Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

PT. Gunung Puncak Salam (GPS) merupakan perusahaan swasta yang


bergerak di bidang pertambangan batu andesit yang terletak di Kecamatan
Margaasih, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Sistem penambangan yang
diterapkan oleh PT. GPS adalah sistem tambang terbuka (surface mining) dengan
metode open pit mining. Kegiatan penambangan batu andesit terdiri dari
pembongkaran, pemuatan, dan pengangkutan. Salah satu kegiatan pembongkaran
di lingkungan PT. GPS adalah pengupasan lapisan tanah penutup. Kegiatan ini
didahului dengan proses pemberaian menggunakan metode pemboran dan
peledakan. Salah satu efek terhadap lingkungan dari kegiatan peledakan yaitu
adanya fly rock.
Fly Rock adalah lemparan batuan yang terjadi akibat hasil peledakan.
Radius aman terhadap lingkungan sekitar merupakan hal yang patut menjadi salah
satu perhatian utama. Efek fly rock dapat membahayakan manusia maupun alat.
Selama ini radius aman yang diterapkan di PT. GPS adalah 300m untuk alat dan
500m untuk manusia. Hal inilah yang menyebabkan diperlukan kajian fly rock
untuk radius aman alat apakah masih sesuai dengan kondisi sekarang atau tidak.

1.2. Perumusan Masalah


Dari pengamatan visual di lapangan jarak lemparan batuan yang disebabkan
oleh aktivitas peledakan tidak mencapai jarak aman yang selama ini ditentukan
untuk alat yaitu 300m. Lemparan batuan mempunyai kecenderungan kurang dari
300m, sehingga dirasa perlu untuk dilakukan penelitian untuk membuktikan
secara teoritis dan juga perhitungan aktual mengenai perkiraan terjauh jarak
lemparan. Pengurangan radius aman untuk alat nantinya akan berdampak pada
pengurangan waktu tunggu akibat peledakan karena alat tidak perlu
membutuhkan waktu lama untuk bergerak ke radius aman alat sebelum kegiatan

1
peledakan, dan kembali ke loading point setelah kegiatan peledakan selesai
dilakukan.

1.3. Tujuan Penelitian


1. Menghitung perkiraan jarak lemparan maksimum batuan akibat peledakan.
2. Melakukan kajian ulang dalam penentuan radius aman pada kegiatan
peledakan dengan menghitung radius aman untuk alat berdasarkan teori yang
kemudian dibandingkan dengan aktual yang terjadi.
3. Mendapatkan konstanta K dalam formula fly rock menurut Alan B.Richards
dan Adrian J.Moore untuk menyesuaikan dengan karakteristik batuan dan
stemming yang digunakan di PT. GPS.
4. Menghitung cost benefit yang diperoleh dengan radius aman alat yang
direkomendasikan.

1.4. Batasan Masalah


1. Penelitian dilakukan di PT. Gunung Puncak Salam.
2. Analisis data pengukuran fly rock dilakukan dari kegiatan peledakan di PT.
GPS, pada bulan Oktober - November 2018.
3. Rekomendasi radius aman peledakan hanya untuk alat.
4. Stemming yang digunakan adalah overburden di sekitar area pengeboran
sebelumnya dengan ukuran rata rata 3-4 cm.
5. Pergerakan alat untuk perhitungan cost benefit adalah alat gali muat untuk
overburden..
6. Pola peledakan yang dipakai mengikuti desain yang saat ini diterapkan.

1.5. Metodologi Penelitian


Metodologi penelitian dalam melaksanakan penelitian ini adalah:
1. Tahap Studi Literatur
Yaitu dengan mempelajari teori-teori yang berhubungan dengan topik
penelitian berupa buku literatur, laporan penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya berupa skripsi atau laporan perusahaan, dan referensi dari
perusahaan.
2. Tahap Observasi Lapangan
Yaitu melakukan pengamatan secara langsung di lapangan terhadap kondisi
kerja yang sedang berlangsung dan masalah yang akan dibahas.
3. Tahap Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan setelah studi literatur dan observasi lapangan
selesai dilaksanakan. Data yang diambil berupa data primer dan sekunder. Data
primer adalah data yang langsung diperoleh berdasarkan pengukuran di lapangan,

2
sedangkan data sekunder adalah data-data pendukung dalam menyusun penelitian
ini. Data primer terdiri dari …………………… Data skunder terdiri dari
…………
4. Tahap Pengolahan dan Analisis Data

Dari data-data primer dan sekunder yang diperoleh, maka dapat diolah
menjadi suatu kajian teknis dengan metode-metode yang berkaitan. Berdasarkan
hasil analisis tersebut dapat diperoleh alternatif pemecahan masalah.

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diambil dari penelitian ini antara lain:


1. Memberikan standar penelitian untuk analisa fly rock akibat peledakan.

2. Memberikan pertimbangan kepada perusahaan untuk menentukan kebijakan


dalam menerapkan standar radius aman untuk alat.

BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah


PT. Gunung Puncak Salam (GPS) berada di wilayah Kampung Cikuya, Desa
Lagadar, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat dengan
luas wilayah 6 Ha lebih.
Secara administratif, wilayah PT. GPS berbatasan dengan:
 Utara : Kelurahan Utama

3
 Timur : Desa Margaasih

 Selatan : Desa Nanjung

 Barat : Desa Selacau

Untuk mencapai lokasi PT. GPS dapat ditempuh dengan beberapa alternatif,
yaitu:
1) Melalui rute darat: Yogyakarta - Bandung – Kiara Condong – Kampung
Cikuya dengan total jarak 408 km, dengan rincian 370 km dari Yogyakarta
dan 38 km dari Bandung, dengan kondisi jalan aspal agak rusak terutama
jalur Bandung – Kampung Cikuya dan dapat ditempuh dengan kendaraan
roda empat.

2) Melalui rute udara: Yogyakarta – Bandung dapat ditempuh dengan pesawat


dari bandara Adisucipto Yogyakarta ke bandara Husein Sastranegara di Bandung
selama 70 menit.

4
2.2. Iklim dan Curah Hujan

Seperti halnya daerah lain di Indonesia, Margaasih dan sekitarnya beriklim


tropis yang dipengaruhi oleh dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan.
Musim hujan terjadi pada bulan November sampai dengan bulan Juli, sedangkan
musim kemarau terjadi pada bulan Juli sampai dengan bulan Oktober. Margaasih
termasuk dalam daerah berhujan tropis, dengan ciri-ciri intensitas curah hujan
yang sangat bervariasi dari rendah (1,6 mm) hingga hujan intensitas tinggi (2,5
mm) dengan waktu yang dapat sangat singkat, tetapi dapat pula dengan waktu

yang panjang. Rata-rata temperatur sepanjang tahun berkisar antara 20oC sampai

34oC. Pergerakan temperatur harian 3oC − 4oC. Kelembaban rata-rata 80%,


dengan kelembaban pagi hari 90% dan sore hari 70%.
Daerah Margaasih memiiki iklim dengan curah hujan yang relatif tinggi.
Data curah hujan rata-rata daerah Margaasih dan sekitarnya untuk tahun 2000 –
2011 dapat dilihat pada Gambar 2.4 dengan nilai rata-rata mm/bulan, nilai
maksimum 258,9 mm/bulan pada bulan Desember dan nilai minimum 106,2
mm/bulan pada bulan Agustus.

Gambar 2.1
Data curah hujan bulanan PT. GPS tahun 2000-2011

5
2.3. Kualitas Batu Andesit

Kualitas batu andesit PT. GPS di daerah Margaasih diklasifikasikan menjadi


enam golongan dengan hasil produksinya yaitu, Andesit - Split 20, Andesit – Split
25, Andesit – Screening 15, Abu Batu, Brangkal Crop, Base Course.

2.4. Target Produksi

Produksi PT. GPS pertahunnya senantiasa mengalami peningkatan seiring


dengan semakin meningkatnya permintaan batu andesit. Pada tahun 2011 ini PT.
GPS berencana untuk meningkatkan produksi batu andesit. Produksi batu andesit
yang telah dicapai dapat.

Tabel 2.1 Produksi Batu Andesit di PT. GPS

Produksi Batu
Tahun
Andesit (Ton)

2000 1.300

2001 1.500

2002 1.800

2003 1.600

2004 2.200

2005 2.700

2006 3.000

2007 3.000

2008 3.100

2009 3.500

2010 3.900

2011 4.600

2.6. Kegiatan Penambangan

6
Kegiatan penambangan pada PT. GPS menggunakan sistem tambang
terbuka dengan metode quarry. Operasi penambangan berlangsung selama 9 jam
sehari yang terdiri dari 1 shift operasional. Adapun urutan kegiatan penambangan
di PT. Gunung Puncak Salam secara garis besar meliputi, Pembersihan lahan
(land clearing), Penggalian overburden, Penimbunan overburden, Penggalian,
Reklamasi lahan, Pembongkaran Overburden.

2.6.1 Pembersihan Lahan


Pembersihan lahan bertujuan untuk membersihkan lahan dari jenis
tumbuhan yang ada di daerah tersebut. Kegiatan land clearing ini dilakukan
dengan alat bulldozer. Tanah penutup yang paling atas (top soil) yang kaya akan
unsur hara bagi tumbuh-tumbuhan dikupas dan dikumpulkan pada suatu tempat
tertentu yang nantinya akan disebarkan sebagai lapisan teratas pada lokasi
penimbunan (dumping area) untuk keperluan reklamasi daerah bekas tambang.

2.6.2 Penggalian Tanah Penutup


Di PT. GPS, material overburden memiliki kekerasan yang cukup kuat.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pengeboran dan peledakan untuk dapat
membongkar lapisan penutup tersebut. Tetapi untuk penggalian tanah penutup
batu andesit yang ketebalannya kurang dari 2,0 m menggunakan ripper sedangkan
untuk yang ketebalannya lebih dari 2,0 m dilakukan kegiatan pengeboran dan
peledakan.
Sedangkan tanah penutup yang mempunyai ketebalan lebih dari 2,0 m
dilakukan dengan pengeboran dan peledakan dengan menggunakan mesin
pengebor.
Pola Pengeboran yang diaplikasikan adalah pola pengeboran selang seling
(stragged). Sebagian besar lubang bor merupakan lubang vertical tetapi dalam
keadaan tertentu dilakukan pengeboran miring dengan kemiringan maksimal 20 0,
dimana pengeboran dilakukan dengan tegak lurus, bukan pengeboran miring.

2.6.3 Pengambilan Batu Andesit

7
Kegiatan pengambilan batu andesit di PT. GPS dilakukan dengan dua cara
yang pertama yaitu dengan penggalian langsung menggunakan backhoe dan
peledakan untuk batu andesit yang sifatnya keras dan tebal. Untuk kegiatan
peledakan batu andesit, digunakan alat bor, sedangkan bahan peledaknya sama
dengan bahan peledak overburden. Untuk penggalian batu andesit dilakukan
dengan menggunakan backhoe dan. Dalam kondisi tertentu, untuk penggalian
batubara menggunakan wheel loader. Untuk pengangkutan batu andesit
menggunakan dump truck.
2.6.4 Penimbunan Tanah Penutup
Sistem manajemen lapisan tanah penutup bertujuan untuk
mengidentifikasikan material non acid forming (NAF) dan material potential acid
forming (PAF). Tujuan akhirnya adalah untuk menghindari terjadinya air asam
tambang (AAT). Lapisan tanah penutup diangkut ke tempat penimbunan yang
dirancang dan disediakan agar tidak mengalami kontak langsung dengan air dan
udara secara bersamaan. Kemampuan membangkitkan asam material lapisan
tanah penutup diidentifikasikan dipermukaan kerja sebelum digali dan dimuat
dengan menganalisis contoh material saat pemboran geologi dan produksi.
2.6.5. Reklamasi
Reklamasi dimaksudkan untuk memperkecil kerusakan lingkungan akibat
kegiatan penambangan dengan cara mengembalikan daerah yang telah ditambang
ke fungsi semula. Tahap kegiatan reklamasi lahan sebagai berikut:
1. Penimbunan berdasar lokasi dan tipe material
2. Penyebaran tanah pucuk
3. Preparasi yang terdiri dari kegiatan ripping dan drainage
4. Penanaman tanaman

2.6.6. Pengolahan

8
Batu andesit yang telah ditambang selanjutnya diangkut menggunakan
dump truck, kemudian dibawa ke unit pengolahan.

Di tempat pengolahan, batu andesit tersebut akan diperkecil ukurannya


menggunakan crusher. Hasil dari crusher tersebut akan dibawa ke stockpile
melalui conveyor. PT. GPS memiliki dua lokasi stockpile. Yang pertama dekat
dengan lokasi penambangan, yang kedua terletak di depan batas gerbang lokasi
penambangan.

BAB III

9
DASAR TEORI

3.1. Fly Rock

Fly Rock (batuan terbang) adalah lemparan batuan ke segala arah yang tidak
terkontrol akibat kegiatan peledakan yang merupakan dampak yang paling
berbahaya bagi kesalamatan manusia dan alat. Fly rock dapat membuat kerusakan
untuk alat mekanis dan dapat mengakibatkan cedera bahkan sampai kematian
untuk manusia. Hal inilah yang menyebabkan efek fly rock menjadikan perhatian
utama pada setiap kegiatan peledakan. Di setiap kegiatan peledakan dilakukan
clearing area untuk manusia dan alat mekanis memastikan manusia dan alat pada
radius aman yang sudah ditetapkan.
3.1.1. Mekanisme terjadinya Fly Rock
Beberapa penelitian telah dilakukan dalam usaha menentukan mekanisme
terjadinya fly rock. Tiga faktor utama yang mempengaruhi terjadinya flying rock
pada kegiatan peledakan yaitu:

1) Face Burst

Kondisi burden sangat mempengaruhi lemparan batuan ke depan free face.


Jarak burden di lapangan yang terkadang terlalu dekat dengan free face akan
dapat menyebabkan face burst. Batuan dapat terlempar dari lubang ledak
yang terdekat melalui free face ke arah depan face.

2) Cratering

Terdapatnya zona lemah di lubang ledak menyebabkan flying rock dapat


terjadi. Zona lemah tersebut biasanya merupakan broken dari hasil
peledakan sebelumnya.

3) Riffling

10
Stemming merupakan unsur yang penting dalam mengontrol flying rock.
Penggunaan material stemming yang tidak tepat dan juga panjang stemming
yang tidak sesuai, dapat mengakibatkan terjadinya flying rock.

Gambar 3.1
Tiga mekanisme terjadinya fly rock
Pada kenyataannya dilapangan banyak sekali variabel-variabel yang
berpengaruh terhadap fly rock yang ditimbulkan oleh kegiatan peledakan.
Variabel-variabel tersebut dibagi menjadi dua yaitu :
1) Variabel yang dapat dikontrol

Adalah variabel yang dapat dikendalikan oleh kemampuan manusia dalam


merancang suatu peledakan untuk memperoleh hasil peledakan yang
diharapkan. Contoh variabel yang dapat dikontrol, antara lain :
a) Geometri peledakan (burden,spacing, kedalaman lubang,
stemming)
b) Diameter lubang tembak
c) Bahan peledak yang digunakan
d) Distribusi energi bahan peledak
e) Pola peledakan
f) Arah peledakan

2) Variabel yang tidak dapat dikontrol

11
Adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh kemampuan
manusia, hal ini disebabkan karena prosesnya terjadi secara alamiah.
Contoh variabel yang tidak dapat dikontrol, antara lain :
a) Kondisi free space

b) Kondisi geologi

3.2 Perhitungan Maximum Throw pada Flying Rock Secara Teoritis

Perhitungan maximum throw (maksimum lemparan batuan) pada flying rock


mengacu pada dan Alan B.Richards dan Adrian J.Moore (2005) dimana masing-
masing mempunyai perkiraan maksimum lemparan tersendiri.
3.2.1 Perkiraan Maximum Throw pada Fly Rock menurut Alan B.Richards dan
Adrian J.Moore
Perkiraan teoritis Maximum Throw menurut Alan B.Richards dan Adrian
J.Moore membagi perkiraannya menurut mekanisme terjadinya fly rock. Terdapat
3 mekanisme terjadinya fly rock seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya .
1. Face Burst

L max =

Keterangan :
L max = Lemparan maksimal
k = konstanta untuk overburden batubara k =13,5
g = percepatan gravitasi (9,8 m/s2)
m = berat isian bahan peledak per meter (kg/m)
B = burden (m)
2. Cratering

L max =

12
Keterangan :
L max = Lemparan maksimal (m)
k = konstanta untuk overburden batubara k =13,5
g = percepatan gravitasi yaiu 9,8 m/s2
m = berat isian bahan peledak per meter (kg/m)
SH = panjang stemming (m)

3. Riffling

L max =

Keterangan :
L max = Lemparan maksimal (m)
k = konstanta untuk overburden batubara k =13,5
g = percepatan gravitasi (9,8 m/s2)
m = berat isian bahan peledak per meter (kg/m)
SH = panjang stemming (m)
= kemiringan lubang ledak

3.3 Geometri Peledakan


Dalam peledakan yang termasuk geometri peledakan adalah burden,
spacing, stemming, subdrilling, kedalaman lubang ledak, panjang kolom isian dan
tinggi jenjang.

a) Burden (B)

Burden adalah jarak terdekat yang diukur dari lubang ledak tegak lurus
terhadap bidang bebas.

b) Burden Face

Burden adalah jarak terdekat yang diukur dari lubang ledak tegak lurus
terhadap crest bidang bebas.

c) Spasi (S)

13
Spasi adalah jarak antar lubang ledak dalam satu baris yang dihitung sejajar
dengan bidang bebas.

d) Stemming (T)
Stemming adalah panjang kolom lubang ledak yang tidak diisi dengan bahan
peledak. Fungsi dari stemming adalah untuk menambah derajat
pengurungan (confined degree).
e) Subdrilling (J)
Subdrilling adalah panjang lubang ledak yang berada di bawah garis lantai
jenjang. Fungsi dari subdrilling adalah untuk membuat lantai jenjang yang
relatif rata setelah peledakan.

Gambar 3.2
Geometri peledakan
f) Kedalaman Lubang Ledak (H)

Kedalaman lubang ledak merupakan penjumlahan dari panjang stemming


dengan panjang kolom isian (PC) bahan peledak. Kedalaman lubang ledak
biasanya disesuaikan dengan tingkat produksi (kapasitas alat muat) dan
pertimbangan geoteknik.

14
g) Panjang Kolom Isian (PC)

Panjang kolom isian merupakan hasil pengurangan dari kedalaman lubang


ledak dengan panjang stemming.

h) Tinggi Jenjang (L)


Tinggi jenjang berhubungan erat dengan parameter geometri peledakan
lainnya dan ditentukan terlebih dahulu atau terkadang ditentukan kemudian
setelah parameter atau aspek lainnya diketahui. Tinggi jenjang dan burden
sangat erat hubungannya untuk keberhasilan peledakan. Perbandingan
antara tinggi jenjang dan burden (Stiffness Ratio) yang bervariasi
memberikan respon berbeda terhadap fragmentasi, airblast, flyrock, dan
ground vibration.

Tabel 3.1
Potensi yang terjadi akibat variasi Stiffness Ratio
Stifness Ledakan Batu Getaran
Fragmentasi Keterangan
Ratio udara terbang tanah

Banyak muncul back-break


1 Buruk Besar Banyak Besar di bagian toe. Jangan
dilakukan dan rancang ulang

Bila memungkinkan,
2 Sedang Sedang Sedang Sedang
rancang ulang

Kontrol dan fragmentasi


3 Baik Kecil Sedikit Kecil
baik

Tidak akan menambah


Sangat Sangat Sangat
4 Memuaskan keuntungan bila stiffness
kecil sedikit kecil
ratio di atas 4

3.4 Pola Peledakan

15
Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang-lubang
bor dalam satu baris dengan lubang bor pada baris berikutnya, ataupun antara
lubang bor yang satu dengan lubang bor yang lainnya.
Pola peledakan ini ditentukan berdasarkan urutan waktu peledakan serta
arah runtuhan material yang diharapkan.
Berdasarkan arah runtuhan batuan pola peledakan diklasifikasikan sebagai
berikut :
a) Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan dan
membentuk kotak

b) Echelon cut atau Corner Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan
batuannya ke salah satu sudut dari bidang bebasnya

c) V cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan
membentuk huruf V.

16
Gambar 3.3
Pola peledakan berdasarkan arah runtuhan batuan

Berdasarkan urutan waktu peledakan, pola peledakan diklasifikasikan


sebagai berikut:
a) Pola peledakan serentak, yaitu suatu metode yang menerapkan
peledakan secara serentak untuk semua lubang ledak.

b) Pola peledakan beruntun, yaitu suatu metode yang menerapkan


peledakan dengan waktu tunda antara baris yang satu dengan baris lainnya.

3.5 Waktu Tunda


Waktu tunda merupakan penundaan waktu peledakan antara baris depan
dengan baris di belakangnya atau antar lubang ledak dengan menggunakan delay

17
detonator. Pemakaian waktu tunda yang optimum pada suatu rancangan
peledakan tergantung pada beberapa faktor, yaitu :
a) Sifat massa batuan (rock mass properties)
b) Geometri peledakan
c) Karakteristik bahan peledak
d) Sistem penyalaan
e) Efek peledakan yang diijinkan
f) Hasil peledakan yang diinginkan

Keuntungan melakukan peledakan dengan waktu tunda ialah :


a) Fragmentasi batuan hasil peledakan akan lebih seragam dan baik
b) Mengurangi timbulnya getaran tanah, flyrock dan airblast
c) Menyediakan bidang bebas baru untuk peledakan berikutnya
d) Arah lemparan batuan dapat diatur
e) Batuan hasil peledakan (muckpile) tidak menumpuk terlalu tinggi

Tujuan penyalaan dengan waktu tunda adalah untuk mengurangi jumlah


muatan yang meledak dalam waktu bersamaan dan memberikan tenggang waktu
pada material yang dekat dengan bidang bebas untuk dapat meledak secara
sempurna, serta untuk menyediakan bidang bebas baru untuk baris lubang ledak
berikutnya.
Bila waktu tunda antar baris terlalu pendek maka beban muatan dalam baris
depan akan menghalangi pergeseran dari baris berikutnya, sehingga kemungkinan
material pada baris kedua akan tersembur ke arah vertikal membentuk tumpukan.
Akibatnya tumpukan material hasil peledakan (muckpile) menjadi sangat tinggi
dan akan menyulitkan pada kegiatan pemuatan. Tetapi bila waktu tundanya terlalu
lama, maka produk hasil bongkaran akan terlempar jauh ke depan serta
kemungkinan besar akan terjadi flyrock. Hal ini disebabkan karena tidak ada
dinding batuan yang berfungsi sebagai penahan lemparan batuan di depannya.

18
3.6 Analisis Regresi
Peneliti atau ilmuwan dituntut untuk mencari kebenaran secara ilmiah atau
berdasarkan ilmu. Dan salah satu fungsi ilmu ialah meramalkan (to predict).
Fungsi ilmu yang lainnya adalah menggambarkan (to describe), mengontrol (to
control), dan menerangkan (to explain).
Berdasarkan fungsi ilmu tersebut, maka jika terdapat dua buah variabel atau
lebih, maka sudah sewajarnyalah kalau peneliti ingin mempelajari bagaimana
variabel-variabel itu berhubungan atau dapat diramalkan. Hubungan yang
diperoleh biasanya dinyatakan dalam persamaan matematik yang menyatakan
hubungan fungsional antara variabel-variabel. Pelajaran yang menyangkut
masalah ini disebut analisis regresi. Hubungan fungsional antara satu variabel
prediktor dengan satu variabel kriterium disebut analisis regresi tunggal,
sedangkan hubungan fungsional yang lebih dari satu variabel disebut analisis
regresi ganda.
a) Regresi Linier R

Persamaan matematik yang memungkinkan untuk meramalkan nilai-nilai


suatu peubah tidak bebas dari nilai-nilai satu atau lebih peubah bebas
disebut persamaan regresi. Data-data dari variabel x dan y akan
menghasilkan suatu diagram pencar.

Gambar 3.4
Diagram pencar dan garis regresi

19
Dengan mengamati diagram pencar ini, terlihat bahwa titik-titiknya
mengikuti suatu garis lurus, menunjukan bahwa kedua peubah tersebut
saling berhubungan secara linier. Bila hubungan linier demikian ini ada,
maka dinyatakan secara matematik dengan sebuah persamaan garis lurus
yang disebut garis regresi linier. Persamaan regresi linier adalah :

Y=a+bX

yang dalam hal ini a menyatakan intersep atau perpotongan dengan sumbu
tegak, dan b adalah kemiringan atau gradiennya. Lambang Y digunakan
untuk membedakan antara nilai ramalan yang dihasilkan garis regresi dan
nilai pengamatan y yang sesungguhnya untuk nilai X tertentu.

b) Regresi Non-Linier Geometrik (Power)

Seperti yang telah dijelaskan pada regresi linier, tidak adanya bedanya
dengan regresi non linier, hanya saja pada regresi non linier grafiknya
berbentuk lengkungan atau hanya sedikit melengkung dari regresi linier.
Karena tidak selamanya hal-hal yang akan di prediksi itu bisa tergambar
secara linier, terkadang ada suatu penelitian yang tersebar datanya (tidak
membentuk garis menurun atau menaik). Maka dari itu digunakan regresi
non linier untuk meramalkannya. Salah satu regresi non linear adalah
regresi non linier geometrik (power). Hasil analisis regresi power dapat
dilihat pada program komputer dpat dilihat pada.

20
y

Gambar 3.5
Contoh analisis regresi power

Persamaan regresi power adalah :

Y = aX b atau Log Y = Log a + b Log X

Cara mendapatkan persamaan regresi power pada program komputer :

1) Plot data x dan y pada program komputer

2) Buatlah chart antara data x dan y sehingga muncul diagaram pencar

3) Buatlah trend line pada data x dan y, lalu pilih persamaan regresi power
dan munculkan persamaannya.

3.6.1. Analisis Korelasi


a) Koefisien Korelasi

Analisis korelasi adalah alat yang membahas tentang derajat hubungan


antara satu variabel dengan variabel lainnya. Dua variabel dikatakan
berkolerasi apabila perubahan dalam satu variabel diikuti oleh perubahan
variabel lain, baik yang searah maupun tidak. Hubungan antara variabel
dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis :
1) Korelasi Positif

21
Terjadinya korelasi positif apabila perubahan antara variabel yang satu
diikuti oleh variabel lainnya dengan arah yang sama (berbanding lurus).
Artinya apabila variabel yang satu meningkat, maka akan diikuti
peningkatan variabel lainnya.
2) Korelasi Negatif
Terjadinya korelasi negatif apabila perubahan antara variabel yang satu
diikuti oleh variabel lainnya dengan arah yang berlawanan (berbanding
terbalik). Artinya apabila variabel yang satu meningkat, maka akan
diikuti penurunan variabel lainnya.
3) Korelasi Nihil
Terjadinya korelasi nihil apabila perubahan antara variabel yang satu
diikuti oleh variabel lainnya dengan arah yang tidak teratur (acak).
Artinya apabila variabel yang satu meningkat, maka akan diikuti
penurunan variabel. Artinya apabila variabel yang satu meningkat,
kadang diikuti dengan peningkatan pada variabel lain dan kadang diikuti
dengan penurunan pada variabel lain.

Berdasarkan hubungan antar variabel yang satu dengan variabel lainnya


dinyatakan dengan koefisien korelasi yang disimbolkan dengan “r“.
besarnya koefisien korelasi berkisar antara -1 ≤ r ≤ +1. Nilai koefisien
korelasi adalah -1 ≤ r ≤ +1. Jika dua variabel berkorelasi negatif maka nilai
koefisien korelasinya akan mendekati -1, jika dua variabel tidak berkolerasi
maka nilai koefisien korelasinya akan mendekati 0, sedangkan jika dua
variabel berkolerasi positif maka nilai koefisien korelasinya akan mendekati
1. Untuk lebih mengetahui seberapa jauh derajat antara variabel – variabel
tersebut, dapat dilihat dalam.

22
Tabel 3.2
Nilai koefisien korelasi 10)

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat Rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 - 1,00 Sangat Kuat

b) Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) merupakan kuadrat dari koefisien korelasi (R)


yang menyatakan ukuran banyaknya total variasi variabel Y yang dapat
dijelaskan secara regresi oleh variabel X. Nilai koefisien determinasi
berkisar antara 0-1 atau bila dinyatakan dalam persen berkisar 1% - 100%.
Contoh R = 0,6 artinya variabel X memiliki korelasi positif dan hubungan
yang kuat dengan variabel Y dan R2 =0,36 atau 36 % diantara keragaman
total nilai-nilai Y dapat dijelaskan oleh hubungan liniernya dengan nilai-
nilai X. Atau besarnya sumbangan X terhadap naik turunnya Y adalah 36%
sedangkan 64% disebabkan oleh faktor lain.

23
BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1. Lokasi Penelitian


Lokasi pengukuran fly rock dari kegiatan peledakan dilakukan di PT.
Gunung Puncak Salam.

4.2. Pengamatan dan Pengukuran Fly Rock


Kegiatan pengamatan fly rock bertujuan untuk mengetahui lemparan
maksimum fly rock / batu terbang dengan melihat kondisi desain peledakan
secara aktual dan menggunakan patok sebagai objek untuk penentuan jarak radius
dari area peldakan. Langkah-langkah pengamatan yang dilakukan adalah sebagai
berikut :

4.2.1 Pengukuran kedalaman lubang aktual


Pengukuran lubang aktual bertujuan untuk mengetahui keakurasian plan
kedalaman dibandingkan dengan kondisi kedalaman aktual, karena hal ini
akan berpengaruh terhadap column charge dan column stemming.

4.2.2 Pengukuran burden face


Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui panjang burden minimum.

4.2.3 Pengukuran column charge dan stemming aktual (penggunaan stemming


dengan batu merah / red crushed mudstone,agregat 2 cm)

4.2.4. Pemasangan patok sebagai acuan lemparan fly rock dari lokasi peledakan.
Patok diletakan sebagai acuan untuk penentuan lemparan maksimum fly
rock. Setelah patok dipasang maka dilakukan pick-up koordinat patok
tersebut untuk menunjukkan radius patok dari lokasi peledakan.

24
4.2.5 Pengamatan fly rock

Alat yang digunakan antara lain high speed video camera yang digunkan
untuk pengambilan dokumentasi dengan metode slow motion sehingga dapat
di lihat dengan jelas flying rocknya,

4.3 Data Hasil Pengukuran Flying Rock


Analisa flying rock pada peledakan di PT. GPS dilakukan sebanyak 15 kali,
dan analisa pengamatan ini masih menggunakan object patok sebagai acuan radius
untuk penentuan lemparan maksimum fly rock peledakan di PT. GPS.
Selengkapnya dapat di lihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.1
Pengamatan Radius Flying Rock

Berat Burde Perkiraan Maximum


Panjang Jarak lemparan teoritis Maximum
Kedalama isian n face
stemming (m) Jarak
No n lubang per mini
minimum lemparan
(m) meter mum Face
(m) Cratering aktual (m)
(kg/m) (m) burst
334.1164 76.03115
1 7.5 - 12.7 36.9 2 3.5 86.43
#DIV/0! 23.60539
2 5 -7.6 19.6 4 15.1
187.0388 41.93644
3 10.3 - 11.5 36.9 2.5 4.4 26.63
116.4288 53.72947
4 5 – 12 36.9 3 4 17.78
187.0388 61.39474
5 9 - 12.6 36.9 2.5 3.8 58.72
187.0388 50.38839
6 5 - 14.5 36.9 2.5 4.1 41.55
334.1164 61.39474
7 4.8 – 12 36.9 2 3.8 57.7
232.3183 39.55633
8 10.8 - 11.6 36.9 2.3 4.5 27.73
187.0388 44.51952
9 11 – 16 36.9 2.5 4.3 16.79
#DIV/0! 70.66136
10 4 – 11 36.9 3.6 68.09
207.9824 61.39474
11 4 - 7.5 36.9 2.4 3.8 58.02
#DIV/0! 35.96982
12 4 - 9.2 27.1 4 40.96
153.1193 44.51952
13 8 - 10.4 36.9 2.7 4.3 15.19

25
207.9824 44.51952
14 9 – 12 36.9 2.4 4.3 21.43
168.906 39.55633
15 8 - 11.3 36.9 2.6 4.5 14.43

Pada data di atas didapatkan jarak lemparan maksimal fly rock di PT. GPS
adalah 86.43 m, dengan diameter lubang 200 mm, kedalaman lubang antara 7.5 –
12.7 m, berat isian bahan peledak 36.9 Kg/m , perbandingan kedalaman lubang
dengan tinggi stemming adalah 3,5 m dan burden face minimum adalah 2m.

Dari data di atas dapat ditentukan pendekatan nilai K di PT.GPS sebagai dasar
dalam penentuan perkiraan jarak lemparan maksimum secara teoritis. Nilai K
didapat dengan memasukkan lemparan aktual hasil pengamatan, konstanta
gravitasi (9,8 m/s2), berat isian bahan peledak /m, dan burden face minimum
untuk K face burst dan tinggi stemming minimum untuk K cratering agar didapat
nilai K untuk prediksi lemparan yang mendekati aktual di lapangan.

Tabel 4.2
Perhitungan Nilai K untuk Cratering

L Max m
No g SH (m) K
(m) (Kg/m)
1 76 9.8 36.9 3.5 13.33
2 15.1 9.8 19.6 3.2 7.98
3 26.63 9.8 36.9 4.8 11.89
4 17.78 9.8 36.9 4.4 8.68
5 58.72 9.8 36.9 4.1 14.39
6 41.55 9.8 36.9 3.5 9.85
7 57.7 9.8 36.9 3.8 12.92
8 27.73 9.8 36.9 4.5 11.16
9 16.79 9.8 36.9 4.3 8.19
10 68.09 9.8 36.9 3.3 11.69
11 58.02 9.8 36.9 3.1 9.95
12 40.96 9.8 36.9 3.8 10.89
13 15.19 9.8 36.9 4.5 8.26
14 21.43 9.8 36.9 4.8 10.67
15 14.43 9.8 36.9 4 6.91

26
Tabel 4.3
Perhitungan Nilai K untuk Faceburst

L Max m
No g B (m) K
(m) (Kg/m)
1 86.43 9.8 36.9 2 6.87
2 26.63 9.8 36.9 2.5 5.09
3 17.78 9.8 36.9 3 5.28
4 58.72 9.8 36.9 2.5 7.56
5 41.55 9.8 36.9 2.4 6.03
6 57.7 9.8 36.9 2.5 7.50
7 27.73 9.8 36.9 2.3 4.66
8 16.79 9.8 36.9 2.5 4.04
9 58.02 9.8 36.9 2 5.63
10 15.19 9.8 36.9 2.5 3.85
11 21.43 9.8 36.9 3 5.79
12 14.43 9.8 36.9 2.5 3.75

Didapat nilai K maximum tuntuk face burst yaitu 7.56 dan nilai K untuk cratering
yaitu13.33). K untuk prediksi diambil K maksimum agar kita mendapatkan
prediksi lemparan yang paling pesimis untuk keamanan. Setelah diketahui
lemparan maksimum flying rock di PT.GPS adalah 86.43 m, maka jarak 200 m
untuk radius batas aman untuk alat dapat diberlakukan trial di PT.GPS (mengacu
kepada teori dari rekomendasi terrock consulting engineers), dimana rekomendasi
ini menggunakan 2 kali dari lemparan maksimum aktual flying rock (batas aman
200 m sudah melebihi batas aman dari 2 x lemparan maksimum yaitu 172.86.

27
Gambar 4.1
Penentuan clearing distance equipment
menurut Alan B.Richards danAdrian J.Moore

4.4. Pengolahan Data

Pengolahan data dari hasil pengukuran flying rock dilakukan pada perangkat
lunak software auto cad / minex soft ware yang digunakan untuk proses
pengolahan data sehingga lemparan maksimum batuan dapat diketahui dengan
jelas dan Microsoft Excel untuk pengolahan hitungan data. Data yang digunakan
untuk penelitian ini adalah data hasil pengukuran fly rock dan move alat sebelum
dan sesudah peledakan oleh selama 1 bulan.

4.5. Perhitungan Cost Benefit

Cost benefit merupakan keuntungan yang dapat dicapai dengan melakukan


perubahan radius aman untuk alat dari 300 m menjadi 200 m. Langkah-langkah
pengamatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

28
1. Melakukan pengamatan waktu tempuh alat untuk mencapai radius 300 m

Pengamatan yang dilakukan adalah menghitung waktu tempuh alat untuk


mencapai radius 300 m dan juga menghitung jarak move alat.

2. Perhitungan cost benefit dari radius 300 m menjadi 200 m

Perhitungan cost benefit didapat dengan membandingkan kehilangan


waktu, sehingga didapat keuntungan dengan kita hanya melakukan moving alat
200 m. Dari perhitungan diatas dapat kita ambil kesimpulan dengan melakukan
move alat dari 300 m menjadi 200 m maka setidaknya dapat menghemat
kehilangan akibat delay move alat setiap kali peledakan. PERHITUNGANNYA
BAGAIMANA? …. KASIH CONTOHNYA …

29
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Fly Rock


Fly Rock merupakan efek peledakan yang paling berbahaya baik untuk alat
dan juga manusia. Peledakan yang menimbulkan fly rock dapat dikatakan
peledakan tersebut merupakan peledakan yang tidak baik. Fly rock di lapangan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
5.1.1 Burden Face
Burden face sangat mempengaruhi lemparan maksimum batuan. Burden
face yang terlalu kecil akan menyebabkan fly rock dengan mekanisme face burst.
Hubungan burden face dan Lemparan maksimal terhadap fly rock dapat dilihat
pada gambar 5.1.

Gambar 5.1
Grafik Hubungan Burden Face dengan Lemparan Maksimum Batuan

Seperti yang terlihat pada gambar 5.1 burden face mempunyai hubungan
terbalik dengan lemparan maksimum batuan. Sebagai contoh pada burden face 2
m lemparan aktual yang dihasilkan adalah lebih dari 60-80 m sedangkan burden
face 3 m lemparan yang dihasilkan berkisar 20-30 m. Hubungan keduanya

30
mempunyai Koefisien determinasi (R2) 0,502 artinya lemparan maksimum batuan
memiliki korelasi positif dan hubungan yang kuat dengan burden face 50,2 %.
Atau dengan kata lain besarnya pengaruh naik turunnya burden face terhadap
lemparan batuan maksimum adalah 50.2% sedangkan 49,8 % disebabkan oleh
faktor lain.

5.1.2 Tinggi Stemming


Tinggi stemming juga mempengaruhi lemparan batuan. Semakin rendah
stemming yang digunakan, maka potensi lemparan fly rock-nya pun juga akan
besar. Hal ini dikarenakan dengan semakin kecilnya stemming coloumn (tinggi
stemming) ada dua hal yang dapat terjadi yaitu overcharge karena kolom
stemming rendah maka coloumn charge (panjang isian bahan peledak) juga akan
besar. Selain itu dengan kecilnya coloumn stemming maka degree of confinent
akan rendah dan menyebabkan energi yang ada akan keluar dan menyebabkan fly
rock.
Hubungan tinggi stemming dan lemparan maksimal dapat dilihat pada

Gambar 5.2
Grafik Hubungan Tinggi stemming dengan Lemparan Maksimum Batuan
Hubungan keduanya mempunyai Koefisien determinasi (R2) 0,320
artinya lemparan maksimum batuan memiliki korelasi positif dan hubungan yang

31
kuat dengan burden face 32 %. Atau dengan kata lain besarnya pengaruh naik
turunnya tinggi stemming terhadap lemparan batuan maksimum adalah 72.3 %.

5.2 Analisis Prediksi Lemparan Maksimum Pada Flying Rock


Prediksi teoritis untuk memperkirakan lemparan maksimum batuan pada fly
rock menurut Alan B.Richards danAdrian J.Moore yang melibatkan unsur
konstanta (k), kecepatan gravitasi (g), Panjang isian bahan peledak/m (m),dan
Burden face atau Tinggi stemming. Nilai konstata (k) menurut Alan B.Richard dan
Adrian J.Moore untuk overburden batubara 13,5. Untuk melihat seberapa besar
selisih perhitungan prediksi flying rock dengan hasil aktual di lapangan maka
dilakukan percobaan perhitungan dan pengamatan sebanyak 15 kali. Dari hasil
perhitungan maka didapatkan standar deviasi antara prediksi lemparan maksimum
batuan dan lemparan aktual maksimum batuan yang dapat dilihat.

Tabel 5.1
Standar Deviasi Prediksi dengan Aktual Lemparan Maksimum untuk cratering
(k =13,5)

X Y X-Y Standar
No (X-Y)2
(L aktual) ( L prediksi) (selisih) Deviasi
1 86.43 45.67 40.76 1661.378
2 15.1 53.29 -38.19 1458.476 Tabel 5.2
3 26.63 28.75 -2.12 4.4944
Standar
4 17.78 58.85 -41.07 1686.745
5 58.72 34.3 24.42 596.3364 Deviasi
6 41.55 55.1 -13.55 183.6025 Prediksi
7 57.7 58.86 -1.16 1.3456
8 27.73 25.26 2.47 6.1009 28.15 dengan
9 16.79 22.98 -6.19 38.3161 Aktual
10 68.09 64.52 3.57 12.7449
Lemparan
11 58.02 62.97 -4.95 24.5025
12 40.96 64.22 -23.26 541.0276
13 15.19 60.4 -45.21 2043.944
14 21.43 37.6 -16.17 261.4689
15 14.43 56.65 -42.22 1782.528
Maksimum untuk face burst

32
(k =13,5)
X y (L Standar
No X-Y (X-Y)2
(L aktual) prediksi) Deviasi
1 86.43 232.32 -145.89 21283.89
2 26.63 187.04 -160.41 25731.37
3 17.78 116.43 -98.65 9731.823
4 58.72 187.09 -128.37 16478.86
5 41.55 207.98 -166.43 27698.94
6 57.7 187.04 -129.34 16728.84
148.64
7 27.73 232.32 -204.59 41857.07
8 16.79 187.04 -170.25 28985.06
9 58.02 232.32 -174.3 30380.49
10 15.19 187.04 -171.85 29532.42
11 21.43 116.43 -95 9025
12 14.43 187.04 -172.61 29794.21

Standar deviasi dari prediksi lemparan maksimum dan aktual lemparan


maksimum untuk cratering 28,15 m.Yang artinya terdapat perbedaan 28,15 m
antara prediksi dan aktual lemparan maksimum batuan. Sedangkan untuk face
burst memiliki standar deviasi 148,64 m.Perbedaan ini dapat disebabkan oleh
beberapa hal diantaranya dalam perhitungan prediksi nilai K kurang sesuai dengan
keadaan actual di PT Gunung Puncak Salam.
Dari jarak lemparan aktual di lapangan, burden face minimum dan tinggi
stemming minimum kita dapat mendapatkan pendekatan nilai K yang lebih sesuai
untuk memprediksi lemparan maksimum teoritis di PT.GPS. Burden face
minimum dan tinggi stemming minimum digunakan agar kita mendapatkan
lemparan yang paling maksimum karena nilai burden face dan tinggi stemming
mempunyai hubungan yang berbanding terbalik. Sedangkan nilai K yang kita
gunakan adalah nilai K maksimum yaitu 7,56 untuk perkiraan akibat face burst
dan 13.33 untuk perkiraan akibat cratering.

33
Tabel 5.3
Standar deviasi prediksi lemparan maksimum untuk dengan aktual untuk
cratering pada kegiatan trial
(k =13,33)
Lemparan Lemparan
No Maksimum Maksimum Standar Deviasi
Aktual Prediksi
1 86.07 81.23

2 85.01 54.89
3 15.03 26.08 34.90

4 17.93 23.48
5 98.02 47.33

Tabel 5.4
Standar deviasi prediksi dengan aktual lemparan maksimum untuk face burst
(k =7,56)
Lemparan Lemparan
No Maksimum Maksimum Standar Deviasi
Aktual Prediksi
1 86.07 81.23
2 85.01 39.27
34.07
3 15.03 27.7
4 98.02 104.77

Dengan menggunakan nilai K yang baru yaitu K=7,56 untuk face burst
dan 13,33 untuk cratering maka standar deviasinya menjadi 34 m. Sehingga dalam
memprediksi fly rock maka hasil prediksi teoritisnya dapat digunakan dengan
untuk memprediksi lemparan actual dengan range kurang lebih 34 m dari hasil
hitungan.

5.3 Cost Benefit

34
Cost benefit merupakan keuntungan yang dapat dicapai dengan melakukan
perubahan radius aman untuk alat dari 300 m menjadi 200 m. Langkah-langkah
pengamatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1). Melakukan pengamatan waktu tempuh alat untuk mencapai radius 300 m
Pengamatan yang dilakukan adalah menghitung waktu tempuh alat untuk
mencapai radius 300 m dan juga menghitung jarak move alat. Sehingga
kita mendapatkan juga kecepatan rata-rata.

2). Perhitungan cost benefit dari radius 300m menjadi 200m.


Perhitungan cost benefit didapat dengan membandingkan kehilangan
waktu, sehingga didapat keuntungan dengan kita hanya melakukan moving
alat 200 m.

Perhitungan Cost Benefit:

A. Perhitungan Waktu
1. Waktu pemindahan alat dari front penambangan ke jarak aman alat;

Jarak normal 300 m Jarak setelah perhitungan 200 m


1. Komatsu PC- 15 menit 1. Komatsu PC- 10 menit
400-5 LC 400-5 LC
2. Hino FM 260 6 menit 2. Hino FM 260 4 menit
JD JD
3. CRD Furukawa 13 menit 3. CRD Furukawa 8 menit
PCR-200 PCR-200
4. Kompresor 13 menit 4. Kompresor 8 menit
Tabel 5.5 Waktu Pemindahan Alat

2. Waktu kembali alat dari jarak aman alat ke front penambangan;

Jarak normal 300 m Jarak setelah perhitungan 200 m


1. Komatsu PC- 15 menit 1. Komatsu PC- 10 menit
400-5 LC 400-5 LC
2. Hino FM 260 6 menit 2. Hino FM 260 4 menit
JD JD
3. CRD Furukawa 13 menit 3. CRD Furukawa 8 menit
PCR-200 PCR-200
4. Kompresor 13 menit 4. Kompresor 8 menit
Tabel 5.6 Waktu Kembali Alat

35
3. Total waktu yang digunakan untuk pemindahan alat;

Jarak normal 300 m Jarak setelah perhitungan 200 m


(Penambangan – Jarak aman dan (Jarak aman – Penambangan dan
sebaliknya) sebaliknya)
1. Komatsu PC- 30 menit 1. Komatsu PC- 20 menit
400-5 LC 400-5 LC
2. Hino FM 260 12 menit 2. Hino FM 260 8 menit
JD JD
3. CRD Furukawa 26 menit 3. CRD Furukawa 16 menit
PCR-200 PCR-200
4. Kompresor 26 menit 4. Kompresor 16 menit
Tabel 5.7 Total Waktu

4. Selisih waktu kerja akibat pemindahan alat;

Penambangan – Jarak aman Jarak aman – Penambangan


1. Komatsu PC- - 1. Komatsu PC- 10 menit
400-5 LC 400-5 LC
2. Hino FM 260 - 2. Hino FM 260 4 menit
JD JD
3. CRD Furukawa - 3. CRD Furukawa 10 menit
PCR-200 PCR-200
4. Kompresor - 4. Kompresor 10 menit
Tabel 5.8 Selisih Waktu

B. Konsumsi BBM per jam:


1. Komatsu PC-400-5 LC : 40 liter
2. Hino FM 260 JD : 30 liter
3. CRD Furukawa PCR-200 :-
4. Kompresor : 30 liter

C. Konsumsi BBM untuk pemindahan alat:


1) Konsumsi BBM untuk pemindahan alat dari front penambangan ke jarak
aman alat;

Jarak normal 300 m Jarak setelah perhitungan 200 m

36
1. Komatsu PC- 1,5 liter 1. Komatsu PC- 1 liter
400-5 LC 400-5 LC
2. Hino FM 260 9 ml 2. Hino FM 260 6 ml
JD JD
3. CRD Furukawa - 3. CRD Furukawa -
PCR-200 PCR-200
4. Kompresor 1,5 liter 4. Kompresor 1 liter
Tabel 5.9 Konsumsi BBM Pemindahan Alat

2) Konsumsi BBM untuk kembali alat dari jarak aman alat ke front
penambangan;

Jarak normal 300 m Jarak setelah perhitungan 200 m


1. Komatsu PC- 1,5 liter 1. Komatsu PC- 1 liter
400-5 LC 400-5 LC
2. Hino FM 260 9 ml 2. Hino FM 260 6 ml
JD JD
3. CRD Furukawa - 3. CRD Furukawa -
PCR-200 PCR-200
4. Kompresor 1,5 liter 4. Kompresor 1 liter
Tabel 5.10 Konsumsi BBM Kembali Alat

3) Total Konsumsi BBM untuk pemindahan alat;

Jarak normal 300 m Jarak setelah perhitungan 200 m


(Penambangan – Jarak aman dan (Jarak aman – Penambangan dan
sebaliknya) sebaliknya)
1. Komatsu PC- 3 liter 1. Komatsu PC- 2 liter
400-5 LC 400-5 LC
2. Hino FM 260 1,8 liter 2. Hino FM 260 1,2 liter
JD JD
3. CRD Furukawa - 3. CRD Furukawa -
PCR-200 PCR-200
4. Kompresor 3 liter 4. Kompresor 2 liter
Tabel 5.11 Total Konsumsi BBM

4) Selisih konsumsi BBM akibat pemindahan alat;

Penambangan – Jarak aman Jarak aman – Penambangan


1. Komatsu PC- - 1. Komatsu PC- 1 liter
400-5 LC 400-5 LC

37
2. Hino FM 260 - 2. Hino FM 260 6 ml
JD JD
3. CRD Furukawa - 3. CRD Furukawa -
PCR-200 PCR-200
4. Kompresor - 4. Kompresor 1 liter
Tabel 5.12 Selisih Konsumsi BBM

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN
1. Data pengamatan dan trial menunjukan lemparan maksimum radius fly rock
di PT. GPS adalah 86.43 m, dan didapatkan rekomendasi trial untuk lemparan
maksimum fly rock dengan radius 200 m (berdasarkan Alan B.Richards
danAdrian J.Moore) untuk clear zone equipment.
2. Data pengamatan didapatkan konstanta nilai K pada rumus lemparan
maksimum fly rock untuk K face burst adalah 7.56 dan K cratering adalah
13.33
3. Dari data trial yang telah dilakukan, lemparan aktual maksimum sejauh 98.02
m, dan alat moving sejauh 200 m, tetapi masih dalam kondisi aman.
4. Batas radius aman untuk moving alat sejauh 200 m dapat dilakukan dengan
ketentuan material stemming batu andesit dengan agregat 2 cm, tinggi

38
stemming minimum 3,4 cm, dan burden face minimum 2 m sesuai ketentuan
standar hasil penelitian (trial).
5. Dengan melakukan perubahan radius aman alat pada peledakan dari 300 m
menjadi 200 m maka dapat mendapatkan keuntungan Rp. 6.212.050 untuk 1
unit alat gali muat.

6.2. SARAN
1. Dalam pengeboran lubang seharusnya burden face tidak terlalu kecil terutama
pada lokasi terrace karena sangat berpotensi menimbulkan fly rock.
2. Kontrol terhadap tinggi stemming harus selalu dilakukan agar benar-benar
lubang peledakan terisi penuh oleh stemming.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim….., 1989, Handbook of Blasting tables,ICI Explosives Australia


Operations PTY Ltd, Sydney ,36 pp.

Anonim….., 2001, Juru ledak Pertambangan ,Pudiklat Teknologi Mineral dan


Batubara, Bandung.

Ash,RL, 1990, Design Of Blasting Round, ”Surface Mining” B.A kennedy Editor,
society for mining, Metallurgy, and exploration.

Jimeno, C. Lopez, dkk, 1995, Drilling and Blasting of Rocks, A.A.Balkema


publishers, Rotterdam, Netherlands.

Kartodharmo, M.1996. Teknik Peledakan.Jurusan Teknik Pertambangan Insitut


Teknologi Bandung.

Koesnaryo, S. 2001, Pemboran Untuk Penyedian Lubang Ledak, Jurusan Teknik


Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral , UPN “Veteran“ Yogyakarta.

Saptono, S. 2006, Teknik Peledakan , Jurusan Teknik Pertambangan-FTM,


Universitas Pembangunan Nasional “Veteran “ Yogyakarta.

39
Richard, Alan B., Adrian J. Moore. 2005. Golden Pike Cut Back Fly Rock Control
and Calibration of a Predictive Model. Terrock Consulting Engineers,
Australia.

40

Anda mungkin juga menyukai