Berdasarkan data yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah kecelakaan di
Indonesia pada tahun 2011 adalah 108.699 jiwa dengan total kerugian (yang terlihat)
sebesar Rp. 217.435.000.000,-. Ini merupakan kerugian yang tampak, tentunya
fenomena gunung es berlaku disini.
Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas dan menganalisis salah satu kasus
kecelakaan kerja untuk menemukan faktor penyebab terjadinya kecelakaan dengan
menggunakan berdasarkan teori Loss Causation model dari ILCI (international loss causation
institute)
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan
Karena kecelakaan kerja masih berada pada angka yang tinggi terutama pada kecelakaan
kerja, sudah sewajar nya kita mengetahui dan memperkaya pengetahuan kita tentang teori
yang membahas tentang keselamatan kerja agar mengetahui bagaimana kecelakaan terjadi
serta menemukan cara terbaik untuk pengendalian dan pencegahan nya. Untuk itulah kami
menyajikan uraian singkat mengenai teori loss causation model dari ILCI
II. PEMBAHASAN
Definisi kecelakaan kerja
Menurut Frank Bird, an accident is undesired event that result in physical harm
to a person or damage to property. It is usually the result of a contact with a source of
energy (kinetic, electrical, chemical, thermal, etc) (Soehatman, 2010)
International Loss Control Institute (ILCI) pada tahun 1972 yang dipelopori oleh Frank
Bird mengemukakan teori Loss Caution Model yang menyatakan bahwa faktor manajemen
merupakan latar belakang penyebab terjadinya kecelakaan. Teori yang dikemukakan Frank Bird
pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari yang ditemukan H.W. Heinrich. Model ini dapat
membantu mengungkap fakta-fakta penting untuk mengendalikan kecelakaan sehingga kerugian
yang dapat timbul pada manusia,property dan proses kerja dapat di hindari .
Loss (kerugian)
Insiden
Penyebab langsung
Penyebab dasar
Lack of control management
Berikut penjelasan dari kelima tahapan yang ada pada model loss causation
a. Loss (kerugian)
Loss merupakan dampak yang ditimbulkan kecelakaan, yang mempengaruhi pekerja, properti,
ataupun proses kerja. Dalam kaitannya dengan proses produksi, kerugian yang timbul dapat pula
berupa gangguan proses produksi dan penurunan profit. Sementara itu, kerugian yang dapat
timbul pada
manusia dapat berupa injury maupun kesakitan, seperti gangguan mental, saraf, atau efek
sistemik akibat pajanan (ANSI Z16.2.1962, Rev.1962 dalam Bird dan Germain (1990)).
Kerugian yang timbul sebagai akibat kecelakaan bervariasi mulai dari kerugian yang tidak
signifikan hingga kerugian besar yang menimbulkan kematian pekerja.
Bird dan Germain (1990) mengemukakan bahwa kerugian akibat kecelakaan terbagi
menjadi:
Waktu produktif hilang akibat cidera pada pekerja dan hal tersebut tidak dapat
digantikan atau terbayarkan oleh kompensasi kerja.
Co-Worker Time
Waktu yang hilang oleh teman kerja yang membantu rekan kerja nya yang
mengalami kecelakaan.
Supervisor Time
Waktu supervisor yang dibebankan untuk menganalisis dan membuat laporan
kecelakaan
b. Incident
Insiden merupakan suatu kejadian dimana terjadi kontak yang dapat menyebabkan kerugian
atau kerusakan. Ketika terdapat hal-hal yang berpotensi menyebabkan kecelakaan, maka selalu
memungkinkan terjadinya kontak dengan energi yang melebihi batas kemampuan tubuh
manusia atau struktur. Jenis energy yang dapat menimbulkan kontak, antara lain energi kinetik,
energi listrik, energi
thermal, dan energi kimia. Berdasarkan American Standard Accident Classification Code ANSI
Z16.2-1962, Rev. 1969 dalam Bird dan Germain (1990), terdapat beberapa tipe transfer energi,
yaitu:
Menabrak sesuatu
Ditabrak oleh objek bergerak
Jatuh pada permukaan lebih rendah (termasuk kejatuhan objek)
Jatuh pada permukaan sama (terpeleset)
Caught in: tertusuk, terjepit, benda runcing
Caught on : terjepit, terjebak diantara obyek besar
Caught between : terpotong, hancur, remuk
Kontak dengan listrik, panas, dingin, bahan beracun, dan bising
Overstress/overexertion/overload
Equipment Failure: kegagalan mesin dan peralatan
Environmental release: pencemaran
c. Immediate Causes
Immediate cause (penyebab langsung) merupakan segala situasi yang secara langsung dapat
menyebabkan kontak energi. Hal ini mencakup tindakan dan kondisi yang tidak sesuai standar
(unsafe act & condition ) , dimana dapat menyebabkan terjadinya insiden. Beberapa bentuk
tindakan dan kondisi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.1.
d. Basic Causes
Basic Causes merupakan penyebab sebenarnya dari gejala yang timbul dan merupakan alasan
mengapa tindakan dan kondisi berbahaya terjadi. Penyebab dasar ini membantu dalam
menjelaskan mengapa pekerja melakukan tindakan berbahaya serta mengapa terdapat kondisi
berbahaya di lingkungan tempat kerja.
Penyebab dasar terbagi menjadi dua kategori utama, yaitu faktor personal dan faktor pekerjaan
dengan rincian sesuai dengan tabel di bawah ini.
Kurangnya pemantauan atau pengendalian ini biasanya terpusat pada system, Program yang
tidak sesuai, Standar yang tidak sesuai serta ketidak patuhan pada standar sehingga menjadi titik
awal terjadinya Penyebab Dasar dan Penyebab Langsung .
Pengendalian merupakan salah satu dari empat fungsi utama manajemen selain merencanakan,
mengorganisasikan, dan memimpin. Tanpa manajemen pengendalian yang kuat, kecelakaan
kerja tidak dapat dicegah. Pengendalian kecelakaan dan kerugian dapat berjalan efektif apabila
manajemen telah
memahami beberapa hal, yaitu program pengendalian yang dibutuhkan, standar-standar yang
digunakan, kemampuan untuk mengajak pekerja memenuhi standar tersebut, pengukuran
terhadap performa kerja, serta tindakan apa saja yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
performa tersebut.
Bird dan Germain (1990) mengemukakan bahwa terdapat tiga alasan umum di dalam sebuah
organisasi yang tidak memiliki pengendalian kerugian akibat insiden, yaitu: sistem yang tidak
memadai, standar yang tidak memadai,dan pemenuhan standar yang tidak memadai. Suatu
sistem dapat dikatakan tidak memadai apabila aktivitas dari sistem tersebut terlalu sedikit dan
kurang tepat.
Sementara itu, standar dapat dikatakan tidak memdai apabila kinerjanya kurang spesifik, kurang
jelas, ataupun kurang tinggi. Standar yang baik harus mampu menunjukkan siapa yang
bertanggung jawab, apa yang dipertanggungjawabkan, serta kapan mereka perlu melaksanakan
tanggung jawab tersebut. Upaya pengendalian dari pihak manajemen dapat terlaksana apabila
standar yang digunakan dapat terpenuhi. Dengan kata lain, sangatlah percuma apabila standar
yang digunakan sudah memadai, tetapi pemenuhannya tidak
VIVAnews - Polisi menyimpulkan insiden maut di Gedung The Manhattan Square, Jalan TB
Simatupang Kavling 1S, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, murni kecelakaan. Kepala Satuan Reserse
Kriminal Polres Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar Hermawan, mengatakan itu berdasarkan
hasil pemeriksaan terhadap pimpinan proyek Manhattan Square. Polisi meyakini pimpro telah
menerapkan standar operasional prosedur (SOP).
"Jadi sebelum melaksanakan tindakan mereka dikumpulkan dulu, diarahkan sesuai SOP seperti
menyediakan blower, pengamanan dua di atas, dua di bawah," kata Hermawan, Senin 18
Februari 2013.
Menurut Hermawan, setiap lubang sudah sediakan blower. Tapi ternyata kadar racun CO2
lebih besar dari perhitungan. Dia menjelaskan lubang sedalam enam meter tempat lima
korban tewas keracunan itu bukanlah septic tank. Itu adalah tempat drainase air. "Air limbah,
misalnya kecing, sabun, air kotoranlah," ucap dia. Karena belum digunakan maka bisa jadi
mengandung racun. Dia menduga racun diakibatkan bahan kimia bercampur semen dan bahan
lain yang mempengaruhi ruangan itu.
Saat ini hasil labaratorium belum keluar. "Kami belum bisa memastikan kadar terkandung apa
saja. Yang jelas dari labfor sudah ambil sampel udara, air, genangan air, darah korban dan bagian
tubuh seperti paru-paru," kata Hermawan. Hingga saat ini polisi sudah memeriksa tujuh saksi,
yaitu tiga orang dari Waskita, satu pimpinan pekerja, dan tiga orang pekerja. "Kalau pemilik kan
tidak terkait pekerjaan itu," ucapnya. (adi)
Kelima korban tewas akibat terpelosok ke dalam lubang septicktank sedalam enam meter
dengan luas 5X3 meter. Dua rekan korban yang berusaha membantu nyaris tewas dan
mengalami kondisi kritis. Lima korban tewas dilarikan ke RS Marinir Cilandak, sedangkan dua
korban selamat dirawat di RS Mintohardjo. [dry-15]
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Kronologi kecelakaan kerja di Gedung Manhattan Square,
Jalan TB Simatupang, Kav 1S, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (12/2/2013), sempat
simpang siur. Kecelakaan itu menewaskan lima orang, dan dua lagi kritis. Menurut Kasat
Reskrim Polres Jakarta Selatan AKBP Hermawan, kecelakaan berawal dari pekerjaan
membuat lubang untuk pembuangan air kotor
"Ada pengerjaan empat lubang, tiga lubang sudah selesai, tinggal finishing. Saat lubang
keempat hendak di-finishing. yakni mencopot kerangka besi dan papan bekas cor untuk
dicat, sesuai SOP ada dua pekerja di dalam, dan dua pekerja di atas," jelas Hermawan di
Mapolda Metro Jaya, Rabu (13/2/2013). Tiba-tiba, lanjutnya, dari dalam lubang, kedua
pekerja meminta tolong, sehingga dua pekerja di atas turun ke lubang untuk menolong
dua rekannya. Lantas, dua pekerja yang menolong juga berteriak minta tolong lagi,
karena tidak bisa bernapas, dan kembali dibantu oleh pekerja finishing di lubang lain.
"Jadi, total sudah ada enam yang masuk ke lubang. Lalu, yang di dalam minta tolong lagi,
dan dibantu oleh satu orang K3 yang ikut bantu. Jadi, ada tujuh orang pingsan," tutur
Hermawan. Setelah itu, baru lah petugas dari PT Waskita turut membantu menolong
menggunakan masker oksigen serta blower, dan berhasil mengevakuasi tiga orang.
Petugas dari PT Waskita yang menolong mengaku lemas. Ia digantikan petugas lain dan
mengevakuasi empat pekerja lainnya. Hermawan mengungkapkan, yang berhasil
dievakuasi ada tujuh orang. Lima orang meninggal dunia, dan dua orang pekerja lainnya
kritis. Saat ini, dua pekerja yang kritis sudah siuman dan sadar.
"Kami sudah lakukan olah TKP, ambil sampel air, darah, dan udara dari korban dan
sampel dibawa oleh Labfor Mabes. Dari hasil otopsi sementara, korban meninggal karena
lemas kelebihan C02 beracun dari lubang sedalam enam, lebar tiga meter, dan panjang
lima meter," papar Hermawan. (*)
Kesimpulan kejadian kecelakaan kerja
pekerja yang bertugas membuat empat lubang untuk pembuangan limbah pada Basemen
Lantai II Proyek The Manhattan Square di Jalan TB Simatupang, Kavling IS, Cilandak Timur, Jakarta
Selatan. Dalam satu lubang terdapat empat petugas yang mengerjakan tugas tersebut yaitu dua orang
petugas utama (berada dibawah) dan petugas madya (berada diatas). Beberapa saat, pembuatan lubang
tersebut hampir selesai, tinggal finishing yaitu mencopot kerangka besi dan papan bekas cor untuk dicat.
Pada lubang keempat sesuai Standar Operasional Prosedur terdapat dua pekerja yang berada di atas
dan dua pekerja yang berada dibawah. Namun beberapa saar kemudian, dari lubang tersebut
terdengar dua pekerja (pekerja 1 dan2) yang berada di dalam lubang meminta tolong. Sehingga dua
pekerja yang ada di atas (pekerja 3 dan 4) turun ke lubang untuk menolong kedua pekerja yang ada di
dalam lubang.
Kemudian dua pekerja yang menolong pun ikut meminta tolong karena kesulitan bernafas. Seorang
pekerja (pekerja 5) pada lubang lain mendengar teriakan tersebut,lalu berusaha membantu keempat
rekannya tersebut. Pekerja tersebut dibantu oleh seorang pekerja lainnya (pekerja 6) dan satu petugas
K3.
Petugas K3, pekerja 5 dan dibantu satu pekerja lain (pekerja 7) turun ke bawah, sedangkan petugas 6
tetap berjaga di atas. Kemudian mereka meminta tolong lagi dan pingsan. Sehingga barulah dua orang
petugas dari PT. Waskita turut membantu menolong menggunakan masker oksigen dan blower. Mereka
berhasil mengevakuasi tiga orang. Petugas dari PT Waskita yang menolong mengaku lemas. Kemudian
mereka digantikan petugas lain dan mengevakuasi empat pekerja lainnya. Korban yang berhasil
dievakuasi ada tujuh orang. Lima orang meninggal dunia, dan dua orang pekerja lainnya kritis.
Analisis dari study kasus
Dari contoh kasus diatas dan data yang ada sesuai berita tersebut dan di masukan ke dalam teori loss
causation model dari ILCI maka di dapatkan table seperti berikut
1. Loss (kerugian)
Kerugian yang di alami karena kecelakaan tersebut adalah kematian/fatality dari pekerja yang berjumlah
5 orang dan 2 orang yang mengalami kritis
2. Incident
kecelakaan kerja ini merupakan jenis kasus keracunan gas. Beberapa gejala menunjukkan adanya
indikasi terjadinya keracunan gas yaitu pekerja mengalami lemas pada badan, susah bernafas hingga
akhirnya tidak sadarkan diri. Selain itu dugaan ini diperkuat dengan karaakteristik dari kondisi
lingkungan kerja yaitu berupa Confined Space. Salah satu risiko terbesar dalam tempat kerja Confined
Space adalah keracunan gas.
3. Immediate cause
Terdapat dua kategori penilaian yaitu Substandard Act dan Substandar Condition. Pada
Substandad Act kasus ini,setidaknya terdapat dua poin utama dari table yang kita tuliskan yaitu
Kegagalan dalam mengamankan kondisi kerja dan pekerja itu sendiri serta Kegagalan pekerja dalam
menggunakan APD. Failure to secure dalam hal ini korban tidak terlindungi dari risiko keterpaparan gas
berbahaya dan kurang nya oksigen. Failure to use PPE Properly artinya korban tidak menggunakan APD
dengan benar ataupun pekerja tidak disediakan APD Dalam berita tidak disebutkan apakah pekerja
menggunakan APD berupa alat bantu pernapasan atau tidak, hanya disebutkan bahwa pihak proyek
telah menyedian satu blower untuk setiap lubang
4. Basic causes
berisi Personal Factor dan Job Factor. Personal Factor diantaranya adalah Poor of Knowladge dan Lack of
coaching. Poor of Knowladge artinya pekerja dan petugas HSE belum memiliki pengetahuan yang
cukup dalam menjalankan tugas di kondisi kerja Confined Space. Dalam Keputusan Direktur Jenderal
Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No.Kep/113/DJPPK/IX/2006 sudah diatur mengenai siapa
saja yang dibolehkan untuk bekerja di ruang terbatas (Confined Space) bahkan ada kriteria-kriteria
tertentu yang harus dipenuhi untuk bekerja di Confined space.
dalam berita tersebut disebutkan bahwa ada satu Petugas K3 yang menjadi korban. Ini menunjukkan
bahwa Sumber Daya Manusia khususnya Petugas K3 tidak mengetahui standar pertolongan pertama
dalam sebuah kecelakan. Terkadang petugas K3 di Perusahaan tidak berlatar belakang kompetensi yang
sesuai sehingga kompetensi yang didapat hanya saat pelatihan K3 Umum atau K3 spesialisasi yang
kurang lebih kurang dari seminggu. Korban yang harusnya bisa ditekan jumlahnya menjadi semakin
banyak karena kurang nya pengetahuan.
Job factor meliputi Lack of supervisory dan Lack of risk Identification. Jelas bahwa ada kelalaian dalam
menegakkan budaya K3 di lingkungan kerja. Selain itu petugas K3 yang salah satu fungsinya adalah
melakukan identifikasi bahaya melakukan kelalaian dengan tidak mendeteksi keberadaan gas berbahaya
sehingga upaya pengendalian yang dilakukan tidak tepat, dan adanya kesalahan perhitungan kadar CO2
sehingga salah menentukan jumlah Blower sehingga aman untuk bekerja ini membuktikan bahwa risk
assessment kurang berjalan dengan baik.
Dan dari segi aspek perilaku, kurangnya pengawasan dapat menimbulkan efek kepada pekerja menjadi
bekerja di bawah standard karena perilaku manusia apabila di awasi cenderung melakukan pekerjaan
dengan baik dan sebalik nya akan berada di bawah standard apabila tidak di awasi
5. Lack of control management
Kurang nya pemantauan dari manajemen karena tidak ada nya suatu system pada kasus ini tidak adanya
program yang membuat pekerja patuh untuk menggunakan APD seperti adanya program reward dan
punishment
Ataupun tingkat keamanan perusahaan rendah karena tidak adanya pengadaaan APD seperti gas
detector, masker dll .Serta program penambahan wawasan kepada pekerja ataupun petugas k3 untuk
meningkat kan tindakan aman contoh pada kasus ini adalah pengetahuan tentang kerja aman di area
confined space dan pertolongan pertama saat kontak dengan gas beracun.
Penutup
Kesimpulan
Pada teori ini aspek perilaku berpengaruh pada basic cause dan lack of manjemen Pada basic cause
perilaku seseorang dapat menjadi penyebab kecelakaan kerja seperti minim nya pengetahuan, karena
kurang nya pelatihan ataupun kurang nya motivasi kerja sehingga bekerja di bawah standard, tidak
patuh nya untuk menggunakan apd, bekerja tidak sesuai apabila tidak ada nya pengawasan. Tapi pada
teori ini kesalahan atau penyebab lebih menonjol ke arah system manajemen atapun program, pekerja
yang tidak menggunakan APD di karenakan pekerja tidak patuh karena tidak adanya program yang
memberi hukuman dan reward apabila di kerjakan ataupun perusahaan terebut memang belum ada
program untuk pengadaan APD , ataupun system pengamanan yang belum dilengkapi oleh perusahaan
Saran
Dalam kecelakaan ini kesalahan tersebar merata dan sistemik. Tidak hanya kondisi lingkungan tetapi
pengawasan dan implementasi K3 pun terlihat kurang memadai. Seharusnya pihak perusahaan dan
proyek pengerjaan Gedung The Manhatten Square harus memperhatikan hal ini dan membenahi
pelaksanaan K3 dalam proyek tersebut. Mulai dari memenuhi syarat administrative, artinya
menempatkan orang yang tetap dan qualified dalam bidangnya dalam kasus ini petugas k3 kurang
kompeten karena pengetahuan nya yang terbatas tentang bekerja di confined space. Kemudian
perusahaan harus memenuhi standar perlindungan terhadap kondisi kerja yang memang sudah
diketahui sebelumnya dengan cara mengidentifikasi secara akurat hazard dan melakukan upaya yang
tepat Dan pengadaan APD sebagai penurun tingkat keparahan atau consequence saat terjadi insiden
Referensi
Bird, Frank E., Germain, George L. 1990. Practical Loss Control Leadership. Georgia: Institute Publishing
ILCI.
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/124270-S-5627-Investigasi%20kecelakaan-Literatur.pdf
http://www.academia.edu/3223958/Laporan_Analisis_Investigasi_Kecelakaan_Kerja_SCAT_Method_
http://safetyjourney.blogspot.co.id/2013/07/loss-causation-model-ilci-model-bird.html
TUGAS ASPEK PERILAKU
Kelompok 5 :
Indra maulana
Muhammad risky
Yoga moerni
Edy rohanto