Anda di halaman 1dari 22

CASE REPORT

Oleh :
Nora Ramkita, S.Ked

(0918011013)

Pembimbing :
dr. Tendry Septa, Sp.KJ (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
I.
RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
SEPTEMBER 2014
IDENTITAS PASIEN
Tn. FR, 35 tahun, laki-laki, Islam, Indonesia, suku Lampung, tinggal di
Tanggamus, pendidikan akhir SMP, bekerja sebagai petani, menikah,
diperiksa tanggal 19 September 2014 pukul 14.00 WIB.

II. PEMERIKSAAN PSIKIATRI


(Autoanamnesis pada tanggal 17 September 2014 dan Alloanamnesis
dengan adik pasien pada 22 September 2014 melalui telepon)
III.

RIWAYAT PENYAKIT
A. KELUHAN UTAMA
Ketakutan akan dibunuh.
B. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
Pasien diantar keluarganya ke RSJ Provinsi Lampung dengan keluhan
ketakutan akan dibunuh. Pasien merasa seperti dimata-matai oleh banyak
orang untuk dicelakai. Keluhan seperti ini sudah dirasakan sejak 4 bulan
yang lalu. Ia juga pernah mendengar suara suara yang mengancam
dirinya, suara tersebut didengar ketika sadar. Namun ia tidak melihat
ada orang yang membisikkan suara tersebut.
Pasien juga merasakan sulit tidur malam hari dan sering marah marah
dengan cara memukul meja atau membanting barang. Tindakan ini
dilakukannya secara sadar, sulit ia kontrol dan merupakan cara untuk
meluapkan emosinya.
Ia menjadi lebih curiga terhadap semua teman dekatnya. Ia merasa teman
temannya sudah tidak dapat dipercaya lagi karena telah mempengaruhi
istrinya agar pergi meninggalkan rumah. Empat bulan yang lalu istri
pasien pergi dari rumah tanpa izin, hingga saat ini tidak pernah kembali
dan tidak pernah menghubunginya serta kedua anaknya. Sejak saat itu, ia
menjadi pendiam dan sering sulit mengontrol emosi.
Pasien menceritakan bahwa untuk melampiaskan emosinya, ia memakai
narkoba jenis sabu sabu yang digunakannya 1 hari sebelum dibawa ke
rumah sakit. Sabu tersebut digunakan dengan cara dihisap. Sabu dibeli
dari teman di kampungnya. Menurut pasien selama 4 bulan terakhir

dorongan untuk memakai sabu semakin kuat, sehingga pasien


menggunakan sabu hampir setiap minggu.
C. RIWAYAT GANGGUAN SEBELUMNYA
1. Riwayat Penyakit Jiwa Sebelumnya
Belum pernah dirawat di rumah sakit jiwa sebelumnya.
2. Riwayat Gangguan Medik
Riwayat sakit berat sebelumnya disangkal, trauma kepala disangkal,
riwayat kejang disangkal.
3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif/Alkohol
Pasien sudah menggunakan sabu sabu sejak tahun 2009 hingga saat
ini. Dalam satu tahun terakhir, hampir setiap bulan pasien
menggunakan sabu, terutama ketika berkumpul dengan teman
temannya. Empat bulan terakhir ada semacam keinginan kuat dalam
diri pasien melebihi biasanya, sehingga pasien berusaha untuk
mendapatkan sabu tersebut. Terakhir memakai sabu adalah 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien merokok 1 bungkus sehari
namun tidak menggunakan narkoba jenis lain maupun alkohol.

D. RIWAYAT TUMBUH KEMBANG


1. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Menurut informasi dari ibu, selama hamil ibu tidak mengonsumsi
alkohol, hamil cukup bulan, berat badan bayi lahir tidak diketahui,
lahir dibantu oleh dukun dan tidak ada kecacatan waktu lahir.

2. Riwayat Bayi dan Balita


Saat bayi dan balita pasien tidak ada permasalahan dalam
pertumbuhan maupun perkembangan. Pasien dirawat oleh ayah dan
ibunya.
3. Riwayat Anak dan Remaja
Pada usia tersebut ia memiliki banyak teman baik di sekolah maupun
lingkungan sekitar.
4. Riwayat Pendidikan
Pasien hanya bersekolah sampai kelas 1 SMA dan tidak melanjutkan
sekolahnya

dikarenakan

faktor

ekonomi.Selama

menjalani

pendidikan pasien tidak pernah tinggal kelas, tidak pernah


berpindah-pindah sekolah dan tidak mengalami kesulitan dalam
belajar. Lokasi pendidikan SD hingga SMP tidak jauh dari tempat
tinggal pasien.
5. Riwayat Pekerjaan
Setalah berhenti sekolah, pasien bekerja sebagai petani karet di
desanya. Karena sempat gagal dalam bertani, akhirnya tahun 2013
pasien

dan

istrinya

memutuskan

merantau

ke

Tangerang

meninggalkan kedua anaknya. Di Tangerang, pasien bekerja sebagai


supir angkutan umum, sementara istrinya bekerja sebagai buruh di
pabrik. Tahun 2007, pasien pernah masuk penjara di Tangerang
akibat kasus perampokan. Setelah keluar dari penjara, pasien
kembali bekerja sebagai supir dan tahun 2009 terjerumus dalam
pemakaian NAPZA jenis sabu. Karena perekonomian keluarga tidak
juga membaik, akhirnya awal tahun 2014, mereka memutuskan
untuk kembali ke desanya di Tanggamus dan bertani. Namun sejak
ditinggal istrinya 4 bulan yang lalu, pasien menjadi malas bekerja,
lebih sering di rumah, dan mengandalkan pendapatan orang tuanya.
6. Riwayat Agama
Menurut pasien, ia sering meninggalkan sholat wajib. Pasien juga
kurang lancar dalam mengaji maupun menghapal surat surat
pendek.

7. Hubungan dengan Keluarga


Pasien merupakan anak pertama dari enam bersaudara.Setelah
menikah, pasien kemudian tinggal bersama istri dan kedua orang
tuanya, sementara adik-adik pasien semuanya pergi merantau. Pasien
menikah pada tahun 2001 dan memiliki dua orang anak.
Sejak 1 tahun terakhir, hubungan pasien dengan istri kurang baik.
Pasien sering mencurigai istrinya selingkuh dengan teman dekatnya.
Istri pasien juga mulai mencurigai suaminya menggunakan narkoba
karena pernah mendapati sabu sabu yang masih berbentuk serbuk
dalam saku celananya. Sejak saat itu mereka sering bertengkar dan
akhirnya 4 bulan yang lalu istrinya pergi meninggalkan rumah dan
tidak memberi kabar hingga kini.
Menurut pasien, hubungannya dengan anggota keluarganya yang lain
cukup baik. Pasien adalah orang yang sayang dengan kedua orang
anaknya. Sehingga ia masih menjaga kedua anaknya meski istrinya
meninggalkan mereka.

PEDIGREE:

E. RIWAYAT KELUARGA
Di keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa dengan pasien.
F. SITUASI SEKARANG
Pasien saat ini tinggal di rumah bersama orang tua dan dua orang
anaknya. Pasien sudah 4 bulan malas bekerja. Saat ini, sumber utama
ekonomi berasal dari ayahnya yang bekerja sebagai petani. Menurut
keluarga, 3 bulan yang lalu pasien menjual kebunnya secara diam
diam, namun tidak diketahui jumlah uang dan tujuan penjualan kebun
tersebut. Keluarga mencurigai uang tersebut digunakannya untuk
membeli obat obatan terlarang jenis sabu yang biasa dipakainya.
G. PERSEPSI PASIEN TERHADAP DIRINYA

Pasien menyadari bahwa dirinya sakit namun pasien menyalahkan


istrinya sebagai penyebab kondisinya saat ini.
IV.

STATUS MENTAL
A. DESKRIPSI UMUM
1. Penampilan : tampak seorang laki-laki memakai baju seragam
RSJP Lampung, pakaian tampak serasi, perawakan tinggi dengan
kesan gizi cukup, wajah oval dan terlihat sesuai dengan umur
seharusnya, rambut lurus, kering dan tersisir rapi, kulit kuning
langsat, kuku pendek dan cukup bersih, kesan rapi, perawatan diri
cukup.
2. Kesadaran : jernih/ compos mentis
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor : secara umum terlihat tenang
dan kontak mata baik sejak awal diwawancara sampai selesai.
4. Pembicaraan : bicara spontan, lancar, intonasi normal, volume
bicara cukup, artikulasi jelas, kualitas cukup, kuantitas banyak serta
pembicaraan dapat dimengerti. Pasien dapat menjawab seluruh
pertanyaan dan dapat mengungkapkan isi hatinya dengan jelas.
5. Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif
B. KEADAAN AFEKTIF
a) Mood

: hipotimia

b) Afek

: sempit

c) Keserasian : appropriate
C. FUNGSI INTELEKTUAL (KOGNITIF)
a) Taraf pendidikan, pengetahuan umum, dan kecerdasan:
Sesuai dengan taraf pendidikan. Pasien dapat menjawab pertanyaan
tentang berhitung dengan benar.

b) Daya konsentrasi :

Baik, pasien dapat mengikuti wawancara dengan baik dari awal


sampai dengan selesai.
c) Orientasi
-

Waktu:

baik, pasien mengetahui bahwa saat

ini tahun 2014.


-

Tempat

baik,

pasien

mengetahui

bahwa saat ini dirinya berada di Rumah Sakit Jiwa


Provinsi Lampung.
-

Orang:

baik,

pasien

mengetahui

bahwa

pemeriksa adalah dokter.


d) Daya ingat :
-

Segera
Baik, pasien dapat mengingat makanan yang dimakan pada saat
siang hari sebelum diperiksa.

Jangka pendek
Baik, pasien dapat mengingat diantar oleh siapa pasien ke rumah
sakit.

Jangka menengah
Baik, pasien masih ingat kapan istrinya pergi meninggalkan
rumah.

Jangka panjang
Baik, pasien masih dapat mengingat tanggal, bulan dan tahun
lahirnya.

e) Gangguan persepsi
-

Halusinasi

: auditorik (+)

Ilusi

: tidak ada

Depersonalisasi

: tidak ada

Derealisasi

: tidak ada

D. PIKIRAN
1. Arus pikiran :
a. Produktivitas: baik, pasien dapat menjawab spontan bila
diajukan pertanyaan.
b. Kontinuitas: koheren, mampu memberikan jawaban sesuai
pertanyaan.
c. Hendaya berbahasa : tidak ada.
2. Isi pikiran :tidak didapatkan gangguan isi pikir.
E. DAYA NILAI
a) Normal sosial

: baik, ketika ditanyakan apakah

baik apabila

mengeraskan volume radio di rumah sementara itu malam hari dan


banyak tetangga tidur, pasien menjawab bahwa hal tersebut tidak baik.
b) Uji daya nilai

: baik, ketika pasien ditanyakan mengenai apa yang

akan dilakukan ketika menemukan dompet dijalan, pasien menjawab


akan mengembalikannya karena didalam dompet tersebut ada datadata pemilik dompet.
c) Penilaian realitas : baik.
F. PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN KEHIDUPANNYA
Menurut pemeriksa, penilaian pasien terhadap diri dan kehidupannya
adalah ia menyalahkan faktor istri yang meninggalkan dirinya yang
menyebabkan ia sakit.
G. TILIKAN
Tilikan 3, pasien menyalahkan faktor lain sebagai sebab penyakitnya.
H. TARAF DAPAT DIPERCAYA
Pemeriksa memperoleh kesan bahwa jawaban pasien dapat dipercaya,
karena pasien konsisten dalam menjawab pertanyaan, jawaban pasien

sesuai dengan realita. Selain itu, keterangan yang diberikan pasien sama
dengan hasil alloanamnesa dan keterangan rekam medik.
V.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah: 150/70 mmHg, nadi:
80x/menit, pernapasan: 16x/menit, suhu: 36,8o C.
Pada pemeriksaan fisik organ : mata, hidung, paru, jantung, hepar, abdomen,
dan ekstremitas tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan neurologis
juga tidak ditemukan kelainan.
Pemeriksaan Laboratorium :
Darah Rutin
Hemoglobin

: 13,2 g/dl

Eritrosit

: 4,84 juta sel/mm3

Leukosit

: 4900 sel/mm3

Trombosit

: 174.000 sel/mm3

Hitung Jenis

: 0/0/0/67/30/3 %

Hematokrit

: 39%

Kimia Darah

VI.

AST

: 38 U/l

ALT

: 38 U/l

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Tn. FR, 35 tahun, laki-laki, Islam,Indonesia, suku Lampung, tinggal di
Tanggamus, pendidikan akhir SMP, bekerja sebagai petani, menikah, diantar
ke RSJ pada 6 September 2014.
Perawatan diri pasien terkesan cukup baik. Pasien diantar keluarganya ke
RSJ Provinsi Lampung dengan keluhan ketakutan akan dibunuh. Ia merasa
seperti dimata-matai oleh banyak orang untuk dicelakai sejak 4 bulan yang

lalu. Pasien juga pernah mendengar suara suara yang mengancam dirinya,
suara tersebut didengar ketika sadar. Ada keluhan sulit tidur malam hari dan
sering sulit mengontrol emosi. Ia menjadi lebih curiga terhadap semua
teman dekatnya. Empat bulan yang lalu istri pasien pergi dari rumah tanpa
izin dan sejak saat itu mulai terlihat perubahan perilaku pada pasien.
Pasien menceritakan bahwa 1 hari sebelum masuk rumah sakit, ia memakai
narkoba jenis sabu sabu. Sejak tahun 2009 hingga selama 4 bulan terakhir
dorongan untuk memakai sabu semakin kuat, sehingga pasien menggunakan
sabu yang diperolehnya dari seorang teman di desanya hampir setiap
minggu. Pada tahun 2007, sempat masuk ke dalam penjara Kota Tangerang
akibat pencopetan yang ia lakukan.
Saat wawancara ia dalam keadaan duduk dengan baik, kontak mata baik
dan cukup tenang. Pembicaraan spontan, lancar, intonasi sedang, volume
cukup, kualitas cukup, kuantitas banyak, sikap kooperatif. Mood hipotimia,
afek sempit dan keserasian appropriate. Ia menjalani pendidikan sampai
kelas 1 SMA, berhenti sekolah karena faktor ekonomi. Tingkat intelektual
sesuai dengan taraf pendidikan. Konsentrasi, orientasi, daya ingat dan
memori baik. Persepsi didapatkan halusinasi auditorik (+). Pikiran dan daya
nilai tidak ada gangguan. Penilaian pasien terhadap diri dan kehidupannya
adalah ia menyalahkan faktor istri yang meninggalkan dirinya yang
menyebabkan ia sakit (tilikan 3).
Pada pemeriksaan fisik: tekanan darah 150/70 mmHg, nadi 80x/m,
pernapasan 16x/m, suhu36,8oC. Pemeriksaan laboratrium: hemoglobin 13,2
g/dl, leukosit 4900 sel/mm3, hitung jenis: 0/0/0/67/30/3 %, dan kimia darah
AST38 U/l, ALT 38 U/l.

10

VII.

FORMULASI DIAGNOSIS
Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan afektif, persepsi dan isi pikor
yang bermakna serta menimbulkan suatu distress (penderitaan) dan
disability (hendaya) dalam pekerjaan dan kehidupan sosial, sehingga dapat
disimpulkan bahwa mengalami gangguan jiwa.
Aksis I
Berdasarkan data-data yang didapat memelalui anamnesis, pemeriksaan
fisik dan rekam medik, tidak ditemukan riwayat trauma kepala, demam
tinggi atau kejang sebelumnya ataupun kelainan organik. Hal ini dapat
menjadi dasar untuk menyingkirkan diagnosis gangguan mental
organik (F.0).
Dari anamnesa didapatkan riwayat penyalahgunaan obat berupa penggunaan
NAPZA jenis sabu sejak tahun 2009 dan terakhir pemakaian adalah 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Hal ini dapat menegakkan diagnosis
gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (F.1).
Pasien menggunakan NAPZA sabu. Sabu merupakan NAPZA golongan
amphetamine-type stimulants atau ATS. Hal ini dapat menegakkan
diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat stimulansia lain
termasuk kafein (F15).
Ada pula keinginan kuat atau dorongan yang memaksa (obsesif) untuk
menggunakan zat psikoaktif, kesulitan dalam mengendalikan perilaku
menggunakan zat, dan tetap menggunakan zat (sabu) meskipun ia
menyadari adanya akibat yang merugikan kesehatannya. Tiga dari enam
gejala dapat terpenuhi, sehingga hal ini dapat menjadi dasar diagnosa
sindrom ketergantungan (F15.2)
Selain itu, belum jelas didapatkan gejala-gejala fisik seperti mual, muntah,
sesak nafas, nyeri badan, berkeringat dingin dan kejang yang menghilang

11

saat konsumsi zatdilanjutkan. Pada pasien muncul gejala psikologis seperti


ansietas, depresi dan insomnia. Hal ini menandakan diagnosis keadaan
putus zat merupakan diagnosa banding pada kasus ini.
Pada pasien terdapat halusinasi auditorik, mood hipotimia, afek sempit pada
saat berkomunikasi dan adanya tilikan (insight) yang tergganggu. Kemudian
gangguan psikotik tersebut terjadi segera setelah 1 hari (24 jam) pemakaian
zat psikoaktif terutama obat stimulant seperti amfetamin. Ini juga bisa
menjadi diagnosa banding gangguan psikotik akibat penggunaan zat
psikoaktif.
Pada pasien juga terdapat masalah lain yang menjadi fokus perhatian klinis,
yaitu masalah dalam hubungan dengan pasangan (Z63.0)
Aksis II
Pasien dapat menyelesaikan pendidikan hingga kelas 1 SMA, tidak pernah
tinggal kelas dan tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti proses
pendidikan. Tidak terdapat ciri kepribadian retardasi mental. Penilaian
terhadap ciri kepribadian belum dapat dinilai. Pada aksis II belum dapat
ditentukan.
Aksis III
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak didapatkan tekanan darah
150/70 mmHg. Oleh karena itu dapat dikatakan pasien ini menderita
hipertensi stage 1 (JNC 7). Pada pemeriksaan kimia darah juga didapatkan
kadar AST 38 U/I, namun diagnosa belum dapat dipastikan karena hasil
pemeriksaan lan belum didapatkan.
Aksis IV

Penyalahgunaan obat mengganggu hubungan (relationship) pasien


dengan keluarga dan teman temannya.

12

Masalah ekonomi dan pekerjaan karena pasien saat ini tidak dapat
bekerja sehingga mengandalkan pendapatan orang tua yang sudah
lanjut usia.

Masalah hukum / kriminal tetap mengancam jika pasien kemudian


mengulangi pemakaian NAPZA.

Aksis V
Penilaian

terhadap

kemampuan

pasien

untuk

berfungsi

dalam

kehidupannya menggunakan skala GAF (Global Assessment of Functioning)


menurut PPDGJ III pada aksis V didapatkan GAF saat dirawat (GAF
current) adalah 50-41, yaitu gejala berat dan disabilitas beratdalam
menjalani aktivitas sehari-hari. GAF HLPY (Highest Level Past Year)
adalah 70-61, yaitu beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan
dalam fungsi, secara umum masih baik. Penilaian GAF ini didasarkan pada
riwayat yang pernah hidup normal tanpa gejala psikotik atau disabilitas
berat, pernah berfungsi seperti orang normal dan pernah bekerja
sebelumnya.
VIII. EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I

:Gangguan mental dan perilaku akibat stimulansia lain

termasuk kafein dengan sindrom ketergantungan (F15.2) dan masalah


hubungan dengan pasangan (Z63.0)
Diagnosa Banding :

F15.3Keadaan putus zat

F15.5 Gangguan Psikotik

Aksis II

: belum dapat ditentukan

Aksis III

: Hipertensi stage I

Aksis IV:

Masalah dengan primary support group(keluarga) dan teman


temannya

13

Masalah ekonomi dan pekerjaan karena pasien saat ini tidak dapat
bekerja sehingga mengandalkan pendapatan orang tua yang sudah
lanjut usia.

Masalah hukum / kriminal tetap mengancam jika pasien kemudian


mengulangi pemakaian NAPZA.

Aksis V

: currentGAF scale 50-41


HLPY GAF scale 70-61

IX.

DAFTAR MASALAH
1. Organobiologik

Hipertensi stage I

2. Psikologik

Pada pasien ditemukan gangguan mood hipotimia, halusinasi auditorik,


gangguan tidur, psikosis paranoid. Pasien telah berusaha namun belum
bisa mengendalikan keinginannya yang kuat atau dorongan yang
memaksa (kompulsi) untuk menggunakan zat psikoaktif.
3. Sosiologik

Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial yaitu istri kabur dari
rumah karena mendapati sabu dalam kantong celana suaminya, dan
hubungan dengan teman-teman menjadi kurang baik sehingga pasien
butuh sosioterapi.
X.

PROGNOSIS
Pada pasien Tn. FR berusia 35 tahun dan diagnosa berupa gangguan mental
dan

perilaku

akibat

penggunaan

stimulansia

dengan

sindrom

ketergantungan, maka didapatkan beberapa faktor :


Faktor yang memberatkan :

Pada pasien didapatkan dual diagnosis yaitu adiksi atau ketergantungan


sabu (meth-amphetamine addiction) dengan disertai gangguan mental.

Recovery dari kondisi addiksi NAPZA merupakan proses jangka panjang


dan sering mengalami terapi yang berulang-ulang.

Faktor yang menguntungkan :

14

Pasien punya motivasi kuat untuk sembuh.

Keluarga pasien mendukung penuh proses rehabilitasi pasien.

Merupakan pasien peserta BPJS

Para pasien pengguna NAPZA yang terdaftar dalam IPWL (Institusi


Pelaksana Wajib Lapor) memperoleh pengobatan gratis dari pemerintah.

Sediaan psikotropika yang digunakan pasien adalah bubuk yang dihisap,


sehingga kemungkinan untuk menderita penyakit infeksi seperti
HIV/AIDS lebih rendah.

XI.

Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad fungtionam

: dubia ad bonam

Quo ad sanationam

: dubia ad bonam

RENCANA TERAPI
1. Psikofarmaka :
a. Risperidone 2 x 2 mg selama 3 hari, dipertimbangkan peningkatan
dosis berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan.
b. Propanolol 3x10 mg selama 3 hari kemudian dievaluasi kembali.
2. Psikoterapi

Pasien
Intervensi psikologik merupakan komponen penting dalam
pengobatan yang komprehensif.Dapat diberikan konseling baik

a)

secara individu maupun dalam kelompok.


Konseling merupakan pendekatan melalui suatu kolaborasi
antara konselor dengan pasien dalam perencanaan pengobatan
yang didiskusikan dan disetujui bersama. Tidak ada satu
pendekatan psikososial yang superior, program pengobatan
harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien secara individu
dengan mempertimbangkan budaya, gender dan komorbiditas

b)

yang ada.
Konseling secara umum harus meliputi:

Menghubungkan pasien dengen layanan yang sesuai dengan


kebutuhan

15

Mengantisipasi dan mengembangkan strategi bersama

pasien untuk menghadapi berbagai kesulitan


Memberikan intervensi yang spesifik berdasarkan fakta
Fokus pada sumberdaya yang positif baik secara internal
maupun eksternal dan berhasil mengatasi masalah maupun

ketidakmampuan pasien
Mempertimbangkan secara lebih luas untuk membantu
pasien dalam hal lain seperti makanan, tempat tinggal,

keuangan
Bila sesuai, libatkan dukungan lain untuk mengembangkan
kemungkinan perubahan perilaku melalui lingkungan dalam

c)

layanan pengobatan maupun lingkungan luar pengobatan


Berbagi dengan kelompok mutual lainnya (keluarga pengguna
NAPZA) sambil menerapkan terapi akan sangat membantu

pasien dalam melakukan perubahan perilaku.


3. Sosioterapi
Memberi kesempatan kepada pasien untuk melibatkan diri dalam kegiatan
rehabilitasi sesuai dengan minat dan bakat pasien.
Usulan pemeriksaan penunjang : tes urin (NAPZA), hepatitis B, dan HIV.

DISKUSI
1. Apakah kesulitan pembuatan case report pada pasien ini?
Data pasien sudah diperoleh dari data primer dan data sekunder. Namun
pada rekam medik tidak ditemukan pemeriksaan laboratorium urin untuk
pembuktian NAPZA. Data NAPZA diperoleh berdasarkan pengakuan
pasien, keluarga pasien, dan istri pasien yang pernah menemukan zat
tersebut pada saku celana pasien.
2. Apakah tatalaksana pada pasien sudah tepat?
Berdasarkan Kepmenkes RI No 420 tentang Pedoman Layanan Terapi dan
Rehabilitasi Komprehensif pada Gangguan Penggunaan NAPZA Berbasis Rumah
Sakit, tindakan penanganan pada pasien dengan penyalahgunaan zat meliputi
Gawat darurat NAPZA Detoksifikasi Rehabilitasi Rawat jalan/Rumatan.

16

Apabila kondisi pasien memungkinkan, pasien penyalahgunaan NAPZA dapat


langsung menjalani rawat jalan/rumatan.
Berbagai kondisi yang mandasari

gangguan

penggunaan

NAPZA

akanmempengaruhi jenis pengobatan yang akan diberikan kepada pasien,


kebijakan untuk merawat dan memulangkan pasien, hasil yang diharapkan,
sumber daya manusia yang akan memberikan pelayanan, dan sikap terhadap
perilaku pasien. Di bawah ini akan diuraikan beberapa model yang popular
dilaksanakan pada masalah gangguan penggunaan NAPZA :
1. Therapeutic Community -TC Model, model ini merujuk pada keyakinan
bahwa gangguan penggunaan NAPZA adalah gangguan pada seseorang
secara menyeluruh. Dalam hal ini norma-norma perilaku diterapkan secara
nyata dan ketat yang diyakinkan dan diperkuat dengan memberikan
reward dan sangsi yang spesifik secara langsung untuk mengembangkan
kemampuan mengontrol diri dan sosial/komunitas. Pendekatan yang
dilakukan meliputi terapi individual dan kelompok, sesi encounter yang
intensif dengan kelompok sebaya dan partisipasi dari lingkungan
terapeutik dengan peran yang hirarki, diberikan juga keistimewaan dan
tanggung jawab. Pendekatan lain dalam program termasuk tutorial,
pendidikan formal dan pekerjaan sehari-hari. TC model biasanya
merupakan perawatan inap dengan periode perawatan dari dua belas
sampai delapan belas bulan yang diikuti dengan program aftercare jangka
pendek.
2. Model Medik, model ini berbasis pada biologik dan genetik atau
fisiologiksebagai penyebab adiksi yang membutuhkan pengobatan dokter
danmemerlukan farmakoterapi untuk menurunkan gejala-gejala serta
perubahanperilaku. Program ini dirancang berbasis rumah sakit dengan
program rawatinap sampai kondisi bebas dari rawat inap atau kembali ke
fasilitas dimasyarakat.
3. Model Minnesota, model ini dikembangkan dari Hazelden Foundation
and Johnson Institute. Model ini fokus pada abstinen atau bebas NAPZA
sebagaitujuan utama pengobatan. Model Minessota menggunakan program
spesifikyang berlangsung selama tiga sampai enam minggu rawat inap
denganlanjutan aftercare, termasuk mengikuti program self help group

17

(Alcohol Anonymous atau Narcotics Anonymous) serta layanan lain sesuai


dengankebutuhan pasien secara individu. Fase perawatan rawat inap
termasuk ;terapi kelompok, terapi keluarga untuk kebaikan pasien dan
anggotakeluarga lain, pendidikan adiksi, pemulihan dan program 12
langkah.Diperlukan pula staf profesional seperti dokter, psikolog, pekerja
sosial,mantan pengguna sebagai addict counselor
4. Model Eklektik, model ini menerapkan pendekatan secara holistik
dalamprogram rehabilitasi. Pendekatan spiritual dan kognitif melalui
penerapanprogram 12 langkah merupakan pelengkap program TC yang
menggunakanpendekatan perilaku, hal ini sesuai dengan jumlah dan
variasi masalah yangada pada setiap pasien adiksi.
5. Model Multi Disiplin, program ini merupakan pendekatan yang
lebihkomprehensif dengan menggunakan komponen disiplin yang
terkaittermasuk reintegrasi dan kolaborasi dengan keluarga dan pasien
6. Model Tradisional, tergantung pada kondisi setempat dan terinpirasi
darihal-hal praktis dan keyakinan yang selama ini sudah dijalankan.
Programbersifat jangka pendek dengan aftercare singkat atau tidak sama
sekali.Komponen dasar terdiri dari : medikasi, pengobatan alternatif, ritual
dankeyakinan yang dimiliki oleh sistem lokal contoh : pondok
pesantren,pengobatan tradisional atau herbal.
7. Faith Based Model, sama dengan model tradisional hanya pengobatan
tidakmenggunakan farmakoterapi.

18

LAMPIRAN

RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT

19

DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta: FKUI; 2013.

20

Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian KesehatanRepublik


Indonesia, 2010. Keputusan Menteri Kesehatan RepublikIndonesia Nomor
420/Menkes/Sk/Iii/2010

Tentang

Pedoman

LayananTerapi

dan

Rehabilitasi Komprehensif pada Gangguan PenggunaanNAPZA Berbasis


Rumah Sakit.
Kaplan I. H. 2005. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis,
Edisi Ketujuh, Wiguna M. S; Jakarta, 1997. Hal:799-806.
Kusuma Whardhani. 2013.Terapi Fisik dan Psikofarmaka dalam Buku Ajar
Psikiatri Edisi Kedua. Jakarta. Badan penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Maramis W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
University Press.

Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika AtmaJaya.
Maslim Rusdi. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi
Ketiga. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.

21

Anda mungkin juga menyukai