerah penelitian yang
termaksut dalam bentang alam vulkanisme. Perkembangan stadia daerah pada dasarnya
menggambarkan seberapa jauh morfologi daerah telah terubah dari aslinya. Tingkat kedewasaan
suatu daerah dapat ditentukan dengan melihat keadaan bentang alam dan stadia sungai yang
terdapat di daerah penelitian. Kondisi bentang alam di daerah penelitian secara dominan telah
dipengaruhi oleh proses vulkanisme pada awalnya, namun setelah vulkanisme berakhir proses
eksogenik yang intensif sangat dominan, sehingga memperlihatkan adanya jejak erosi pada
Hasil perbandingan antara data lapangan pengontrol stadia daerah terhadap tahap
maka dapat disimpulkan tahap perkembangan bentang alam gunung api daerah penelitian adalah
pada tahap pendataran. Penggolongan stadia daerah ini sebagai data yang digunakan untuk
membantu peneliti dalam menginterpretasi lebih jauh terhadap aspek-aspek geologi yang ada di
masing-masing tingkatan dalam stadia daerah di kontrol oleh proses-proses geologi, litologi,
SEJARAH GEOLOGI
meliputi unsur litologi, umur, lingkungan pengendapan serta pola tektonik dan mekanisme
pembentukannya. Penentuan sejarah geologi daerah penelitian juga mengacu pada sejarah
geologi regional peneliti - peneliti terdahulu. Model sejarah geologi dimulai sejak kala Pleistosen
Kala Plistosen
Tektonik pliosen akhir juga mengawali terbentuknya aktivitas vulkanisme plistosen yang
menjadi aktivitas vulkanisme pada daerah penelitian yang ditandai dengan munculnya Khuluk
Kracak pada daerah penelitian dengan satuan lava andesit massif aliran Kracak. Berdasarkan dari
data lapangan dan citra SRTM, Khuluk Kracak merupakan satuan tertua pada kala Pleistosen
pada daerah penelitian sehingga diinterpretasikan bahwa lava andesit massif aliran Kracak
merupakan produk pertama dari aktifitas Khuluk Krcak, kegiatan erupsi atau aktivitas
vulkanisme Gunung Kracak yang berulang sehingga batuan pada daerah penelitian terbentuk
dalam ketebalan seperti saat ini dala prosesnya hasil dari erupsi Gunung api ini tidak selamanya
lava hal ini di bukitikan adanya singkapan breksi dan tuf yang ditemukan pada
lingkungan proksimal – Intermediate.
Kala Holosen
Cikuray yang merupakan bagian dari formasi gunung api muda Kuarter berdasarkan data
lapangan dan kenampakan citra Khuluk Cikuray masih nampak kerucut dibagian puncaknya
yang menandakan proses pelapukan dan erosional daerah tersebut belum terlalu intens
dibandingkan dengan khuluk Kracak yang berumur lebih tua, proses vulkanisme yang terjadi
berulang baik itu lelehan lava ataupun jatuhan piroklastika membutuk suatu Gumuk kecil
dibagian kaki gunung Cikuray yaitu Gumuk Cikuray dengan daerah yang disusun oleh satuan
Pada aktivitas vulkanisme di daerah penelitian mengalami penurunan di akhir kala ini
sehingga kegiatan erupsi berhenti. Berhentinya proses konstruktif gunung api di daerah
penelitian mengakibatkan proses destruktif atau proses eksogenik yang meliputi proses erosi,
transportasi dan sedimentasi berjalan begitu dominan hingga saat ini. Proses eksogenik itulah
GEOLOGI LINGKUNGAN
5.1 Geologi Lingkungan
Geologi lingkungan merupakan disiplin ilmu geologi yang berhubungan dengan masalah
- masalah perencanaan fisik, pengembangan wilayah dan usaha pengendalian lingkungan hidup
dengan melihat aspek - aspek geologi yang ada di suatu daerah. Menurut Sampoerno (1979)
keadaan lingkungan dikontrol kuat oleh beberapa aspek geologi yang mencakup sifat keteknikan,
tanah dan batuan terhadap kemantapan lereng, letak dan potensi batuan untuk bahan galian, letak
endapan potensial dan potensi bencana alam akibat pengaruh kondisi geologinya. Pengaruh
aspek geologi terhadap lingkungan dapat menciptakan masalah yang berakibat pada tata
kehidupan manusia yang bermukim di daerah tersebut. Alam menyediakan segala kebutuhan
hidup manusia, namun demikian dalam pengelolaan sumberdaya alam perlu suatu perencanaan
yang tidak hanya melihat segi pertumbuhan melainkan menghasilkan pertumbuhan pendapatan
atau materi, akan tetapi mempertimbangkan juga aspek peningkatan kualitas hidup sehingga
dalam penetapan suatu daerah sebagai kawasan tertentu sesuai dengan potensi dan fungsi
sebenarnya daerah tersebut. Perencanaan dengan tinjauan geologi lingkungan akan membantu
dalam pemanfaatan lingkungan seoptimal mungkin dan membantu mengurangi dan mencegah
Kecamatan Garut, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat khususnya yang berkaitan dengan
potensi geologi terkait lingkungan dapat dilakukan dengan mengidentifikasi baik sumberdaya
geologi maupun bencana geologi yang ada. Kondisi geologi tata lingkungan daerah penelitian
memperlihatkan adanya aspek positif maupun negatif yang perlu diperhatikan terutama dalam
penataan dan pemanfaatan lingkungan geologi, sehingga dapat memberikan hasil yang
maksimal, serta dapat menekan sekecil mungkin dampak negatifnya. Mengingat pentingnya hal
tersebut maka perlu dukungan dari masyarakat dan pemerintah setempat untuk menata dan
dibagi menjadi tiga, yaitu sumberdaya alam, bencana alam dan potensi pengembangan wilayah.
5.1.1 Sumberdaya Alam
Sumberdaya alam merupakan potensi geologi yang bersifat positif dan memberikan
masyarakat (Sampoerno, 1979). Dari hasil pengamatan di lapangan, dapat disimpulkan bahwa
sumber daya alam yang terdapat pada daerah penelitian yang bersifat menguntungkan dan dapat
dikembangkan meliputi sumberdaya tanah, sumberdaya air serta sumberdaya bahan galian.
5.1.1.1 Sumberdaya Tanah
Karakteristik tanah hasil letusan gunung api umumnya memiliki tingkat kesuburan tanah
yang baik, karena mengandung unsur hara yang cukup hasil dari abu letusan gunung
api. Pemanfaatan tanah pada daerah penelitian sebagian besar digunakan oleh masyarakat sekitar
sebagai lahan pertanian rakyat yang meliputi lahan pemukiman, pertanian lahan sawah,
perkebunan dan hutan produksi. Penduduk sekitar daerah penelitian bermukim pada daerah yang
memiliki morfologi yang datar. Pertanian lahan sawah merupakan lahan yang digunakan
masyarakat untuk bercocok tanamanan jenis padi, jagung, ketela (Gambar 5.1). Budidaya ini
sebagai kebun teh, dan kebun sayur seperti tomat, meliputi Desa Sirnagalih, Dayeuhmangung,
Cibodas, Kersamaju sebagian daerah Margawati. Hal ini juga didukung oleh iklim daerah
tersebut yang memiliki suhu yang relatif dingin yang baik untuk kegiatan perbekunan tersebut.
Daerah yang memiliki topografi yang relatif curam yang meliputi Desa Margawati, Mekarsari,
5.1.1.2 Sumberdaya Air
Air merupakan sumber kehidupan dan komponen yang penting bagi semua makhluk hidup. Bagi
masyarakat, air merupakan kebutuhan yang sangat vital dalam menunjang aktivitasnya, antara
lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, seperti minum, mandi, mencuci dan sebagainya.
Selain itu air juga dimanfaatkan untuk kebutuhan pertanian guna keperluan irigasi. Secara umum
sumberdaya air yang terdapat di daerah penelitian berupa air permukaan, dan airtanah
(groundwater). Air permukaan berupa sungai - sungai seperti Sungai Ciwulan dan Cipejeuh
yang terdapat di bagian utara daerah penelitian. Sungai - sungai tersebut pada umumnya
digunakan untuk saluran irigasi yang airnya sangat dipengaruhi oleh musim sehingga
pemanfaatan air secara optimal hanya dapat dilakukan pada musim penghujan.
5.1.2 Bencana Alam
Bencana alam merupakan suatu gejala alam yang disebabkan oleh alam dan manusia.
Bencana alam dapat menimbulkan suatu kerugian bagi makhluk hidup di alam tersebut terutama
bagi manusia. Bencana alam pada umumnya dapat berupa tanah longsor, gempa bumi, letusan
gunung api, dan banjir. Bencana alam yang dapat diamati pada daerah penelitian berupa gerakan
tanah dan resiko banjir bandang. Gerakan tanah terjadi karena faktor alam dan faktor manusia.
Faktor alam terjadi karena pelapukan batuan yang intensif dengan batuan dasar berupa andesit
yang dapat menjadi bidang gelincir, kelerengan yang curam dan curah hujan yang tinggi,
sedangkan faktor manusia adalah pemanfataan lahan yang tidak sesuai (Gambar 5.3).
Gambar 5.3 Daerah rawan gerakan tanah.
5.1.3 Potensi Pengembangan Wilayah
Melihat ekonomi penduduk setempat yang secara umum mata pencahariannya sebagai
petani dan kondisi geologi, sosial, dan wilayah kota maka pengembangan wilayah pada daerah
penelitian diutamakan pada sektor pertanian, perkebunan dan pengembangan daerah wisata.
Daerah penelitian yang sebagian besar merupakan wilayah pertanian dan perkebunan ini
memiliki kekurangan dalam perihal akses jalan untuk mobilitas petani mengangkut hasil
panennya. Dalam pengembangan kedepannya untuk efektifitas produksi hasil panen, peneliti
menyarankan untuk pembangunan akses jalan yang memadai. Potensi daerah penelitian selain
digunakan untuk pertanian adalah pengembangan Desa Wisata hal ini dikarenakan adanya
potensi hayati dan non-hayati yang dapat dikembangkan, selain alamnya yang indah terdapat
pula potensi wisata edukasi berupa pertanian, perkebunan dan geowisata puncak Gunung
Cikuray.