PENDAHULUAN
1
peledakan, dan kembali ke loading point setelah kegiatan peledakan selesai
dilakukan.
2
sedangkan data sekunder adalah data-data pendukung dalam menyusun penelitian
ini. Data primer terdiri dari …………………… Data skunder terdiri dari
…………
4. Tahap Pengolahan dan Analisis Data
Dari data-data primer dan sekunder yang diperoleh, maka dapat diolah
menjadi suatu kajian teknis dengan metode-metode yang berkaitan. Berdasarkan
hasil analisis tersebut dapat diperoleh alternatif pemecahan masalah.
BAB II
TINJAUAN UMUM
3
Timur : Desa Margaasih
Untuk mencapai lokasi PT. GPS dapat ditempuh dengan beberapa alternatif,
yaitu:
1) Melalui rute darat: Yogyakarta - Bandung – Kiara Condong – Kampung
Cikuya dengan total jarak 408 km, dengan rincian 370 km dari Yogyakarta
dan 38 km dari Bandung, dengan kondisi jalan aspal agak rusak terutama
jalur Bandung – Kampung Cikuya dan dapat ditempuh dengan kendaraan
roda empat.
4
2.2. Iklim dan Curah Hujan
yang panjang. Rata-rata temperatur sepanjang tahun berkisar antara 20oC sampai
Gambar 2.1
Data curah hujan bulanan PT. GPS tahun 2000-2011
5
2.3. Kualitas Batu Andesit
Produksi Batu
Tahun
Andesit (Ton)
2000 1.300
2001 1.500
2002 1.800
2003 1.600
2004 2.200
2005 2.700
2006 3.000
2007 3.000
2008 3.100
2009 3.500
2010 3.900
2011 4.600
6
Kegiatan penambangan pada PT. GPS menggunakan sistem tambang
terbuka dengan metode quarry. Operasi penambangan berlangsung selama 9 jam
sehari yang terdiri dari 1 shift operasional. Adapun urutan kegiatan penambangan
di PT. Gunung Puncak Salam secara garis besar meliputi, Pembersihan lahan
(land clearing), Penggalian overburden, Penimbunan overburden, Penggalian,
Reklamasi lahan, Pembongkaran Overburden.
7
Kegiatan pengambilan batu andesit di PT. GPS dilakukan dengan dua cara
yang pertama yaitu dengan penggalian langsung menggunakan backhoe dan
peledakan untuk batu andesit yang sifatnya keras dan tebal. Untuk kegiatan
peledakan batu andesit, digunakan alat bor, sedangkan bahan peledaknya sama
dengan bahan peledak overburden. Untuk penggalian batu andesit dilakukan
dengan menggunakan backhoe dan. Dalam kondisi tertentu, untuk penggalian
batubara menggunakan wheel loader. Untuk pengangkutan batu andesit
menggunakan dump truck.
2.6.4 Penimbunan Tanah Penutup
Sistem manajemen lapisan tanah penutup bertujuan untuk
mengidentifikasikan material non acid forming (NAF) dan material potential acid
forming (PAF). Tujuan akhirnya adalah untuk menghindari terjadinya air asam
tambang (AAT). Lapisan tanah penutup diangkut ke tempat penimbunan yang
dirancang dan disediakan agar tidak mengalami kontak langsung dengan air dan
udara secara bersamaan. Kemampuan membangkitkan asam material lapisan
tanah penutup diidentifikasikan dipermukaan kerja sebelum digali dan dimuat
dengan menganalisis contoh material saat pemboran geologi dan produksi.
2.6.5. Reklamasi
Reklamasi dimaksudkan untuk memperkecil kerusakan lingkungan akibat
kegiatan penambangan dengan cara mengembalikan daerah yang telah ditambang
ke fungsi semula. Tahap kegiatan reklamasi lahan sebagai berikut:
1. Penimbunan berdasar lokasi dan tipe material
2. Penyebaran tanah pucuk
3. Preparasi yang terdiri dari kegiatan ripping dan drainage
4. Penanaman tanaman
2.6.6. Pengolahan
8
Batu andesit yang telah ditambang selanjutnya diangkut menggunakan
dump truck, kemudian dibawa ke unit pengolahan.
BAB III
9
DASAR TEORI
Fly Rock (batuan terbang) adalah lemparan batuan ke segala arah yang tidak
terkontrol akibat kegiatan peledakan yang merupakan dampak yang paling
berbahaya bagi kesalamatan manusia dan alat. Fly rock dapat membuat kerusakan
untuk alat mekanis dan dapat mengakibatkan cedera bahkan sampai kematian
untuk manusia. Hal inilah yang menyebabkan efek fly rock menjadikan perhatian
utama pada setiap kegiatan peledakan. Di setiap kegiatan peledakan dilakukan
clearing area untuk manusia dan alat mekanis memastikan manusia dan alat pada
radius aman yang sudah ditetapkan.
3.1.1. Mekanisme terjadinya Fly Rock
Beberapa penelitian telah dilakukan dalam usaha menentukan mekanisme
terjadinya fly rock. Tiga faktor utama yang mempengaruhi terjadinya flying rock
pada kegiatan peledakan yaitu:
1) Face Burst
2) Cratering
3) Riffling
10
Stemming merupakan unsur yang penting dalam mengontrol flying rock.
Penggunaan material stemming yang tidak tepat dan juga panjang stemming
yang tidak sesuai, dapat mengakibatkan terjadinya flying rock.
Gambar 3.1
Tiga mekanisme terjadinya fly rock
Pada kenyataannya dilapangan banyak sekali variabel-variabel yang
berpengaruh terhadap fly rock yang ditimbulkan oleh kegiatan peledakan.
Variabel-variabel tersebut dibagi menjadi dua yaitu :
1) Variabel yang dapat dikontrol
11
Adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh kemampuan
manusia, hal ini disebabkan karena prosesnya terjadi secara alamiah.
Contoh variabel yang tidak dapat dikontrol, antara lain :
a) Kondisi free space
b) Kondisi geologi
L max =
Keterangan :
L max = Lemparan maksimal
k = konstanta untuk overburden batubara k =13,5
g = percepatan gravitasi (9,8 m/s2)
m = berat isian bahan peledak per meter (kg/m)
B = burden (m)
2. Cratering
L max =
12
Keterangan :
L max = Lemparan maksimal (m)
k = konstanta untuk overburden batubara k =13,5
g = percepatan gravitasi yaiu 9,8 m/s2
m = berat isian bahan peledak per meter (kg/m)
SH = panjang stemming (m)
3. Riffling
L max =
Keterangan :
L max = Lemparan maksimal (m)
k = konstanta untuk overburden batubara k =13,5
g = percepatan gravitasi (9,8 m/s2)
m = berat isian bahan peledak per meter (kg/m)
SH = panjang stemming (m)
= kemiringan lubang ledak
a) Burden (B)
Burden adalah jarak terdekat yang diukur dari lubang ledak tegak lurus
terhadap bidang bebas.
b) Burden Face
Burden adalah jarak terdekat yang diukur dari lubang ledak tegak lurus
terhadap crest bidang bebas.
c) Spasi (S)
13
Spasi adalah jarak antar lubang ledak dalam satu baris yang dihitung sejajar
dengan bidang bebas.
d) Stemming (T)
Stemming adalah panjang kolom lubang ledak yang tidak diisi dengan bahan
peledak. Fungsi dari stemming adalah untuk menambah derajat
pengurungan (confined degree).
e) Subdrilling (J)
Subdrilling adalah panjang lubang ledak yang berada di bawah garis lantai
jenjang. Fungsi dari subdrilling adalah untuk membuat lantai jenjang yang
relatif rata setelah peledakan.
Gambar 3.2
Geometri peledakan
f) Kedalaman Lubang Ledak (H)
14
g) Panjang Kolom Isian (PC)
Tabel 3.1
Potensi yang terjadi akibat variasi Stiffness Ratio
Stifness Ledakan Batu Getaran
Fragmentasi Keterangan
Ratio udara terbang tanah
Bila memungkinkan,
2 Sedang Sedang Sedang Sedang
rancang ulang
15
Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang-lubang
bor dalam satu baris dengan lubang bor pada baris berikutnya, ataupun antara
lubang bor yang satu dengan lubang bor yang lainnya.
Pola peledakan ini ditentukan berdasarkan urutan waktu peledakan serta
arah runtuhan material yang diharapkan.
Berdasarkan arah runtuhan batuan pola peledakan diklasifikasikan sebagai
berikut :
a) Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan dan
membentuk kotak
b) Echelon cut atau Corner Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan
batuannya ke salah satu sudut dari bidang bebasnya
c) V cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan
membentuk huruf V.
16
Gambar 3.3
Pola peledakan berdasarkan arah runtuhan batuan
17
detonator. Pemakaian waktu tunda yang optimum pada suatu rancangan
peledakan tergantung pada beberapa faktor, yaitu :
a) Sifat massa batuan (rock mass properties)
b) Geometri peledakan
c) Karakteristik bahan peledak
d) Sistem penyalaan
e) Efek peledakan yang diijinkan
f) Hasil peledakan yang diinginkan
18
3.6 Analisis Regresi
Peneliti atau ilmuwan dituntut untuk mencari kebenaran secara ilmiah atau
berdasarkan ilmu. Dan salah satu fungsi ilmu ialah meramalkan (to predict).
Fungsi ilmu yang lainnya adalah menggambarkan (to describe), mengontrol (to
control), dan menerangkan (to explain).
Berdasarkan fungsi ilmu tersebut, maka jika terdapat dua buah variabel atau
lebih, maka sudah sewajarnyalah kalau peneliti ingin mempelajari bagaimana
variabel-variabel itu berhubungan atau dapat diramalkan. Hubungan yang
diperoleh biasanya dinyatakan dalam persamaan matematik yang menyatakan
hubungan fungsional antara variabel-variabel. Pelajaran yang menyangkut
masalah ini disebut analisis regresi. Hubungan fungsional antara satu variabel
prediktor dengan satu variabel kriterium disebut analisis regresi tunggal,
sedangkan hubungan fungsional yang lebih dari satu variabel disebut analisis
regresi ganda.
a) Regresi Linier R
Gambar 3.4
Diagram pencar dan garis regresi
19
Dengan mengamati diagram pencar ini, terlihat bahwa titik-titiknya
mengikuti suatu garis lurus, menunjukan bahwa kedua peubah tersebut
saling berhubungan secara linier. Bila hubungan linier demikian ini ada,
maka dinyatakan secara matematik dengan sebuah persamaan garis lurus
yang disebut garis regresi linier. Persamaan regresi linier adalah :
Y=a+bX
yang dalam hal ini a menyatakan intersep atau perpotongan dengan sumbu
tegak, dan b adalah kemiringan atau gradiennya. Lambang Y digunakan
untuk membedakan antara nilai ramalan yang dihasilkan garis regresi dan
nilai pengamatan y yang sesungguhnya untuk nilai X tertentu.
Seperti yang telah dijelaskan pada regresi linier, tidak adanya bedanya
dengan regresi non linier, hanya saja pada regresi non linier grafiknya
berbentuk lengkungan atau hanya sedikit melengkung dari regresi linier.
Karena tidak selamanya hal-hal yang akan di prediksi itu bisa tergambar
secara linier, terkadang ada suatu penelitian yang tersebar datanya (tidak
membentuk garis menurun atau menaik). Maka dari itu digunakan regresi
non linier untuk meramalkannya. Salah satu regresi non linear adalah
regresi non linier geometrik (power). Hasil analisis regresi power dapat
dilihat pada program komputer dpat dilihat pada.
20
y
Gambar 3.5
Contoh analisis regresi power
3) Buatlah trend line pada data x dan y, lalu pilih persamaan regresi power
dan munculkan persamaannya.
21
Terjadinya korelasi positif apabila perubahan antara variabel yang satu
diikuti oleh variabel lainnya dengan arah yang sama (berbanding lurus).
Artinya apabila variabel yang satu meningkat, maka akan diikuti
peningkatan variabel lainnya.
2) Korelasi Negatif
Terjadinya korelasi negatif apabila perubahan antara variabel yang satu
diikuti oleh variabel lainnya dengan arah yang berlawanan (berbanding
terbalik). Artinya apabila variabel yang satu meningkat, maka akan
diikuti penurunan variabel lainnya.
3) Korelasi Nihil
Terjadinya korelasi nihil apabila perubahan antara variabel yang satu
diikuti oleh variabel lainnya dengan arah yang tidak teratur (acak).
Artinya apabila variabel yang satu meningkat, maka akan diikuti
penurunan variabel. Artinya apabila variabel yang satu meningkat,
kadang diikuti dengan peningkatan pada variabel lain dan kadang diikuti
dengan penurunan pada variabel lain.
22
Tabel 3.2
Nilai koefisien korelasi 10)
b) Koefisien Determinasi
23
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.2.4. Pemasangan patok sebagai acuan lemparan fly rock dari lokasi peledakan.
Patok diletakan sebagai acuan untuk penentuan lemparan maksimum fly
rock. Setelah patok dipasang maka dilakukan pick-up koordinat patok
tersebut untuk menunjukkan radius patok dari lokasi peledakan.
24
4.2.5 Pengamatan fly rock
Alat yang digunakan antara lain high speed video camera yang digunkan
untuk pengambilan dokumentasi dengan metode slow motion sehingga dapat
di lihat dengan jelas flying rocknya,
Tabel 4.1
Pengamatan Radius Flying Rock
25
207.9824 44.51952
14 9 – 12 36.9 2.4 4.3 21.43
168.906 39.55633
15 8 - 11.3 36.9 2.6 4.5 14.43
Pada data di atas didapatkan jarak lemparan maksimal fly rock di PT. GPS
adalah 86.43 m, dengan diameter lubang 200 mm, kedalaman lubang antara 7.5 –
12.7 m, berat isian bahan peledak 36.9 Kg/m , perbandingan kedalaman lubang
dengan tinggi stemming adalah 3,5 m dan burden face minimum adalah 2m.
Dari data di atas dapat ditentukan pendekatan nilai K di PT.GPS sebagai dasar
dalam penentuan perkiraan jarak lemparan maksimum secara teoritis. Nilai K
didapat dengan memasukkan lemparan aktual hasil pengamatan, konstanta
gravitasi (9,8 m/s2), berat isian bahan peledak /m, dan burden face minimum
untuk K face burst dan tinggi stemming minimum untuk K cratering agar didapat
nilai K untuk prediksi lemparan yang mendekati aktual di lapangan.
Tabel 4.2
Perhitungan Nilai K untuk Cratering
L Max m
No g SH (m) K
(m) (Kg/m)
1 76 9.8 36.9 3.5 13.33
2 15.1 9.8 19.6 3.2 7.98
3 26.63 9.8 36.9 4.8 11.89
4 17.78 9.8 36.9 4.4 8.68
5 58.72 9.8 36.9 4.1 14.39
6 41.55 9.8 36.9 3.5 9.85
7 57.7 9.8 36.9 3.8 12.92
8 27.73 9.8 36.9 4.5 11.16
9 16.79 9.8 36.9 4.3 8.19
10 68.09 9.8 36.9 3.3 11.69
11 58.02 9.8 36.9 3.1 9.95
12 40.96 9.8 36.9 3.8 10.89
13 15.19 9.8 36.9 4.5 8.26
14 21.43 9.8 36.9 4.8 10.67
15 14.43 9.8 36.9 4 6.91
26
Tabel 4.3
Perhitungan Nilai K untuk Faceburst
L Max m
No g B (m) K
(m) (Kg/m)
1 86.43 9.8 36.9 2 6.87
2 26.63 9.8 36.9 2.5 5.09
3 17.78 9.8 36.9 3 5.28
4 58.72 9.8 36.9 2.5 7.56
5 41.55 9.8 36.9 2.4 6.03
6 57.7 9.8 36.9 2.5 7.50
7 27.73 9.8 36.9 2.3 4.66
8 16.79 9.8 36.9 2.5 4.04
9 58.02 9.8 36.9 2 5.63
10 15.19 9.8 36.9 2.5 3.85
11 21.43 9.8 36.9 3 5.79
12 14.43 9.8 36.9 2.5 3.75
Didapat nilai K maximum tuntuk face burst yaitu 7.56 dan nilai K untuk cratering
yaitu13.33). K untuk prediksi diambil K maksimum agar kita mendapatkan
prediksi lemparan yang paling pesimis untuk keamanan. Setelah diketahui
lemparan maksimum flying rock di PT.GPS adalah 86.43 m, maka jarak 200 m
untuk radius batas aman untuk alat dapat diberlakukan trial di PT.GPS (mengacu
kepada teori dari rekomendasi terrock consulting engineers), dimana rekomendasi
ini menggunakan 2 kali dari lemparan maksimum aktual flying rock (batas aman
200 m sudah melebihi batas aman dari 2 x lemparan maksimum yaitu 172.86.
27
Gambar 4.1
Penentuan clearing distance equipment
menurut Alan B.Richards danAdrian J.Moore
Pengolahan data dari hasil pengukuran flying rock dilakukan pada perangkat
lunak software auto cad / minex soft ware yang digunakan untuk proses
pengolahan data sehingga lemparan maksimum batuan dapat diketahui dengan
jelas dan Microsoft Excel untuk pengolahan hitungan data. Data yang digunakan
untuk penelitian ini adalah data hasil pengukuran fly rock dan move alat sebelum
dan sesudah peledakan oleh selama 1 bulan.
28
1. Melakukan pengamatan waktu tempuh alat untuk mencapai radius 300 m
29
BAB V
PEMBAHASAN
Gambar 5.1
Grafik Hubungan Burden Face dengan Lemparan Maksimum Batuan
Seperti yang terlihat pada gambar 5.1 burden face mempunyai hubungan
terbalik dengan lemparan maksimum batuan. Sebagai contoh pada burden face 2
m lemparan aktual yang dihasilkan adalah lebih dari 60-80 m sedangkan burden
face 3 m lemparan yang dihasilkan berkisar 20-30 m. Hubungan keduanya
30
mempunyai Koefisien determinasi (R2) 0,502 artinya lemparan maksimum batuan
memiliki korelasi positif dan hubungan yang kuat dengan burden face 50,2 %.
Atau dengan kata lain besarnya pengaruh naik turunnya burden face terhadap
lemparan batuan maksimum adalah 50.2% sedangkan 49,8 % disebabkan oleh
faktor lain.
Gambar 5.2
Grafik Hubungan Tinggi stemming dengan Lemparan Maksimum Batuan
Hubungan keduanya mempunyai Koefisien determinasi (R2) 0,320
artinya lemparan maksimum batuan memiliki korelasi positif dan hubungan yang
31
kuat dengan burden face 32 %. Atau dengan kata lain besarnya pengaruh naik
turunnya tinggi stemming terhadap lemparan batuan maksimum adalah 72.3 %.
Tabel 5.1
Standar Deviasi Prediksi dengan Aktual Lemparan Maksimum untuk cratering
(k =13,5)
X Y X-Y Standar
No (X-Y)2
(L aktual) ( L prediksi) (selisih) Deviasi
1 86.43 45.67 40.76 1661.378
2 15.1 53.29 -38.19 1458.476 Tabel 5.2
3 26.63 28.75 -2.12 4.4944
Standar
4 17.78 58.85 -41.07 1686.745
5 58.72 34.3 24.42 596.3364 Deviasi
6 41.55 55.1 -13.55 183.6025 Prediksi
7 57.7 58.86 -1.16 1.3456
8 27.73 25.26 2.47 6.1009 28.15 dengan
9 16.79 22.98 -6.19 38.3161 Aktual
10 68.09 64.52 3.57 12.7449
Lemparan
11 58.02 62.97 -4.95 24.5025
12 40.96 64.22 -23.26 541.0276
13 15.19 60.4 -45.21 2043.944
14 21.43 37.6 -16.17 261.4689
15 14.43 56.65 -42.22 1782.528
Maksimum untuk face burst
32
(k =13,5)
X y (L Standar
No X-Y (X-Y)2
(L aktual) prediksi) Deviasi
1 86.43 232.32 -145.89 21283.89
2 26.63 187.04 -160.41 25731.37
3 17.78 116.43 -98.65 9731.823
4 58.72 187.09 -128.37 16478.86
5 41.55 207.98 -166.43 27698.94
6 57.7 187.04 -129.34 16728.84
148.64
7 27.73 232.32 -204.59 41857.07
8 16.79 187.04 -170.25 28985.06
9 58.02 232.32 -174.3 30380.49
10 15.19 187.04 -171.85 29532.42
11 21.43 116.43 -95 9025
12 14.43 187.04 -172.61 29794.21
33
Tabel 5.3
Standar deviasi prediksi lemparan maksimum untuk dengan aktual untuk
cratering pada kegiatan trial
(k =13,33)
Lemparan Lemparan
No Maksimum Maksimum Standar Deviasi
Aktual Prediksi
1 86.07 81.23
2 85.01 54.89
3 15.03 26.08 34.90
4 17.93 23.48
5 98.02 47.33
Tabel 5.4
Standar deviasi prediksi dengan aktual lemparan maksimum untuk face burst
(k =7,56)
Lemparan Lemparan
No Maksimum Maksimum Standar Deviasi
Aktual Prediksi
1 86.07 81.23
2 85.01 39.27
34.07
3 15.03 27.7
4 98.02 104.77
Dengan menggunakan nilai K yang baru yaitu K=7,56 untuk face burst
dan 13,33 untuk cratering maka standar deviasinya menjadi 34 m. Sehingga dalam
memprediksi fly rock maka hasil prediksi teoritisnya dapat digunakan dengan
untuk memprediksi lemparan actual dengan range kurang lebih 34 m dari hasil
hitungan.
34
Cost benefit merupakan keuntungan yang dapat dicapai dengan melakukan
perubahan radius aman untuk alat dari 300 m menjadi 200 m. Langkah-langkah
pengamatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1). Melakukan pengamatan waktu tempuh alat untuk mencapai radius 300 m
Pengamatan yang dilakukan adalah menghitung waktu tempuh alat untuk
mencapai radius 300 m dan juga menghitung jarak move alat. Sehingga
kita mendapatkan juga kecepatan rata-rata.
A. Perhitungan Waktu
1. Waktu pemindahan alat dari front penambangan ke jarak aman alat;
35
3. Total waktu yang digunakan untuk pemindahan alat;
36
1. Komatsu PC- 1,5 liter 1. Komatsu PC- 1 liter
400-5 LC 400-5 LC
2. Hino FM 260 9 ml 2. Hino FM 260 6 ml
JD JD
3. CRD Furukawa - 3. CRD Furukawa -
PCR-200 PCR-200
4. Kompresor 1,5 liter 4. Kompresor 1 liter
Tabel 5.9 Konsumsi BBM Pemindahan Alat
2) Konsumsi BBM untuk kembali alat dari jarak aman alat ke front
penambangan;
37
2. Hino FM 260 - 2. Hino FM 260 6 ml
JD JD
3. CRD Furukawa - 3. CRD Furukawa -
PCR-200 PCR-200
4. Kompresor - 4. Kompresor 1 liter
Tabel 5.12 Selisih Konsumsi BBM
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. KESIMPULAN
1. Data pengamatan dan trial menunjukan lemparan maksimum radius fly rock
di PT. GPS adalah 86.43 m, dan didapatkan rekomendasi trial untuk lemparan
maksimum fly rock dengan radius 200 m (berdasarkan Alan B.Richards
danAdrian J.Moore) untuk clear zone equipment.
2. Data pengamatan didapatkan konstanta nilai K pada rumus lemparan
maksimum fly rock untuk K face burst adalah 7.56 dan K cratering adalah
13.33
3. Dari data trial yang telah dilakukan, lemparan aktual maksimum sejauh 98.02
m, dan alat moving sejauh 200 m, tetapi masih dalam kondisi aman.
4. Batas radius aman untuk moving alat sejauh 200 m dapat dilakukan dengan
ketentuan material stemming batu andesit dengan agregat 2 cm, tinggi
38
stemming minimum 3,4 cm, dan burden face minimum 2 m sesuai ketentuan
standar hasil penelitian (trial).
5. Dengan melakukan perubahan radius aman alat pada peledakan dari 300 m
menjadi 200 m maka dapat mendapatkan keuntungan Rp. 6.212.050 untuk 1
unit alat gali muat.
6.2. SARAN
1. Dalam pengeboran lubang seharusnya burden face tidak terlalu kecil terutama
pada lokasi terrace karena sangat berpotensi menimbulkan fly rock.
2. Kontrol terhadap tinggi stemming harus selalu dilakukan agar benar-benar
lubang peledakan terisi penuh oleh stemming.
DAFTAR PUSTAKA
Ash,RL, 1990, Design Of Blasting Round, ”Surface Mining” B.A kennedy Editor,
society for mining, Metallurgy, and exploration.
39
Richard, Alan B., Adrian J. Moore. 2005. Golden Pike Cut Back Fly Rock Control
and Calibration of a Predictive Model. Terrock Consulting Engineers,
Australia.
40