Anda di halaman 1dari 26

BAB III

GEOTEKNIK

Geoteknik adalah bidang kajian rekayasa kebumian yang berkonsentrasi


pada aplikasi teknologi teknik sipil untuk kontruksi yang melibatkan material
alam yang terdapat pada atau dekat permukaan bumi. Geoteknik tambang
merupakan aplikasi dari rekayasa geoteknik pada kegiatan tambang terbuka dan
tambang bawah tanah. Aplikasi geoteknik melibatkan disiplin ilmu Mekanika
Tanah, Mekanika Batuan, Geologi, dan Hidrologi & Hidrogeologi. Melalui
geoteknik tambang diharapkan rancangan suatu tambang baik tambang terbuka
maupun tambang bawah tanah dapat dilakukan analisis terhadap kestabilan yang
terjadi karena proses penggalian dan atau penimbunan, sehingga dapat
memberikan kontribusi terhadap rancangan yang aman dan ekonomis.
Kegiatan penambangan baik di permukaan maupun di bawah tanah
seringkali dihadapkan pada masalah stabilitas struktur dan infrastruktur tambang
yang jika dirunut akan bersumber pada masalah geoteknik.
Beberapa contoh masalah geoteknik yang dikemukakan pada tambang
terbuka diantaranya adalah :
1. Lereng penambangan runtuh (produksi terganggu atau terhenti, kemungkinan
ada korban)
2. Jalan tambang longsor (pengangkutan terganggu atau terhenti, produksi
terganggu)
3. Gangguan air tambang (penggalian terganggu).
Pada Tambang Bawah Tanah diantaranya adalah :
1. Atap terowongan runtuh (kemungkinan jatuh korban, rusaknya struktur
tambang)
2. Terowongan menyempit (gangguan instabilitas yang menghambat kegiatan)
3. Lantai terowongan terangkat
4. Subsidence (kerusakan dipermukaan tanah).

26
Data geoteknik utama yang diperlukan untuk perancangan tambang terbuka
meliputi:
1. Data geologi (topografi, morfologi, litologi, struktur, stratigrafi)
2. Data hidrologi dan hidrogeologi (muka air tanah, arah aliran air tanah)
3. Sifat fisik (bobot isi, berat jenis, kadar air, porositas,void ratio, batas Atterberg
kadang diperlukan untuk material tanah)
4. Sifat mekanik (kuat tekan uniaksial, kuat geser, Poisson’s ratio, kuat tarik,
modulus elastisitas, sudut gesek dalam)
5. Daya dukung tanah (untuk rancangan pondasi, jalan angkut).
Parameter geoteknik di atas diperoleh melalui penyelidikan baik di lapangan
maupun di laboratorium (lihat Gambar 3.1.).

PENYELIDIKAN GEOTEKNIK UNTUK RANCANGAN TAMBANG TERBUKA

HIDROLOGI & PEMETAAN


HIDROGEOLOGI GEOLOGI

Karakteristik
Sampling
Akuifer

PENGUJIAN
LABORATORIUM
Sifat Fisik
Kuat Tekan Uniaksial
Uji Geser Langsung

Gambar 3.1
Penyelidikan Geoteknik untuk Rancangan Tambang Terbuka

27
Tujuan dalam perancangan geoteknik tambang adalah bahwa dalam
merancang suatu tambang baik tambang terbuka perlu dilakukan analisis terhadap
kestabilan yang terjadi karena proses penggalian atau penimbunan, sehingga
dapat memberikan kontribusi terhadap rancangan yang aman dan ekonomis.

3.1. Kajian Geoteknik


Peranan geoteknik dalam perancangan tambang ialah melakukan
pendekatan kepada kondisi massa tanah dan batuan yang kompleks dengan
menggunakan teknik dan instrumen yang tersedia dalam rekayasa geoteknik,
sehingga sifat-sifat dan perilaku massa tanah dan batuan telah diketahui dan
dikuasai sebelum membangun suatu struktur (lereng, terowongan, sumuran, dan
sebagainya) pada massa tanah dan batuan tersebut.
Program penyelidikan ini terdiri dari penyelidikan di lapangan termasuk
percontoan (sampling), penyelidikan di laboratorium, dan komputasi serta analisis
stabilitas struktur, sehingga dengan program penyelidikan geoteknik lengkap,
terpadu, tepat manfaat dan tepat sasaran akan dihasilkan parameter masukan
rancangan yang bermutu baik dan lengkap. Penyelidikan yang tepat sasaran
tersebut sehingga hasil rancangannya akan dapat diterima (acceptable) dan dapat
diterapkan (applicable) di lapangan.
Tujuan utama dilakukannya penelitian atau penyelidikan geoteknik dalam
suatu proyek pertambangan adalah untuk :
1. Memperoleh data kuantitatif kondisi geologi, hidrologi, hidrogeologi, sifat
fisik, dan sifat mekanik

2. Mengetahui karakteristik massa batuan atau tanah sebagai dasar perancangan


penambangan

3. Menyusun suatu klasifikasi dan berbagai tipe urutan stratigrafi batuan atap atau
lantai, dan untuk mengkaji stabilitas relatifnya di bawah tegangan terinduksi
akibat penambangan

4. Mengembangkan rancangan lereng yang stabil (untuk tambang terbuka) atau


rancangan jalan masuk atau pilar (untuk tambang bawah tanah) untuk
penambangan yang akan datang berdasarkan analisis sensitivitas terhadap
kondisi geoteknik dari strata atau kedalaman overburden.

28
Menurut Kepmen Pertambangan dan Energi Nomor : 555.K/26/M.PE/1995
Pasal 241
Tinggi Permukaan Kerja Dan Lebar Teras Kerja :
(1) Kemiringan, tinggi dan lebar teras harus dibuat dengan baik dan aman untuk
keselamatan para pekerja agar terhindar dari material atau benda jatuh.
(2) Tinggi jenjang (bench) untuk pekerjaan yang dilakukan pada lapisan yang
mengandung pasir, tanah liat, kerikil, dan material lepas lainnya harus :
a. tidak boleh lebih dari 2,5 meter apabila dilakukan secara manual
b. tidak boleh lebih dari 6 meter apabila dilakukan secara mekanik dan
c. tidak boleh lebih dari 20 meter apabila dilakukan dengan menggunakan
clamshell,dragline, bucket wheel excavator atau alat sejenis kecuali
mendapat persetujuan Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang.
(3) Tinggi jenjang untuk pekerjaan yang dilakukan pada material kompak tidak
boleh lebih dari 6 meter, apabila dilakukan secara manual.
(4) Dalam hal penggalian dilakukan sepenuhnya dengan alat mekanis yang
dilengkapi dengan kabin pengaman yang kuat, maka tinggi jenjang
maksimum untuk semua jenis material kompak 15 meter, kecuali mendapat
persetujuan Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang.
(5) Studi kemantapan lereng harus dibuat apabila :
a. tinggi jenjang keseluruhan pada sistem penambangan berjenjang lebih
dari 15 meter, dan
b. tinggi setiap jenjang lebih dari 15 meter.
(6) Lebar lantai teras kerja sekurang-kurangnya 1,5 kali tinggi jenjang atau
disesuaikan dengan alat-alat yang digunakan sehingga dapat bekerja dengan
aman dan harus dilengkapi dengan tanggul pengaman (safety bench) pada
tebing yang terbuka dan diperiksa pada setiap gilir kerja dari kemungkinan
adanya rekanan atau tanda-tanda tekanan atau tanda-tanda kelemahan
lainnya.

Data geoteknik yang diambil sejak dilakukan penelitian di lapangan maupun


pada saat pengujian di laboratorium. Untuk itu, lembar pengukuran harus sudah
disiapkan terlebih dahulu sebelum berangkat ke lapangan.

29
3.2. Data Lapangan
Pengukuran arah kemiringan (strike atau dip direction) dan jarak antar
kekar pada bidang ketidakmenerusan di lapangan dilakukan pada beberapa lokasi
dari berbagai sisi dari bahan galian yang akan ditambangPengambilan data
strike/dip dan spasi kekar diambil pada 3 lokasi, yaitu :
Dip Direction Lereng :
Lereng 1 : N 256o E
Lereng 2 : N 290o E
Lereng 3 : N 16o E
Lereng 4 : N 328o E
Dip Lereng 1,2,3, dan 4 : 240
Tabel 3.1
Hasil Pengukuran Kekar

No. Dip (°) DD (N ... °E) Jarak (m)


1 20 265 0.00
2 42 227 0.08
3 19 253 0.13
4 24 270 0.11
5 23 268 0.09
6 21 280 0.10
7 19 263 0.12
8 20 274 0.14
9 19 279 0.09
10 22 261 0.10
11 21 258 0.12
12 24 271 0.13
13 61 235 0.09
14 23 252 0.12
15 20 260 0.08
16 14 256 0.13
17 46 215 0.15
18 39 224 0.09
19 48 202 0.12
20 41 231 0.14
21 59 225 0.10
22 57 237 0.09
23 45 214 0.12

30
No. Dip (°) DD (N ... °E) Jarak (m)
24 53 335 0.11
25 41 317 0.09
26 62 327 0.12
27 39 292 0.11
28 41 324 0.10
29 46 311 0.14
30 43 323 0.11
31 57 345 0.12
32 49 336 0.12
33 37 319 0.13
34 34 287 0.09
35 18 279 0.14
36 36 341 0.15
37 19 265 0.10
38 18 263 0.09
39 26 290 0.08
40 19 283 0.09
41 20 273 0.11
42 22 264 0.09
43 21 260 0.15
44 19 254 0.12
45 57 321 0.15
46 19 266 0.10
47 22 273 0.11
48 43 317 0.09
49 18 274 0.14
50 22 250 0.12
51 64 315 0.10
52 47 213 0.15
53 37 196 0.13
54 43 236 0.16
55 43 215 0.09
56 42 319 0.11
57 52 337 0.14
58 20 265 0.12
59 22 273 0.14
60 19 268 0.09
61 21 271 0.13
62 20 268 0.12
63 21 259 0.15

31
No. Dip (°) DD (N ... °E) Jarak (m)
64 49 215 0.16
65 56 227 0.10
66 20 248 0.15
67 22 239 0.09
68 20 249 0.10
69 19 235 0.14
70 20 273 0.12
71 22 272 0.09
72 20 267 0.13
73 21 262 0.11
74 37 328 0.15
75 43 319 0.12
76 23 272 0.13
77 19 267 0.08
78 20 271 0.09
79 47 341 0.14
80 41 339 0.12
81 16 285 0.11
82 10 290 0.16
83 14 278 0.09
84 19 282 0.14
85 23 281 0.13
86 31 297 0.09
87 10 275 0.12
88 18 273 0.13
89 49 227 0.09
90 35 303 0.16
91 16 276 0.13
92 10 281 0.12
93 14 271 0.08
94 48 276 0.09
95 42 335 0.13
96 10 265 0.14
97 21 263 0.10
98 42 238 0.10
99 37 224 0.08
100 53 347 0.13
101 24 268 0.10
102 48 342 0.12
103 42 204 0.14

32
No. Dip (°) DD (N ... °E) Jarak (m)
104 18 252 0.13
105 53 213 0.08
106 39 227 0.14
107 19 252 0.12
108 43 225 0.13
109 38 246 0.15
110 18 257 0.10
111 35 245 0.14
112 31 238 0.08
113 41 207 0.12
114 11 254 0.14
115 39 204 0.13
116 36 317 0.12
117 10 241 0.15
118 10 247 0.09
119 49 309 0.12
120 36 238 0.11
121 18 265 0.15
122 39 276 0.13
123 59 226 0.14
124 41 217 0.16
125 18 261 0.10
126 52 217 0.08
127 37 231 0.14
128 18 266 0.09
129 45 319 0.14
130 31 345 0.09
131 39 312 0.15
132 34 264 0.12
133 53 219 0.14
134 35 271 0.12
135 45 295 0.09
136 45 342 0.13
137 21 246 0.11
138 34 218 0.14
139 32 233 0.12
140 51 228 0.13
141 53 220 0.14
142 43 289 0.12
143 23 278 0.11

33
No. Dip (°) DD (N ... °E) Jarak (m)
144 28 303 0.10
145 46 286 0.12
146 43 337 0.14
147 34 284 0.12
148 38 295 0.09
149 52 343 0.11
150 43 324 0.13

Berdasarkan data pengukuran bidang diskontinu di atas, maka dapat


diketahui arah umum dari bidang diskontinu yaitu :
Dip Direction bidang diskontinu : N 2720 E
Dip bidang diskontinu : 190
RQD (Rock Quality Designation) adalah modifikasi persentase perolehan
inti pemboran yang utuh dengan panjang 100 mm atau lebih. Palmstrom (1982)
mengusulkan jika tidak tersedia inti, maka RQD dapat diperkirakan dari jumlah
kekar (joints) per meter. Dari data lapangan pada tabel 3.1 dapat diperoleh jarak
kekar sesungguhnya yaitu 0,088 m. Dengan mengetahui jarak kekar
sesungguhnya, maka nilai RQD daapat dihitung.
Λ λ = 1/3.333 = 0.300
λ = 1/0,088 = 11,367
Nilai RQD (%) dihitung dengan rumus :
RQD (%) = 100e-0.1λ (0.1λ+1)
= 100e-0.1x11,467(0.1x11,367+1)
= 68,57 %
Dengan : λ = jumlah kekar per meter,di lapangan terdapat 11,367 buah kekar
setiap meternya.
Dari data yang diperoleh maka didapatkan RQD = 68,57 %

3.3. Hasil Uji Laboratorium


Aspek yang diperlukan sebagai pertimbangan dalam menentukan
parameter geomekanik antara lain sifat fisik dan sifat mekanik dari tanah maupun
batuan. Pengambilan data di laboratorium dilakukan dengan melakukan pengujian

34
untuk mendapatkan data sifat fisik dan mekanik batuan. Macam uji yang
dilakukan adalah uji sifat fisik, uji kuat tekan, dan uji kuat geser.
Pengujian sifat fisik dan sifat mekanik dilakukan dengan mengambil
sampel dari lapangan. Pengujian dilakukan di laboratorium Mekanika Batuan
UPN “Veteran” Yogyakarta. Berikut data hasil pengujian sifat fisik yang telah
dilakukan pada perconto batuan yang telah diambil :
Lokasi : Dusun Trengguno Wetan, DesaSidorejo,
KecamatanPonjong, KabupatenGunungKidul,
Yogyakarta
Hari, Tanggal Uji : Jumat, 4 Agustus 2017
Jenis Batuan : Batugamping
Diuji oleh : Kelompok 10

Tabel 3.2
Hasil Pengujian Sifat Fisik
No. Parameter (Sifat Fisik) Sampel
A B C
1. Berat Asli (gr) 312,5 258,9 298,7

2. Berat Jenuh (gr) 318,1 268 302,6

3. Berat Tergantung (gr) 193,9 169,7 186

4. Berat Kering (gr) 311,7 258,4 298,1

5. Bobot Isi Asli (gr/cm³) 2,516 2,633 2,561

6. Bobot Isi Jenuh (gr/cm³) 2,561 2,726 2,595

7. Bobot Isi Kering (gr/cm³) 2,509 2,628 2,556

8. Apparent SG 2,509 2,628 2,556

9. True SG 2,646 2,913 2,659

10. Kadar Air Asli (%) 0,256 0,193 0,201

11. Kadar Air Jenuh (%) 2,053 3,715 1,509

35
12. Derajat Kejenuhan (%) 12,5 5,208 13,333

13. Porositas (%) 5,152 9,766 3,859

14. Void Ratio 0,0543 0,1082 0,0401

Pengujian kuat tekan juga dilakukan pada conto yang telah diambil di
lokasi yang akan ditambang. Conto batuan yang diambil mewakili pada daerah-
daerah yang berbeda. Hal ini dilakukan agar hasil pengujian dapat mewakili
secara keseluruhan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin uji kuat
tekan (lihat Lampiran D.1.).

Tabel 3.3.
Perhitungan Pengujian Kuat Tekan Uniaksial Sampel A
Data yang Didapat Dari Grafik

Kuat Tekan Uniaksial (ϭC) 16,4 Mpa

Batas Elastis (ϭE) 10,4 Mpa


Modulus Young (Εavg) 6400 Mpa
Poisson Ratio (ѵ) 0,0697

Tabel 3.4.
Perhitungan Pengujian Kuat Tekan Uniaksial Sampel B
Data yang Didapat Dari Grafik

Kuat Tekan Uniaksial (ϭC) 14,4 Mpa

Batas Elastis (ϭE) 10,4 Mpa

Modulus Young (Εavg) 4033,61 Mpa


Poisson Ratio (ѵ) 0,1188

36
Tabel 3.5.
Perhitungan Pengujian Kuat Tekan Uniaksial Sampel C
Data yang Didapat Dari Grafik

Kuat Tekan Uniaksial (ϭC) 12 Mpa

Batas Elastis (ϭE) 8,8 Mpa

Modulus Young (Εavg) 1750 Mpa


Poisson Ratio (ѵ) 0,0625

Pengujian yang dilakukan berikutnya yaitu pengujian kuat geser. Pada


pengujian kuat geser diperoleh nilai tegangan normal, tegangan geser residu,
kohesi, dan sudut geser dalam (lihat Lampiran D.2.).

Tabel 3.6.
Perhitungan Pengujian Kuat Geser Sampel A
Beban Normal Tegangan Normal Tegangan Geser Residu
(kN) (kPa) (kPa)
0,2 80 105

Tabel 3.6.
Perhitungan Pengujian Kuat Geser Sampel B
Beban Normal Tegangan Normal Tegangan Geser Residu
(kN) (kPa) (kPa)
0,4 160 129,83

Tabel 3.7
Perhitungan Pengujian Kuat Geser Sampel C
Beban Normal Tegangan Normal Tegangan Geser Residu
(kN) (kPa) (kPa)
0,6 240 153,155

37
Tabel 3.8
Hasil Pengujian Kuat Geser

Sifat Mekanika Batuan Hasil


Kohesi (c), kPa 28,28
Sudut geser dalam (Ø), ° 44,8
3.4 Analisis Kestabilan
3.4.1. Metode Kinematik
Dalam menganalisa kestabilan lereng menggunakan metode
kinematik memerlukan data-data pengukuran kekar. Data-data pengukuran kekar
ini kemudian digunakan dalam menganalisa kestabilan lereng dan potensi
longsoran dengan program Dips.

Gambar 3.2.
Analisis Potensi Kelongsoran pada Lereng 1

Gambar 3.3.
Analisis Potensi Kelongsoran pada Lereng 2

38
Gambar 3.4.
Analisis Potensi Kelongsoran pada Lereng 3

Gambar 3.5.
Analisis Potensi Kelongsoran pada Lereng 4

Dari hasil pengolahan data di software Dips dapat dilihat potensi


longsoran pada masing-masing lereng yang akan ditambang. Pada lereng satu dan
dua memiliki potensi longosoran. Sedangkan lereng tiga dan empat tidak memiliki
potensi longsoran. Potensi longsoran pada lereng satu dan dua berjenis longsoran
bidang
3.4.2. Metode Empirik
Metode empirik adalah metode rancangan berdasarkan analisis statistik,
yaitu melalui pendekatan empirik dari banyak pekerjaan serupa sebelumnya.
Pendekatan empirik yang paling baik ialah klasifikasi massa batuan, contohnya
adalah Klasifikasi Rock Mass Rating dan Slope Mass Rating.

39
a. Rock Mass Rating (RMR)
Klasifikasi Rock Mass Rating (RMR = klasifikasi Geomekanika) dibuat
pertama kali oleh Bieniawski (1973). Sistem klasifikasi ini telah dimodifikasi
beberapa kali, terakhir pada tahun 1989. Modifikasi selalu dengan data yang baru
agar dapat digunakan untuk berbagai kepentingan dan disesuaikan dengan standar
internasional.
Klasifikasi massa batuan Rock Mass Rating menggunakan 6 parameter berikut ini
(lihat Tabel 3.9.) :
(1) Kuat tekan uniaksial dari material batuan
(2) Rock Quality Designation (RQD)
(3) Spasi ketidakmenerusan
(4) Kondisi rekahan, meliputi : kekasaran (roughness), lebar celah (apperture),
dan ketebalan bahan pemisah atau pengisi celah (width filled atau gouge),
tingkat pelapukan (weathered) dan kemenerusan kekar atau terminasi
(extension)
(5) Kondisi air tanah
(6) Orientasi ketidakmenerusan.
Terkait dengan materi yang dibahas yaitu lereng, maka parameter keenam
tersebut disesuaikan untuk keperluan analisis kestabilan lereng seperti yang
dikemukakan oleh Romana (1985).
Tabel 3.9.
Parameter Klasifikasi dan Pembobotannya dalam Sistem RMR
Parameter Selang Nilai

kuat tekan
Kuat PLI
> 10 4-10 2-4 1-2 rendah perlu
Tekan (MPa)
UCS
1 Batuan
UCS 5-
Utuh > 250 100-250 50-100 25-50 1-5 <1
(MPa) 25
Bobot 15 12 7 4 2 1 0

RQD (%) 90-100 75-90 50-75 25-50 < 25


2
Bobot 20 17 13 8 3
Jarak Diskontinuiti
3 >2 0.6-2 0.2-0.6 0.06-0.2 < 0.06
(m)

40
Bobot 20 15 10 8 5

Parameter Selang Nilai


Sangat
kasar, Slinkensi
tidak Agak Agak ded/tebal
menerus, kasar, kasar, gouge
Gouge lunak
tidak ada pemisaha pemisahan <5mm,
Kondisi tebal >5mm,
4 pemisaha n 1 mm, <1 mm, atau
Diskontinuitas atau pemisahan
n, dinding dinding pemisaha
>5mm, menerus
dinding agak sangat n 1-
batu lapuk lapuk 5mm,
tidak menerus
lapuk

Bobot 30 25 20 10 0

Aliran/10m
panjang
None < 10 10-25 25-125 > 125
tunnel
(ltr/menit)

Air
tanah Tek. Air
pada pada
5
kekar kekar/maks
0 < 0.1 0.1-0.2 0.2-0.5 > 0.5
tegangan
utama
(MPa)

Kondisi
Kering Lembab Basah Menetes Mengalir
Umum

Bobot 15 10 7 4 0

Dari pembobotan menurut RMR System (lihat Tabel 3.9.), maka didapat
deskripsi kelas massa batuan (Bieniawski, 1973) lereng adalah kelas II, adalah
sebagai berikut :

41
Tabel 3.10.
Pembobotan RMR System Kekar
No. Klasifikasi Nilai Pembobotan

1 Kekuatan Batuan
14,4 2
(MPa)

2 RQD (%) 68,57 13

3 Spasi Rekahan (m)


0,096 8

4 Kondisi Rekahan
Agak kasar, pemisahan 1 mm,
25
dinding agak lapuk

5 Air Tanah Pada Kekar Kering 15

6 Orientasi Kekar Jurus tegak lurus lereng (20o-


-5
Terhadap Lereng 45o)

Bobot Total 58

Tabel 3.11.
Deskripsi Batuan Berdasarkan RMR System
Bobot Kelas Deskripsi Batuan
61-80 II Good Rock

b. Slope Mass Rating (SMR)


Slope Massa Ratting (SMR) di buat oleh Romana (1985). SMR adalah
merupakan modifikasi Rock Massa Ratting (RMR) yang tujuannya adalah untuk
menyertakan bobot pengatur orientasi kekar sebagai faktor koreksi (F) terhadap
RMR. Faktor koreksi dimaksud terdiri dari 3 (tiga) macam yang diidentifikasi
menjadi F1, F2 dan F3 (lihat tabel 3.5.).
Selanjutnya Romana (1985, 1991) juga memperhitungkan pengaruh metode
penggalian yang digunakan dalam pembentukan/pembuatan lereng yang

42
diidentifikasi manjadi “bobot pengatur metode penggalian” sebagai faktor koreksi
keempat (F4).
Selain itu untuk melihat potensi kelongsoran terhadap kemantapan lereng (tabel
3.6.), Romana menekankan deskripsi detail karakteristik struktur geologi,
terutama kekar.
Dengan demikian parameter Slope Mass Ratting (SMR) selengkapnya adalah
meliputi :
1. Rock Mass Ratting (RMR), yaitu bobot massa batuan ( bobot total RMR ).
2. Orientasi (dip dan dip direction) bidang lemah atau kekar.
3. Orientasi (dip dan dip direction) jenjang/lereng.
4. Metode penggalian yang digunakan dalam pembentukan lereng.
Slope Mass Rating (SMR) pada dasarnya ditunjukan untuk analisis longsoran
bidang dan longsoran guling, karena kedua jenis longsoran ini yang lebih sering
terjadi pada jenis material batuan. Oleh karena itu SMR tidak meperhatikan
longsoran busur (tipikal longsoran tanah) maupun longsoran baji secara langsung.

Tabel 3.5.
Parameter Bobot Penyesuai Kekar untuk F1, F2, dan F3 (ROMANA, 1980)
kriteria factor Sangat Tidak Sangat tidak
Kasus koreksi menguntungkan Menguntungkan Sedang menguntungkan menguntungkan
P αj-αs >30⁰ 30-20⁰ 20-10⁰ 10-5⁰ <5⁰
T αj-αs-180⁰ 0,15 0,4 0,7 0,85 1
P/T Bobot F1
P βj <20⁰ 20-30⁰ 30-35⁰ 35-45⁰ >45⁰
P Bobot F2 0,15 0,4 0,7 0,85 1
T Bobot F2 1 1 1 1 1
Kuat/tak mudah Lemah/mudah
longsor longsor
P βj-βs >10⁰ 10-0⁰ 0⁰ 0- (-10⁰) < (-10⁰)
T βj+βs <100⁰ 110-120⁰ >120⁰ - -
P/T Bobot F3 0 -6 -25 -50 -60
αj = arah kemiringan kekar βj = Kemiringan kekar P = longsoran bidang
αs = arah kemiringan lereng βs = kemiringan lereng T = longsoran toppling

Tabel 3.6.
Bobot Penyesuai Kekar Untuk F1, F2, dan F3 (ROMANA, 1980)

Kasus kriteria factor koreksi Bobot


Sangat tidak
P αj-αs menguntungkan
Bobot F1 <5⁰
P 1

P Βj menguntungkan
P Bobot F2 20-30⁰
0,4
Sangat tidak
P βj+βs menguntungkan
P/T Bobot F3 <(-10⁰)
-60

43
Untuk memperoleh “bobot total SMR” (yang mencerminkan tingkat
kemantapan lereng), didefinisikan dalam persamaan umum sebagai berikut:
SMR = RMR + (F1 x F2 x F3) + F4
F4 = bobot pengatur metode penggalian, diberikan/ditetapkan dengan nilai
sebagai berikut (Romana, 1985,1991) :
a. Lereng alamiah = 15 d. Peledakan buruk = -8
b. Peledakan presplitting = 10 e. Penggalian Mekanis =0
c. Peledakan smooth =8 f. Peledakan normal =0
Metode penggalian yang digunakan adalah menggunakan alat mekanis,
maka nilai F4 adalah 0.
Tabel 3.7
Perhitungan Nilai SMR Kasus P

DESKRIPSI
RMR F1 F2 F3 F4 SMR
KEMANTAPAN LERENG

59 0,7 0,15 -50 0 51,5 Baik / Mantap

Hasil analisis menurut ROMANA (1985) lereng tersebut berpotensi


mengalami longsoran bidang dengan kualitas batuan sedang, sebagian
lereng/jenjang tidak mantap, dan kelongsoran dikontrol oleh adanya kekar.

Berdasarkan Klasifikasi Kuat Tekan Batuan (dalam Diktat Pengeboran dan


Penggalian, Kramadibrata, 2000) dapat disimpulkan bahwa batugamping
termasuk batuan yang Low Strength (ISRM, 1979), Hard Rock (Jenning, 1973),
Very Low Strength (Bieniawski, 1973), Medium Strength (Broch & Franklin,
1972), Moderately Weak (Geological Society, 1970), Very Low Strength (Deere &
Miller, 1966) dan Very Weak (Coates, 1964).

44
Gambar 3.3.
Klasifikasi Kuat Tekan Batuan berbagai Sumber
3.4.3 Metode Analitik
3.4.3.1 Analisis Kemantapan Lereng
Masalah kemantapan lereng di dalam suatu pekerjaan yang melibatkan
kegiatan penggalian maupun penimbunan merupakan masalah yang penting,
karena menyangkut masalah keselamatan pekerja, peralatan serta manusia dan
bangunan yang berada di sekitar lereng tersebut.
Berdasarkan data hasil pengujian kuat tekan uniaksial (σc), maka material
di lokasi penelitian termasuk batuan yang mempunyai nilai kuat tekan rata – rata
14,4 Mpa.
Analisis kemantapan lereng dilakukan bertujuan untuk menentukan
geometri lereng yang mantap dalam bentuk tinggi dan sudut kemiringan lereng.
Data masukan yang digunakan untuk analisis ini adalah keadaan topografi,
struktur geologi berupa perlapisan batuan, sifat fisik dan mekanik dari batuan
pembentuk lereng.
Berikut dimensi jenjang yang telah dibuat berdasarkan parameter-
parameter yang dibutuhkan dalam pembuatan jenjang.

45
Gambar 3.6.
Geometri Overall Bench

Gambar 3.7.
Geometri Single Bench
Dari hasil analisis menggunakan program Slide, maka didapatkan faktor
keamanan dari jenjang tunggal = 1,561, sedangkan untuk jenjang keseluruhan
sebesar = 1,526 sehingga jenjang dapat dikatakan aman (Lihat Lampiran D.3)
Keterangan :
 Faktor Keamanan > 1 (Aman)
 Faktor Keamanan = 1 (Kritis)
 Faktor Keamanan < 1 (Tidak Aman)

46
Gambar 3.8
Hasil Analisis Keamanan Lereng Overall Bench

Gambar 3.9
Hasil Analisis Keamanan Lereng Overall Bench
Selain menggunakan Slide, kemantapan lereng juga dapat dianalisa dengan
menggunakan grafik Hoek and Bray dan perhitunan longsoran bidang.

47
Gambar 3.6
Grafik Hoek and Bray
Diketahui :
c : 28,28 Kpa = 282,8 gr/cm2
H : 5 m = 500 cm
: 44o
ϒ : 2,57 gr/cm3
α : 45o
Penyelesaian :
c / (ϒ x H x tan ) = 282,8 / (2,57 x 500 x tan 44o) = 0,228
c / (ϒ x H x X) = Fk
282,08 / (2,57 x 500 x 0,06 ) = Fk
Fk = 3,66 ( Aman )
- Analisis Potensi Longsoran Bidang
Diketahui :

48
1
H=5m ψf = 59⁰ ψp = 2 (44,8⁰ + 59⁰) = 51,9⁰

C = 28,28 Kpa Zw = Z ϕ = 44,8⁰


Z = 0,7 m (diperoleh dari grafik)
b = 0,5 m (diperoleh dari grafik)
ϒr = 2,57 ton/m3 (dari pengukuram sifat fisik)
Penyelesaian :
A = (H + b tan ψs – Z) cosec ψp
= (5 m + 0,5 m tan 0⁰ - 0,7 m) cosec 51,9⁰
= 5,464 m2
1
U = 2 𝛾𝑤 𝑍𝑤 (H + b tan ψs − Z) cosec ψp
1 𝑇𝑜𝑛
= 2 .1 𝑚3 . 𝑚 (5 𝑚 + 0,5 𝑚 tan 0⁰ − 0,7 𝑚) 𝑐𝑜𝑠𝑒𝑐 51,9⁰

= 1,946 Ton/m
1
V = 2 . γw. Zw²
1
= 2 . 1 ton/m³ (0,7 m)² = 0,245 ton/m

W = γr [(1- cot γf tan ψp) (bH + ½ H² cot ψf) + ½ b² (tan ψs – tan ψp)]
= 2,57 ton/m3 [(1 – cot 59⁰ tan 51,9⁰) (0,5 m x 5 m + ½ 5² m²
cot 59⁰) + ½ 0,5² m² (tan 0⁰ – tan 51,9⁰)]
= 5,603 ton/m

𝑐 𝐴+(𝑤 cos 𝜓𝑝−𝑈−𝑉 sin 𝜓𝑝) tan 𝜙


Fs =
𝑤 sin 𝜓𝑝+𝑉 cos 𝜓𝑝

𝑡𝑜𝑛 𝑡𝑜𝑛 𝑡𝑜𝑛 𝑡𝑜𝑛


2,828 5,464 𝑚 +(5,603 cos 51,9⁰−1,946 −0,245 sin 51,9⁰ ) tan 44,8⁰
𝑚2 𝑚 𝑚 𝑚
𝑡𝑜𝑛 𝑡𝑜𝑛
5,603 sin 51,9⁰+0,245 cos 51,9⁰
𝑚 𝑚

= 3,675

3.2. Metode Penggalian


Hasil analisa grafik kriteria penggalian menurut Kolleth (1990) dengan
parameter nilai UCS = 14,4 Mpa, maka semua alat yang ada pada grafik di bawah
dapat digunakan untuk membongkar bahan galian tersebut sehingga divisi
geoteknik merekomendasikan untuk menggunakan alat berat Backhoe.

49
Gambar 3.5.
Kriteria Penggalian Menurut Kolleth (1990)

Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai Kuat Tekan Uniaksial


batugamping = 14,4 Mpa dengan menggunakan rumus σc = 23 x Is sehingga
mendapatkan nilai point load index = 0.626 Mpa dan nilai fracturei Index = 0.088
m. Perbandingan nilai point load index dengan nilai fracture index pada grafik
kriteria indeks kekuatan batu (Franklin, dkk., 1971) bahan galian dapat dibongkar
menggunakan metode penggalian dengan cara penggaruan.

Gambar 3.6.
Kriteria indeks kekuatan batu (Franklin, dkk., 1971)

50
Gambar 3.7.
Grafik Kriteria Kemampugaruan (Pettifer & Fookes, 1994)

Hasil yang didapatkan dari grafik kriteria kemampugaruan (Pettifer &


Fookes, 1994) dari perbandingan nilai Point Load Index = 0.626 Mpa dengan nilai
Fracture Index = 0.088 m, bahan galian tersebut sukar digali.

51

Anda mungkin juga menyukai