Anda di halaman 1dari 52

FORMULASI DAN UJI IRITASI KULIT BEDAK

TABUR DAUN GATAL [Laportea decumana (Roxb.)


Wedd] ASAL MANOKWARI

SKRIPSI

OLEH
CHARISMA DEWI NARLISA PUTRI
NIM 20150511064028

PROGRAM STUDI FARMASI


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2019
FORMULASI DAN UJI IRITASI KULIT BEDAK
TABUR DAUN GATAL [Laportea decumana (Roxb.)
Wedd] ASAL MANOKWARI

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Farmasi Program Studi Farmasi

OLEH
CHARISMA DEWI NARLISA PUTRI
NIM 20150511064028

PROGRAM STUDI FARMASI


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2019
ABSTRAK

Putri, Charisma.D.N.2018. “FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS


ANALGESIK BEDAK TABUR DAUN GATAL [Laportea decumana (Roxb.)
Wedd] ASAL PAPUA” Skripsi Program Studi Farmasi. Jurusan Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam . Universitas Cenderawasih
Jayapura.

Daun gatal [ Laportea decumana (Roxb.) Wedd] merupakan salah satu tumbuhan
endemik Papua yang memiliki potensi besar dalam pemanfaatannya di bidang
kesehatan yang secara empiris (turun temurun) berkhasiat sebagai obat penghilang
rasa pegal dan lelah. Penelitian ini bertujuan untuk membuat fomulasi sediaan
bedak tabur daun gatal, mengetahui mutu fisik bedak tabur dan menguji iritasi
kulit pada bedak tabur daun gatal [Laportea decumana (Roxb.) Wedd]. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu test pengambilan sampel, pembuatan
simplisia, formulasi,pengujian mutu fisik, serta uji iritasi kulit dengan metode
human four-hour patch test. Formulasi Bedak tabur FI, FII, FIII memiliki mutu
fisik yang baik dan tidak menyebabkan iritasi pada kulit manusia.

Kata kunci: Daun gatal [Laportea decumana (Roxb.) Wedd], Papua, Bedak tabur,
Iritasi kulit.
ABSTRACT

Putri, Charisma.D.N.2018. " FORMULATION AND IRRITATION TEST OF


ITCHY LEAF POWDER [Laportea decumana (Roxb.)] PAPUA ORIGIN "
Thesis Pharmacy Study Program. Department of Pharmacy, Faculty of
Mathematics and Natural Sciences. Cenderawasih University Jayapura.

Itchy leaf [Laportea decumana (Roxb.) Wedd] is one of the endemic plants of
Papua that has potential in health which is empirically efficacious as a medicine
to relieve pain and fatigue. This study aimed to formulate an itchy leaf powder
preparation, determine the physical quality of the powder and skin irritation test
in itchy leaf powder [Laportea decumana (Roxb.) Wedd]. The method used in this
study was sample collect, making simplicia, formulation, physical quality test,
and skin irritation test using a four-hour human patch test method. Powder
formulation, FI, FII, FIII has good physical quality and does not cause irritation
to human skin.

Keywords: Itchy leaf [Laportea decumana (Roxb.) Wedd], Papua, Loose Powder,
Skin irritation.

iv
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul: FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANALGESIK


BEDAK TABUR DAUN GATAL [Laportea decumana (Roxb.) Wedd] ASAL
PAPUA oleh Charisma Dewi Narlisa Putri telah diperiksa untuk disetujui.

Jayapura, 27 April 2019

Pembimbing I, Pembimbing II,

Eva Susanty Simaremare, S.Si., M.Si Rani Dewi Pertiwi, S.farm., M.Si.,Apt
NIP. 198309132012122001 NIP. 198709292014042001

v
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi dengan judul: FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANALGESIK


BEDAK TABUR DAUN GATAL Laportea decumana (Roxb.) Wedd ASAL
PAPUA oleh Charisma Dewi Narlisa Putri telah diperiksa untuk disetujui.

Dewan Penguji :
Nama Jabatan Tanda
tangan
1.
2.
3.

4.

Mengesahkan Mengetahui
Dekan Fakultas MIPA Ketua Jurusan Farmasi

Dr. Dirk Y. P. Runtuboi, M.Kes Elsye Gunawan, S.Farm.,M.Sc.,Apt


NIP. 19760123 200112 1 003 NIP. 19821118 201212 2 001

vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:

“Do More Get More, Lakukanlah Sesuatu Yang Lebih Jika Ingin
Mendapatkan Hasil Yang Lebih ”

“Barang Siapa Menjadikan Mudah Urusan Orang Lain, Pasti Allah Akan
Memudahkan Urusannya Di Dunia Dan Akhirat”
(HR.MUSLIM)

Kupersembahkan karya skripsi ini kepada:


*Allah Subhannahu Wa Ta’ala, Rabbku, Ya Rahman Ya Rahim

Papa dan Mama terkasih:


*Pungut Sunarto, S.K.M
*Sulistyowati

Kakak dan Adik ku tersayang:


*Hesty Ayu Permatasari
*Yayang Santika Dwi Anjani
*Nada Shafa Jihan Zhafira
*M. Danang Prasetyo Aji Sunarto Putra
* M. Arjun Rama Sadewa Sunarto Putra

*Farmasi Universitas Cenderawasih angkatan 2015

vii
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

Skripsi S1 FMIPA Uncen yang tidak dipublikasikan, terdaftar dan tersedia


di perpustakaan Universitas Cenderawasih dan terbuka untuk umum dengan
ketentuan bahwa hak cipta ada pada penulis.
Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau
peringkasan hanya dapat dilakukan seizin penulis, dan harus disertai dengan
kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.
Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh isi skripsi haruslah
seizin Rektor Universitas Cenderawasih.
Perpustakaan yang meminjamkan skripsi ini untuk keperluan anggotanya
haruslah mengisi nama dan tanda tangan peminjam dan tanggal pinjam.

viii
UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai
Tugas Akhir dengan judul “Formulasi dan Uji Analgesik Bedak Tabur Daun Gatal
Laportea Decumana (Roxb.) Wedd Asal Papua”.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak memperoleh bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak untuk menyelesaikannya. Untuk itu, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya, kepada Yth:
1. Dr. Ir. Apolo Safanpo, ST, MT., selaku Rektor Universitas Cenderawasih.
2. Dr. Dirk Y. P. Runtuboi, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih Jayapura.
3. Elsye Gunawan, M.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Farmasi
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Cenderawasih.
4. Eva Susanty Simaremare, S.Si., M.Si., sebagai Dosen Pembimbing I yang
telah banyak memberikan arahan dan masukkan kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Rani Dewi Pertiwi, S.Farm., M.Si.,Apt., sebagai Dosen Pembimbing II
yang telah banyak memberikan arahan dan masukkan kepada penulis
dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Farmasi Universitas Cenderawasih
yang telah banyak memberikan arahan dan masukkan kepada penulis
dalam penyusunan skripsi ini.
7. Kedua orang tua dan saudara yang telah banyak memberikan doa dan
dukungan baik secara moril maupun materi kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan pembuatan skripsi ini.
8. Kekasih tercinta Muhammad Anwar Abdullah, S.T., yang telah
memberikan motivasi, dukungan baik secara moril maupun materi kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan pembuatan skripsi ini.

ix
9. Seluruh sahabat Fitriati Kurnia Dewi, Maria R. I. Kelmanutu, Nia Novela
Kawer, yang telah membantu dan mendukung penulis untuk
menyelesaikan pembuatan skripsi ini.
10. Seluruh sukarelawan dan teman-teman Farmasi Universitas Cenderawasih
angkatan 2015 yang telah membantu dan mendukung penulis untuk
menyelesaikan pembuatan skripsi ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dan telah
memberikan dorongan serta motivasi yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun
dalam pengembangan penulisan proposal ini. Penulis berharap semoga proposal
ini dapat bermanfaat bagi penulis serta pembaca sekalian.
Jayapura, April 2019

Penulis

x
DAFTAR ISI
Halama

n
ABSTRAK.............................................................................................................iii
ABSTRACT............................................................................................................iv
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................v
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN......................................................................vii
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI...........................................................viii
UCAPAN TERIMAKASIH.................................................................................ix
DAFTAR ISI..........................................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................xiv
DAFTAR TABEL................................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................16
1.1Latar Belakang........................................................................................16
1.2Rumusan Masalah...................................................................................17
1.3Tujuan......................................................................................................17
1.4Manfaat Penelitian...................................................................................17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................18
2.1Tinjauan Tentang Daun Gatal Laportea decumana (Roxb.) Wedd........18
2.2 Tinjauan Tentang Bedak Tabur..............................................................21
2.3 Uraian Bahan..........................................................................................21
2.4 Kulit........................................................................................................23
2.5 Iritasi.......................................................................................................29
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................30
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian.................................................................30
3.2 Alat dan Bahan.......................................................................................30
3.3 Pembuatan simplisia...............................................................................30
3.4 Formulasi Bedak Tabur..........................................................................31
3.5 Pengujian Mutu Fisik Bedak Tabur........................................................31
3.6 Pemeriksaan pH......................................................................................32
3.7 Uji Iritasi Kulit.......................................................................................32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................33

xi
4,1 Pembuatan Simplisia..............................................................................33
4.2 Pembuatan Bedak Tabur Daun Gatal.....................................................33
4.3 Hasil Mutu Fisik Bedak Tabur...............................................................34
4.4 Hasil pH Bedak Tabur............................................................................37
4.5 Aktivitas Iritasi Bedak Terhadap Kulit Manusia....................................37
BAB V PENUTUP................................................................................................39
5.1 Kesimpulan.............................................................................................39
5.2 Saran.......................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................40

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Bagan Alur Penelitian........................................................................43


Lampiran 2. Simplisia............................................................................................44
Lampiran 3. Pembuatan Bedak Tabur....................................................................45
Lampiran 4. Pengujian Mutu Fisik dan pH Bedak Tabur......................................46
Lampiran 5. Pengujian Iritasi Kulit........................................................................50

xiii
DAFTAR GAMBAR
Halama

Gambar 1.1 Daun Gatal [Laportea decumana (Roxb.) Wedd]..............................18


Gambar 2.1 Fisiologi Kulit....................................................................................23
Gambar 2.2. Histologi Kulit...................................................................................27

xiv
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 3.1 Formulasi Bedak Tabur..........................................................................31


Tabel 4.1 Hasil Uji Organoleptis...........................................................................34
Tabel 4.2 Hasil Uji Daya Lekat.............................................................................35
Tabel 4.3 Hasil Uji kelembaban.............................................................................36
Tabel 4.4 Hasil Pengukuran pH.............................................................................37
Tabel 4.5 Hasil Uji Iritasi.......................................................................................38

xv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Daun gatal dimanfaatkan untuk menghilangkan rasa pegal-pegal di
badan. Daun gatal dipakai dengan cara menggosokan daun gatal secara
langsung pada bagian tubuh yang terasa pegal dan nyeri. Untuk
menghilangkan rasa pusing di kepala, daun gatal dapat digunakan dengan
cara menempelkan daun di kening lalu dapat dilepaskan jika sudah merasa
ringan dan lebih baik (Rudiyanto, 2015).
Bila salah menggosok atau menggunakan daun gatal akan
menimbulkan bengkak-bengkak, atau bintik-bintik merah, dibagian
permukaan kulit manusia seperti dipaha, bahu, punggung, pinggang, ketiak
atau bagian lainnya. (Mom et al., 2012).
Berdasarkan penelusuran literatur diketahui daun gatal sering
digunakan oleh masyarakat Papua sebagai anti pegal – pegal (analgesik)
penelitian tentang daun gatal telah dilakukan seperti toksisitas,
antioksidan, analgesik dan antiinflamasi (Simaremare et al., 2018) dan
analisis perbandingan efektifitas antinyeri salep (Simaremare et al., 2015).
Dalam bidang farmasi ada beberapa bentuk sediaan yang
digunakan untuk mengobati nyeri di kulit seperti bedak tabur, krim, gel
atau salep. Bedak tabur merupakan sediaan kosmetik berupa bubuk halus
lembut, homogen, sehingga mudah ditaburkan atau disapukan merata pada
kulit (Rahim et al., 2017). Karena pemakaian daun gatal dilakukan secara
topikal maka daun ini baik untuk dikembangkan sebagai sediaan antinyeri
dalam bentuk bedak tabur.
Berdasarkan uraian di atas maka pada penelitian ini dilakukan
formulasi dan uji iritasi bedak tabur daun gatal [Laportea decumana
(Roxb.) Wedd].

16
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah adalah :
1. Bagaimana mutu fisik bedak tabur daun gatal ?
2. Apakah bedak tabur daun gatal menyebabkan iritasi kulit
terhadap kulit manusia ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah dia atas, maka tujuan dari penelitian
adalah :
1. Membuat dan mengetahui mutu fisik bedak tabur daun gatal.
2. Menguji iritasi kulit bedak tabur daun gatal terhadap kulit
manusia.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari Penelitian ini adalah :
1. Instansi
Sebagai kajian ilmiah dari sediaan daun gatal yang baru (bedak tabur)
2. Masyarakat
Memberikan informasi sediaan bedak daun gatal sebagai analgesik
yang dapat digunakan oleh masyarakat
3. Peneliti
Mendapatkan wawasan ilmu pengetahuan tentang formulasi, evaluasi
sediaan dan aktivitas analgesik pada bedak tabur daun gatal sehingga
dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya .

17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Daun Gatal Laportea decumana (Roxb.) Wedd.


2.1.1. Klasifikasi daun gatal Laportea decumana (Roxb.) Wedd.
Berikut klasifikasi dari tumbuhan Daun Gatal Laportea decumana
(Roxb.) Wedd.
Klasifikasi Daun Gatal
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Urticales
Famili : Urticaceae
Genus : Laportea
Spesies : Laportea decumana (Roxb.) Wedd
( Heyne, 1987 )

Gambar 1.1. Daun Gatal [Laportea decumana (Roxb.) Wedd].


Sumber : Dokumentasi Pribadi

18
1.1.1 Deskripsi daun gatal Laportea decumana (roxb.)
Wedd.
Tanaman ini memang berasal dari timur Indonesia tepatnya
Papua dan Maluku. Daun gatal sendiri termasuk dalam keluarga
tanaman perdu (Urticaceae) dan termasuk dalam spesies Laportea
decumana (Rudiyanto, 2015). Laportea decumana (Roxb.) Wedd
merupakan tumbuhan semak-semak, sub-semak atau tanaman
tinggi yang dapat tumbuh hingga mencapai 2 m. Bunga jantan
mempunyai empat benang sari, empat tepals dan buah yang achene
(Ahmad et al., 1995).
Tanaman ini memiliki batang yang banyak dan lunak,
rapuh, bercabang dengan baik (well branched) dan memiliki
senjata berupa rambut panjang dan kaku yang tersusun rapat dan
iritan.Habitat tumbuhan ini pada tempat yang teduh dan tumbuh
dengan baik pada daerah basah tapi dengan tanah yang kering.
Panjang lamina 20-25 cm, lebar 6-18 cm, bulat telur, jarang elips;
daun rugose, padat dengan bulu iritasi panjang hadir di kedua
permukaan, lebih pada bagian bawah; dasar bulat untuk mengitari;
apex folii (ujung daun) panjang, acuminate (meruncing); margin
lamina serrulat(bergerigi ke samping) ke denticulate (ke atas),
stipules (anak daun) hingga 2 cm, stigma (kepala putik) hingga 3
mm, bracts lebih panjang dari bunganya. Habitat tumbuhan ini
menyukai tempat-tempat yang teduh dan tumbuh dengan baik di
daerah basah tetapi tanah yang kering (Anonim, 2010).
1.1.2 Kandungan dan manfaat
Daun gatal dapat digunakan untuk mengobati sakit
nyeri/pegal pegal karena lelah bekerja, perjalanan jauh, salah urat,
sakit pinggang, rematik, sakit kepala, sakit perut, dara tinggi, dan
demam. Cara menggunakannya dengan menggunakan daun gatal
5-10 lembar daun, lalu dioleskan atau digosok pada bagian yang
merasa sakit atau nyeri. Kalau sakitnya lebih parah bisa digunakan

19
sampai 10-15 lembar daun. Cara menggosok atau mengoles harus
satu arah tidak boleh bolak balik atau dari arah yang lainnya.
Permukaan bagian bawah daun, yang mempunyai bulu-bulu
digosok atau dioles berulang-ulang pada bagian yang pegal atau
sakit sampai daun-daun tersebut hancur. Selanjutnya akan terasa
gatal sekitar 2-3 menit dan timbul bintik-bintik kecil yang dapat
bertahan sekitar 30-60 menit kemudian rasa nyeri atau pegal akan
hilang dan tubuh terasa lebih nyaman kembali. Khusus untuk sakit
panas daun ditempelkan dan diikat kemudian biarkan sampai rasa
sakit hilang. Bila salah menggosok atau menggunakan daun gatal
akan menimbulkan bengkak-bengkak, atau bintik-bintik merah,
dibagian permukaan kulit manusia seperti dipaha, bahu, punggung,
pinggang, ketiak atau bagian lainnya. Khusus untuk jenis daun
gatal doang/mampu akan menyebabkan pembengkakannya lebih
parah lagi walaupun hanya penggunaan satu daun dapat
menyebabkan benjolan seperti luka terbakar yang diikuti demam
selama 1-2 hari (Mom et al., 2012).
Secara tradisional dapat digunakan untuk meringankan
nyeri badan, pegal-pegal, sakit kepala, sakit perut, nyeri persendian
tulang dan memar. Daun pada permukaan bawah ditempelkan,
ditekankan atau ditepukkan pada bagian yang nyeri atau sakit.
Daun gatal digosokkan pada area yang sakit dengan sensasi seperti
sengatan pada akhirnya menjadi mati rasa dan dapat dikembangkan
sebagai anestesia. Daun yang digosokkan pada dada dapat
digunakan untuk mengatasi asma. Bagi penderita malaria daun
gatal pukul-pukulkan pada seluruh badan sehingga rasa nyengat
dan panas menyebabkan badan berkeringat dan hangat sehingga
meringankan penderita malaria. Mengandung senyawa kimia
golongan alkaloid, glikosida, triterpenoid dan asam formiat
(Chrystomo, dkk., 2016).

20
Daun gatal dipakai dengan cara menggosokan daun gatal
secara langsung pada bagian tubuh yang terasa pegal dan nyeri.
Untuk menghilangkan rasa pusing di kepala, daun gatal dapat
digunakan dengan cara menempelkan daun di kening lalu dapat
dilepaskan jika sudah merasa ringan dan lebih baik
(Rudiyanto, 2015).

1.2 Tinjauan Tentang Bedak Tabur


Menurut Farmakope III, serbuk adalah campuran homogen dua tau lebih
obat yang diserbukkan. Menurut Farmakope IV, serbuk adalah campuran kering
bahan obat yang atau zat kimia yang yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian
oral atau pemakaian luar.
Secara khusus syarat serbuk tabur adalah (Syamsuni, 2006):
1.         Harus melewati ayakan 100 mesh
2.         Talk, kaolin dan bahan mineral lainnya harus bebas dari bakteri Clostridium
tetani, C. welchi dan Bacillus anthracis serta disterilkan dengan cara kering..
3.         Tidak boleh digunakan untuk luka terbuka .

1.3 Uraian Bahan


1. Talk (Farmakope Indonesia III)

Nama Resmi : Talcum


Nama Lain : Talk
 Pemerian  : Serbuk hablur, sangat halus licin, mudah melekat
pada kulit, bebas dari butiran; warna putih atau
putih kelabu.
Kelarutan : Tidak larut dalam hampir semua pelarut.

21
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai zat tambahan (lubrikan, anti-adherent, dan
glidant).

2. Bahan - bahan bedak tabur ( Anonim, 1985 ) :


a) Bahan dasar:
1) Golongan silikat: Talcum : serbuk halus licin tapi kemampuan
menutupi rendah; Kaolin: kekuatan /kemampuan menutupi baik, daya
adhesi baik, dalam jumlah maksimum 25 % dapat mengurangi sifat
mengkilat talkum
2) Golongan karbonat : Magnesium karbonat, sifatnya dapat
mengabsorsi pewangi, mendistribusi pewangi, dan dalam jumlah
banyak menyebabkan kulit menjadi kering; CaCO3, sifatnya
mengurangi sifat mengkilat talcum, mempunyai daya menutup, dapat
mengabsorsi pewangi, dapat mengaborsi keringat, jika jumlah
banyak kulit dapat menjadi kering.
3) Golongan oksida logam : ZnO, sifatnya Daya menutupi baik,
mempunyai daya terapeutik dan memutihkan kulit, sedikit adesif,
dipakai 25 %  (jika lebih kulit menjadi kering); TiO2, daya
menutupinya baik (3 – 5 kali ZnO) dan kurang adesif.
4) Golongan polisakarida : pati beras (jarang digunakan karena mudah
dirusak bakteri).
5) Golongan garam logam asam organik : Mg stearat, Zn stearat,
sifatnya adesif, tahan air, pemakaian berlebih memberikan bau tak
enak dan kulit berbintik bintik, biasa dipakai 4-15%
b) Bahan pengkilat.
Gunanya untuk memberi efek mengkilat bagi / pada pemakaiannya.
Contohnya : Guanine ( senyawa alam ), Bismut oksi klorida (sintetis),
Serbuk mutiara.
c) Bahan Pewarna
Sesuai dengan yanga diizinkan Badan POM . Jumlahnya 1-5%.
Syarat :

22
1) Tidak merangsang kulit
2) Stabil pada media yang sedikit alkali
3) Tidak teroksidasi
4) Tidak mudak menguap 

1.4 Kulit
1. Fisiologi Kulit
Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga
homeostasis tubuh. Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi
fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh
(termoregulasi), dan pembentukan vitamin D (Djuanda, 2007). Kulit juga
sebagai barier infeksi dan memungkinkan bertahan dalam berbagai
kondisi lingkungan (Harien, 2010).

(Yahya, 2005)
Gambar 2.1 Fisiologi Kulit

a. Fungsi proteksi
Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai
cara sebagai berikut:
1) Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan
zat kimia.
2) Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit
dan dehidrasi, selain itu juga mencegah masuknya air dari lingkungan
luar tubuh melalui kulit.

23
3) Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan
rambut dari kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang
berfungsi membunuh bakteri di permukaan kulit.
4) Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang
berbahaya. Pada stratum basal, sel-sel melanosit melepaskan pigmen
melanin ke sel-sel di sekitarnya. Pigmen ini bertugas melindungi
materi genetik dari sinar matahari, sehingga materi genetik dapat
tersimpan dengan baik. Apabila terjadi gangguan pada proteksi oleh
melanin, maka dapat timbul keganasan.
5) Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang
protektif. Yang pertama adalah sel Langerhans, yang
merepresentasikan antigen terhadap mikroba. Kemudian ada sel
fagosit yang bertugas memfagositosis mikroba yang masuk melewati
keratin dan sel Langerhans (Martini, 2006).
b. Fungsi absorpsi
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-
lipid seperti vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan
karbon dioksida (Djuanda, 2007). Permeabilitas kulit terhadap oksigen,
karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian
pada fungsi respirasi. Selain itu beberapa material toksik dapat diserap
seperti aseton, CCl4, dan merkuri (Harien, 2010). Beberapa obat
juga dirancang untuk larut lemak, seperti kortison, sehingga mampu
berpenetrasi ke kulit dan melepaskan antihistamin di tempat peradangan
(Martini, 2006).
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit,
hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan
dapat berlangsung melalui celah antarsel atau melalui muara saluran
kelenjar, tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada
yang melalui muara kelenjar (Tortora & Derrickson, 2006).
c. Fungsi ekskresi
Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua
kelenjar eksokrinnya, yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar keringat:

24
1) Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel
rambut dan melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju
lumen (Harien, 2010).
2) Kelenjar keringat
Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air
dapat keluar dengan cara menguap melalui kelenjar keringat
tiap hari (Djuanda, 2007). Seorang yang bekerja dalam ruangan
mengekskresikan 200 mL keringat tambahan, dan bagi orang yang
aktif jumlahnya lebih banyak lagi. Selain mengeluarkan air dan panas,
keringat juga merupakan sarana untuk mengekskresikan garam,
karbondioksida, dan dua molekul organik hasil pemecahan protein
yaitu amoniak dan urea (Martini, 2006).
Terdapat dua jenis kelenjar keringat, yaitu kelenjar keringat
apokrin dan kelenjar keringat merokrin.Kelenjar keringat apokrin
terdapat di daerah aksila, payudara dan pubis, serta aktif pada usia
pubertas dan menghasilkan sekret yang kental dan bau yang khas
(Djuanda, 2007). Kelenjar keringat apokrin bekerja ketika ada sinyal
dari sistem saraf dan hormon sehingga sel-sel mioepitel yang ada di
sekeliling kelenjar berkontraksi dan menekan kelenjar keringat
apokrin. Akibatnya kelenjar keringat apokrin melepaskan sekretnya ke
folikel rambut lalu ke permukaan luar (Tortora & Derrickson, 2006)..
Kelenjar keringat merokrin (ekrin) terdapat di daerah telapak
tangan dan kaki. Sekretnya mengandung air, elektrolit, nutrien
organik, dan sampah metabolism (Harien, 2010). Kadar pH-nya
berkisar 4,0−6,8 dan fungsi dari kelenjar keringat merokrin adalah
mengatur temperatur permukaan, mengekskresikan air dan elektrolit
serta melindungi dari agen asing dengan cara mempersulit perlekatan
agen asing dan menghasilkan dermicidin, sebuah peptida kecil
dengan sifat antibiotik (Djuanda, 2007).
d. Fungsi persepsi

25
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutis (Djuanda, 2007). Terhadap rangsangan panas
diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis.
Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak
di dermis, badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan
terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier yang
terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh
badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih
banyak jumlahnya di daerah yang erotik (Tortora & Derrickson,
2006).
e. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)
Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh
(termoregulasi) melalui dua cara: pengeluaran keringat dan
menyesuaikan aliran darah di pembuluh kapiler (Djuanda, 2007).
Pada saat suhu tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam
jumlah banyak serta memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi)
sehingga panas akan terbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada
saat suhu rendah, tubuh akan mengeluarkan lebih sedikit keringat
dan mempersempit pembuluh darah (vasokonstriksi) sehingga
mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh (Harien, 2010).
f. Fungsi pembentukan vitamin D
Vitamin D dilakukan dengan mengaktivasi prekursor 7
dihidroksi kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet
(Djuanda, 2007). Enzim di hati dan ginjal lalu memodifikasi
prekursor dan menghasilkan kalsitriol, bentuk vitamin D yang aktif.
Calcitriol adalah hormon yang berperan dalam mengabsorpsi
kalsium makanan dari traktus gastrointestinal ke dalam pembuluh
darah (Tortora & Derrickson, 2006).
Walaupun tubuh mampu memproduksi vitamin D sendiri,
namun belum memenuhi kebutuhan tubuh secara keseluruhan
sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.Pada
manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena adanya

26
pembuluh darah, kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah kulit
(Djuanda, 2007).

2. Histologi Kulit
Kulit manusia tersusun atas dua lapisan, yaitu epidermis dan
dermis (Gambar 4) (Junqueira & Carneiro, 2007). Epidermis
merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal
yang berbeda-beda: 400−600 μm untuk kulit tebal (kulit pada
telapak tangan dan kaki) dan 75−150 μm untuk kulit tipis (kulit
selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut) (Tortora &
Derrickson, 2006). Selain sel-sel epitel, epidermis juga tersusun atas
lapisan :
a. Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses
melanogenesis (Junqueira & Carneiro, 2007).
b. Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag
turunan sumsum tulang yang merangsang sel Limfosit T. Sel
Langerhans juga mengikat, mengolah, dan merepresentasikan
antigen kepada sel Limfosit T (Djuanda, 2007). Dengan
demikian, sel Langerhans berperan penting dalam imunologi
kulit (Junqueira & Carneiro, 2007).
c.. Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai
mekanoreseptor sensoris dan berhubungan fungsi dengan sistem
neuroendokrin difus (Tortora et al, 2006).
d. Keratinosit, yang secara bersusun dari lapisan paling
luar hingga paling dalam sebagai berikut:

27
(Yahya, 2005).

Gambar 2.2. Histologi Kulit

1) Stratum Korneum, terdiri atas 15−20 lapis sel gepeng, tanpa inti
dengan sitoplasma yang dipenuhi keratin.
2) Stratum Lucidum, terdiri atas lapisan tipis sel epidermis
eosinofilik yang sangat gepeng.
3) Stratum Granulosum, terdiri atas 3−5 lapis sel poligonal gepeng
yang sitoplasmanya berisikan granul keratohialin..
4) Stratum Spinosum, terdiri atas sel-sel kuboid. Sel-sel spinosum saling
terikat dengan filamen.
5) Stratum Basal/Germinativum, merupakan lapisan paling bawah pada
epidermis, terdiri atas selapis sel kuboid (Junqueira & Carneiro, 2007).
Dermis, yaitu lapisan kulit di bawah epidermis. Dermis terdiri atas dua
lapisan dengan batas yang tidak nyata, yaitu stratum papilare dan
stratum reticular.
a. Stratum papilare, yang merupakan bagian utama dari papila dermis,
terdiri atas jaringan ikat longgar. Pada stratum ini didapati
fibroblast, sel mast, makrofag, dan leukosit yang keluar dari
pembuluh (ekstravasasi).
b. Stratum retikulare, yang lebih tebal dari stratum papilare dan
tersusun atas jaringan ikat padat tak teratur (terutama kolagen tipe I)
(Harien, 2010).

28
Selain kedua stratum di atas, dermis juga mengandung beberapa turunan
epidermis, yaitu folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebacea
(Djuanda, 2007). Pada bagian bawah dermis, terdapat suatu jaringan ikat
longgar yang disebut jaringan subkutan dan mengandung sel lemak yang
bervariasi. Jaringan ini disebut juga fasia superficial, atau panikulus
adiposus (Junqueira & Carneiro, 2007).

1.5 Iritasi
Iritasi adalah adalah gejala inflamasi yang terjadi pada kulit atau
membran mukosa segera setelah perlakuan berkepanjangan atau berulang
dengan menggunakan bahan kimia atau bahan lain. Iritasi kulit disebabkan oleh
suatu bahan dapat terjadi pada setiap orang, tidak melibatkan sistem imun
tubuh dan ada beberapa faktor-faktor yang memegang peranan seperti keadaan
permukaan kulit, lamanya bahan bersentuhan dengan kulit, dan konsentrasi
dari bahan (Irsan et al., 2013).
Iritasi kulit karena induksi kimia dipicu oleh kerusakan sel dan
jaringan. Sel kulit melepaskan mediator inflamasi (kemokin dan sitokin) yang
meningkatkan diameter dan permeabilitas pembuluh darah, membuat sel imun
menuju jaringan yang rusak dan memicu migrasi sel imun melewati
endotelium ke dalam jaringan dimana sel imun berperan dalam perbaikan
jaringan. Selain itu, mediator inflamasi dapat merangsang ujung saraf yang
mengarah ke gejala seperti rasa terbakar, gatal atau sensasi menyengat. Respon
inflamasi lokal mengarah ke gejala-gejala seperti kemerahan, panas, nyeri dan
bengkak pada jaringan yang mengalami inflamasi. Kemerahan dan rasa panas
pada kulit disebabkan oleh kenaikan aliran darah pada area inflamasi.
Pembengkakan pada kulit disebabkan oleh peningkatan permeabilitas dari sel
endotel yang membentuk dinding pembuluh darah (Zuang et al, 2013).
1.6

29
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan selama 5 bulan di Laboratorium Farmasi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Cenderawasih.

3.2 Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan antara lain: oven, timbangan analitik, beaker
glass, kaca ukuran 5 x 50 mm, spatel, sudip, kertas perkamen, lumpang
dan alu, serbet kain, pot bedak tabor,aluminium, plester, kertas saring,
hot plate, pH universal, peniup karet, dan porselen.
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan antara lain: simplisia daun gatal
[laportea decumana (Robx). Wedd], Talk, Pewangi bedak aroma mawar
dan akuades.

1.7 Pembuatan simplisia


Pengumpulan sampel tumbuhan yang digunakan adalah daun gatal
yang didapatkan di daerah Manokwari, Papua Barat. Daun gatal
dikumpulkan, dibuang bagian yang tidak diperlukan (sortasi basah) dan
ditiriskan. Selanjutnya dikeringkan di oven dengan suhu 40 - 50°C hingga
kering. Setelah kering simplisia diblender sampai halus dan diayak dengan
ayakan 100 mesh. Simplisia yang sudah halus disimpan dalam wadah
plastik yang tertutup rapat.

30
1.8 Formulasi Bedak Tabur
Formulasi ini mengacu pada bahan dasar pembuatan bedak
farmakope Indonesia edisi III ( 1979 ) dan farmakope Indonesia edisi IV
(1995) .
Tabel 3.1. Formulasi Bedak Tabur
Bahan FI FII FIII
Serbuk daun gatal 10 gram 30 gram 50 gram
Talk 90 gram 70 gram 50 gram
Pewangi 1 mL 1 mL 1 mL
Total 100 gram 100 gram 100 gram

Prosedur pembuatan bedak tabur :


Timbanglah serbuk daun gatal, talk sesuai formula yang ditentukan
menggunakan timbangan analitik, kemudian ukur volume pewangi dengan
gelas ukur sesuai formula yang ditentukan, campurlah ketiga bahan hingga
homogeny dan masukkan pada wadah yang tertutup.

1.9 Pengujian Mutu Fisik Bedak Tabur


1. Pemeriksaan Organoleptis
Meliputi pengamatan terhadap bentuk, bau dan warna yang
dilakukan secara visual (Anonim,1980). Pemeriksaan organoleptis
dilakukan oleh 30 sukarelawan, kemudian diambil pendapat terbanyak
pada tiap karakteristik uji organoleptis.
2. Uji Daya Lekat
Bedak ditimbang 100 mg disapukan pada permukaan kulit dengan
2
luas 100 cm . Lokasi kulit yang disapukan ditiup dengan peniup karet,
serbuk yang jatuh dari permukaan kulit ditampung dikertas perkamen.
Kemudian ditimbang serbuk yang jatuh dari lokasi lekatan
(Voight,1994).
Hitung persentase serbuk yang jatuh dengan persamaan :
Serbuk yang jatuh
% serbuk yang jatuh= X 100%
Berat serbuk

31
3. Uji kelembaban
2 Bedak tabur ditimbang 5 gram secara akurat dan dimasukkan
kedalam kurs porselen dengan diameter 2-4 cm. kemudian dikeringkan
dalam oven pada suhu 105°C sampai berat konstan. Hitung % massa
bedak yang hilang dengan persamaan :
3 % Massa=A /B X 100 %
4 A = Berat massa bedak yang hilang
5 B = berat massa sebelum dioven
(Akelesh et al., 2010)

3.6 Pemeriksaan pH
Bedak tabur ditimbang 10 g, dimasukkan ke dalam beaker glass
150 ml. Untuk ini 90 ml air dipanaskan kemudian didinginkan dan
0
ditambahkan pada suhu 27 C. Kemudian dikocok sampai terbentuk suspensi
yang baik. pH ditentukan dalam waktu 5 menit dengan menggunakan pH
universal (Akelesh et a.l, 2010).

3.7 Uji Iritasi Kulit


Uji iritasi dilakukan dengan metode human 4-hour patch test (uji
tempel terhadap manusia selama 4 jam) secara tertutup, bahan penutup
terdiri dari kertas saring berbentuk bulat dengan diameter 2.5 cm dan plester.
Bahan uji ditempelkan pada lengan kanan bagian atas dari 30 sukarelawan
selama 4 jam. Kulit diamati pada 0, 24, 48, 72 jam. Penilaian derajat iritasi
dilakukan dengan cara memberi skor 0 sampai 4 tergantung tingkat
keparahan reaksi eritema dan edema pada kulit yang terlihat. Tanpa eritema :
0, sangat sedikit eritema (diameter <25mm):1, eritema jelas (25,1-30mm):2,
eritema sedang (30,1-35mm): 3, eritema berat(gelap merah membentuk
eskar, diameter > 35mm): 4. Tanpa edema: 0, sangat sedikit edema (hampir
tidak terlihat):1, edema tepi batas jelas (ketebalan <1mm): 2, edema sedang
(tepi naik ±1mm):3, edema berat (tepi naik >1mm dan meluas): 4. Selama
penilaian sukarelawan diperbolehkan membasuh kulit tempat aplikasi

32
dengan air, tanpa sabun, deterjen, dan produk kosmetik (Pansang et al.,
2010).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4,1 Pembuatan Simplisia


Dalam penelitian ini sampel tumbuhan daun gatal diperoleh dari
Manokwari, Papua. Pengolahan terdiri dari pengambilan sampel yaitu bagian
daun, kemudian dibersihkan terlebih dahulu lalu dilakukan pengeringan
menggunakan matahari langsung dan menggunakan oven pada suhu 40°C
kemudian dihaluskan.
Simplisia yang telah dikeringkan kemudian dihaluskan menggunakan
blender hingga menjadi serbuk. Serbuk simplisia kemudian diayak dengan
ayakan 150 μm (±100 mesh). Serbuk simplisia ditimbang sesuai formula I,
formula II, dan formula III (dapat dilihat pada Tabel 3.1), kemudian disimpan
dalam wadah tertutup.

4.2 Pembuatan Bedak Tabur Daun Gatal


Formula yang digunakan pada penelitian ini adalah formula dengan
acuan bahan dasar pembuatan bedak farmakope Indonesia III dan IV. Bahan –
bahan yang digunakan dalam pembuatan bedak tabur yaitu serbuk halus
simplisia daun gatal, talk, dan pengharum bedak. Sediaan bedak tabur akan
diuji mutu fisik, uji pH ,dan uji iritasinya dengan metode human 4-hour patch
test (uji temple terhadap manusia selama 4 jam).
Sebelum dilakukan pencampuran bahan – bahan bedak tabur, dilakukan
penimbangan bahan- bahan sesuai formulasi I, II, III, kemudian dicampur di
dalam mortar dan diaduk hingga homogen menggunakan stamper.
Pencampuran bahan dilakukan dengan urutan bahan yang berwarna putih
terlebih dahulu dan kuantitas bahan yang kecil terlebih dahulu dengan tujuan
mempermudah pencampuran bahan dan didapatkan serbuk yang homogen.
Bedak disimpan dalam wadah tertutup rapat.

33
4.3 Hasil Mutu Fisik Bedak Tabur
Bedak tabur yang telah dibuat diuji mutu fisiknya berupa, organoleptis,
daya lekat, dan kelembapan bedak. Uji mutu fisik ini penting karena dapat
mempengaruhi mutu, keamanan, dan minat konsumen terhadap suatu
sediaan.
1. Hasil Organoleptis

Pengujian organoleptik terhadap sediaan bedak adalah salah satu


langkah dalam penentuan kualitas suatu sediaan bedak yang dihasilkan.
Pemeriksaan ini meliputi warna, bau, tekstur dan bentuk yang diamati
secara visual.
Tabel 4.1. Hasil Uji Organoleptis Bedak Daun Gatal
Formula
Uji Organoleptis
I II III
Warna Putih keabuan Abu-abu Hijau tua
Bau Aroma bunga Aroma bunga Aroma bunga
mawar mawar mawar
Tekstur Halus Halus Agak kasar
Bentuk Serbuk Serbuk Serbuk

Hasil uji organoleptis pada Tabel 4.1 merupakan hasil uji


organoleptis yang dilakukan oleh 30 sukerelawan, kemudian diambil
pendapat terbanyak pada masing-masing karakteristik uji organoleptis.
Tabel 4.1 menunjukkan warna yang dihasilkan berbeda antara FI ,FII, FIII.

34
Hal ini dipengaruhi oleh jumlah sebuk daun gatal yang berbeda untuk tiap
formula, serbuk daun gatal memiliki warna hijau tua dan talk mempunyai
warna putih. Semakin banyak serbuk maka akan semakin hijau warna
sediaan.
Bau bedak pada FI, FII dan FIII memiliki aroma mawar karena
bedak diberi pewangi yaitu aroma bunga mawar. Sediaan bedak tabur
daun gatal FI, FII memiliki tekstur yang lembut, sedangkan FIII memiliki
tekstur yang agak kasar. Hal ini berkaitan dengan tekstur daun gatal yang
kasar dan talk yang lembut, sehingga semakin banyak jumlah serbuk daun
gatal yang digunakan, maka akan semakin kasar sediaan bedak. Ukuran
partikel sediaan tidak mempengaruhi ketiga formula, karena ketiga
formula memiliki ukuran partikel yang sama yaitu ±100 mesh, sesuai
dengan salah satu syarat serbuk tabur pada (Syamsuni, 2006). Sediaan
bedak tabur memiliki bentuk serbuk sesuai dengan pengertian pada
Farmakope III dan Farmakope IV.
2. Daya Lekat Bedak Tabur
Daya lekat mencerminkan seberapa kuatnya lekatan antara bedak
tabur dengan kulit manusia yang dalam penelitian ini menggunakan kulit
lengan bawah dan kulit lengan atas bagian dalam. Daya lekat yang baik
pada bedak akan memberikan kemudahan dalam mengaplikasikan bedak
tabur dan bedak tidak akan cepat terhapus oleh karena faktor luar seperti
gesekan (Wilkinson & Moore, 1997).
Uji daya lekat dilakukan pada ketiga formulasi dengan tiga kali
replikasi agar data yang dihasilkan lebih akurat. Pada uji daya lekat, bedak
sebanyak 100 mg ditaburkan diatas kulit manusia dengan luas 100 cm 2
lalu ditiup dengan balon peniup dan ditimbang serbuk yang jatuh
kemudian dilakukan perhitungan untuk mendapatkan persen (%) serbuk
jatuh. Semakin sedikit bobot serbuk yang jatuh, semakin baik daya lekat
bedak tabur.
Tabel 4.2. Hasil Uji Daya Lekat
Baham Uji Rata – Rata % Daya Lekat
FI 99,03
FII 99,00
FIII 98,47
SD ±0,31

Tabel 4.2 merupakan hasil rata-rata daya lekat bedak tabur daun gatal.
Dari data terlihat bahwa persen rata-rata jatuh serbuk pada formulasi I

35
paling tinggi dan pada formulasi III paling rendah. Hal ini dapat
diakibatkan oleh jumlah talk dan serbuk daun gatal pada setiap formula.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Rahim (2017). Hasil daya lekat pada
bedak tabur yaitu 67,61% sampai 72,30% dan dikatakan baik apabila
semakin besar daya lekat dan semakin sedikit % serbuk yang jatuh.
Dengan perbandingan ini, FI ,FII, FIII sediaan bedak tabur daun gatal
dapat dikatakan memiliki daya lekat yang baik dengan % daya lekat
berturut-turut : 99,03%, 99,00%, 98,47%. Daya lekat yang baik
disebabkan oleh komposisi bedak yaitu serbuk daun gatal dan talk yang
memiliki daya lekat yang baik.

3. Kelembaban Bedak Tabur


Kelembaban sediaan merupakan salah satu parameter untuk
mengetahui mutu fisik bedak tabur (Connor, 1986) . Uji kelembaban pada
penelitian ini dilakukan dengan memanaskan sediaan menggunakan oven
pada suhu 105°C yaitu di atas titik didih air 100°C (Farmakope III, 1979)
agar air dapat menguap sesuai prinsip pengujian kelembaban dan
menghitung bobot bedak yang hilang pada saat pemanasan.
Tabel 4.3. Hasil Uji Kelembaban Bedak Tabur
Bahan Uji % Rata-Rata Kelembaban
FI 1,21
FII 1,35
FIII 1,42
SD ±0,10

36
Tabel 4.3 menunjukkan hasil uji kelembaban yang dilakukan
dengan tiga kali replikasi. Hasil rata- rata % kelembaban FI, FII, FIII
berturut-turut adalah 1,21%, 1,35 %, 1,42%. Hasil ini menunjukkan bahwa
kelembaban bedak tabur daun gatal memiliki kelembaban yang baik sesuai
dengan syarat kelembaban bedak tabur menurut Akelesh (2010) yaitu
tidak lebih dari 2%. Kelembaban yang tidak sesuai dapat mempengaruhi
kestabilan sediaan bedak tabur (Connor, 1986) .

37
4.4 Hasil pH Bedak Tabur
Nilai pH merupakan nilai yang menunjukkan derajat keasamaan
suatu bahan (Nurhadi, 2012). Menurut Wasitaatmadja (2007), nilai pH
yang sangat tinggi atau sangat rendah mampu menambah daya absorpsi
kulit sehingga memungkinkan kulit teriritasi (Sameng, 2013).
Tabel 4.4. Hasil Pengukuran pH
Formula Rata-Rata Uji pH
I 6,00
II 6,00
III 6,00

Berdasarkan keterangan Buchmann (2001) jika sediaan pH-nya


terlalu asam efeknya adalah mengiritasi kulit, jika terlalu basa dapat
mengikis mantel asam lemak di permukaan kulit, akibatnya kulit akan terasa
menjadi gatal, merah, kasar, kering, dan bersisik.
Pada Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa nilai pH bedak tabur daun gatal
pada FI, FII dan FIII memiliki hasil yang sama yaitu 6. Menurut
Wasitaatmadja (1997), permukaan kulit mempunyai keasaman (pH) tertentu
yang berkisar antara 4,5 - 6,0, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai pH
bedak tabur daun gatal pada FI, FII dan FIII baik dan sesuai dengan pH kulit
manusia.

4.5 Aktivitas Iritasi Bedak terhadap Kulit Manusia


Uji iritasi dilakukan untuk mengetahui keamanan atau alergi
yang disebabkan karena kontak kulit dengan bedak tabur daun gatal. Iritasi
kulit disebabkan oleh beberapa faktor-faktor yang memegang peranan
seperti keadaan permukaan kulit, lamanya bahan bersentuhan dengan kulit,
dan konsentrasi dari bahan (Irsan et al., 2013). Uji iritasi bedak dilakukan
pada 30 sukarelawan yang memiliki kulit normal dan diuji pada kulit lengan
atas bagian dalam selama 4 jam kemudian diamati pada 0, 24, 48, 72 jam.

38
Tabel 4.5. Hasil Uji Iritasi
Hasil
Bahan Nilai Nilai Nilai
Replikasi uji
Uji Edema Eritema Rata-Rata
Iritasi
1 0 0
negatif
FI 2 0 0 0
(-)
3 0 0
1 0 0
negatif
FII 2 0 0 0
(-)
3 0 0
1 0 0
negatif
FIII 2 0 0 0
(-)
3 0 0

Keterangan :
Tanpa eritema : 0,
Sangat sedikit eritema (diameter <25mm):1,
Eritema jelas (25,1-30mm):2,
Eritema sedang (30,1-35mm): 3,
Eritema berat (gelap merah membentuk eskar, diameter > 35mm) :4,
Tanpa edema: 0,
Sangat sedikit edema (hampir tidak terlihat):1,
Edema tepi batas jelas (ketebalan <1mm): 2,
Edema sedang (tepi naik ±1mm):3,
Edema berat (tepi naik >1mm dan meluas): 4.

Tabel 4.5 menunjukkan hasil uji iritasi yang dilakukan terhadap 30


sukarelawan dengan replikasi sebanyak 3 kali pada tiap formulasi. Hasil uji iritasi
menunjukkan bahwa semua sukarelawan memberikan nilai nol (0) untuk eritema
yaitu tidak ada/tanpa eritema dan nilai nol (0) untuk edema yaitu tidak ada/tanpa
edema pada pengamatan 0 jam, 24 jam, 48 jam, dan 72 jam. Sehingga, formula
sediaan bedak tabur tidak mengiritasi kulit dan aman digunakan sebagai sediaan
topikal.

39
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Bedak tabur daun gatal memiliki mutu fisik yang baik.
2. Bedak tabur daun gatal tidak menyebabkan iritasi kulit
terhadap kulit manusia.

5.2 Saran
1. Perlu dilakukan evaluasi stabilitas fisik sediaan bedak tabur daun gatal
yang diformulasikan.
2. Perlu dilakukan pengujian efektivitas analgesic sediaan bedak tabur
daun gatal.
3. Perlu dilakukan pengembangan jenis sediaan lain seperti koyo dan
krim sebagai inovasi baru sediaan daun gatal asal Papua.

40
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, F. B; dan Holdsworth, D. K. 1995. Traditional medicinal plants of Sabah,


Malaysia part III. The Rungus people of Kudat. International Journal
of Pharmacolog 33. Diakses pada 1 Maret 2019.

Akelesh Humar; Jothi dan Rajan v. 2010. Evaluation of Standard of Some


Selected Cosmetic Preparation 2 :302– 6. Diakses pada 1 Maret 2019.

Anonim, 1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.

Anonim. 1980. Kodeks Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.

Anonim. 2010. Medical Plants in Papua New Guinea. Retrieved from


http://en.wikipedia.org/wiki/laportea. Diakses pada 1 Maret 2019.

Buchmann, S.2001. Handbook of Cosmetic Science and Technology, 2nd ed. New
York : Marcel Dekker. Inc.

Chrystomo, Linus Yhani. Karim, Aditya Krishar. Antari, Ni Nyoman. Dwa,


Salmon. Wona, Yusuf. dan Arry Pongtiku. 2016. TUMBUHAN OBAT
TRADISIONAL PAPUA. Papua: DINKES Provinsi Papua.

Connors, K.A., Amidon, G.L. and Stella, V.J. 1986. Chemical Stability of
Pharmaceutical, John Willey and Sons. New York.

Djuanda, A. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.

Harlen,S. 2010. Efektivitas Hutan Kemasyarakatan Sebagai Wujud Kolaborasi


Pengelolaan Hutan. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

41
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Jakarta. Badan Litbang
Kehutanan.Isnanta, Rahmad., Safri, Zainal., Hasan, Refli. dan Firman
Sakti W. 2012. Antikoagulan Pada Atrial Fibrilasi. Sumatera Utara:
Fakultas Kedokteran.

Irsan,M.A, Manggav, E., Pakki., Usmar. 2013. Uji Iritasi Krim Antioksidan
Ekstrak Biji Lengkeng (Euphoria longanaStend) pada Kulit Kelinci
(Oryctolaguscuniculus). Majalah Farmasi dan Farmakologi.

Junqueira, LC., J. Carneiro. 2007. Histologi Dasar Teks dan Atlas Edisi 10.
Jakarta: EGC.

Martini, F. 2006. Fundamentals of Anatomy and Physiology. USA: Pearson


Education Inc.

Mom, S. A; Langi, M. A; Kainde, P; dan Nurmawan, W. 2012. Studi Etnobotani


Tumbuhan Daun Gatal di Kecamatan Kabupaten Mimika 1. Diakses
pada 1 Maret 2019.

Nurhadi, S. C. 2012. Pembuatan Sabun Mandi Gel Alami dengan Bahan Aktif
Mikroalga Chlorella pyrenoidosa Beyerinck. dan Minyak Atsiri.
Skripsi. Program Studi Teknik Industri Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Ma Chung.

Pansang, S; Maphanta, S; Tuntijarukoen,P; dan Viyoch, J. 2010. Skin Irritation


Testing Of microemultion containingessential oil isolated from
Ocinum basicalum. Science Asia 30. Diakses pada 1 Maret 2019.

Rahim F., Wardi,E.S., Anggraini, I. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Rudiyanto, A. 2015. Daun Gatal Laportea decumana untuk Obat Pegal-Pegal.


BiodiversityWarriors 1.Diakses pada 1 maret 2018.

Sameng, W. 2013. Formulasi Sediaan Sabun Padat Sari Beras (Oryza sativa)
sebagai Antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis. Fakultas
Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses pada 1 Maret
2019.

42
Simaremare, E. S; Holle, E; Gunawan, E; Yabansabra, Y. R; Octavia, F; dan Rani
Dewi Pratiwi. 2018. Toxicity, Antioxidant, Analgesic and Anti-
inflamantory of Ethanol Extracts of Laportea aestuans (Linn.) Chew.
Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, 10:16-23. . Diakses
pada 1 Maret 2019.

Simaremare, E.S; Holle, E; Budi, I. M; dan Yabansabra, Y. Y. 2015. Analisis


Perbandingan Efektifitas Antinyeri Salep Daun Gatal dari Simplisia
Laportea decumana dan Laportea sp. Pharmacy 12: 1-10. Diakses
pada 1 Maret 2019.

Syamsuni, H. A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: .Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Tortora, G. dan B. Derrickson. 2006. Principles of Anatomy and Physiology.


USA: John Willey & Sons Inc.

Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi edisi V. Yogyakarta:


Gadja Mada University.

Wasitaatmadja, S. M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Universitas

Wilkinson, J. B. dan Moore, R. J. 1982. Harry’s Cosmeticology, 7th Ed.

Yahya,H.2005. Rahasia Kekebalan Tubuh. www. harunyahya.com /indo/ buku/


tubuh003 .Html. Diakses pada 1 Maret 2019.

Zuang, H., T. Yp, I. Hui, V. Lai, Ann. Wong. 2005. Efficacy of Moist Exposed
Burn Ointment on Burn. Journal of Burn Care & Rehabilitation

43
Lampiran 1. Bagan Alur Penelitian

Daun gatal

Simplisia

Dialuskan dengan blender,


diayak dengan ayakan 150μm.

Serbuk halus simplisia

Diformulasi

Bedak tabur daun gatal

Uji mutu fisik, Uji pH,


Uji iritasi kulit.

Analisis Data

44
lampiran 2. Simplisia

Simplisia yang dikeringkan dengan Simplisia yang dikeringkan


matahari langsung menggunakan oven

Simplisia yang sedang dihaluskan Simplisia serbuk


dengan blender

45
lampiran 3. Pembuatan Bedak Tabur

Penimbangan bahan
Pengayakan dengan
menggunakan pengayak ukuran
150 μm

Pencampuran bahan hingga Hasil formulasi bedak bedak kiri ke bawah :


homogen FII, FIII, FI.

46
lampiran 4. Pengujian Mutu Fisik dan pH Bedak Tabur

1. Kuisioner Uji organoleptis

47
2. Uji kelembaban

Penimbangan Pemanasan di dalam oven

Bedak di dalam kurs porselen Oven demgan Suhu pemanasan


105°C

48
3. Uji kelembaban

Luas kulit 100 cm2


Penaburan bedak

Bedak ditiup oleh peniup karet Penimbangan serbuk yang jatuh

49
4. Pengukuran pH

Strip pH universal yang telah Strip Replikasi pengukuran pH


dicelupkan pada suspensi bedak.

50
lampiran 5. Pengujian Iritasi Kulit

Contoh Inform consent

Penempelan bahan uji

Kulit pada 0 jam

Kulit pada 24 jam

51
Kulit pada 48 jam

Kulit pada 72 jam

52

Anda mungkin juga menyukai