Anda di halaman 1dari 24

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan adalah peristiwa yang tidak diinginkan yang mempunyai potensi untuk

menimbulkan kerugian dalam derajat tertentu. Kecelakaan tidak terjadi dengan

sendirinya, tetapi merupakan rangkaian peristiwa yang mempunyai sebab-sebab yang

dapat dijelaskan secara imiah. Kerugian yang terjadi bisa berupa: luka-luka (cidera pada

manusia), kerusakan harta benda, ataupun kerusakan pada lingkungan sekitar (pada

tumbuhan, hewan, ataupun ekosistem lain).

Sedangkan kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang mempunyai keterkaitan

hubungan kerja dengan perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti, bahwa

kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan

pekerjaan. Bahaya pekerjaan adalah faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan yang dapat

mendatangkan kecelakaan. Bahaya tersebut disebut potensial, jika faktor-faktor tersebut

belum mendatangkan kecelakaan. Jika kecelakaan telah terjadi, maka bahaya tersebut

sebagai bahaya nyata.

Bagian mesin, pesawat, alat kerja, bahan, proses, tempat dan lingkungan kerja

mungkin rusak oleh kecelakaan. Akibat dari itu, terjadilah kekacauan organisasi dalam

proses produksi. Orang yang ditimpa kecelakaan mengeluh dan menderita sedangkan

keluarga dan kawan-kawan sekerja akan bersedih hati. Kecelakaan tidak jarang

berakibat luka-luka, terjadinya kelainan tubuh dan cacat. Bahkan tidak jarang

kecelakaan merenggut nyawa dan berakibat kematian. Kerugian tersebut dapat diukur

6
dengan besarnya biaya yang dikeluarkan bagi terjadinya kecelakaan. Biaya tersebut

dibagi menjadi:

1. Biaya langsung

- Biaya pemberian pertolongan pertama bagi kecelakaan

- Pengobatan

- Perawatan

- Biaya rumah sakit

- Biaya angkutan

- Upah selama tidak mampu kerja

- Kompensasi cacat

- Biaya perbaikan alat-alat/mesin

- Biaya keerusakan bahan-bahan

2. Biaya tersembunyi

Meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada waktu atau beberapa waktu

setelah kecelakaan terjadi.

- Biaya berhentinya proses produksi oleh karena pekerja-pekerja lainnya menolong

atau tertarik oleh peristiwa kecelakaan itu.

- Biaya untuk mengganti orang yang sedang menderita oleh karena kecelakaan

dengan orang baru yang belum bisa bekerja di tempat itu.

Untuk besarnya kerugian akibat kecelakaan kerja dalam proses produksi pada

suatu perusahaan bisa di gambarkan dengan teori gunung es, seperti di bawah:

7
Biaya kecelakaan dan penyakit

 Pengobatan/perawatan

 Gaji (biaya di ansuransikan)

 Kerusakan gangguan

 Kerusakan peralatan dan perkakas

 Kerusakan produk dan material

 Terlambat dan ganguan produksi

 Biaya legal hukum

 Waktu untuk penyelidikan

 Sewa peralatan

 Gaji terus dibayar untuk waktu yang hilang

 Biaya pemakaian pekerja pengganti

 Upah lembur

 Berkurangnya hasil produksi akibat dari

Gambar 2.1 Teori Gunung Es

(Sumber : Dasar-dasar K3)

Pada gambar di atas diketahui dampak yang besar dari kecelakaan kerja yang terjadi.

Karena banyak kecelakaan-kecelakaan besar dengan kerugian besar biasanya dilaporkan

sedangkan kecelakaan-kecelakaan kecil tidak dilaporkan. Padahal peristiwa peristiwa

kecelakaan kecil adalah 10 kali kejadian kecelakaan besar. Maka dari itu, kecelakaan-

kecelakaan kecil menyebabkan kecelakaan besar pula, manakala dijumlahkan secara

keseluruhan. (Suma’mur, 1987)

Sejak revolusi industri di inggris dimana banyak terjadi kecelakaan dan banyak

membawa korban para pengusaha pada waktu itu berpendapat bahwa hal tersebut

merupakan salah satu bagian dari resiko pekerjaan dan bagi pengusaha hal tersebut

8
dapat mudah ditangani dengan mempekerjakan pekerja baru. Akhirnya banyak orang

berpendapat bahwa membiarkan korban berjatuhan dalam bekerja apalagi tanpa ganti

rugi merupakan tindakan yang tidak manusiawi. Para pekerja mendesak pengusaha

untuk mengambil langkah-langkah positif untuk menanggulangi masalah tersebut.

Yang diusahakan pertama adalah memberikan perawatan kepada para korban dengan

motif berdasarkan peri kemanusiaan. Pada tahun dimana Amerika Serikat mulai

memberlakukan Workers’ Compensation Law (pada awal abad 20an) disebutkan bahwa

tidak memandang apakah kecelakaan tersebut terjadi akibat kesalahan si korban

maupun tidak, yang bersangkutan akan mendapat ganti rugi, jika terjadi dalam

pekerjaan. Undang-undang ini menandai permulaan pencegahan kecelakaan yang lebih

terarah.

Di Inggris mulanya aturan perundangan yang hampir sama telah juga diberlakukan,

namun harus dibuktikan bahwa kecelakaan tersebut dikarenakan oleh si korban maka

tidak akan mendapatkan ganti rugi. Akhirnya peraturan tersebut diubah dengan tidak

memandang apakah si korban salah atau tidak.

Berlakunya peraturan perundangan ini dianggap sebagai permulaaan dari gerakan

keselamatan kerja yang menjadi dasar dari usaha pencegahan kecelakaan di industri.

HW Heinrich (1959) dalam bukunya yang berjudul “Industrial Accident

Prevention”, dianggap sebagai salah satu titik awal yang bersejarah bagi semua gerakan

keselamatan kerja yang terorganisir dan terarah. Pada hakekatnya prinsip-prinsip yang

dikemukakan merupakan unsur bagi program keselamatan kerja yang berlaku saat ini.

9
Penggambaran logika terjadinya kecelakaan sebagai Domino Theory Model atau teori

domino seperti tampak pada gambar 2.2 dimana setiap kejadian kecelakaan, ada

hubungan mata rantai sebab-akibat (Domino Sequence).

Gambar 2.2 Domino Theory Model

Sumber : Heirich, HW 1959

Maka dalam hal ini ada dua permasalahan penting, yaitu:

1. Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan.

2. Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilaksanakan.

Kecelakaan menyebabkan lima jenis kerugian, yaitu kerusakan, kekacauan

organisasi, keluhan dan kesedihan, kelainan dan cacat serta kematian. Kecelakaan

ada sebabnya. Cara penggolongan sebab-sebab kecelakaan di berbagai negara tidak

sama, namun ada kesamaan umum (Suma’mur, Dr, MSC, 1987).

10
Kecelakaan disebabkan oleh 2 golongan penyebab, yaitu:

1. Unsafe Action

Adalah tindakan dua perbuatan manusia ang berbahaya yang disebabkan oleh

kurangnya pengetahuan, keterampilan serta sikap dan tingkah laku yang tidak

aman. Faktor ini dipengaruhi oleh:

a. Tingkat pendidikan

Tingkat pengetahuan atau pendidikan sangat berkaitan dengan

kemampuan intelektualnya dan hal ini dapat mempengaruhi keuletan dalam

pekerjaan. Tingkat pendidikan sangat mempengarui kemampuan dalam

berpikir dalam bekerja serta dalam menerima latihan kerja termasuk

bagaimana cara menghindari terjadinya kecelakaan saat bekerja.

b. Keterampilan kerja

Pengetahuan tentang cara kerja dari prakteknya untuk menghindari serta

pengenalan terhadap aspek kerjanya secara terperinci sampai pada hal

termasuk keselamatannya.

c. Sikap dan tingkah laku

Faktor usia dan faktor psikologis sangat berpengaruh terhadap kecelakaan

kerja.

d. Status tenaga kerja

Status pekerjaan yang mantap akan membuat pekerja lebih tenang dalam

bekerja, tidak khawatir akan dikeluarkan dari pekerjaannya serta ditunjang

dari kepastian upah yang diterima.

11
e. Masa Kerja

Pekerja baru yang minim pengalaman dan belum sepenuhnya dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungan kerjanya lebih cenderung tertimpa

kecelakaan kerja daripada pekerja yang mempunyai masa kerja lebih lama

dan kenyang pengalaman dan keahlian.

f. Lama kerja

Lama orang bekerja rata-rata 6-8 jam atau 40 jam per minggu. Tetapi jika

melebihi waktu kerja diatas akan meningkatnya beban kerja yang dihadapi

oleh tenaga kerja sehingga menurunkan konsentrasi pekerja karena

mengalami kelelahan sehingga meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan

kerja.

Contoh perbuatan tidak aman (unsafe action) :

a. Tidak menggunakan alat pelindung diri (APD)

b. Menggunakan peralatan yang sudah rusak

c. Bekerja dibawah pengaruh alkohol, obat-obatan terlarang

d. Bekerja diluar kemampuannya

e. Mengoperasikan alat yang bukan wewenangnya

2. Unsafe Condition

adalah kondisi yang berbahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan

kerja. Faktor ini dipengaruhi oleh :

a. Faktor mekanik / peralatan, contoh:

1) Peralatan / mesin yang sudah rusak

12
2) Pelindung mesin yang kurang memadai

b. Faktor lingkungan kerja

1) Lingkungan kerja fisik, seperti : suhu, tekanan, panas, kebisingan,

pencahayaan, kelembaban.

2) Lingkungan kerja kimia, seperti : penggunaan bahan kimia berbahaya,

misalnya SOB2B, HB2BSOB4B.

3) Lingkungan kerja biologis, seperti : adanya jamur, bakteri, virus atau

kuman-kuman patogen yang berbahaya.

Selain disebabkan 2 hal diatas, kecelakaan kerja juga bisa disebabkan dari sistem

manajemen yang mengaturnya. Pada akhirnya langsung ataupun tidak, semua

kecelakaan adalah dikarenakan oleh faktor manusia itu sendiri.

B. Penyebab dan Klasifikasi Kecelakaan Kerja

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja

Menurut Suma’mur (1989) menyatakan bahwa kecelakaan kerja yang terjadi dapat

disebabkan oleh dua faktor, yaitu :

1) Faktor manusia meliputi aturan kerja, kemapuan pekerja (usia masa

kerja/pengalaman, kurangnya kecakapan dan lambatnya mengambil keputusan),

disiplin kerja, perbuatan-perbuatan yang mendatangkan kecelakaan, ketidak

cocokan fisik dan mental. Kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh pekerja dan

karena sikap yang tidak wajar seperti terlalu berani, sembrono, tidak

mengindahkan instruksi, kelalaian, melamun, tidak mau bekerja sama, dan kurang

sabar. Kekurangan kecakapan untuk mengerjakan sesuatu karena tidak mendapat

13
pelajaran mengenai pekerjaan. Kurang sehat fisik dan mental seperti adanya cacat,

kelelahan dan penyakit.

2) Faktor mekanik lingkungan, letak mesin, tidak diengkapi dengn alat pelindung

diri, alat pelindung tidak dipakai, alat-alat kerja yang tellah rusak. Lingkungan

kerja berpengaruh besar terhadap moral pekerja. Faktor-faktor keadaanya

lingkungan kerja yang penting dalam kecelakaan kerja terdiri dari pemelihaaraan

rumah tangga (house keeping), kesalahan disini terletak pada rencana tempat

kerja, cara menyimpan bahan baku dan alat kerja tidak pada tempatnya, lantai

yang kotor dan licin. Ventilasi yang tidak sempurna sehingga ruangan kerja

terdapat debu, keadaan lembab yang tinggi sehingga orang merasa tidak enak

kerja. Pencahayaan yang tidak sempurna misalnya ruangan gelap, terdapat

kesilauan dan tidak ada pencahayaan setempat.

2. Klasifikasi kecelakaan akibat kerja

Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut International Labour Organization

(ILO) tahun 1962 (Suma’mur 1987) adalah :

1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan : terjatuh, tertimpa benda jatuh, terjepit oleh

benda, pengaruh suhu tinggi, terkena arus listrik, kontak dengan bahaya atau

radiasi, jenis-jenis lain yang belum masuk klasifikasi tersebut.

2. Klasifikasi menurut penyebab : mesin (pembangkit tenaga, mesin transmisi, mesin

pengolah kayu, mesin pertanian, mesin pertambangan), alat angkut dan angkat

(mesin angkat dan peralatannya, alat angkutan diatas rel, alat angkutan lain yang

beroda kecuali kereta api, alat angkutan udara, alat angkutan air), peralatan lain

(instalasi listrik, instalasi pendingin, bejana bertekanan, perancah), bahan-bahan

14
peledak, zat kimia dan radiasi, lingkungan kerja (diluar bangunan, didalam

bangunan, dibawah tanah), penyebab lain yang belum termasuk golongan diatas

(hewan).

3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan : patah tulang, dislokasi, memar, luka

bakar, amputasi, keracunan, regang otot, luka di permukaan, akibat cuacah.

4. Klasifikasi menurut letak luka atau kelainan ditubuh : kepala, leher, badan, anggota

tubuh atas, anggota tubuh bawah.

Dari penyelidikan-penyelidikan ternyata faktor manusia dalam timbulnya

kecelakaan memiliki nilai sebesar 80 - 85% disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan

manusia (Suma’mur, 1987). Secara langsung ataupun tidak kesalahan tersebut

mungkin saja dibuat oleh manusia itu sendiri seperti kesalahan design, kesalahan

petugas dalam melakukan perawatan dan perbaikan, dan lain-lain. Upaya untuk

mencari sebab kecelakaan disebut analisa sebab kecelakaan. Analisa ini dilakukan

dengan mengadakan penyelidikan atau pemeriksaan terhadap peristiwa kecelakaan.

Dalam melakukan analisa kecelakaan harus secara tepat dan jelas diketahui,

bagaimana dan mengapa terjadi.

C. Kerugian oleh karena kecelakaan

Korban kecelakaan mengeluh dan menderita, sedangkan sesama pekerja ikut

bersedih dan berduka cita. Kecelakaan seringkali disertai terjadinya luka, kelainan tubuh,

cacat bahkan juga kematian. Gangguan terhadap pekerja demikian adalah suatu kerugian

besar bagi pekerja dan juga keluarganya serta perusahaan tempat ia bekerja. Tiap

15
kecelakaan merupaan suatu kerugian yang antara lain tergambar dari pengeluaran dan

besarnya biaya kecelakaan.

Biaya yang dikeluarkan akibat terjadinya kecelakaan seringkali sangat besar,

padahal biaya tersebut bukan semata-mata beban suatu perusahaan melainkan juga beban

masyarakat dan negara secara keseluruhan. Biaya ini dapat dibagi menjadi biaya

langsung meliputi biaya atau P3K, pengobatan, perawatan, biaya angkutan, upah selama

tidak mampu bekerja, kompensasi cacat, biaya atas kerusakan bahan, perlengkapan,

peralatan, mesin dan biaya tersembunyi meliputi seagala sesuatu yang tidak terlihat pada

waktu dan beberapa waktu pasca kecelakaan terjadi, seperti berhentinya operasi

perusahaan oleh karena pekerja lainnya menlong korban, biaya yang harus

diperhitungkan untuk mengganti orang yang ditimpa kecelakaan dan sedang sakit serta

berada dalam perawatan dengan orang baru yang belum biasa bekerja pada pekerjaan di

tempat terjadinya kecelakaan (Suma’mur, 2009).

D. Pencegahan kecelakaan kerja

Pencegahan kecelakaan berdasarkan pengetahuan tentang penyebab kecelakaan.

Sebab-sebab kecelakaan pada suatu perusahaan diketahui dengan mengadakan analisis

setiap kecelakaan yang terjadi. Metode analisi penyebab kecelakaan harus benar-benar

diketahui dan diterapakan sebagaimana mestinya. Selain analisis mengenai penyebab

terjadinya suatu peristiwa kecelakaan, untuk pencegahan kecelakaan kerja sangat penting

artinya dilakukan identifikasi bahaya yang terdapat dan mungkin menimbulkan insiden

kecelakaan diperusahaan serta mengakses besarnya risiko bahaya.

16
Pencegahan kecelakaan kerja menurut Suma’mur (2009) ditujukan kepada

lingkungan, mesin, peralatan kerja, perlengkapan kerja dan tertutama faktor manusia.

1. Lingkungan, Syarat lingkungan kerja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

a. Memenuhi syarat aman, meliputi higiene umum, sanitasi, ventilasi udara,

pencahayaan dan penerangan di tempat kerja dan pengaturan suhu udara ruang kerja.

b. Memenuhi syarat kesalamatan, meliputi kondisi gedung dan tempat kerja yang dapat

menjamin keselamatan.

c. Memenuhi penyelenggaraan ketata rumah tanggaan, meliputi pengaturan

penyimpanan barang, penempatan dan pemasangan mesin, penggunaan tempat dan

ruangan.

2. Mesin dan peralatan kerja

Mesin dan peralatan kerja harus didasarkan pada perencanaan yang baik dengan

memperhatikan ketentuan yang berlaku. Perencanaan yang baik terlihat dari baiknya

pagar atau tutup pengaman pada bagian-bagian mesin atau perkakas yang bergerak,

antara lain bagian yang berputar. Bila pagar atau tutup pengaman telah terpasar, harus

diketahui dengan pasti efektif tidaknya pagar atau tutup pengaman tersebut mesin atau

alat serta perkakas yang terhadap yang terhadapnya keselamatan pekerja dilindungi.

3. Perlengkapan kerja

Alat pelindung diri merupakan perlengkapan kerja yang harus terpenuhi bagi

pekerja. Alat pelindung diri berupa pakaian kerja, kacamata, sarung tangan, yang

kesemuanya harus cocok ukurannya sehingga menimbulkan kenyamanan dalam

penggunaannya.

17
4. Faktor manusia

Pencegahan kecelakaan terhadap faktor manusia meliputi peraturan kerja,

mempertimbangkan batas kemampuan dan ketrampilan pekerja, meniadakan hal-hal

yang mengurangi konsentrasi kerja, menegakkan displin kerja, mengindari perbuatan

yang mendatangkan kecelakaan serta meghilangkan adanya ketidakcocokan fisik dan

mental.

E. Hirarki pengendalian bahaya

Pada kegiatan pengkajian resiko, hirarki pengendalian (hierarchy of control)

merupakan salah satu hal yang sangat diperhatikan. Pemilihan hirarki pengendalian

memberikan manfaat secara efektifitas dan efisiensi sehingga resiko menurun dan

menjadi resiko yang bisa diterima (acceptable risk) bagi suatu organisasi. Secara

efektifitas, hirarki kontrol pertama diyakini memberikan efektifitas yang lebih tinggi

dibandingkan hirarki yang kedu. Hirarki pengendalian ini memiliki dua dasar pemikiran

dalam menurunkan resiko yaitu melalui menurkan probalitas kecelakaan atau paparan

serta menurkan tingkat keperahan suatu kecelakaan atau paparan.

Pada ANSI Z10: 2005, hirarki pengendalian dalam sistem manajemen

keselamatan, kesehatan kerja antara lain :

1. Eliminasi.

Hirarki teratas yaitu eliminasi/menghilangkan bahaya dilakukan pada saat desain,

tujuannya adalah untuk menghilangkan kemungkinan kesalahan manusia dalam

menjalankan suatu sistem karena adanya kekuranagan pada desain. Penghilangan bahaya

merupakan metode yang paling efektif sehingga tidak hanya mengandalkan prilaku

18
pekerja dalam menghindari resiko, namun demikian, penghapusan benar-benar terhadap

bahaya tidak selalu praktis dan ekonomis.

Contoh-contoh eliminasii bahaya yang dapat dilakukan misalnya: bahaya jatuh, bahaya

ergonomi, bahaya ruang terbatas, bahaya bising, bahay kimia.

2. Substitusi.

Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses, operasi

ataupun peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Dengan

pengendalian ini menurukan bahaya dan resiko minimal melalui desain sistem ataupun

desain ulang. Beberapa contoh aplikasi substitusi misalnya: sistem otomatisasi pada mesn

untuk mengurangi interaksi mesin-mesin berbahaya dengn operator, menggunakan bahan

pembersih kimia yang kurang berbahaya, menguranngi kecepatan, kekuatan serta arus

listrik, mengganti bahan bku padat yang menimbulkan debu menjadi bahan cair atau

basah.

3. Pengendalian tehnik/engineering control

Pengendalian ini dillakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan pekerja

serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian ini terpasang dalam

suatu unit sistem mesin atau peralatan. Contoh-contoh implementasi metode ini misal

adalah adanya penutup mesin/machine guard, circuit breaker, interlock system, start-up

alarm, ventiation system, sensor, sound enclousure.

4. Sistem peringatan/warning system

Adalah pengendalian bahaya yang dilakukan dengan memberikan peringatan,

instruksi, tanda, label yang akan membuat orang waspada akan adanya bahaya dilokasi

tersebut. Sangatlah penting bagi semua orang mengetahui dan memperhatikan tanda-

19
tanda peringatan yang ada dilokasi kerja sehingga mereka dapat mengantisipasi adanya

bahaya yang akan memberikan dampak kepadanya. Aplikasi di dunia industri untuk

pengendalian jenis ini antara lain berupa alarm system, detektor asap, tanda peringatan

(penggunaan APD spesifik, jalur evakuasi, area listrik tegangan tinggi, dll).

5. Pengendalian administratif

Kontrol administratif ditujukan pengendalian dari sisi orang yang akan melakukan

pekerjaan, dengan dikendalikan metode kerja diharapkan orang akan mematuhi, memliki

kemampuan dan keahlian cukup untuk menyelesaikan pekerjaan secara aman. Jenis

pengendalian ini antara lain seleksi karyawan, adanya standart operasi baku (SOP),

pelatihan, pengawasan, moditifikasi perilaku, jadwal kerja, rotasi kerja, pemeliharaan,

manajemen perubahan, jadwal iistirahat, investigasi dll.

6. Alat pelindung diri

Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan hal yang paling tidak

efektif dalam pengendalian bahaya, dan APD hanya berfungsi untuk mengurangi resiko

dari dampak bahaya. Karena sifatnya hanya mengurangi, perlu dihindari ketergantungan

hanya mengandalkan alat pelindung diri dalam ketergantungan hanya mengandalakan alat

pelindung diri dalam menyelesaikan setiap pekerjaan. Alat pelindung diri dalam

menyelesaikan setiap pekerjaan. Alat pelindung diri Mandatory adalah antara lain: topi

keselamatan (helmet), kaca mata keselamatan, masker, sarung tangan, earplug, pakaian

(uniform) dan sepatu keselamatan. Dan APD yang lain yang dibutuhkan untuk kondisi

khusus, yang membutuhkan perlindungan lebih misalnya: faceshield, respirator, SCBA

(Self Content Breathing Aparatus), dll.

20
Pemeliharaan dan pelatihan menggunakan alat pelindung diri pun sangat

dibutuhkan untuk meningkatkan efektifitas manfaat dari alat tersebut. Dalam aplikasi

pengendalian bahaya, selain kita berfokus pada hirarkinya tentunya dipikirkan pula

kombinasi beberapa pengendalian lainnya agar efektifitas tinggi sehingga bahaya dan

resiko yang akan semakin kecil untuk menimbulkan kecelakaaan. Sebagai misal adanya

unit mesin baru yang sebelumnya memiliki kebisingan 100 dBA diberikan enclousure

(dengan metode engineering control) sehingga memliki kebisingan 90 dBA, selain itu

ditambahkan pula safety sign dilokasi kerja adanya preventive maintenance untuk

menjaga keandalan mesin dan kebisingan terjaga, pengukuran kebisingan secara berkala,

diberikan pelatihan dan penggunaan earplug yang sesuai.

F. Landasan Hukum

1. Undang-undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2 : ”Tiap-tiap warga Negara berhak atas

pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”

2. UU Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

3. UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 86 : ” Setiap pekerja / buruh

mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan

kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat

manusia serta nilai-nilai agama.

G. Metode Analisa Kecelakaan

Salah satu langkah yang dapat ditempuh sebagai upaya untuk mencegah

terjadinya kecelakaan adalah dengan cara melakukan analisa terhadap suatu kecelakaan

21
yang terjadi dan melakukan pencegahan yang efektif terhadap timbulnya kecelakaan yang

serupa di masa yang akan datang. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan serta

teknologi saat ini berbagai macam metode untuk menganalisa suatu kecelakaan telah

dikemukakan baik oleh lembaga maupun oleh riset perorangan.

Dalam bukunya yang berjudul Failure in Safety-Critical System: A Handbook of

Incident and Accident Reporting, Chris Johnson menyebutkan terdapat beberapa metode

analisa kecelakaan dengan melalui pendekatan-pendekatan tertentu seperti: pendekatan

berdasarkan kejadian, pendekatan chek list, pendekatan permodelan sebab secara

matematis, dan dengan pendekatan perbandingan. Salah satu metode analisa tersebut

dengan menggunakan pendakatan berdasarkan kejadian adalah metode Why Because

Analysis (WBA) dan Technique of Operating Review Analysis (TOR).

1. Why Because Analysis (WBA)

Why Because Analysis adalah suatu metode yang memberikan kerangka analisis

secara menyeluruh dan lengkap terhadap kegagalan sistem dan penyimpulan tingkat

keselamtan sistem. Diana suatu kecelakaan telah terjadi sehingga ada suatu proses untuk

menemukan dan meneliti semua kelancaran dalam mengambil nilai tertentu. Sebagian

dari kecenderungan dan nilai ini memiliki efek menyebabkan yang lain (why-because),

tetapi proses yang ada bukan merupakan alternative untuk memprtimbangkan suatu

tindakan analisa.

Analisa WBA ini dipengaruhi oleh faktor discrete/pemisah yang dinamakan WB-

graph. Faktor ini digunakan sebagai alat untuk mengukur penentuan suatu ukuran analisa

sehingga lebih mudah dan melakukan langkah selanjutnya sehingga kecelakaan tersebut

22
tidak terulang. Konsep Why-Because Analysis (WBA) yaitu menyusun WB-graph dan

verifikasi (Chris Johnson, 2003). Langkah-langkah proses Why Because Analysis

adalah:

1) Menyusun metode WB-Graph

Yaitu merupakan gambaran skenario kegagalan yang merupakan pernyataan

lengkap relasi kausal dari semua event dan state yang signifikan untuk menjelaskan

skenario kegagalan. Dimana dengan format yang isi materinya berupa:

a. Membuat daftar (WB-List) dari semua event dan state sebagai kandidat faktor

kausal yang signifikan menyebabkan suatu kejadian.

b. Menentukan relasi kausal dari semua event dan state dengan menggunakan tes

logika.

Contoh :

Mengapa A karena C

Mengapa B karena C

Maka A dan B terjadi karena C

2) Verifikasi

Yaitu dilakukan pembuktian formal ang memungkinkan pembuktian secara

menyeluruh bahwa:

a. Relasi kausal yang dijabarkan satu persatu (assertation) dalam WB-Graph adalah

benar.

b. Faktor kausal yang telah teridentifikasi cukup untuk memberikan penjelasan

kausal bahwa setiap fakta bukan merupakan faktor kausal utama (root causal

factor).

23
Simbol-simbol yang ada dalam WBA ini antara lain persegi panjang yang memiliki

arti event atau kejadian, hexagonal yang menandakan state atau kondisi, oktagonal yang

artinya kegiatan proses. Untuk menghubungkan antara state dengan event maupun

process digunakan tanda arah berupa anak panah yang artinya adalah penyebab langsung,

simbol-simbol yang menggunakan garis putus-putus mempunyai arti bahwa kejadian atau

kondisi yang digambarkan merupakan asumsi dari peneliti dan tanda arah anak panah

yang berupa garis putus-putus memiliki arti penyebab tidak langsung (Peter B. Ladkin,

2002)

Untuk membedakan dan merepresentasikan setiap faktor yang signikan dalam sebuah

kejadian, ada beberapa jenis faktor kausal dalam WBA:

1. State merupakan suatu keadaan dalam sistem yang dibentuk oleh struktur dan

perilakunya dalam suatu durasi waktu.

2. Event merupakan sesuatu yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam state.

3. Proses merupakan gabungan antara state dengan event yang terikat dalam durasi waktu

tertentu dan menjelaskan suatu tindakan.

4. Non-Events merupakan event yang tidak terjadi tetapi yang sepatutnya terjadi.

Faktor-faktor kausal ini disebut sebagai simpul (node) dan terhubung satu sama lain

dengan relasi kausalitas.

24
Event

State

Proses

Penyebab Langsung

- - - - - - - Penyebab Tak Langsung - - - - -

Gambar 2.3 Simbol – simbol dalam WBA.

(sumber : www.rus.uni-bielefeld.de)

2. Technique of Operating Review (TOR)

TOR pada awalnya dikenalkan oleh Weaver pada tahun 1973 sebagai alat

pencegah kecelakaan dan pelatihan diagnostik. TOR juga dapat digunakan sebagai

teknik investigasi kecelakaan. Fokus analisa TOR dalah pada kegagalan sistem, dan

pencarian untuk mengidentifikasi kegagalan manajemen. TOR bukanlah suatu teoritis

tetapi merupakan teknik tinjauan ulang yang diuraikan dengan pengalaman manjemen

yang terbuka dan faktor pengawasan didalam suatu sistem operasi. TOR digunakan

25
sebagai analisa kecelakaan yang cara pelaksanaannya dengan membentuk team atau

kelompok.

Langkah-langkah didalam proses analisa TOR(AD Livinston, G Jackson & K.

Priestley : Root Cause Literature, 2001) yaitu :

1) Menentukan fakta

Semua faka yang mendukung terjadinya kecelakaan harus sudah diketahui dan

ditetapkan kemudian dilanjutkan pada tahap selanjutnya.

2) Menyelidiki penyebab utama:

a. Memutuskan penyebab utama kesalahan yang menyebabkan peristiwa itu

terjadi.

b. TOR worksheet dipusatkan pada manajemen dan faktor pengawasan dalam

suatu sistem operasi.

3) Menghapus penyebab tidak penting.

Salah satu proses yang telah dilengkapi dengan daftar sepuuh atau lebih sebab

utama yang mendukung terjadinya peristiwa tersebut. Team harus mendiskusikan

secara lebih detil untuk mengurangi daftar penyebab yang tidak penting.

4) Mengidentifikasi tindakan realistis.

Ketika lingkup masalah telah dikenalai dan ditinjau, team harus dapat

megidentifikasi tindakan korektif realistis yang diambil. Jika team terdiri dari

karyawan tidak semua tindakan segera dikendalikan. Pimpinan team manajemen,

melalui organisasi harus mengadakan pelaporan atas tindakan korektif realistis

yang diambil tersebut.

26
TOR Worksheet terdiri dari 8 area fungsional, yaitu :

1. Coaching

2. Responsibility

3. Authority

4. Supervision

5. Disorder

6. Operational

7. Personal traits

8. Management

Tiap-tiap area fungsional memiliki beberapa item yang didalamnya memiliki

keterkaitan antara satu dengan yang lainnya (ditunjukkan oleh angka-angka di sebelah

kanan masing-masing item).

Berikut ini adalah item-item yang ada didalam 8 area fungsional yang diambil

dari M. Paradies, P. Haas dan M. Terranova (1993). Development of the NRC’s

Human Performance Investigation Process (HPIP). NUREG/CR-5455 SI-92-101. Vol

3:

Tabel 2.1 TOR Worksheet

N Coaching Responsibility Authorit Supervision Disorder Operationa Personal Management

o y l Traits

Sumber : (Bushriyadi, 2009)

H. Sampel Acak Sistematis

27
Hakikat dari pengambilan sampel secara acak sederhana adalah bahwa setiap

anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi

sebagai sampel. Apabila besarnya sampel yang diinginkan itu berbeda-beda, maka

besarnya kesempatan bagi setiap satuan elementer untuk terpilihpun berbeda-beda pula.

Teknik pengambilan sampel secara acak sederhana ini yaitu, dengan mengundi anggota

populasi (lottery technique) atau teknik undian (Notoatmodjo, 20012).

Pengambilan sampel dengan cara acak tanpa memperhatikan starata yang ada

dalam anggota populasi. Cara ini dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen.

Maka diambil secara random kemudian didapatkan sampel yang representatif.

Pengambilannya dapat dilakukan lotere dan penentuan proporsi dapat dilakukan dengan

subyektifitas peneliti. (Hidayat, 2010). Sebagai contoh aplikasi sampel acak sistematis

adalah sebagai berikut :

xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

Populasi Sampel

Gambar 2.4 Contoh aplikasi sampel acak sistematis

Sumber : Hidayat, 2010

I. Estimasi proporsi populasi

28
Proporsi merupakan perbandingan antara terjadinya suatu peristiwa dengan semua

kemungkinan peristiwa yang bisa terjadi. Besaran proporsi dalam semua kemungkinaan

peristiwa yang bisa terjadi. Besaran proporsi dalam sampel banyak dipakai dalam

penelitian untuk mengestimasi proporsi dalam populasi. (Lilyana, 2008).

J. Penentuan untuk ukuran sample

Banyak pendapat yang mengatakan bahwa untuk memperoleh ukuran sampel

yang representatif diperlukan ukuran sampel yang besar. Namun demikian sampel dapat

berbeda-beda dalam penentuan ukuran sampel dipengaruhi oleh variasi populasi, dan

keyakinan penenlitian dalam melakukan estimasi. Menurut Gay dan Diehl (1996) dalam

Kuncoro (2003) secara umum jumlah sampel minimalis yang dapat diterima untuk suatu

studi tergantung dari jenis studi yang dilakukan. Untuk studi deskriptif, sampel 10% dari

populasi dianggap merupakan jumlah minimal (Ridha Saputra, 2010).

29

Anda mungkin juga menyukai