Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. MH

Tempat, Tanggal lahir : Banjarmasin, 5 Juni 1998

Usia : 20 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Alamat : Sungai Cuka RT 2, Satui, Tanah Bumbu

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Pengantar Barang

Agama : Islam

Suku / Bangsa : Banjar / Indonesia

Status Perkawinan : Menikah

Tanggal Pemeriksaan : 5 November 2018

II. RIWAYAT PSIKIATRIK

Diperoleh dari autoanamnesis dan heteroanamnesis pada hari Senin 5

November 2018 pada jam 11:30 WITA di IGD RSJ Sambang Lihum.

A. KELUHAN UTAMA / ALASAN UTAMA

Memakai NAPZA

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Autoanamnesis

Pasien datang ke IGD Sambang Lihum dengan diantar keluarga karena

mengonsumsi obat-obatan NAPZA. Menurut pengakuan pasien, pasien tidak bisa

menahan keinginan untuk memakai obat terus-menerus dan bila tidak memakai

1
obat, pasien akan menjadi sangat gelisah dan nyeri disekujur tubuhnya. Pasien

mengaku telah lama mengonsumsi obat-obatan dan minuman keras sejak 10 tahun

SMRS saat pasien masih sekolah. Selain itu pasien juga mengaku akan mengalami

nyeri badan dan susah tidur bila tidak mengonsumsi obat-obatan tersebut, bahkan

sampai menyebabkan pasien tidak tidur sama sekali.

Pasien juga mengaku obat-obatan yang telah dia konsumsi sebagai berikut :

- Lem Fox, penggunaan sejak tahun 2008 hingga 1 hari SMRS,

penggunaan setiap malam sebanyak 1 kantong kecil.

- Samcodin, pasien lupa sejak dari tahun berapa, tetapi penggunaan terus

berlanjut hingga 1 bulan SMRS, penggunaan hampir setiap hari awalnya

hanya 4 biji per hari hingga saat ini sebanyak 12 biji per hari.

- Komix, pasien lupa sejak dari tahun berapa, tetapi penggunaan terus

berlanjut hingga 1 bulan SMRS, awalnya sebanyak 5 sacchet per hari

hingga saat ini penggunaan hampir setiap hari sebanyak 15 sachet per

hari.

- Zenith, penggunaan sejak tahun 2015 hingga 1 hari SMRS, awalnya

sebanyak 2x per bulan hingga saat ini penggunaan sebanyak 5x per

minggu sebanyak 10 tablet.

- Alkohol, penggunaan sejak sekitar awal 2018 hingga 1 minggu SMRS,

awalnya penggunaan sebanyak 1x per minggu sebanyak ½ botol, hingga

saat ini penggunaan sebanyak 1x per minggu sebanyak 1 botol.

Pasien mengaku awal mula megosumsi obat-obatan tersebut karena ikut-

ikutan saat diajak teman. Kemudian pasien mengosumsi saat merasa pusing dan

2
punya masalah. Hingga akhirnya kini pasien rutin menggunakan karena kebiasaan

setiap hari. Menurut pasien awalnya jumlah dan frekuensi mengosumsi zat-zat

tersebut tidak sebanyak saat ini. Namun pasien mengaku bahwa terkadang

mempunyai keinginan yang kuat untuk semakin menambah jumlahnya

dikarenakan dosis yang sedikit membuat pasien merasa kurang puas dan gelisah.

Pasien akhir-akhir ini mendengarkan bisikan “Diam kau diam!” dan “ku bunuh”,

tetapi pasien tidak pernah terpikir untuk membahayakan dirinya. Pasien

sebenarnya sadar bahwa apa yang dilakukannya salah, dan pasien berniat ingin

berhenti mengosumsi namun pasien merasa kesakitan apabila mencoba untuk

berhenti mengosumsi obat-obatan tersebut.

Heteroanamnesis (dengan istri pasien)

Pasien diantar keluarga karena riwayat konsumsi NAPZA sejak usia

sekolah, namun istri pasien juga mengaku baru mengetahui 2 hari SMRS, pasien

tampak sangat gelisah dan berubah drastis perilakunya dimulai dari mengamuk

hingga menangis dalam satu malam sejak 1 minggu yang lalu, bahkan pasien juga

ada menendang istrinya. Istri pasien mengatakan bahwa pasien sebelumnya

pernah mengonsumsi NAPZA dan miras sebelum pernikahan, tetapi istri pasien

tidak mengetahui secara pasti sejak kapan. Istri juga mengaku bahwa dalam

seminggu terakhir pasien menggunakan NAPZA dan miras hampir setiap hari.

Menurut pernyataan tetangga, pasien sempat beberapa kali berkelahi pada

beberapa hari yang lalu saat tengah malam, dan hal itu diduga karena pasien

sedang mabuk. Selain itu pasien terkadang berbicara sendiri, tetapi tidak tau

apakah berbicara tersebut karena melihat bayangan atau karena mendengar suara-

3
suara. Pasien sempat berhenti menggunakan pada tahun 2016 selama 2 bulan,

namun pasien tidak tahan karena merasa gelisah dan tidak enak badan, sehingga

kembali melanjutkan untuk mengosumsi. Saat ini pasien juga mengalami

penurunan kualitas kerja, hal ini ditandai dengan pasien sudah tidak masuk kerja

selama beberapa hari. Istri menyangkal adanya masalah antara pasien dan

keluarganya, begitu pula permasalahan dengan pekerjaan maupun dengan teman

kerja pasien. Menurut istri kemungkinan besar pasien menjadi seperti ini karena

ikut-ikutan dengan teman-temannya sejak saat masih sekolah, yang mana dulunya

pasien pernah tinggal di daerah yang cukup kumuh dan banyak yang menjadi

pengguna. Riwayat melakukan tindakan yang membahayakan dirinya atau

percobaan bunuh diri disangkal.

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

 Riwayat Psikiatrik :

Pasien tidak ada riwayat menderita keluhan serupa sebelumnya.

 Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif :

Pasien ada riwayat merokok, mengkonsumsi alkohol dan NAPZA.

 Riwayat Penyakit Dahulu (medis) :

Pasien tidak memiliki riwayat dirawat di Rumah Sakit dengan sakit yang lama.

 Riwayat Kepribadian Sebelumnya

Pasien dan istrinya mengaku sebelumnya tidak cepat marah dan gelisah.

4
D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI

a) Riwayat Prenatal dan Perinatal :

Pasien merupakan anak ke 1 dari 4 bersaydara

b) Riwayat Infanticy/Masa Bayi (0-1,5 tahun) Basic Trust vs Mistrust

Berdasarkan anamnesa dengan pasien dan istri pasien, tidak ada

data yang didapat (pasien dan istri tidak tahu)

c) Riwayat Early Childhood/ Masa kanak (1,5-3 tahun) Autonomy vs

shame and doubt

Riwayat tumbuh kembang baik seperti anak seusianya. Tidak

ada keterlambatan dalam tumbuh kembangnya dan gizi

cukup. Tidak ada riwayat pernah demam tinggi yang

menyebabkan kejang, ataupun kejang tanpa sebab, tidak ada

riwayat trauma kepala.

d) Riwayat Pre School Age/ Masa Prasekolah (3-6 Tahun) Initiative Vs

Guilt

Pasien merupakan anak yang cukup rajin, penurut dan sering membantu

orang tua saat masih kecil.

e) Riwayat School Age/masa sekolah (6-12 tahun) Industry vs Inferiority

Pasien cukup aktif dalam bersosialisasi dengan teman-temannya

di sekolah. Pasien bersekolah dengan baik dan lulus SD.

f) Riwayat Adolescence (12-20 tahun) Identity vs Role diffusion/Identity

Confusion

Pasien tidak meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi

5
(SMP). Selama remaja, pasien menjadi seseorang yang

memiliki pergaulan bebas dan memiliki banyak teman tapi

dengan pergaulan dengan pengguna NAPZA dan alkohol.

E. RIWAYAT MASA DEWASA

1. Riwayat pendidikan : Pasien bersekolah sampai SD dan lulus.

2. Riwayat pekerjaan : Pasien bekerja sebagai pengantar barang

3. Riwayat perkawinan : Pasien sudah menikah selama 3 bulan

4. Riwayat keagamaan : Pasien beragama Islam, pasien jarang beribadah.

5. Riwayat psikoseksual : Pasien tidak mengaku ada penyimpangan seksual.

6. Riwayat aktivitas sosial : Pasien adalah seorang suka bergaul dengan

tetangga.

7. Riwayat hukum : Pasien belum pernah terlibat masalah hukum.

8. Riwayat penggunaan waktu luang : Pasien menghabiskan waktu luangnya

di rumah, tidak ada hobi.

9. Riwayat keluarga : Keluarga tidak ada yang memiliki riwayat

gangguan jiwa sebelumnya.

Genogram

Keterangan:

: Laki-laki

6
: Perempuan

: Pasien

: Meninggal

Pasien adalah anak pertama dari empat bersaudara, ayah pasien telah

meninggal.

F. RIWAYAT SITUASI SEKARANG

Pasien tinggal serumah bersama dengan istri.

G. PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN LINGKUNGAN

Pasien merasa tidak nyaman dengan keadaannya sekarang, karena pasien

mengeluhkan gelisah bila tidak memakai NAPZA dan sulit untuk mengontrol

emosi. Pasien tidak tahu cara untuk mengatasinya selain dengan memakai

NAPZA kembali.

Impian, fantasi dan nilai-nilai

Pasien berharap bisa menghentikan pemakaian NAPZA.

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LANJUT

1. Status Interna :

Tekanan darah : 110890 mmHg

Nadi : 78 kali/menit, reguler, kuat angkat

Frekuensi napas : 18 kali/menit

Suhu (aksila) : 36,6℃

7
 Kulit

Inspeksi : purpura (-), anemis (-), ikterik (-), hiperpigmentasi (+)

Palpasi : nodul (-), sklerosis (-), atrofi (-)

 Kepala dan Leher

Inspeksi : normosefali

Palpasi : pembesaran KGB (-/-), peningkatan JVP (-/-)

Auskultasi : bruit (-)

 Mata

Inspeksi :konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), merah(-),

perdarahan (-), mataberair (-), ptosis (-), Pandangan kabur (-/-),

pupil isokor kiri dan kanan.

Funduskopi : tidak dilakukan

 Telinga

Inspeksi : serumen minimal, sekret (-/-)

Palpasi : nyeri mastoid (-/-)

 Hidung

Inspeksi : epistaksis (-/-)

Palpasi : nyeri (-/-)

 Mulut

Inspeksi : perdarahan gusi (-), pucat (-), sianosis (-), stomatitis (-),

leukoplakia (-)

8
 Toraks

Inspeksi : simetris

Palpasi : fremitus vokal simetris

Perkusi : sonor

Auskultasi : suara napas vesikuler, wheezing (-/-), rhonki (-/-)

 Jantung

Inspeksi : iktus tidak tampak

Palpasi : iktus terab apada ICS V linea midclavicula sinistra

Perkusi : batas kanan: ICS IV linea sternalis dektra

Batas kiri: ICS V linea midklavikula sinistra

Auskultasi : S1 S2 tunggal, irama regular, murmur (-), gallop (-)

 Abdomen

Inspeksi : bentuk permukaan abdomen rata normal, sikatrik (-), striae (-),

hernia (-)

Auskultasi : peristaltik usus (+) normal 6x/ menit

Perkusi : timpani

Palpasi : shifting dullness (-), hepatomegali (-), splenomegali (-), massa

(-), Nyeri tekan (-)

 Punggung

Inspeksi : skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)

Palpasi : nyeri (-) nyeri ketok ginjal (-)

 Ekstremitas

Inspeksi : gerak sendi normal, deformitas (-), kemerahan (-), varises (-)

9
Palpasi : panas (-), nyeri (-), massa (-), edema (-)

2. Status Neurologis

Nervus I – XII : Dalam batas normal

Rangsang Meningeal : Tidak ada

Gejala peningkatan TIK : Tidak ada

Refleks Fisiologis : Dalam batas normal

Refleks patologis : Tidak ada

IV. STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum

1. Penampilan

Pasien laki - laki berusia 20 tahun, penampilan terawat dan berperawakan

terlihat kurus, mengenakan baju kaos berwarna putih, memakai celana berbahan

jeans, dan memakai sendal. Rambut pasien diwarnai. Penampilan terlihat sesuai

dengan usianya.

2. Kesadaran : composmentis

3. Perilaku dan aktivitas motorik : normoaktif

4. Pembicaraan

 Kualitatif : spontan, intonasi cukup, artikulasi jelas

 Kuantitatif : cukup, logore (-), blocking (-)

5. Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif

B. Keadaan Afektif, Perasaan, Ekspresi

 Mood : euthym

10
 Afek : luas

 Keserasian : serasi

C. Fungsi Sensorium dan Kognitif

 Kesadaran : jernih

 Daya konsentrasi : cukup baik

 Orientasi

Waktu : (+)

Tempat : (+)

Orang : (+)

Situasi : (+)

 Daya ingat

Segera : baik

Jangka pendek : baik

Jangka panjang : cukup baik

 Perhatian : baik

 Kemampuan membaca dan menulis : baik

 Kapasitas intelegensia : baik

 Kemampuan menolong diri sendiri : baik

D. Reaksi Emosional

1. Stabilitas : stabil

2. Pengendalian : pasien tidak dapat mengendalikan

keinginan untuk memakai NAPZA

3. Sungguh-sungguh/tdk : sungguh-sungguh

11
4. Dalam/dangkal : dalam

5. Empati : dapat diraba rasakan

E. Gangguan Persepsi

 Halusinasi A/V/G/T/O : (-)

 Ilusi A/V/G/T/O : (-)

 Depersonalisasi / derealisasi : -/-

F. Proses pikir

 Bentuk pikir : realistik

 Arus pikir : koheren

 Isi pikir :

o Preokupasi : (-)

o Waham : (-)

o Fobia : (-)

G. Pengendalian Impuls : tidak baik

H. Daya nilai

Daya nilai sosial : baik

Uji daya nilai : baik

I. Tilikan : tilikan 5

J. Taraf Dapat Dipercaya : dapat dipercaya

12
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Anamnesis :

 Pasien mengeluhkan gelisah karena ingin menggunakan NAPZA yang

tidak bisa dia tahan

Pemeriksaan Psikiatri :

 Kesadaran : composmentis

 Psikomotor : normoaktif

 Pembicaraan : Logorrhea (-), artikulasi jelas

 Mood : euthym

 Afek : luas

 Keserasian : serasi

 Ekspresi Emosi

Stabilitas : stabil

Pengendalian : Pasien tidak dapat mengendalikan keinginan untuk

memakai NAPZA

Sungguh-sungguh/tdk : sungguh-sungguh

Dalam/dangkal : dalam

Empati : dapat diraba rasakan

 Halusinasi: (-)

 Waham : (-)

 Tilikan : tilikan 5

13
VI. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

1. Aksis I : F19.2 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan

Zat multipel dan penggunaan zat psikoaktif lainnya +

Sindrom ketergantungan

2. Aksis II : None

3. Aksis III : None

4. Aksis IV : Masalah berkaitan lingkungan sosial

5. Aksis V : GAF scale 70-61,beberapa gejala ringan dan menetap,

disabilitas ringan dalam fungsi secara umum masih baik.

VII. DAFTAR MASALAH

A. Masalah terkait fisik

Tidak ditemukan adanya gangguan fisik

B. Masalah terkait psikologis

Adanya gangguan gelisah bila tidak memakai NAPZA

VIII. PROGNOSIS

Dubia ad bonam

IX. RENCANA TERAPI

Psikofarmaka :

PO Fluoxetin 20mg (1-0-0)

Clozapine 2mg 2x1

14
X. DISKUSI

Berdasarkan hasil anamnesa serta pemeriksaan status mental, dan merujuk

pada kriteria diagnostik dari PPDGJ III, penderita dalam kasus ini dapat

didiagnosa sebagai gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat dengan

sindrom ketergantungan (F19.2).

Penyalahgunaan zat adalah suatu perilaku mengonsumsi atau

menggunakan zat-zat tertentu yang dapat mengakibatkan bahaya pada diri sendiri

maupun orang lain. Penyalahgunaan zat merupakan suatu penyimpangan perilaku

yang mana disebabkan oleh kelainan susunan sistem saraf pusat sehingga dapat

mempengaruhi tingkah laku, memori, alam perasaan, dan proses pikir seseorang.

Menurut DSM, peyalahgunaan zat melibatkan pola penggunaan berulang yang

menghasilkan konsekuensi yang merusak. Konsekuensi yang merusak bisa

termasuk kegagalan untuk memenuhi tanggung jawab utama seseorang (misalnya:

sebagai pelajar, sebagai pekerja, atau sebagai orang tua), menempatkan diri dalam

situasi di mana penggunaan zat secara fisik berbahaya (contoh mencampur

minuman dan penggunaan obat), berhadapan dengan masalah hukum berulang

kali yang meningkat karena penggunaan obat. Memiliki masalah sosial atau

interpersonal yang kerap muncul karena pengunaan zat (contoh: berkelahi karena

mabuk) .1

Dalam DSM-IV-TR ketergantungan dan penyalahgunaan merupakan

manifestasi fisik dan psikologis dari penyakit akibat penggunaan obat- obatan

yang menyebabkan ketergantungan atau disalahgunakan. Kedua hal tersebut

merupakan masalah perilaku. Dengan kata lain, masalahnya bukan terletak pada

15
obat-obatan tersebut, tapi pada cara orang yang memakai obat- obatan tersebut.

Bahan-bahan yang digunakan dapat disalahgunakan atau menyebabkan

ketergantungan, jika bahan tersebut menjadi masalah dalam hidupnya. Seseorang

dapat dikategorikan mengalami substance dependence / ketergantungan obat-

obatan jika memenuhi 3 kriteria dari 7 kriteria berikut ini:2

Suatu pola pengguanaan zat yang maladaptif mengarah pada gangguan atau

penderitaan yang bermakna klinis, bermanifestasi sebagai 3 (tiga) atau lebih hal-

hal berikut yang terjadi pada tiap saat dalam periode 12 bulan:

1. Toleransi yang didefinisikan sebagai berikut:

a. peningkatan nyata jumlah kebutuhan zat untuk mendapatkan efek yang

didamba atau mencapai intoksikasi.

b. Penurunan efek yang nyata dengan penggunaan kontinyu jumlah yang sama

dari zat.

2. Withdrawal, bermanifestasi sebagai salah satu dari:

a. sindroma withdarwal khas untuk zat penyebab ( kriteria A dan B dari gejala

withdrawal zat).

b. Zat yang sama atau sejenis digunakan untuk menghilangkan atau

menghindari gejala-gejala withdrawal.

3. Zat yang dimaksud sering digunakan dalam jumlah yang besar atau melewati

batas pemakaiannya.

4. Adanya hasrat menetap atau ketidakberhasilan mengurangi atau

mengendalikan pemakaian zat.

5. Adanya aktifitas yang menyita waktu untuk mendapatkan zat (mis. mendatangi

16
berbagai dokter atau sampai melakukan perjalan jauh), untuk menggunakan zat

(merokok tiada sela) atau untuk pulih dari efek-efeknya.

6. Kegiatan-kegiatan sosial yang penting, pekerjaan atau rekreasi dilalaikan atau

dikurangi karena penggunaan zat.

7. Penggunaan zat tetap berlanjut meskipun mengetahui bahwa problem-problem

fisik dan fisiologis menetap atau berulang disebabkan oleh penggunaan zat

tersebut.

Pada kasus ini, pasien mempunyai riwayat mengosumsi:

- Lem Fox, penggunaan sejak tahun 2008 hingga 1 hari SMRS,

penggunaan setiap malam sebanyak 1 kantong kecil.

- Samcodin, pasien lupa sejak dari tahun berapa, tetapi penggunaan terus

berlanjut hingga 1 bulan SMRS, penggunaan hampir setiap hari awalnya

hanya 4 biji per hari hingga saat ini sebanyak 12 biji per hari.

- Komix, pasien lupa sejak dari tahun berapa, tetapi penggunaan terus

berlanjut hingga 1 bulan SMRS, awalnya sebanyak 5 sacchet per hari

hingga saat ini penggunaan hampir setiap hari sebanyak 15 sachet per

hari.

- Zenith, penggunaan sejak tahun 2015 hingga 1 hari SMRS, awalnya

sebanyak 2x per bulan hingga saat ini penggunaan sebanyak 5x per

minggu sebanyak 10 tablet.

- Alkohol, penggunaan sejak sekitar awal 2018 hingga 1 minggu SMRS,

awalnya penggunaan sebanyak 1x per minggu sebanyak ½ botol, hingga

saat ini penggunaan sebanyak 1x per minggu sebanyak 1 botol.

17
Berdasarkan jumlah tersebut, pasien masuk dalam kategori penggunaan zat

maladaptif dalam jumlah yang besar atau melewati batas pemakaiannya dan

dalam jangka waktu yang cukup lama. Hal itu menyebabkan pasien mengalami

beberapa keluhan seperti pasien merasakan susah tidur bila tidak mengonsumsi

obat-obatan tersebut, bahkan sampai menyebabkan pasien tidak tidur sama sekali,

pasien merasa kesakitan apabila mencoba untuk berhenti mengosumsi obat-obatan

tersebut, mempunyai keinginan yang kuat untuk semakin menambah jumlahnya

dikarenakan dosis yang sedikit membuat pasien merasa kurang puas dan gelisah,

pasien mengalami kemunduran kualitas kerja serta pasien mudah mengalami

perubahan emosi seperti cepat marah ataupun menangis. Berdasarkan gejala-

gejala tersebut, pasien ini telah memenuhi 4 kriteria ketergantungan zat-zat

maladaptif.

Santrock (1999) menyebutkan jenis ketergantungan menjadi 2 jenis,

meliputi:3

a. Ketergantungan psikologis adalah kondisi ketergantungan yang ditandai

dengan stimulasi kognitif dan afektif yang mendorong konatif (perilaku).

Stimulasi kognitif tampak pada individu yang selalu membayangkan,

memikirkan dan merencanakan untuk dapat menikmati zat tertentu. Stimulasi

afektif adalah rangsangan emosi yang mengarahkan individu untuk

merasakan kepuasan yang pernah dialami sebelumnya. Kondisi konatif

merupakan hasil kombinasi dari stimulasi kognitif dan afektif. Dengan

demikian ketergantungan psikologis ditandai dengan ketergantungan pada

aspek-aspek kognitif dan afektif.

18
b. Ketergantungan fisiologis adalah kondisi ketergantungan yang ditandai

dengan kecenderungan putus zat. Kondisi ini seringkali tidak mampu

dihambat atau dihalangi pecandu mau tidak mau harus memenuhinya.

Dengan demikian orang yang mengalami ketergantungan secara fisiologis

akan sulit dihentikan atau dilarang untuk mengkonsumsinya. Pasien termasuk

dalam tipe ketergantungan ini, saat tidak mengonsumsi obat-obatan pasien

akan merasa gelisah, mudah berubah emosi sehingga mudah marah dan

menangis, sulit tidur, nyeri badan dan gejala putus zat lainnya.

Penyalahgunaan zat terbagi menjadi coba-coba, rekreasional, situasional

dan ketergantungan. Pada awalnya pasien masuk ke dalam kategori coba-coba

saat dirinya diajak oleh teman-teman sekolahnya. Kemudian pasien masuk ke

dalam tingkatan situasional, pasien hanya menggunakan saat dalam keadaan

pusing dan mempunyai masalah. Penggunaannya pun tidak dilakukan setiap hari.

Setelah beberapa lama akhirnya pasien masuk ke dalam tingkatan ketergantungan,

sehingga sulit untuk mengendalikan diri untuk tidak menggunakannya. Kriteria

DSM-IV TR dan PPDSGJ III yang terpenuhi untuk menegakkan diagnosis

ketergantungan adalah:

1. Adanya toleransi (dari 2-3 butir menjadi 20 butir per pemakaian)

2. Adanya gejala withdrawal/putus zat (mual, muntah, keringat dingin, sakit

seluruh badan, kejang) yang menghilang setelah penggunaan zat dilanjutkan.

3. Adanya keinginan kuat menggunakan zat walaupun pasien sadar dampaknya

bagi kesehatan.

19
Perjalanan penyakit dari pasien dapat dilihat pada diagram Longitudinal

History berikut : konsumsi lemfox+


konsumsi samcodin ↑(12
biji/hari)+ komix↑ (15
sach/hari) + 10 butir
konsumsi lemfox Zenith ↑ (5x/mgg)
Aktif + samcodin (4
biji/hari) abstinen Gejala
+ komix (5 sach/hari) Withdrawal
+ zenith (2x/bulan)

Mulai konsumsi
Lemfox (1
kantong kecil)

2008 2015 2016 2018

Dekstrometorfan adalah kandungan aktif yang biasa ditemukan pada obat-

obat batuk seperti Samcodin dan Komix. Obat ini sering disalahgunakan karena

efek disosiatif yang dimilikinya. Obat ini hampir tidak memiliki efek psikoaktif

pada dosis yang direkomendasikan. Saat digunakan melewati dosis terapeutiknya

zat ini akan memiliki efek disosiatif yang kuat.4 Dekstrometorfan biasa

diformulasikan dengan parasetamol untuk menghilangkan nyeri dan mencegah

penyalahgunaannya di pasaran. Namun dosis maksimal parasetamol (4000 mg)

sering dilewati oleh para pecandu semata-mata untuk mendapatkan efek disosiatif

dekstrometorfan. Hal ini berpotensi mengakibatkan kerusakan hepar akut atau

kronis sehingga penyalahgunaan produk yang mengandung dektrometorfan dan

parasetamol dapat berakibat fatal.5

Pada dosis tinggi dekstrometorfan diklasifikasikan ke dalam agen anestetik

disosiatif dan halusinogen seperti ketamin dan pensiklidin. 6 Dekstrometorfan

termasuk ke dalam antagonis reseptor NMDA (N metil D aspartat). Pada dosis

tinggi dekstrometorfan akan mengakibatkan efek euforia, peningkkatan mood,

20
disosiasi pikiran dari tubuh dan peningkatan sensasi taktil. 7,8 Umumnya

dekstrometorfan tidak menimbulkan gejala putus zat, tetapi penurunan mendadak

dosis dekstrometorfan pada kasus ketergantungan akan menimbulkan gejala

fisiologis dan psikologis. Efek yang ditimbulkan serupa dengan efek withdrawal

SSRI yaitu depresi, iritabilitas, sakit pada otot, perasaan tidak nyaman di perut

serta kejang.9,10 Pada pasien ini, pasien telah mengosumsi Samcodin dan Komix,

yang mana memiliki kandungan utama dekstrometorfan, dan dikonsumsi dalam

jumlah yang besar dan dalam jangka waktu lama. Saat pasien mencoba untuk

berhenti mengosumsi, pasien mengeluhkan nyeri seluruh badan, sehingga pasien

kembali menggunakan.

Ketika digunakan pada dosis rendah (100-200 mg) dekstrometorfan

menimbulkan efek euforia. Jika dosis ditingkatkan (sekitar 400 mg) euforia akan

semakin meningkat disertai halusinasi. Pada dosis tinggi (600 mg) penurunan

kesadaran dapat muncul disertai gejala psikotik sementara dan penurunan respon

sensoris.11,12 Pasien mengosumsi Komix mengandung 15mg dekstrometorfan per

bungkus dan mengosumsi Samcodin mengandung 15 mg dekstrometorfan per biji.

Saat ini pasien mengalami halusinasi berupa halusinasi auditorik yang mana

merupakan efek dari obat tersebut.

William E White dalam “The DXM FAQ” menglasifikasikan efek dosis

tinggi dektrometorfan ke dalam 4 atau 5 plateu. Setiap plateu memiliki kisaran

dosis (mg/kgbb) tertentu. Pembagian efeknya adalah sebagai berikut:13

Plateu pertama : 1,5-2,5 mg/kgBB menimbulkan efek tidak mudah capek,

meningkatnya detak jantung, suhu tubuh, emosi, euforia dan hilangnya

21
keseimbangan tubuh.

Plateu kedua : 2,5-7,5 mg/kgBB menimbulkan efek yang sama dengan plateu

pertama namun disertai intoksikasi, penurunan kesadaran, perasaan terlepas dari

dunia dan halusinasi.

Plateu ketiga : 7,5-15,0 mg/kgBB menimbulkan penurunan fungsi sensoris,

kesulitan mengenali orang atau objek, kebutaan sementara, kesulitan memahami

bahasa, halusinasi abstrak, penurunan waktu reaksi, kehilangan koordinasi

motorik, gangguan memori jangka pendek dan perasaan terlahir kembali.

Plateu keempat : 15,0 mg/kgBB atau lebih menimbulkan hilangnya kontrol

terhadap tubuh, delusi, peningkatan denyut jantung, kebutaan total dan gejala

plateu ketiga yang lebih berat.

Plateau Sigma: 2.5-7.5 mg/kgBB setiap 3 jam selama 9-12 jam. Gejala psikotik

disertai halusinasi visual dan akustik. Halusinasi biasanya bersifat tidak

menyenangkan dan memaksa pecandu mengikuti perintah halusinasi tersebut.

Selain itu, pasien ini juga mengosumsi alkohol sejak awal tahun 2018

sebanyak sekali seminggu satu botol. Penyalahgunaan alkohol merupakan

gangguan terkait zat yang paling umum terjadi. 14 Penyalahgunaan alkohol

(alkoholisme) mengakibatkan berbagai manifestasi klinis, psikiatrik dan sosial.

Manifestasi psikiatrik yang biasa timbul adalah:15

 Depresi : semua bentuk depresi dapat dicetuskan oleh alkohol. Sebaliknya

depresi juga dapat memicu seseorang untuk mengonsumsi alkohol untuk

mengurangi gejala-gejala depresi.

22
 Ansietas : ansietas merupakan gejala mengonsumsi alkohol berlebihan sebagai

usaha mengurangi gejala.

 Perubahan kepribadian : penurunan standar kepekaan sosial dan perawatan diri.

 Disfungsi seksual : impotensi dan masalah ejakulasi.

 Halusinasi : dapat berupa auditorik maupun visual, umumnya terjadi pada

keadaaan putus zat.

Teori tersebut dibuktikan pada pasien dalam kasus ini, yaitu didapatkan bahwa

pasien juga mengalami perubahan pola perilaku terhadap sosial dan dirinya

sendiri.

Menurut Jellinek progresifitas alkoholisme terbagi dalam 3 fase:16

1. Fase dini ditandai dengan bertambahnya toleransi terhadap alkohol, amnesia,

timbulnya rasa bersalah karena mengonsumsi alkohol dan terhadap perilaku

yang diakibatkannya.

2. Fase krusial ditandai dengan hilangnya kendali terhadap kebiasaan

mengonsumsi alkohol, perubahan kepribadian, kehilangan teman dan

pekerjaan.

3. Fase kronis ditandai kebiasaan mengonsumsi alkohol di pagi hari, tremor serta

halusinasi.

Selain itu, pasien ini juga mengosumsi Zineth ( Zenith Carnophen). Obat

ini berfungsi sebagai anti depresan. Selain itu, obat ini juga bisa mengobai kejang

otot dan gangguan otot kaku. Namun ada banyak efek samping obat ini seperti

detak jantung meningkat, gangguan pencernaan, halusinasi dan hilang kesadaran,

23
kebingungan, kejang, mati rasa seluruh tubuh, mual dan muntah, mudah

tersinggung, pusing, nyeri perut dan lain lain. Beberapa gejala sesuai dengan apa

yang dialami oleh pasien.

Berbagai kondisi yang mandasari gangguan penggunaan NAPZA akan

mempengaruhi jenis pengobatan yang akan diberikan kepada pasien, kebijakan

untuk merawat dan memulangkan pasien, hasil yang diharapkan, sumber daya

manusia yang akan memberikan pelayanan, dan sikap terhadap perilaku pasien.

Dibawah ini akan diuraikan beberapa model yang popular dilaksanakan pada

masalah Gangguan penggunaan NAPZA:17

1. Therapeutic Community -TC Model, model ini merujuk pada keyakinan

bahwa Gangguan penggunaan NAPZA adalah gangguan pada seseorang secara

menyeluruh. Dalam hal ini norma-norma perilaku diterapkan secara nyata dan

ketat yang diyakinkan dan diperkuat dengan memberikan reward dan sangsi yang

spesifik secara langsung untuk mengembangkan kemampuan mengontrol diri dan

sosial/komunitas. Pendekatan yang dilakukan meliputi terapi individual dan

kelompok, sesi encounter yang intensif dengan kelompok sebaya dan partisipasi

dari lingkungan terapeutik dengan peran yang hirarki, diberikan juga

keistimewaan (privileges) dan tanggung jawab. Pendekatan lain dalam program

termasuk tutorial, pendidikan formal dan pekerjaan sehari-hari. TC model

biasanya perawatan inap dengan periode perawatan dari dua belas sampai delapan

belas bulan yang diikuti dengan program aftercare jangka pendek.

2. Model Medik, model ini berbasis pada biologik dan genetik atau fisiologik

sebagai penyebab adiksi yang membutuhkan pengobatan dokter dan memerlukan

24
farmakoterapi untuk menurunkan gejala-gejala serta perubahan perilaku. Program

ini dirancang berbasis rumah sakit dengan program rawat inap sampai kondisi

bebas dari rawat inap atau kembali ke fasilitas di masyarakat.

3. Model Minnesota, model ini dikembangkan dari Hazelden Foundation dan

Johnson Institute. Model ini fokus pada abstinen atau bebas NAPZA sebagai

tujuan utama pengobatan. Model Minessota menggunakan program spesifik yang

berlangsung selama tiga sampai enam minggu rawat inap dengan lanjutan

aftercare, termasuk mengikuti program self help group (Alcohol Anonymous atau

Narcotics Anonymous) serta layanan lain sesuai dengan kebutuhan pasien secara

individu. Fase perawatan rawat inap termasuk ; terapi kelompok, terapi keluarga

untuk kebaikan pasien dan anggota keluarga lain, pendidikan adiksi, pemulihan

dan program 12 langkah. Diperlukan pula staf profesional seperti dokter, psikolog,

pekerja sosial, mantan pengguna sebagai addict counselor

4. Model Eklektik, model ini menerapkan pendekatan secara holistik dalam

program rehabilitasi. Pendekatan spiritual dan kognitif melalui penerapan program

12 langkah merupakan pelengkap program TC yang menggunakan

25
pendekatan perilaku, hal ini sesuai dengan jumlah dan variasi masalah yang ada

pada setiap pasien adiksi.

5. Model Multi Disiplin, program ini merupakan pendekatan yang lebih

komprehensif dengan menggunakan komponen disiplin yang terkait termasuk

reintegrasi dan kolaborasi dengan keluarga dan pasien

6. Model Tradisional, tergantung pada kondisi setempat dan terinpirasi dari hal-hal

praktis dan keyakinan yang selama ini sudah dijalankan. Program bersifat jangka

pendek dengan aftercare singkat atau tidak sama sekali. Komponen dasar terdiri

dari : medikasi, pengobatan alternatif, ritual dan keyakinan yang dimiliki oleh

sistem lokal contoh : pondok pesantren, pengobatan tradisional atau herbal.

7. Faith Based Model, sama dengan model tradisional hanya pengobatan tidak

menggunakan farmakoterapi.

Berdasarkan Kepmenkes RI No 420 tentang Pedoman Layanan Terapi dan

Rehabilitasi Komprehensif pada Gangguan Penggunaan NAPZA Berbasis Rumah

Sakit, tindakan penanganan pada pasien dengan penyalahgunaan zat meliputi

Gawat darurat NAPZA – Detoksifikasi – Rehabilitasi – Rawat jalan/Rumatan.

Apabila kondisi pasien memungkinkan, pasien penyalahgunaan NAPZA dapat

langsung menjalani rawat jalan/rumatan.17

Pada fase gawat darurat NAPZA, hal yang umumnya dilakukan adalah

penanganan intoksikasi opioid, benzodiazepin dan amfetamin. Terkadang pasien

datang dengan gejala intoksikasi alkohol dan halusinogen. Pada fase ini

26
diberikan terapi suportif pada pasien hingga keadaanya stabil. Untuk intoksikasi

NAPZA lain seperti dekstrometorfan, fase gawat darurat NAPZA bertujuan untuk

menangani kondisi akut termasuk gaduh gelisah.

Pasien yang telah menunjukkan perbaikan setelah ditangani di unit gawat

darurat dapat dilanjutkan dengan parawatan rawat inap atau detoksifikasi untuk

kasus putus NAPZA atau berobat jalan untuk kondisi yang sudah memungkinkan

untuk pulang.

Pada fase rawat jalan, terapi yang digunakan umumnya berfungsi untuk

penanganan simptomatis. Pada fase detoksifikasi, terapi simptomatis dilakukan di

rumah sakit rawat inap. Detoksifikasi bertujuan untuk menghilangkan gejala putus

zat. Lama fase ini berkisar 1-3 minggu tergantung jenis zat dan gejala pasien.

Khusus untuk detoksifikasi heroin (opioida) selain simtomatis juga ada yang

mempunyai pengalaman tapering off dengan metadon dan buprenorfin.

Pada kasus ini pasien mendapatkan terapi fluoxetin 10 mg 1x1 tab.

Fluoxetin termasuk dalam antidepresan golongan SSRI. Pemberian SSRI akan

meningkatkan kadar serotonin dalam otak sehingga dapat menurunkan kecemasan

dan kegelisahan pasien. Selain itu penggunaan SSRI dapat mengurangi gejala

putus zat pada pasien karena diduga dekstrometorfan memiliki efek seperti SSRI

di otak. Penghentian dekstrometorfan mendadak akan menimbulkan gejala seperti

mual, muntah, rasa tersengat listrik dan rasa sakit di otot yang serupa dengan

gejala putus zat SSRI.

27
Clozapin termasuk dalam golongan antipsikotik atipikal. Obat ini juga dapat

diberikan pada pasien-pasien karena pada penggunaan dekstrometorfan jangka

panjang dapat muncul gejala psikotik seperti halusinasi akustik dan visual.

Pada fase rehabilitasi dilakukan penyesuaian perilaku pasien agar tidak

kembalimenggunakan NAPZA. Fase rehabilitasi diawali dengan program jangka

pendek (1-3bulan) dengan fokus penanganan masalah medis, psikologis dan

perubahan perilaku. Apabila program ini sukses, fase rehabilitasi dilanjutkan

dengan program jangka panjang (6 bulan-lebih) yang dilanjutkan dengan aftercare

dengan terapi berbasis komunitas.17

DAFTAR PUSTAKA

1. Nevid, Jeffreys, Rhatus, Sphencer dan Greene, 2002. Psikologi Abnormal, Jakarta:
penerbit Erlangga.

2. American Association, 2000. Diagnostic and statistical manual of mental disorders


DSM-IV-TR. New York: American Psychiatric Pub

3. John W. Santrock, 1999. Psychology: Paperback, Student Edition of Textbook.


Philadelphia: Mc Graw Hill

4. DEA, Drugs and Chemicals of Concern: Dextromethorphan. Retrieved.May


28
9,2013,athttp://www.deadiversion.usdoj.gov/drugs_concern/dextro_m/
summary.htm

5. Cigna, acetaminophen and dextromethorphan. Retrieved May 9, 2013 at


http://www.cigna.com/individualandfamilies/health-and-well-being/hw/
medications/acetaminophen-and-dextromethorphan-d03378a1.htm.

6. Anonymous. Dextromethorphan. Retrieved May 9, 2013. At


http://www.deadiversion.usdoj.gov/drugs_concern/dextro_m/dextro_m.ht m

7. Wrigley, H. 2006. Former Minot Man And Internet Chemical Company Sentenced
For Selling Designer And Misbranded Drugs And Violating Federal Customs
Laws. Dakota : US Attorney

8. Erowld. DXM Effect. Retrieved May 9, 2013.At


http://www.erowid.org/chemicals/dxm/dxm_effects.shtml

9. Anonymous. DXM addiction, abuse and treatment. Retrieved May 9, 2013. At


http://www.drugabusehelp.com/drugs/dxm/

10. Anonymous. DXM abuse and addiction. Retrieved may 9, 2013. At


http://www.info-drug-rehab.com/dxm.html

11. Bornstein, S; Czermak, M; Postel, J., (1968). "Apropos of a case of voluntary


medicinal intoxication with dextromethorphan hydrobromide". Annales Medico-
Psychologiques 1 (3): 447–451. PMID 5670018.

12. Dodds A, Revai E (1967). "Toxic psychosis due to dextromethorphan". Med J


Aust 2: 231. Bornstein, S; Czermak, M; Postel, J., (1968). "Apropos of a case of
voluntary medicinal intoxication with dextromethorphan hydrobromide". Annales
Medico-Psychologiques 1 (3): 447–451. PMID 5670018.

13. White E.W. DXM FAQ. Retreived may 9, 2013 at http://www.erowid.org/


chemicals/dxm/faq/dxm_experience.shtml

14. Sadock BJ, 2007. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry 10th ed.
Philadelpia: Lippincott Williams and Wilkins

15. Daives T dan Craig TKJ. 2009. ABC of Mental Health. Jakarta: EGC.

16. Joewana, Satya. 2005. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat
Psikoaktif. Jakarta: EGC.

17. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia, 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik. Indonesia Nomor
420/Menkes/Sk/Iii/2010 Tentang Pedoman Layanan Terapi dan Rehabilitasi
Komprehensif pada Gangguan Penggunaan NAPZA Berbasis Rumah Saki

29

Anda mungkin juga menyukai