Suatu pertanyaan patut diajukan, “apakah memang benar bahwa kejadian kecelakaan itu
tidak diduga semula?”. “Apakah seseorang secara sadar akan mengambil risiko, meskipun mereka
tidak menghendaki terjadinya kecelakaan dan bahkan sebaliknya bahwa setiap orang selalu ingin
selamat dan selalu terhindar dari musibah?”. Apabila keadaannya demikian, maka semestinya
setiap orang harus mengembangkan suatu kepekaan terhadap adanya risiko yang dapat
mengancam keselamatan dirinya, melalui pengenalan sumber bahaya (Hazards Recognition), yang
selanjutnya direfleksikan dalam pengambilan keputusan, tindakan atau kegiatan nyata untuk
mengendalikan setiap potensi bahaya di sekitarnya.
Lebih lanjut, pada pelaksanaannya kecelakaan kerja di industri dapat dibagi menjadi 2 (dua)
kategori utama yaitu:
1) Kecelakaan Industri (Industrial Accident): yaitu suatu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja,
karena adanya potensi bahaya yang tidak terkendali;
2) Kecelakaan di dalam perjalanan (Community Accident): yaitu kecelakaan yang terjadi di luar
tempat kerja dalam kaitannya dengan adanya hubungan kerja.
Dengan demikian, berdasarkan data, fakta dan pengalaman menunjukkan bahwa, kejadian
kecelakaan merupakan suatu rentetan kejadian yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor atau
potensi bahaya yang satu sama lain saling berkaitan. Di bawah ini akan dijelaskan hal-hal yang
berkaitan dengan sebab dan akibat terjadinya kecelakaan kerja; potensi-potensi bahaya di tempat
kerja, kerugian-kerugian yang ditimbulkan akibat kejadian kecelakaan, serta model-model analisa
penyebab kecelakaan kerja.
Secara ringkas proses ‘Heinrich’s Dominos’ dapat dijelaskan dengan menggunakan logika
berfikir terbalik, sebagai berikut:
1) Timbulnya cidera atau kerugian (final domino) disebabkan karena suatu kejadian
kecelakaan.
2) Suatu kecelakaan hanya terjadi sebagai akibat dari hazard atau kondisi tidak aman dan
tindakan manusia yang tidak aman (penyebab langsung).
3) Kondisi tidak aman dan tindakan manusia yang tidak aman (penyebab langsung) hanya
terjadi melalui kesalahan atau kecerobohan manusia dan desain yang tidak aman atau
pemeliharan yang tidak teratur (penyebab dasar).
4) Kesalahan manusia dan peralatan hanya terjadi karena lingkungan sosial dan kebisaan
hidup yang tidak aman.
5) Lingkungan sosial yang merupakan tempat dimana manusia bertindak tidak aman,
dapat diperbaikan dengan cara pendidikan dan latihan yang terus menerus.
Berdasarkan teori dari Heinrich tersebut, Frank Bird Jr., 1970 dilanjutkan dengan Frank
Bird Jr. dan Germain (1986) memodifikasi teori domino dengan merefleksikan ke dalam hubungan
manajemen secara langsung dengan sebab akibat kerugian kecelakaan. Model penyebab kerugian
melibatkan 5 (lima) faktor penyebab secara berantai. Kelima faktor dimaksud adalah:
1) Lemahnya Kontrol. Faktor ini antara lain meliputi ketidak-tersediaan program, standar
program dan tidak terpenuhinya standar;
2) Sumber Penyebab Dasar. Faktor ini meliputi faktor personal dan pekerjaan;
3) Penyebab Kontak. Faktor ini meliputi tindakan dan kondisi yang tidak sesuai dengan
standar;
4) Insiden. Hal ini terjadi karena adanya kontak dengan energi atau bahan-bahan berbahaya;
dan
5) Kerugian. Akibat rentetan faktor sebelumnya akan mengakibatkan kerugian pada manusia
itu sendiri, harta benda atau properti dan proses produksi.
Gambar 6. Model Teori Domino Kecelakaan Menurut Frank Bird, Jr., 1970
Gambar 7. Model Teori Domino Penyebab Kerugian Menurut Frank Bird, Jr. dan Germain,
1986.
Selanjutnya Bird dan Germain (1986) menjelaskan bahwa, upaya pencegahan kecelakaan
akan berhasil dan efektif bila dimulai dengan memperbaiki manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) di tempat kerja. Setelah dilakukan perbaikan manajemen K3, selanjutnya dapat
dilakukan identifikasi dan evaluasi sumber-sumber penyebab, memprediksi gejala yang timbul dan
mencegah kontak dengan/ kepada objek kerja. Pada akhirnya kerugian kecelakaan dapat
dihindarkan seminimal mungkin.
Gambar 8. Model Teori Domino Penyebab dan Akibat Kerugian Menurut Frank Bird, Jr.
dan Germain, 1986.
Gambar 9. Model Teori Domino Penyebab dan Akibat Kerugian–Sub Domino Kerugian,
Menurut Frank Bird, Jr. dan Germain, 1986.
Gambar 10. Model Teori Domino Penyebab dan Akibat Kerugian – Sub Domino Insiden,
Menurut Frank Bird, Jr. dan Germain, 1986.
Gambar 11. Model Teori Domino Penyebab dan Akibat Kerugian – Sub Domino Penyebab
Langsung (Immediate Causes), Menurut Frank Bird, Jr. dan Germain, 1986.
Gambar 12. Model Teori Domino Penyebab dan Akibat Kerugian – Sub Domino Penyebab
Dasar (Basic Causes), Menurut Frank Bird, Jr. dan Germain, 1986.
Gambar 13. Model Teori Domino Penyebab dan Akibat Kerugian – Sub Domino Penyebab
Lemahnya Kontol (Lack of Control), Menurut Frank Bird, Jr. dan Germain,
1986.
Untuk dapat menyelenggarakan program pengendalian potensi bahaya dengan baik, maka
komponen-komponen di dalam sistem kerja haruslah dipahami secara baik pula. Komponen-
komponen sistem kerja secara umum dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) Komponen Tugas-Tugas. komponen tugas-tugas tertentu yang sedang dikerjakan mungkin
mempengaruhi tingkat kekerapan suatu kecelakaan kerja. Tugas-tugas yang dikerjakan
mungkin berhubungan dengan kecepatan dan beban tugas berat. Tugas-tugas yang
dikerjakan apabila tidak sesuai dengan kemampuan, ketrampilan dan keterbatasan
pekerjanya akan mengakibatkan stres, penurunan motivasi, kelelahan yang tidak terkontrol.
Interaksi antara pekerja dengan tugas-tugas yang tidak seimbang merupakan penyebab
terjadinya kecelakaan.
2) Komponen Pekerja. Di dalam sistem manusia-tugas-peralatan-lingkungan kerja, maka
pekerja mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar, yaitu sebagai Sensor, Information Processor dan
Control. Agar sistem kerja dapat berfungsi dengan baik terutama untuk tujuan produksi,
maka pekerja harus mampu bekerja secara efektif dan menghindari mengambil risiko yang
tidak perlu. Untuk maksud tersebut, pekerja harus disadarkan mengenai hal-hal sebagai
berikut:
Persyaratan kerja dan langkah-langkah yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan;
Kemampuan, kebolehan dan keterbatasanya di dalam melaksanakan tugas-tugasnya;
Apa yang akan diperoleh jika tugas-tugas telah dikerjakan dan pekerja berhasil dalam
pekerjaannya?;
Apa yang akan terjadi jika tugas-tugas telah dikerjakan dan pekerja gagal dalam
tugasnya?;
Kerugian apa yang akan terjadi jika pekerja tidak melaksanakan tugasnya?, dan lain
sebagainya.
3) Komponen Peralatan Kerja merupakan komponen kedua di dalam sistem kerja. Seluruh
peralatan kerja harus didesain, dipelihara dan digunakan dengan baik. Pengendalian potensi
bahaya dapat dipengaruhi oleh bentuk peralatan, ukuran, berat ringannya peralatan,
kenyamanan operator, dan kekuatan yang diperlukan untuk menggunakan atau
pengoperasikan peralatan kerja dan mesin-mesin. Variabel-variabel tersebut sangat
mempengaruhi interaksi antara pekerja dan peralatan kerja yang digunakan. Variabel-
variabel peralatan lainnya yang penting di dalam pengenalan potensi bahaya termasuk
kecepatan operasi dan potensi bahaya mekanik.
4) Komponen Lingkungan Kerja. Pertimbangan tertentu harus diberikan terhadap faktor
lingkungan kerja (seperti: lay out atau tata letak ruang, kebersihan, intensitas penerangan,
suhu, kelembaban, kebisingan, vibrasi, ventilasi, dll.) yang mungkin dapat mempengaruhi
kenyamanan, kesehatan dan keselamatan pekerja.
5) Organisasi Kerja. Perilaku manajemen keselamatan kerja kedepan merupakan variabel yang
sangat penting di dalam pengembangan program keselamatan kerja di tempat kerja. Struktur
organisasi yang mempromosikan kerjasama antara pekerja untuk pengenalan dan
pengendalian potensi bahaya akan mempengaruhi perilaku pekerja secara positif. Struktur
organisasi tersebut juga akan dapat memotivasi pekerja untuk berperilaku secara hati-hati
selama bekerja. Pengembangan organisasi kerja efektif akan sangat menentukan kinerja
keselamatan secara umum di tempat kerja dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja.
Kondisi organisasi kerja selalu mempengaruhi dan menentukan interaksi pekerja-tugas-
peralatan-lingkungan kerja.
Dengan demikian, seluruh faktor penyebab kecelakaan tersebut harus diteliti dan
ditemukan, agar selanjutnya dapat dilakukan tindakan perbaikan yang ditujukan pada sebab
terjadinya kecelakaan, sehingga kerugian dan kerusakan dapat diminimalkan dan kecelakaan
serupa tidak terulang kembali. Dengan mengetahui dan mengenal faktor penyebab kecelakaan,
maka akan dapat dibuat suatu perencanaan dan langkah-langkah pencegahan yang baik dalam
upaya memberikan perlindungan kepada tenaga kerja. Untuk memperjelas adanya faktor penyebab
kecelakaan kerja, maka perlu dibuat suatu “‘Klasifikasi Kecelakaan Kerja” yang dapat memberikan
informasi secara jelas tentang penyebab dan jenis kecelakaan yang timbul.
Tabel 1. Jenis dan Klasifikasi Kecelakaan Kerja Menurut Eurostat (EU, 1999)
No Jenis Klasifikasi Kecelakaan
Kecelakaan
1 Angka Kematian Fatal
(Mortality) Tidak Fatal
2 Angka Absensi Kecelakaan mengakibatkan tidak masuk
Tidak Masuk kerja kurang lebih 3 hari (sekurang-
Kerja kurangnya 4 hari kerja)
3 Tempat Kejadian Kecelakaan kerja terjadi di dalam
perusahaan
Kecelakaan kerja terjadi di luar perusahaan
Kecelakaan kerja terjadi di jalan raya (ke
dan dari tempat kerja)
Kecelakaan kerja terjadi di jalan raya
dalam pelaksanaan pekerjaan
Kecelakaan terjadi di tempat umum tetapi
masih dalam hubungan pekerjaan
4 Kaitan Kecelakaan berkaitan dengan aktivitas
Kecelakaan kerja
dengan Aktivitas Kecelakaan karena disebabkan sikap kerja
Kerja yang dipaksakan (terjadi gangguan
kesehatan)
5 Kesadaran atas Kecelakaan yang betul-betul tidak
orang yang diharapkan
terlibat Kecelakaan yang diakibatkan karena
kesengajaan orang lain
Kecelakaan yang disebabkan karena
kesengajaan untuk mencelakai dirinya
sendiri
Di bawah ini beberapa jenis kecelakaan kerja yang biasa terjadi di beberapa sektor industri.
Tabel 2. Jenis Kecelakaan Kerja Berdasarkan Sektor Industri Menurut Eurostat (EU,
1999)
SEKTOR INDUSTRI JENIS KECELAKAAN KERJA
Manufaktur: produksi 1. terjepit, terlindas
metal dan sejenisnya 2. teriris, terpotong
3. jatuh terpeleset
4. tindakan yg tidak benar
5. tertabrak
6. berkontak dengan bahan yang berbahaya
7. terjatuh, terguling
8. kejatuhan barang dari atas
9. terkena benturan keras
10. terkena barang yang runtuh, roboh
Pada umumnya kita hanya terfokus pada kerugian atau biaya langsung, padahal pada
kenyataannya, kerugian atau biaya-biaya yang tidak langsung dan terselubung jauh lebih besar dan
mempunyai dampak yang lebih luas. Hal ini dapat dilihat dari ‘Fenomena Gunung Es’ (Gambar 14)
dimana puncak gunung es yang nampak hanya sebagian kecil dibandingkan dengan bagian gunung
es yang terpendam di dalamnya dan belum kelihatan pada saat kejadian. Dengan demikian jelas
bahwa di samping kerugian langsung akibat kejadian kecelakaan, kerugian yang tidak langsung
harus mendapatkan perhatian yang serius karena sangat mempengaruhi kelangsungan proses
produksi perusahaan secara keseluruhan.
Di lain pihak, Bird dan Germain (1986), membedakan jenis-jenis kerugian yang disebabkan
karena kecelakaan kerja secara lebih detail seperti tersebut dalam Tabel 3.
Tabel 3: Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jenis dan Komponen Kerugian
No. Jenis Kerugian Komponen Kerugian
2 Waktu kerja Waktu kerja hilang oleh teman korban yang ada di
hilang dari tempat kejadian, membantu dan memberi
teman-teman pertolongan pada korban, dll.
korban Waktu kerja hilang karena simpati atau rasa
keingintahuan, dan gangguan pekerjaan pada saat
kejadian dan membicarakan kasus yang terjadi, saling
bercerita mengenai kejadian yang serupa, kasak-
kusuk mengenai kejadian kecelakaan, dll.
Waktu kerja hilang insidentil untuk membersihkan
tempat kejadian, mengumpulkan dana untuk
membantu korban dan keluarganya, dll.
Selanjutnya, untuk membuat program kerja yang berkaitan dengan keselamatan kerja dalam
rangka pencegahan kecelakaan kerja, beberapa tahapan yang harus dipahami dan dilakukan, adalah
seperti tersebut di bawah ini.
1. Identifikasi masalah dari kondisi tidak aman. Kesadaran akan adanya potensi bahaya di
suatu tempat kerja merupakan langkah pertama dan utama di dalam upaya pencegahan
kecelakaan secara efektif dan efisien. Data yang diperoleh dari hasil identifikasi akan sangat
bermanfaat dalam merencanakan dan melaksanakan suatu upaya pencegahan kecelakaan
selanjutnya. Identifikasi masalah ini antara lain meliputi :
Pengenalan jenis pekerjaan yang mengandung risiko terjadinya kecelakaan;
Pengenalan komponen peralatan dan bahan-bahan berbahaya yang digunakan dalam
proses kerja;
Lokasi pelaksanaan pekerjaan;
Sifat dan kondisi tenaga kerja yang menangani pekerjaan;
Perhatian manajemen terhadap kecelakaan;
Sarana dan peralatan pencegahan dan pengendalian yang tersedia, dll.
2. Penyelidikan Kecelakaan (Analisa Kecelakaan), yaitu suatu upaya yang dilakukan untuk
secara lebih teliti mengetahui sebab-sebab dan proses terjadinya kecelakaan. Analisa ini dapat
mempergunakan berbagai metode, seperti; metode Hazan (Hazards Analysis); Hazops (Hazard
and Operability Study), Fault Tree Analysis (FTA), fish bone analysis, dsb. Dengan metode ini akan
dapat diramalkan terjadinya suatu kecelakaan, sebab terjadinya kecelakaan dan seberapa besar
kecelakaan akan terjadi.
3. Pemahaman azas-azas pencegahan kecelakaan yaitu prinsip-prinsip tentang sebab
kecelakaan yang harus dikenal dan diketahui untuk menentukan sebab-sebab terjadinya suatu
kecelakaan, dimana dikenal 3 (tiga) azas yaitu :
Azas Rumit (kompleks) yaitu adanya beberapa sebab yang mandiri atau tidak
berhubungan satu dengan yang lain yang bila digabung akan menyebabkan suatu
kecelakaan.
Azas Arti (Penting), yaitu faktor penyebab utama (Paling penting) dalam terjadinya suatu
kecelakaan.
Azas Urutan, yaitu rangkaian dari berbagai sebab yang menyebabkan terjadinya
kecelakaan.
4. Perencanaan dan Pelaksanaan. Upaya pencegahan kecelakaan harus segera dilakukan setelah
melalui tahapan-tahapan identifikasi masalah, penentuan model dan metode analisa kecelakaan
serta pemahaman asas manfaat pencegahan kecelakaan.
Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa upaya pencegahan kecelakaan kerja yang
baik adalah yang mengandung dan memperhatikan aspek-aspek seperti tersebut dibawah ini.
a. Desain pabrik. Desain pabrik harus memperhatikan kinerja K3 bagi setiap orang yang berada
di pabrik, seperti :
Pengaturan dan pembagian areal pabrik yang cukup aman dan memberikan keleluasaan
bila terjadi kecelakaan;
Dinding pemisah antara ruangan atau bangunan yang dapat menjamin dan menghambat
menjalarnya suatu kondisi yang berbahaya;
Penyediaan alat pengaman yang sesuai dan cukup pada setiap peralatan, serta pada lokasi
yang tepat, sebagai contoh: pemasangan hidrant untuk penanggulangan kebakaran, dll.
b. Desain komponen dan peralatan pabrik. Semua komponen dan peralatan pabrik yang
digunakan harus dirancang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Rancangan yang tidak
sesuai sering menjadi penyebab terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan terjadinya
kerugian. Komponen dan peralatan pabrik yang perlu mendapat perhatian antara lain adanya:
Beban Statik ( Static Loads );
Beban dinamik ( Dinamic Loads);
Tekanan internal dan eksternal;
Harapan hidup peralatan pabrik;
Beban berhubungan dengan perubahan suhu dan pengaruh dari luar industri, dll.
Pada peralatan atau mesin-mesin yang mengandung potensi bahaya, perlu dibuatkan
pengaman peralatan atau mesin seperlunya, dimana pengaman tersebut harus memenuhi
beberapa persyaratan antara lain :
Harus memberikan perlindungan yang positif, dimana tenaga kerja dicegah agar tidak
bersentuhan secara langsung pada bagian mesin yang berbahaya, apabila pengaman
tidak bekerja maka mesin dapat mati dengan sendirinya atau penggunaan sistem
penguncian otomatis;
Mencegah semua jangkauan ke daerah berbahaya saat mesin beroperasi;
Tidak menyebabkan operator kurang nyaman atau kurang leluasa saat bekerja,
sehingga pengaman disingkirkan oleh tenaga kerja;
Tidak mengganggu proses produksi itu sendiri;
Pengaman harus dapat beroperasi secara otomatis atau hanya dengan upaya minimum;
Harus sesuai dengan pekerjaan dan mesin yang diberi pengaman;
Harus menjadi bagian yang terpadu (Bulit-in) dengan mesin dan tidak menjadi beban
tambahan;
Memberikan keleluasaan dalam pemeriksaan, perbaikan dan perawatan tanpa harus
menyingkirkan pengamannya;
Harus mampu melindungi terhadap kemungkinan operasional yang tidak terduga dan
bukan hanya perlindungan terhadap bahaya normal, dll.
c. Pengoperasian dan pengendalian. Setiap pengoperasian suatu proses produksi memerlukan
sistem pengendalian proses, agar tetap aman dan selamat dalam batas-batas yang telah
ditentukan. Sistem pengendalian yang digunakan antara lain meliputi:
Pengendalian secara manual;
Pengendalian secara otomatis;
Sistem pengendalian “Automatic shut down”;
Sistem alarm otomatis maupun manual, dll.
d. Sistem Keselamatan. Setiap proses atau instalasi memerlukan suatu sistem pengaman yang
bentuk dan desainnya tergantung pada potensi bahaya dan risiko yang ada di tempat kerja.
Sistem pengaman harus disediakan baik terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan
kondisi, kegagalan komponen dan peralatan serta sarana perlindungan teknis.
e. Pencegahan kesalahan manusia dan organisasi. Hal ini merupakan bagian penting dan
harus diperhatikan dalam pelaksanaan pencegahan kecelakaan kerja. Upaya ini antara lain
meliputi:
Pekerjaan yang sesuai dan mudah dikerjakan;
Tanda-tanda atau simbol-simbol yang jelas dan nyata dalam penampilan panel pengendali;
Peralatan komunikasi yang benar serta pelatihan yang sesuai dengan jenis pekerjaan, dll.
f. Pemeliharaan dan Monitoring. Pemeliharaan dan monitoring yang teratur oleh tenaga kerja
yang terlatih dan berpengalaman akan menciptakan sistem keselamatan kerja yang baik.
g. Pengawasan dan Kontrol. Pengawasan dan kontrol terhadap komponen pabrik perlu
dilakukan secara teratur dan terus menerus untuk memastikan bahwa segala sesuatunya
berjalan sesuai apa yang telah direncanakan.
h. Mengurangi akibat yang terjadi. Hal ini dapat dilakukan dengan suatu konsep perencanaan
dan penyediaan sarana untuk suatu upaya K3, yang antara lain meliputi:
Penyediaan tenaga terlatih untuk penanggulangan keadaan darurat;
Penyediaan sistem alarm yang langsung berhubungan dengan pusat-pusat penanggulangan
keadaan darurat;
Penyediaan anti-dote untuk menghadapi suatu keadaan terlepasnya bahan-bahan kimia
beracun, dll.