Anda di halaman 1dari 21

BAB II

PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA

A. Pengertian Kecelakaan Kerja


Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan sering kali tidak
terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau properti maupun
korban jiwa yang terjadi di dalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya.
Dengan demikian kecelakaan kerja mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1) Tidak diduga semula, oleh karena dibelakang peristiwa kecelakaan tidak terdapat unsur
kesengajaan dan perencanaan;
2) Tidak diinginkan atau diharapkan, karena setiap peristiwa kecelakaan akan selalu disertai
kerugian baik fisik maupun mental;
3) Selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan, yang sekurang-kurangnya akan dapat
menyebabkan gangguan proses kerja.

Suatu pertanyaan patut diajukan, “apakah memang benar bahwa kejadian kecelakaan itu
tidak diduga semula?”. “Apakah seseorang secara sadar akan mengambil risiko, meskipun mereka
tidak menghendaki terjadinya kecelakaan dan bahkan sebaliknya bahwa setiap orang selalu ingin
selamat dan selalu terhindar dari musibah?”. Apabila keadaannya demikian, maka semestinya
setiap orang harus mengembangkan suatu kepekaan terhadap adanya risiko yang dapat
mengancam keselamatan dirinya, melalui pengenalan sumber bahaya (Hazards Recognition), yang
selanjutnya direfleksikan dalam pengambilan keputusan, tindakan atau kegiatan nyata untuk
mengendalikan setiap potensi bahaya di sekitarnya.
Lebih lanjut, pada pelaksanaannya kecelakaan kerja di industri dapat dibagi menjadi 2 (dua)
kategori utama yaitu:
1) Kecelakaan Industri (Industrial Accident): yaitu suatu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja,
karena adanya potensi bahaya yang tidak terkendali;
2) Kecelakaan di dalam perjalanan (Community Accident): yaitu kecelakaan yang terjadi di luar
tempat kerja dalam kaitannya dengan adanya hubungan kerja.
Dengan demikian, berdasarkan data, fakta dan pengalaman menunjukkan bahwa, kejadian
kecelakaan merupakan suatu rentetan kejadian yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor atau
potensi bahaya yang satu sama lain saling berkaitan. Di bawah ini akan dijelaskan hal-hal yang
berkaitan dengan sebab dan akibat terjadinya kecelakaan kerja; potensi-potensi bahaya di tempat
kerja, kerugian-kerugian yang ditimbulkan akibat kejadian kecelakaan, serta model-model analisa
penyebab kecelakaan kerja.

B. Sebab-sebab Kecelakaan Kerja


Suatu kecelakaan kerja hanya akan terjadi apabila terdapat berbagai faktor penyebab
secara bersamaan pada suatu tempat kerja atau proses produksi. Dari beberapa penelitian
memberikan indikasi bahwa suatu kecelakaan kerja tidak dapat terjadi dengan sendirinya, akan
tetapi terjadi oleh satu atau beberapa faktor penyebab kecelakaan sekaligus dalam suatu kejadian.
Dalam buku “Accident Prevention”, Heinrich (1950) mengemukakan suatu teori sebab akibat
terjadinya kecelakaan yang selanjutnya dikenal dengan “Teori Domino”. Dari teori tersebut
digambarkan bahwa timbulnya suatu kecelakaan atau cidera disebabkan oleh 5 (lima) faktor
penyebab yang secara berurutan dan berdiri sejajar antara faktor satu dengan yang lainnya. Kelima
faktor tersebut adalah:
1) Domino Lingkungan Sosial dan Kebiasaan Perilaku;
2) Domino Penyebab Dasar dari Kesalahan/Kecerobohan;
3) Domino Tindakan dan kondisi tidak aman;
4) Domino Kecelakaan; dan
5) Domino Kerugian.
Namun demikian, pada dasarnya seluruh teori domino dibagi ke dalam 3 (tiga) fase, yaitu:
1) Fase Pre-kontak: dimana fase ini merujuk pada suatu kejadian atau kondisi yang
mengarah kepada suatu kecelakaan.
2) Fase Kontak: pada fase ini merupakan fase selama personel individu, mesin, atau fasilitas
kerja lainnya mengalami kontak dengan bentuk energi yang ada di tempat kerja.
3) Fase Pasca-Kontak: fase ini merujuk kepada hasil atau akibat dari kejadian kecelakaan
atau pemaparan energi. Cidera fisik, sakit, produksi menurun, kerusakan pada peralatan
dan atau fasilitas kerja lainnya, dan kehilangan reputasi perusahaan, hanya merupakan
sebagian dampak yang mungkin terjadi selama fase pasca-kontak dari teori domino.
Gambar 4. Domino Rentetan Kejadian Kecelakaan Kerja (Heinrich, 1950)

Selanjutnya Heinrich menjelaskan, bahwa untuk mencegah terjadinya kecelakaan adalah


cukup dengan membuang salah satu kartu domino atau memutuskan rangkaian mata rantai
domino tersebut (domino kesalahan manusia) yang meliputi; lingkungan, kecerobohan manusia
dan potensi bahaya yang disebabkan karena tindakan manusia dan kondisi yang tidak selamat,
seperti diilustrasikan seperti Gambar 5.

Gambar 5. Pencegahan Kecelakaan Kerja dengan Memutus atau Menghilangkan Salah


Satu Domino Kesalahan (Heinrich, 1931).

Secara ringkas proses ‘Heinrich’s Dominos’ dapat dijelaskan dengan menggunakan logika
berfikir terbalik, sebagai berikut:
1) Timbulnya cidera atau kerugian (final domino) disebabkan karena suatu kejadian
kecelakaan.
2) Suatu kecelakaan hanya terjadi sebagai akibat dari hazard atau kondisi tidak aman dan
tindakan manusia yang tidak aman (penyebab langsung).
3) Kondisi tidak aman dan tindakan manusia yang tidak aman (penyebab langsung) hanya
terjadi melalui kesalahan atau kecerobohan manusia dan desain yang tidak aman atau
pemeliharan yang tidak teratur (penyebab dasar).
4) Kesalahan manusia dan peralatan hanya terjadi karena lingkungan sosial dan kebisaan
hidup yang tidak aman.
5) Lingkungan sosial yang merupakan tempat dimana manusia bertindak tidak aman,
dapat diperbaikan dengan cara pendidikan dan latihan yang terus menerus.
Berdasarkan teori dari Heinrich tersebut, Frank Bird Jr., 1970 dilanjutkan dengan Frank
Bird Jr. dan Germain (1986) memodifikasi teori domino dengan merefleksikan ke dalam hubungan
manajemen secara langsung dengan sebab akibat kerugian kecelakaan. Model penyebab kerugian
melibatkan 5 (lima) faktor penyebab secara berantai. Kelima faktor dimaksud adalah:
1) Lemahnya Kontrol. Faktor ini antara lain meliputi ketidak-tersediaan program, standar
program dan tidak terpenuhinya standar;
2) Sumber Penyebab Dasar. Faktor ini meliputi faktor personal dan pekerjaan;
3) Penyebab Kontak. Faktor ini meliputi tindakan dan kondisi yang tidak sesuai dengan
standar;
4) Insiden. Hal ini terjadi karena adanya kontak dengan energi atau bahan-bahan berbahaya;
dan
5) Kerugian. Akibat rentetan faktor sebelumnya akan mengakibatkan kerugian pada manusia
itu sendiri, harta benda atau properti dan proses produksi.

Gambar 6. Model Teori Domino Kecelakaan Menurut Frank Bird, Jr., 1970

Gambar 7. Model Teori Domino Penyebab Kerugian Menurut Frank Bird, Jr. dan Germain,
1986.

Selanjutnya Bird dan Germain (1986) menjelaskan bahwa, upaya pencegahan kecelakaan
akan berhasil dan efektif bila dimulai dengan memperbaiki manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) di tempat kerja. Setelah dilakukan perbaikan manajemen K3, selanjutnya dapat
dilakukan identifikasi dan evaluasi sumber-sumber penyebab, memprediksi gejala yang timbul dan
mencegah kontak dengan/ kepada objek kerja. Pada akhirnya kerugian kecelakaan dapat
dihindarkan seminimal mungkin.
Gambar 8. Model Teori Domino Penyebab dan Akibat Kerugian Menurut Frank Bird, Jr.
dan Germain, 1986.

Gambar 9. Model Teori Domino Penyebab dan Akibat Kerugian–Sub Domino Kerugian,
Menurut Frank Bird, Jr. dan Germain, 1986.

Gambar 10. Model Teori Domino Penyebab dan Akibat Kerugian – Sub Domino Insiden,
Menurut Frank Bird, Jr. dan Germain, 1986.
Gambar 11. Model Teori Domino Penyebab dan Akibat Kerugian – Sub Domino Penyebab
Langsung (Immediate Causes), Menurut Frank Bird, Jr. dan Germain, 1986.

Gambar 12. Model Teori Domino Penyebab dan Akibat Kerugian – Sub Domino Penyebab
Dasar (Basic Causes), Menurut Frank Bird, Jr. dan Germain, 1986.
Gambar 13. Model Teori Domino Penyebab dan Akibat Kerugian – Sub Domino Penyebab
Lemahnya Kontol (Lack of Control), Menurut Frank Bird, Jr. dan Germain,
1986.

Meski banyak teori-teori yang mengemukakan tentang penyebab terjadinya kecelakaan di


tempat kerja, namun secara umum penyebab kecelakaan kerja dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
1). Sebab Dasar atau Asal Mula. Sebab dasar merupakan sebab atau faktor yang mendasari
secara umum terhadap kejadian atau peristiwa kecelakaan. Sebab dasar kecelakaan kerja di
industri antara lain meliputi faktor:
 Komitmen atau partisipasi dari pihak manajemen atau pimpinan perusahaan dalam upaya
penerapan K3 di perusahaannya;
 Manusia atau para pekerjanya sendiri; dan
 Kondisi tempat kerja, sarana kerja dan lingkungan kerja.
2). Sebab Utama. Sebab utama dari kejadian kecelakaan kerja adalah adanya faktor dan
persyaratan K3 yang belum dilaksanakan secara benar (Substandards). Sebab utama kecelakaan
kerja antara lain meliputi faktor:
a. Faktor manusia atau dikenal dengan istilah tindakan tidak aman (Unsafe Actions)
yaitu merupakan tindakan berbahaya dari para tenaga kerja yang mungkin dilatar
belakangi oleh berbagai sebab antara lain:
 Kekurang pengetahuan dan ketrampilan (lack of knowledge and skill);
 Ketidak mampuan untuk bekerja secara normal (Inadequate Capability)
 Ketidak fungsian tubuh karena cacat yang tidak nampak (bodilly defect);
 Kelelahan dan kejenuhan (fatique and boredom);
 Sikap dan lingkah laku yang tidak aman (unsafe attitude and habits);
 Kebingungan dan stres (Confuse and Stress) karena prosedur kerja yang baru belum
dapat dipahami;
 Belum menguasai/belum trampil dengan peralatan atau mesin-mesin baru (lack of skill);
 Penurunan konsentrasi (difficulty in concentrating) dari tenaga kerja saat melakukan
pekerjaan;
 Sikap masa bodoh ( worker’s ignorance ) dari tenaga kerja;
 Kurang motivasi kerja (Improper Motivation) dari tenaga kerja;
 Kurang adanya kepuasan kerja (low job Satisfaction);
 Sikap kecenderungan mencelakai diri sendiri;
 Dan lain sebagainya.
Manusia sebagai faktor penyebab kecelakaan seringkali disebut sebagai “Human Error” dan
sering disalah-artikan karena selalu dituduhkan sebagai penyebab terjadinya kecelakaan.
Padahal sering kali kecelakaan terjadi karena kesalahan desain mesin dan peralatan kerja
yang tidak sesuai.
b. Faktor lingkungan atau dikenal dengan kondisi tidak aman (Unsafe Conditions) yaitu
kondisi tidak aman dari: mesin, peralatan, pesawat, bahan; lingkungan dan tempat kerja;
proses kerja; sifat pekerjaan dan sistem kerja. Lingkungan dalam artian luas dapat diartikan
tidak saja lingkungan fisik, tetapi, juga faktor-faktor yang berkaitan dengan penyediaan
fasilitas, pengalaman manusia yang lalu maupun sesaat sebelum bertugas, pengaturan
organisasi kerja, hubungan sesama pekerja, kondisi ekonomi dan politik yang bisa
mengganggu konsentrasi.
c. Interaksi Manusia-Mesin dan Sarana Pendukung Kerja yang Tidak Sesuai (Unsafe
Man-Mechine Interaction). Interaksi manusia dan sarana pendukung kerja merupakan
sumber penyabab kecelakaan. Apabila interaksi antara keduanya tidak sesuai maka akan
menyebabkan terjadinya suatu kesalahan yang mengarah kepada terjadinya kecelakaan
kerja. Dengan demikian, penyediaan sarana kerja yang sesuai dengan kemampuan,
kebolehan dan keterbatasan manusia, harus sudah dilaksanakan sejak desain sistem kerja.
Satu pendekatan yang Holistik, Sistematic dan Interdisiplinary harus diterapkan untuk
mencapai hasil yang optimal, sehingga kecelakaan kerja dapat dicegah sedini mungkin.
Kecelakaan kerja akan terjadi apabila terdapat kesenjangan atau ketidak-harmonisan
interaksi antara manusia pekerja – tugas/ pekerjaan - peralatan kerja – lingkungan kerja
dalam suatu organisasi kerja.

Untuk dapat menyelenggarakan program pengendalian potensi bahaya dengan baik, maka
komponen-komponen di dalam sistem kerja haruslah dipahami secara baik pula. Komponen-
komponen sistem kerja secara umum dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) Komponen Tugas-Tugas. komponen tugas-tugas tertentu yang sedang dikerjakan mungkin
mempengaruhi tingkat kekerapan suatu kecelakaan kerja. Tugas-tugas yang dikerjakan
mungkin berhubungan dengan kecepatan dan beban tugas berat. Tugas-tugas yang
dikerjakan apabila tidak sesuai dengan kemampuan, ketrampilan dan keterbatasan
pekerjanya akan mengakibatkan stres, penurunan motivasi, kelelahan yang tidak terkontrol.
Interaksi antara pekerja dengan tugas-tugas yang tidak seimbang merupakan penyebab
terjadinya kecelakaan.
2) Komponen Pekerja. Di dalam sistem manusia-tugas-peralatan-lingkungan kerja, maka
pekerja mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar, yaitu sebagai Sensor, Information Processor dan
Control. Agar sistem kerja dapat berfungsi dengan baik terutama untuk tujuan produksi,
maka pekerja harus mampu bekerja secara efektif dan menghindari mengambil risiko yang
tidak perlu. Untuk maksud tersebut, pekerja harus disadarkan mengenai hal-hal sebagai
berikut:
 Persyaratan kerja dan langkah-langkah yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan;
 Kemampuan, kebolehan dan keterbatasanya di dalam melaksanakan tugas-tugasnya;
 Apa yang akan diperoleh jika tugas-tugas telah dikerjakan dan pekerja berhasil dalam
pekerjaannya?;
 Apa yang akan terjadi jika tugas-tugas telah dikerjakan dan pekerja gagal dalam
tugasnya?;
 Kerugian apa yang akan terjadi jika pekerja tidak melaksanakan tugasnya?, dan lain
sebagainya.
3) Komponen Peralatan Kerja merupakan komponen kedua di dalam sistem kerja. Seluruh
peralatan kerja harus didesain, dipelihara dan digunakan dengan baik. Pengendalian potensi
bahaya dapat dipengaruhi oleh bentuk peralatan, ukuran, berat ringannya peralatan,
kenyamanan operator, dan kekuatan yang diperlukan untuk menggunakan atau
pengoperasikan peralatan kerja dan mesin-mesin. Variabel-variabel tersebut sangat
mempengaruhi interaksi antara pekerja dan peralatan kerja yang digunakan. Variabel-
variabel peralatan lainnya yang penting di dalam pengenalan potensi bahaya termasuk
kecepatan operasi dan potensi bahaya mekanik.
4) Komponen Lingkungan Kerja. Pertimbangan tertentu harus diberikan terhadap faktor
lingkungan kerja (seperti: lay out atau tata letak ruang, kebersihan, intensitas penerangan,
suhu, kelembaban, kebisingan, vibrasi, ventilasi, dll.) yang mungkin dapat mempengaruhi
kenyamanan, kesehatan dan keselamatan pekerja.
5) Organisasi Kerja. Perilaku manajemen keselamatan kerja kedepan merupakan variabel yang
sangat penting di dalam pengembangan program keselamatan kerja di tempat kerja. Struktur
organisasi yang mempromosikan kerjasama antara pekerja untuk pengenalan dan
pengendalian potensi bahaya akan mempengaruhi perilaku pekerja secara positif. Struktur
organisasi tersebut juga akan dapat memotivasi pekerja untuk berperilaku secara hati-hati
selama bekerja. Pengembangan organisasi kerja efektif akan sangat menentukan kinerja
keselamatan secara umum di tempat kerja dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja.
Kondisi organisasi kerja selalu mempengaruhi dan menentukan interaksi pekerja-tugas-
peralatan-lingkungan kerja.

C. Potensi Bahaya di Tempat Kerja


Setiap proses produksi, peralatan/mesin dan tempat kerja yang digunakan untuk
menghasilkan suatu produk, selalu mengandung potensi bahaya tertentu yang bila tidak mendapat
perhatian secara khusus akan dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Potensi bahaya yang dapat
menyebabkan kecelakaan kerja dapat berasal dari berbagai kegiatan atau aktivitas dalam
pelaksanaan operasi atau juga berasal dari luar proses kerja. Identifikasi potensi bahaya di tempat
kerja yang berisiko menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh berbagai
faktor, diantaranya adalah tersebut di bawah ini.
1. Kegagalan komponen, antara lain berasal dari :
 Rancangan komponen pabrik termasuk peralatan/mesin dan tugas-tugas yang tidak
sesuai dengan kebutuhan pemakai;
 Kegagalan yang bersifat mekanis;
 Kegagalan sistem pengendalian;
 Kegagalan sistem pengaman yang disediakan;
 Kegagalan operasional peralatan kerja yang digunakan; dll.
2. Kondisi yang menyimpang dari suatu pekerjaan, yang dapat terjadi akibat:
 Kegagalan pengawasan atau monitoring;
 Kegagalan manual suplai dari bahan baku;
 Kegagalan pemakaian dari bahan baku;
 Kegagalan dalam prosedur shut-down dan start-up;
 Terjadinya pembentukan bahan antara, bahan sisa dan sampah yang berbahaya; dll.
3. Kesalahan manusia dan organisasi, seperti :
 Kesalahan operator / manusia;
 Kesalahan sistem pengaman;
 Kesalahan dalam mencampur bahan produksi berbahaya;
 Kesalahan komunikasi;
 Kesalahan atau kekurangan dalam upaya perbaikan dan perawatan alat;
 Melakukan pekerjaan - pekerjaan yang tidak sah atau tidak sesuai prosedur kerja aman;
dll.
4. Pengaruh kecelakaan dari luar, yaitu terjadinya kecelakaan dalam suatu industri akibat
kecelakaan lain yang terjadi di luar pabrik, seperti:
 Kecelakaan pada waktu pengangkutan produk;
 Kecelakaan pada statiun pengisian bahan;
 Kecelakaan pada pabrik disekitarnya; dll.
5. Kecelakaan akibat adanya sabotase, yang bisa dilakukan oleh orang luar ataupun dari
dalam pabrik, biasanya hal ini akan sulit untuk diatasi atau dicegah, namun faktor ini
frekuensinya sangat kecil dibandingkan dengan faktor penyebab lainnya.

Dengan demikian, seluruh faktor penyebab kecelakaan tersebut harus diteliti dan
ditemukan, agar selanjutnya dapat dilakukan tindakan perbaikan yang ditujukan pada sebab
terjadinya kecelakaan, sehingga kerugian dan kerusakan dapat diminimalkan dan kecelakaan
serupa tidak terulang kembali. Dengan mengetahui dan mengenal faktor penyebab kecelakaan,
maka akan dapat dibuat suatu perencanaan dan langkah-langkah pencegahan yang baik dalam
upaya memberikan perlindungan kepada tenaga kerja. Untuk memperjelas adanya faktor penyebab
kecelakaan kerja, maka perlu dibuat suatu “‘Klasifikasi Kecelakaan Kerja” yang dapat memberikan
informasi secara jelas tentang penyebab dan jenis kecelakaan yang timbul.

D. Klasifikasi Kecelakaan Kerja


Menurut International Labour Organization (1980), kecelakaan kerja di industri dapat
diklasifikasikan menurut lokasi kejadian kecelakaan, jenis kecelakaan atau mode cidera, agen
penyebab atau objek kerja, jenis cidera atau luka, dampak atau akibat cidera, jenis pekerjaan
tertentu, penyimpangan dari keadaan normal dan lokasi tubuh yang terluka. Klasifikasi kecelakaan
kerja di industri secara garis besar dapat dijelaskan di bawah ini.
1. Klasifikasi berdasarkan mode cidera (Classification of mode of injury)
 A: Kontak dengan arus listrik, temperatur, bahan berbahaya dan beracun (kontak tidak
langsung dengan percikan pengelasan; kontak langsung dengan arus listrik; kontak
dengan pemanasan atau pembakaran terbuka; kontak dengan benda yang sangat
dingin; kontak B3 melalui pernafasan, kulit dan mata; kontak melalui sistem
pencernaan atau tertelan atau melalui makanan; dll);
 B: Tercelup dalam cairan atau liquid; terpendam di bawah bahan-bahan padat atau
solid; terselimuti gas atau partikel udara pencemar, dan sejenisnya;
 C: Terjatuh, terjerembat ke dalam objek tidak bergerak, dan sejenisnya;
 D: Tertabrak/terbentur oleh objek yang bergerak atau melayang atau oleh objek yang
terjatuh, benturan dengan objek tidak bergerak, dan sejenisnya;
 E: Kontak dengan benda tajam dan kasar, seperti kontak dengan pisau, paku dan
benda tajam sejenisnya;
 F: Terjerat, terlilit dan sejenisnya;
 G: Pemaparan berlebihan terhadap gelombang radiasi, kebisingan, pembebanan
terhadap beban mekanik, dan sejenisnya;
 H: Tergigit oleh binatang, dan sejenisnya;
 Z: Kontak dengan objek lainnya yang belum terklasifikasi.
2. Klasifikasi menurut agen penyebabnya (Classification of the material item or agency)
 A: Bangunan, area tempat kerja pada lantai yang sama;
 B: Bangunan, konstruksi, area kerja pada ketinggian;
 C: Bangunan, konstruksi, area kerja pada kedalaman;
 D: Sarana untuk distribusi material, seperti pada pemipaan;
 E: Mesin-mesin, alat penggerak, sarana transmisi;
 F: Alat-alat tangan tanpa motor penggerak, seperti alat untuk menggergaji, alat untuk
memotong, alat untuk memisahkan, dan sejenisnya;
 G: Alat-alat tangan dengan motor penggerak, seperti alat untuk menggergaji, alat untuk
memotong, alat untuk memisahkan, alat untuk memaku dan sejenisnya;
 H: Mesin-mesin dan peralatan kerja lainnya yang bersifat portabel;
 I: Mesin-mesin dan peralatan kerja lainnya yang permanen atau bersifat non portabel;
 J: Sarana kerja untuk memindahkan dan menyimpan material;
 K: Sarana alat angkat dan angkut, seperti; fork-lift, alat angkut kereta, alat angkut
beroda selain kereta, alat angkut di perairan, alat angkut di udara, dan sejenisnya
 L: Sarana angkat dan angkut lainya;
 M: Bahan, material, objek, bagian komponen mesin-mesin;
 N: Baban-bahan berbahaya dan radiasi, seperti; bahan mudah meledak, debu, gas,
cairan, bahan kimia, radiasi,
 O: Sarana dan peralatan keselamatan kerja, seperti alat pengaman mesin, alat
pelindung diri, sarana keselamatan kerja lainnya;
 P: Peralatan kerja perkantoran, dan sejenisnya;
 Q: Organisme makluk hidup, seperti; pohon, tanaman, hewan piaraan dan hewan buas,
atau sejenisnya;
 R: Sampah dalam bak sampah;
 S: Lingkungan kerja, seperti; tekanan panas dan tekanan dingin, intensitas kebisingan
tinggi, getaran, ruang di bawah tanah;
 Z: Agen material lainnya yang belum masuk dalam klasifikasi.
3. Klasifikasi menurut jenis luka dan cideranya (Classification according to type of injury)
 A: Cidera dangkal (Superficial injuries) dan Luka Terbuka (open wounds);
 B: Patah tulang;
 C: Dislokasi, terkilir dan keseleo (sprains and strains);
 D: Amputasi traumatik;
 E: Gegar otak dan cidera dalam;
 F: Luka bakar, korosi, radang, frostbite;
 G: Keracunan akut dan infeksi;
 H: Jenis cidera spesifik lainnya, seperti efek radiasi, efek panas, efek tekanan udara dan
tekanan air, efek kebisingan dan getaran, efek arus listrik, asphisia, hipotermia, dan
sejenisnya;
 Z: Jenis cidera lainnya yang belum terklasifikasi.
4. Klasifikasi menurut lokasi kejadian kecelakaan (Classification of location of the
accident)
 A: Pada tempat kerja umum;
 B: Pada tempat kerja selain tempat kerja umum;
 D: Di jalan saat melaksanakan pekerjaan/tugas;
 E: Di jalan dari rumah ke tempat kerja;
 F: Di jalan dari tempat kerja ke rumah;
 Z: Lokasi lainnya yang belum terklasifikasi.
5. Klasifikasi menurut dampak cidera (Classification of the consequences of injuries)
 A: 1 sampai 3 hari tidak masuk kerja;
 B: 4 sampai 7 hari tidak masuk kerja;
 C: 8 sampai 14 hari tidak masuk kerja;
 D: 15 sampa 21 hari tidak masuk kerja;
 E: 22 hari sampai 1 bulan tidak masuk kerja;
 F: 1 sampai 3 bulan tidak masuk kerja;
 G: 3 sampai 6 bulan tidak masuk kerja;
 H: 6 sampai 12 bulan tidak masuk kerja;
 Y: Cidera fatal;
 Z: Dampak lainnya selain yang terklasifikasi.
6. Klasifikasi menurut jenis pekerjaan tertentu (Classification according to specific
activity)
 A: Operating machines;
 B: Bekerja dengan hand tools;
 C: Bekerja dengan peralatan transportasi
 D: Manual handling
 E: Transportasi manual
 F: Pergerakan
 Z: Pekerjaan spesifik lainnya yang belum terklasifikasi.
7. Klasifikasi terjadinya penyimpangan dari keadaan normal (Classification of deviations
from the normal)
 A: Deviasi disebabkan oleh kelistrikan, peledakan atau kebakaran;
 B: Deviasi disebabkan karena overflow, overturn, kebocoran, aliran, emisi dan
sejenisnya;
 C: Kerusakan, pecah, retak, deformasi atau cacat, terpeleset, terjatuh, dan sejenisnya;
 D: Kurang pengendalian pada mesin, alat-alat kerja, sarana transportasi, dan
sejenisnya;
 E: Terjatuh;
 F: Pergerakan tubuh (orangnya bergerak);
 G: Pergerakan tubuh (orangnya tidak bergerak);
 H: Kekerasan dan agresi;
 Z: Deviasi lainnya yang belum terklasifikasi.
8. Klasifikasi menurut lokasi bagian tubuh yang terluka (Classification according to the
part of body injured)
 A: Kepala dan muka;
 B: Leher dan vertebre;
 C: Tulang belakang dan ruas tulang punggung;
 D: Badan dan organ dalam;
 E: Anggota badan bagian atas (Upper extremities)
 F: Anggota badan bagian bawah (Lower extremities)
 G: Seluruh badan
 Y: Cidera bagian tubuh lainnya
 Z: Cidera bagian tubuh lainnya yang belum terklasifikasi.
Di samping klasifikasi kecelakaan menurut ILO seperti diuraikan di atas, Eurostat (EU,
1999) juga mengklasifikasikan kecelakaan secara tradisional berdasarkan jenis kecelakaan, seperti
pada Tabel 1. di bawah berikut ini.

Tabel 1. Jenis dan Klasifikasi Kecelakaan Kerja Menurut Eurostat (EU, 1999)
No Jenis Klasifikasi Kecelakaan
Kecelakaan
1 Angka Kematian  Fatal
(Mortality)  Tidak Fatal
2 Angka Absensi  Kecelakaan mengakibatkan tidak masuk
Tidak Masuk kerja kurang lebih 3 hari (sekurang-
Kerja kurangnya 4 hari kerja)
3 Tempat Kejadian  Kecelakaan kerja terjadi di dalam
perusahaan
 Kecelakaan kerja terjadi di luar perusahaan
 Kecelakaan kerja terjadi di jalan raya (ke
dan dari tempat kerja)
 Kecelakaan kerja terjadi di jalan raya
dalam pelaksanaan pekerjaan
 Kecelakaan terjadi di tempat umum tetapi
masih dalam hubungan pekerjaan
4 Kaitan  Kecelakaan berkaitan dengan aktivitas
Kecelakaan kerja
dengan Aktivitas  Kecelakaan karena disebabkan sikap kerja
Kerja yang dipaksakan (terjadi gangguan
kesehatan)
5 Kesadaran atas  Kecelakaan yang betul-betul tidak
orang yang diharapkan
terlibat  Kecelakaan yang diakibatkan karena
kesengajaan orang lain
 Kecelakaan yang disebabkan karena
kesengajaan untuk mencelakai dirinya
sendiri

Di bawah ini beberapa jenis kecelakaan kerja yang biasa terjadi di beberapa sektor industri.
Tabel 2. Jenis Kecelakaan Kerja Berdasarkan Sektor Industri Menurut Eurostat (EU,
1999)
SEKTOR INDUSTRI JENIS KECELAKAAN KERJA
Manufaktur: produksi 1. terjepit, terlindas
metal dan sejenisnya 2. teriris, terpotong
3. jatuh terpeleset
4. tindakan yg tidak benar
5. tertabrak
6. berkontak dengan bahan yang berbahaya
7. terjatuh, terguling
8. kejatuhan barang dari atas
9. terkena benturan keras
10. terkena barang yang runtuh, roboh

Manufaktur: pabrik 1. teriris, terpotong


elektronik dan sejenisnya 2. terlindas, tertabrak
3. berkontak dengan bahan kimia
4. kebocoran gas
5. menurunnya daya pendengaran dan daya
penglihatan

Petrokimia: 1. terjepit, terlindas


seperti;minyak dan 2. teriris, terpotong, tergores
produksi batu 3. jatuh terpeleset
bara, produksi karet, 4. tindakan yang tidak benar
produksi karet, produksi 5. tertabrak
plastik, dll. 6. terkena benturan keras

Konstruksi Bangunan 1. jatuh terpeleset


2. kejatuhan barang dari atas
3. terinjak
4. terkena barang yang runtuh, roboh
5. kontak dengan suhu panas, suhu dingin
6. terjatuh, terguling
7. terjepit, terlindas
8. tertabrak
9. tindakan yang tidak benar
10. terkena benturan keras
E. Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja
Sebagian besar pengurus atau manajer perusahaan tidak menyadari berapa besar biaya
yang harus dikeluarkan akibat kejadian kecelakaan. Dari penilaian secara tradisional di tempat
kejadian kecelakaan, mereka hanya melihat biaya pengobatan dan kompensasi kepada pekerja
akibat kecelakaan tersebut. Hal terburuk, mereka dapat menerima biaya yang tidak terelakkan
yang berhubungan dengan usahanya atau mengira bahwa biaya kecelakaan telah ditanggung oleh
perusahaan asuransi. Hanya sedikit dari mereka yang mengetahui bahwa faktor-faktor yang sama
yang menyebabkan kecelakaan juga menyebabkan kerugian produksi, penurunan kualitas kerja
dan pengeluaran biaya ekstra. Sementara itu, untuk dapat mengetahui faktor-faktor penyebab
kecelakaan adalah dengan melakukan langkah-langkah besar di dalam upaya pengendalian seluruh
kerugian akibat kecelakaan.
Setiap kecelakaan adalah malapetaka, kerugian dan kerusakan kepada manusia, harta
benda atau properti dan proses produksi. Implikasi yang berhubungan dengan kecelakaan
sekurang-kurangnya berupa gangguan kinerja perusahaan dan penurunan keuntungan perusahaan.
Pada dasarnya, akibat dari peristiwa kecelakaan dapat dilihat dari besar-kecilnya biaya yang
dikeluarkan bagi terjadinya suatu peristiwa kecelakaan. Pada umumnya kerugian akibat kecelakaan
kerja cukup besar dan dapat mempengaruhi upaya peningkatan produktivitas kerja perusahaan.
Selanjutnya, secara garis besar kerugian akibat kecelakaan kerja dapat dikelompokkan menjadi:
1) Kerugian/ biaya langsung (Direct Costs): yaitu suatu kerugian yang dapat dihitung secara
langsung dari mulai terjadi peristiwa sampai dengan tahap rehabilitasi, seperti :
 Biaya pertolongan pertama pada kecelakaan;
 Biaya pengobatan dan perawatan;
 Biaya angkut dan biaya rumah sakit;
 Biaya kompensasi pembayaran asuransi kecelakaan;
 Upah selama tidak mampu bekerja;
 Biaya perbaikan peralatan yang rusak, dll.
2) Kerugian/biaya tidak langsung atau terselubung (Indirect Costs): yaitu merupakan
kerugian berupa biaya yang dikeluarkan dan meliputi suatu yang tidak terlihat pada waktu
atau beberapa waktu setelah terjadinya kecelakaan, biaya tidak langsung ini antara lain
mencakup :
 Penderitaan tenaga kerja yang mendapat kecelakaan dan keluarganya.
 Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja yang mendapat kecelakaan.
 Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja lain, seperti rasa ingin tahu dan rasa simpati serta
setia kawan untuk membantu dan memberikan pertolongan pada korban, mengantar ke
rumah sakit dll.
 Terhentinya proses produksi sementara, kegagalan pencapaian target, kehilangan bonus,
dll.
 Kerugian akibat kerusakan mesin, perkakas atau peralatan kerja lainnya.
 Biaya penyelidikan dan sosial lainnya, seperti :
 Mengunjungi tenaga kerja yang sedang menderita akibat kecelakaan.
 Menyelidiki sebab-sebab terjadinya kecelakaan.
 Mengatur dan menunjuk tenaga kerja lain untuk meneruskan pekerjaan dari tenaga
kerja yang menderita kecelakaan.
 Merekrut dan melatih tenaga kerja baru.
 Timbulnya ketegangan dan stres serta menurunnya moral dan mental tenaga kerja.

Pada umumnya kita hanya terfokus pada kerugian atau biaya langsung, padahal pada
kenyataannya, kerugian atau biaya-biaya yang tidak langsung dan terselubung jauh lebih besar dan
mempunyai dampak yang lebih luas. Hal ini dapat dilihat dari ‘Fenomena Gunung Es’ (Gambar 14)
dimana puncak gunung es yang nampak hanya sebagian kecil dibandingkan dengan bagian gunung
es yang terpendam di dalamnya dan belum kelihatan pada saat kejadian. Dengan demikian jelas
bahwa di samping kerugian langsung akibat kejadian kecelakaan, kerugian yang tidak langsung
harus mendapatkan perhatian yang serius karena sangat mempengaruhi kelangsungan proses
produksi perusahaan secara keseluruhan.

Gambar 14. Kerugian Kecelakaan Kerja seperti Fenomena Gunung Es

Di lain pihak, Bird dan Germain (1986), membedakan jenis-jenis kerugian yang disebabkan
karena kecelakaan kerja secara lebih detail seperti tersebut dalam Tabel 3.
Tabel 3: Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jenis dan Komponen Kerugian
No. Jenis Kerugian Komponen Kerugian

1 Waktu kerja  Waktu produktif hilang oleh karena pekerja


hilang dari mengalami cidera dan tidak dapat diganti dengan
korban kompensasi atau asuransi

2 Waktu kerja  Waktu kerja hilang oleh teman korban yang ada di
hilang dari tempat kejadian, membantu dan memberi
teman-teman pertolongan pada korban, dll.
korban  Waktu kerja hilang karena simpati atau rasa
keingintahuan, dan gangguan pekerjaan pada saat
kejadian dan membicarakan kasus yang terjadi, saling
bercerita mengenai kejadian yang serupa, kasak-
kusuk mengenai kejadian kecelakaan, dll.
 Waktu kerja hilang insidentil untuk membersihkan
tempat kejadian, mengumpulkan dana untuk
membantu korban dan keluarganya, dll.

3 Waktu kerja  Waktu kerja hilang dari supervisor untuk membantu


hilang dari dan memberi pertolongan korban
Supervisor  Investigasi penyebab kecelakaan, seperti; investigasi
awal, tindak lanjut, penelitian untuk upaya
pencegahan, dll.
 Mengatur kelangsungan pekerjaan, mendapatkan
material baru, menjadwal ulang pekerjaan, dll.
 Memilih dan melatih pekerja baru atau memindah
tugaskan pekerja lain
 Menyiapkan laporan kecelakaan, seperti; laporan
sakit/cedera, laporan kerusakan properti, laporan
insiden, dll.
 Partisipasi untuk ikut mendengarkan pada kasus
kecelakaan, dll.

4 Kerugian Umum  Waktu produktif hilang akibat kesedihan, shock,


trauma, proses kerja menjadi lambat, dll.
 Kerugian akibat dari penghentian mesin-mesin
produksi, kendaraan, pabrik, fasilitas, dll. serta
pengaruh peralatan dan jadwal kerja baik yang
bersifat sementara maupun jangka panjang.
 Efektivitas korban sering berkurang setelah kembali
kerja yang mungkin disebabkan karena cacat fisik
atau trauma psikologis.
 Kerugian usaha secara umum karena penurunan
public image.
 Biaya dapat meningkat untuk pembayaran asuransi
karena sering terjadi kecelakaan di tempat kerja
 Aneka ragam kerugian lain yang berhubungan
dengan kasus kecelakaan tertentu.

5 Kerugian  Biaya pengeluaran untuk keadaan emergensi.


Properti  Biaya untuk penyelamatan dan penggantian
peralatan dan material.
 Biaya untuk perbaikan material dan peralatan.
 Biaya untuk waktu perbaikan dan pemindahan
peralatan yang menyebabkan penurunan
produktivitas dan penundaan jadwal pemeliharaan
peralatan lainnya.
 Biaya untuk tindakan korektif selain perbaikan.
 Kerugian karena suku cadang peralatan yang rusak.
 Biaya untuk penyelamatan dan emergensi peralatan.
 Kerugian produksi selama periode kejadian
kecelakaan, dll.

F. Pencegahan Kecelakaan Kerja


Pencegahan kecelakaan kerja pada umumnya adalah upaya untuk mencari penyebab dari
suatu kecelakaan dan bukan mencari siapa yang salah (fact finding, no fault finding). Dengan
mengetahui dan mengenal penyebab kecelakaan maka dapat disusun suatu rencana
pencegahannya, yang mana hal ini merupakan program K3, yang pada hakekatnya adalah
merupakan rumusan dari suatu strategi bagaimana menghilangkan atau mengendalikan potensi
bahaya yang sudah diketahui. Secara sederhana, langkah dasar pencegahan kecelakaan kerja
meliputi; adanya dukungan manajemen, mencari data dan fakta, menganalisa penyebab kecelakaan,
membuat rekomendasi perbaikan dan mengimplementasikan rekomendasi perbaikan, seperti
diilustrasikan Gambar 15 berikut ini.
Gambar 15. Langkah Dasar Pencegahan Kecelakaan Kerja

Selanjutnya, untuk membuat program kerja yang berkaitan dengan keselamatan kerja dalam
rangka pencegahan kecelakaan kerja, beberapa tahapan yang harus dipahami dan dilakukan, adalah
seperti tersebut di bawah ini.
1. Identifikasi masalah dari kondisi tidak aman. Kesadaran akan adanya potensi bahaya di
suatu tempat kerja merupakan langkah pertama dan utama di dalam upaya pencegahan
kecelakaan secara efektif dan efisien. Data yang diperoleh dari hasil identifikasi akan sangat
bermanfaat dalam merencanakan dan melaksanakan suatu upaya pencegahan kecelakaan
selanjutnya. Identifikasi masalah ini antara lain meliputi :
 Pengenalan jenis pekerjaan yang mengandung risiko terjadinya kecelakaan;
 Pengenalan komponen peralatan dan bahan-bahan berbahaya yang digunakan dalam
proses kerja;
 Lokasi pelaksanaan pekerjaan;
 Sifat dan kondisi tenaga kerja yang menangani pekerjaan;
 Perhatian manajemen terhadap kecelakaan;
 Sarana dan peralatan pencegahan dan pengendalian yang tersedia, dll.
2. Penyelidikan Kecelakaan (Analisa Kecelakaan), yaitu suatu upaya yang dilakukan untuk
secara lebih teliti mengetahui sebab-sebab dan proses terjadinya kecelakaan. Analisa ini dapat
mempergunakan berbagai metode, seperti; metode Hazan (Hazards Analysis); Hazops (Hazard
and Operability Study), Fault Tree Analysis (FTA), fish bone analysis, dsb. Dengan metode ini akan
dapat diramalkan terjadinya suatu kecelakaan, sebab terjadinya kecelakaan dan seberapa besar
kecelakaan akan terjadi.
3. Pemahaman azas-azas pencegahan kecelakaan yaitu prinsip-prinsip tentang sebab
kecelakaan yang harus dikenal dan diketahui untuk menentukan sebab-sebab terjadinya suatu
kecelakaan, dimana dikenal 3 (tiga) azas yaitu :
 Azas Rumit (kompleks) yaitu adanya beberapa sebab yang mandiri atau tidak
berhubungan satu dengan yang lain yang bila digabung akan menyebabkan suatu
kecelakaan.
 Azas Arti (Penting), yaitu faktor penyebab utama (Paling penting) dalam terjadinya suatu
kecelakaan.
 Azas Urutan, yaitu rangkaian dari berbagai sebab yang menyebabkan terjadinya
kecelakaan.
4. Perencanaan dan Pelaksanaan. Upaya pencegahan kecelakaan harus segera dilakukan setelah
melalui tahapan-tahapan identifikasi masalah, penentuan model dan metode analisa kecelakaan
serta pemahaman asas manfaat pencegahan kecelakaan.

Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa upaya pencegahan kecelakaan kerja yang
baik adalah yang mengandung dan memperhatikan aspek-aspek seperti tersebut dibawah ini.
a. Desain pabrik. Desain pabrik harus memperhatikan kinerja K3 bagi setiap orang yang berada
di pabrik, seperti :
 Pengaturan dan pembagian areal pabrik yang cukup aman dan memberikan keleluasaan
bila terjadi kecelakaan;
 Dinding pemisah antara ruangan atau bangunan yang dapat menjamin dan menghambat
menjalarnya suatu kondisi yang berbahaya;
 Penyediaan alat pengaman yang sesuai dan cukup pada setiap peralatan, serta pada lokasi
yang tepat, sebagai contoh: pemasangan hidrant untuk penanggulangan kebakaran, dll.

b. Desain komponen dan peralatan pabrik. Semua komponen dan peralatan pabrik yang
digunakan harus dirancang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Rancangan yang tidak
sesuai sering menjadi penyebab terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan terjadinya
kerugian. Komponen dan peralatan pabrik yang perlu mendapat perhatian antara lain adanya:
 Beban Statik ( Static Loads );
 Beban dinamik ( Dinamic Loads);
 Tekanan internal dan eksternal;
 Harapan hidup peralatan pabrik;
 Beban berhubungan dengan perubahan suhu dan pengaruh dari luar industri, dll.

Pada peralatan atau mesin-mesin yang mengandung potensi bahaya, perlu dibuatkan
pengaman peralatan atau mesin seperlunya, dimana pengaman tersebut harus memenuhi
beberapa persyaratan antara lain :
 Harus memberikan perlindungan yang positif, dimana tenaga kerja dicegah agar tidak
bersentuhan secara langsung pada bagian mesin yang berbahaya, apabila pengaman
tidak bekerja maka mesin dapat mati dengan sendirinya atau penggunaan sistem
penguncian otomatis;
 Mencegah semua jangkauan ke daerah berbahaya saat mesin beroperasi;
 Tidak menyebabkan operator kurang nyaman atau kurang leluasa saat bekerja,
sehingga pengaman disingkirkan oleh tenaga kerja;
 Tidak mengganggu proses produksi itu sendiri;
 Pengaman harus dapat beroperasi secara otomatis atau hanya dengan upaya minimum;
 Harus sesuai dengan pekerjaan dan mesin yang diberi pengaman;
 Harus menjadi bagian yang terpadu (Bulit-in) dengan mesin dan tidak menjadi beban
tambahan;
 Memberikan keleluasaan dalam pemeriksaan, perbaikan dan perawatan tanpa harus
menyingkirkan pengamannya;
 Harus mampu melindungi terhadap kemungkinan operasional yang tidak terduga dan
bukan hanya perlindungan terhadap bahaya normal, dll.
c. Pengoperasian dan pengendalian. Setiap pengoperasian suatu proses produksi memerlukan
sistem pengendalian proses, agar tetap aman dan selamat dalam batas-batas yang telah
ditentukan. Sistem pengendalian yang digunakan antara lain meliputi:
 Pengendalian secara manual;
 Pengendalian secara otomatis;
 Sistem pengendalian “Automatic shut down”;
 Sistem alarm otomatis maupun manual, dll.
d. Sistem Keselamatan. Setiap proses atau instalasi memerlukan suatu sistem pengaman yang
bentuk dan desainnya tergantung pada potensi bahaya dan risiko yang ada di tempat kerja.
Sistem pengaman harus disediakan baik terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan
kondisi, kegagalan komponen dan peralatan serta sarana perlindungan teknis.
e. Pencegahan kesalahan manusia dan organisasi. Hal ini merupakan bagian penting dan
harus diperhatikan dalam pelaksanaan pencegahan kecelakaan kerja. Upaya ini antara lain
meliputi:
 Pekerjaan yang sesuai dan mudah dikerjakan;
 Tanda-tanda atau simbol-simbol yang jelas dan nyata dalam penampilan panel pengendali;
 Peralatan komunikasi yang benar serta pelatihan yang sesuai dengan jenis pekerjaan, dll.
f. Pemeliharaan dan Monitoring. Pemeliharaan dan monitoring yang teratur oleh tenaga kerja
yang terlatih dan berpengalaman akan menciptakan sistem keselamatan kerja yang baik.
g. Pengawasan dan Kontrol. Pengawasan dan kontrol terhadap komponen pabrik perlu
dilakukan secara teratur dan terus menerus untuk memastikan bahwa segala sesuatunya
berjalan sesuai apa yang telah direncanakan.
h. Mengurangi akibat yang terjadi. Hal ini dapat dilakukan dengan suatu konsep perencanaan
dan penyediaan sarana untuk suatu upaya K3, yang antara lain meliputi:
 Penyediaan tenaga terlatih untuk penanggulangan keadaan darurat;
 Penyediaan sistem alarm yang langsung berhubungan dengan pusat-pusat penanggulangan
keadaan darurat;
 Penyediaan anti-dote untuk menghadapi suatu keadaan terlepasnya bahan-bahan kimia
beracun, dll.

Anda mungkin juga menyukai