Anda di halaman 1dari 20

REVIEW JURNAL KIMIA MEDISINAL

“Discovery and Structure−Activity Relationships


of Pyrrolone Antimalarials”

Dosen Pengajar : Dr. Hayun, M.Si., Apt.

Kelompok 4
Kimia Medisinal – C

Eva Risalia 1606834554


Ghaisani Fadiah Qisthina 1606924221
Safira Rizky Fidiana 1606874923
Syifa Rizki Nabilla 1606838533
Talia Putri Rahmani 1606924120
Yofi Alifa 1606877300

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2018
1. Introduction
Pada masa kini, munculnya bakteri pathogen yang resistant terhadap obat menyebabkan
kegagalan pengobatan terhadap beberapa penyakit infeksi seperti malaria. Resistensi
terhadap obat antimalarials pada saat ini adalah masalah yang cukup besar. Obat obat yang
dimaksud adalah Chloroquine, sulfadoxine-pyrimethamine, dan mefloquine. Dalam
mengurangi penyebaran resitensi, World Health Organisation (WHO) merekomendasi
pengobatan malaria dengan kombinasi dari beberapa obat antimalaria (artemisinin),
walaupun terdapat data menagtakan terjadi peningkatan waktu pada parasite clearance yang
menunjukan kemungkinan adanya resistensi. Meski begitu, terdapat kebutuhan mendesak
terhadap suatu kelas senyawa yang efektif menyerang infeksi yang muncul tersebut.
Sehingga disimpulkan tujuan yang diberikan pada peneliti dan pembuat peraturan adalah
mengeliminasi malaria dalam realita.
Sebagai bagian dari program dalam pencarian obat baru, WHO-TDR melakukan
penyaringan terhadap beberapa senyawa. Salah satunya adalah senyawa dengan 5000
struktur kuat yang berbeda, didapat dari hasil penyaringan pada Plasmodium falciparum,
organisme yang menyebabkan kebanyakan bentuk pathogen dari penyakit malaria. Hal ini
menyebabkan identifikasi pada 8a pyrrolone. Senyawa ini memiliki aktivitas potent terhadap
P. falciparum K1 dengan EC50 dan memberikan efek pada model tikus P. berghei pada
pemberian intraperitoneally namun bersifat inaktif jika diberikan secara oral.
Screening terhadap beberapa senyawa yang tersedia secara komersial yang memiliki
kemiripan dengan 8a pyrrolone memberikan Structure-activity relationships (SAR). Berikut
hasil evaluasi senyawa 8a sebagai obat antimalaria dengan sistematik studi SAR yang
parallel dengan studi terhadap metabolsme dan farmakokinetik obat (DMPK). Tujuan awal
mencapai efikasi pada pemberian oral terhadap model tikus P. berghei untuk menetapkan
potensi lebih lanjut mengenai pengembangan pyrrolones sebagai antimalaria
2. Hasil dan Diskusi
Kimia. Sintesis 8a dan congener yang efisien dikembangkan (Skema 1),

Dari skema, melalui asilasi etil-3-amino-klotonat (1) dengan kloroasetil klorida dan
siklisasi selanjutnya ke pirrolon 3, yang tidak disimpan, tetapi digunakan segera, hal ini
dikarenakan stabilitas yang relatif buruk. Kondensasi 3 dengan pyrroles 3-formil (7a − x)
dengan adanya kalium hidrogen sulfat menghasilkan (E)-isomer dominan. Urutan tiga
langkah ini dapat dilakukan dalam hasil hingga ∼60%, dan hanya diperlukan kromatografi
pada langkah 3-formylpyrroles (7a − x) diperoleh melalui kondensasi anilin yang sesuai
dengan 2,5-hexandione (4) (sintesis pirol Knal Paal − Knorr) dan selanjutnya formilasi
Vilsmeier-Haack. Penggunaan asam p-toluene-sulfonat yang didukung silika dalam
kondensasi anilin dengan 4, dalam prosedur bebas-pelarut menggunakan pemanasan
gelombang mikro, memberikan keuntungan tingkat yang cukup besar dibandingkan prosedur
klasik (yaitu, reaksi selesai dalam 15-20 menit dibandingkan dengan lebih dari 12 jam
dengan pemanasan eksternal); bahkan amina yang relatif non-nukleofilik terkondensasi
dengan lancar tanpa adanya katalis asam Lewis.
Cincin A. Menggunakan pendekatan yang diuraikan dalam Skema 1. Sejumlah analog
pada cincin A (Tabel 1) disiapkan dengan memvariasikan anilin atau amina 5a − x, dengan
tujuan khusus untuk meningkatkan kelarutan. Ini memberikan cara menggabungkan
kelompok-kelompok yang larut dalam cincin aromatik (mis. Analog piridin 8q dan 8r), atau
sebagai amina liontin (8y dan 8aa), morfolina (8u), atau sulfon (8n). Cincin aril juga diganti
dengan gugus alkil sederhana (8t).
Pada cincin B, kelompok-kelompok metil pada pirol diperkirakan secara komputasi
kemungkinan merupakan lokasi-lokasi kerentanan metabolik, oleh sebabnya menarik untuk
diselidiki efek modifikasi pirol, termasuk menghilangkan gugus-gugus metil (9a − b) dan
menggantinya dengan kelompok etil (9c). Perantara 3-formil pirol disusun menurut Skema
2.
Varian di mana pirola cincin B diganti dengan heterosiklik 5-cincin lainnya (imidazol,
pirazol, triazol, atau tiazol) disintesis seperti dalam Skema 3.

Untuk furan ( 9n n o) dan turunan kloro pirazol (9p), aldehida yang diperlukan tersedia
secara komersial. Sejumlah varian cincin-B di mana cincin aril menggantikan pirol (9j − m)
disiapkan menggunakan kopling Suzuki untuk membuat zat antara aldehida yang diperlukan
(Skema 4, Tabel 2)
Pada Cincin C, kekhawatiran bahwa hidrolisis etil ester dalam 8a dapat mempengaruhi
ketersediaan hayati oral dan waktu paruh eliminasi menyebabkan penyelidikan ester yang
berpotensi lebih stabil (Skema 1) dan turunan amida, dapat diakses dari asam karboksilat
10c (Skema 5, Tabel 3).
Hidrolisis basa yang dikatalisis dari etil ester 8a untuk menghasilkan 10c terbukti
bermasalah karena dekarboksilasi menjadi 10d dalam kondisi yang diperlukan.
Dekarboksilasi dapat direduksi menjadi minimum (~ 10%) dengan memanfaatkan
deproteksi yang dikatalisis oleh asam dari turunan tert-butil ester 10a, dengan 10d siap
dihilangkan dengan kromatografi. Efek dari metilasi pirolon NH juga diselidiki.
Aktivitas Biologis di In Vitro
Senyawa dilakukan evaluasi dengan menggunakan strain P. Falciparum dan diuji
toksisitas terhadap sel L6 yang ada di mamalia. Senyawa 8a mempertahankan aktivitas
terhadap berbagai sensitifitas obat, resisten strain dan menunjukkan tingkat selektivitas yang
tinggu untuk P. Falciparum terhadap L6.
Berdasarkan uji didapatkan hasil aktivitas senyawa yang bervariasi mulai dari 0,008
μM hingga 12 μM; yang paling aktif 8a-c, 8m dan 9c mempunyai nilai P.falciparum (K1)
EC50 0,008-0,021 μM, lebih unggul dari klorokuin dan sebagian besar senyawa
menunjukkan selektivitas yang baik (>1000 kali lipat) untuk P. Falciparum dibandingkan
dengan sel L6 mamalia.
SAR dari variasi cincin A-C didapatkan sebagai berikut:
Cincin A (Tabel 1)
1. Mengganti cinicin fenil dengan grup metil (8t)  menyebabkan hilangnya aktivitas
(600 kali lipat), menunjukkan kelompok hidrofobik diperlukan.
2. Mengganti fenil (8s) dengan benzyl (8x)  menghasilkan sedikit penurunan aktivitas (
4 kali lipat), menunjukkan bahwa cincin fenil tidak perlu melekat langsung ke pyrrole.
3. Variasi posisi CF3 pada cincin aril  ada perbedaan yang relative kecil dalam
aktivitas perbandingan turunan orto (8a), meta (8c), atau para (8b).
4. CF3 orto diharapkan akan mengurangi fleksibilitas konformasi cincn A dengan
menghalangi koplanaritas dari Pyrrole dan cincin fenil, tetapi ini tampaknya tidak
memiliki efek pada aktivitas atau kelarutan. Senyawa 8a-c hanya ∼5−10 kali lipat
lebih aktif daripada derivat 8s yang tidak disubstitusi, konsisten dengan gagasan
bahwa lipofilisitas yang dikontribusikan oleh cincin A adalah variabel yang paling
signifikan pada bagian pirolon yang mempengaruhi aktivitas in vitro.
5. Variasi pada cincin aromatik terfokus pada posisi para, karena ini kemungkinan
merupakan posisi aril yang paling rentan terhadap oksidasi yang dimediasi oleh
sitokrom P450 (CYP). Secara umum, berbagai substituen ditoleransi dengan variasi
yang relatif sedikit dalam potensi, kecuali sulfoksida (8o), yang ∼100 kali lipat kurang
aktif daripada sulfida yang terkait (8p) dan sulfon (8n). Turunan hidroksil tersubstitusi
meta (8l) tidak dapat ditoleransi. Metoksi tersubstitusi meta (8k).
6. Substituen yang dilarutkan ditoleransi sampai tingkat tertentu: meskipun turunan
piridin (8q)r) dan turunan dimetilamina (8aa) kehilangan aktivitas signifikan, sulphone
(8n) mempertahankan aktivitas, sedangkan piperidin (8y) dan morfolin (8z) adalah
hanya ∼5−10 kali lipat kurang aktif dari 8a.

Cincin B (Tabel 2)
Substituen metil pada pirol diidentifikasi sebagai titik potensial metabolisme termediasi
CYP.
1. Penghapusan substituen metil (9a, 9b)  hilangnya aktivitas ((20−25 kali lipat) yang
signifikan.
2. Mengganti kedua metil dengan etil (9c)  tidak mempengaruhi aktivitas.
3. Penggantian pirol dengan imidazole (9e), pirazol (9f, 9g, 9p, 9q, dan 9s), triazole (9h),
thiazole (9i), aryl (9j − m), furan (9n − o) atau isoxazole (9q)  kehilangan aktivitas
yang signifikan (∼20−1000 kali lipat). Kurang aktif (> 10 kali lipat) dari 8a;
selanjutnya 11b kurang stabil secara kimia.
Jadi ada kemungkinan untu memodifikasi cincin aril A, tetapi sedikit ruang untuk
memodifikasi di seikitar 2,5-dimetil pirol pada cincin B. Hanya modifikasi yang cukup
konservatif untuk cincin C, mungkin ada potensi lebih lanjut dalam memodifikasi pyrrolone.

In Vivo Efficacy Studies in P. berghei Mouse Model.


Pada in vivo efikasi digunakan hewan tikus. Dosis yang diberikan ip 100 mg / kg sekali
sehari selama 4 hari, dengan penurunan> 99% pada parasitemia, sebanding dengan
klorokuin pada 10 mg / kg. Senyawa 8a dan 8b menunjukkan aktivitas yang baik.
Chloroquine diberi dosis ip untuk memberikan perbandingan dengan obat yang dikenal
dengan rute yang sama. Baik 8a dan 8b relatif tidak aktif ketika diberikan secara oral (Tabel
5). Meskipun studi PK lengkap tidak dilakukan pada tikus, paparan oral 8a dievaluasi pada
tikus dengan dosis tunggal 50 mg / kg (diformulasikan sebagai suspensi pada PEG400). Ini
menegaskan bahwa level plasma 8a yang relatif rendah
Fisikokimia dan In Vitro DMPK
Umumnya molekul menunjukkan sifat fisikokimia yang wajar (MW di wilayah
350−450, 1 HBD, 5−7 HBA, PSA dikisaran 60−100 Å2), kompatibel dengan membran yang
memiliki permeabilitas yang baik, tetapi kelarutan dari sebagian besar senyawa umumnya
sangat rendah. Kelarutan yang rendah kemungkinan konsekuensi dari sifat planar
terkonjugasi dari molekul dan dalam beberapa kasus lipofilisitas.
Untuk beberapa senyawa, khususnya (8i, 8k, 8r) dan (9c) terjadi pengurangan
kelarutan antara pH 2,0 dan pH 6,5. Dalam kasus (8i) dan (8r) mungkin disebabkan oleh
protonasi pada pH 2,0, tetapi tidak pada pH 6,5. Untuk (8k) dan (9c) alasan untuk
ketergantungan pH yang tinggi pada kelarutan masih tidak jelas. Senyawa yang serupa
dengan amina liontin menunjukkan kelarutan yang lebih besar (8y, 8z, 8aa) sama seperti jika
mengganti piridin untuk cincin fenil (8q, 8r).
Upaya untuk meningkatkan kelarutan dilakukan dengan cara menambahkan gugus
yang larut seperti morfolin (8u, 8z) dan piperidin (8y) pada cincin A dan bisa juga dengan
cara mengkonversi dari ester ke amida dihubungkan dengan berbagai gugus yang larut
seperti metil amina, piperidin, morfolin, etanolamin, dimetiletil-1,2-diamina, diethylethane-
1,2-diamine, 2-ethoxyethanamine.
Senyawa 8a diperkirakan tidak bermuatan pada pH fisiologis seperti senyawa-
senyawa yang ditambahkan amina secara langsung ke cincin fenil C (8i, 8u) atau analog
piridin (8q, 8r). Jika amina ditambahkan melalui a methylene linker (8y, 8z, 8aa),
diperkirakan memiliki variasi derajat ionisasi dan kelarutan yang lebih tinggi.
Senyawa menunjukkan tingkat degradasi sedang hingga tinggi ketika diinkubasi
dengan mikrosom hati tikus kecuali (8u, 8aa) dan (10d) yang tampaknya sedikit lebih stabil.
Metabolit diduga memiliki berat molekul yang konsisten dengan produk mono-oksigenasi
(P+16 untuk 8a, 8d, 8e, 8h, 8m, 8p, 8q, 9b, 9c, 10a, 10f), bis-oksigenasi (P+32 untuk 8q,
10a), odemethylation (P-14 untuk 8i), dan atau pembelahan cincin morpholine (P-12 untuk
8u).
Senyawa 10c menunjukkan peningkatan laju degradasi dalam mikrosom yang
mengandung kofaktor ganda NADPH dan asam uridin-5′-diphospho-glukuronat (UDPGA).
Senyawa ini rentan terhadap glukuronidasi primer dalam sistem uji mikrosomal. Metabolit
glukuronida putatif (P + 176) juga terdeteksi untuk 10c.
Diperkirakan secara komputasi bahwa gugus metil pada pirol (cincin B) cenderung
tidak stabil secara metabolik. Oleh karena itu, (9a, 9b) dihapus atau diganti dengan etil
kelompok (9c), tetapi senyawa ini memiliki stabilitas metabolisme yang lebih rendah.
In Vivo DMPK
Untuk lebih memahami data efikasi, studi PK untuk senyawa 8a dan 8b dilakukan pada
tikus dengan rute administrasi iv, ip, dan administrasi po. Tidak ada tanda toksisitas ketika
8a atau 8b diberikan secara oral atau ip dengan dosis hingga 20 mg/kg. Ada sedikit derajat
hemolisis ketika senyawa diberi dosis iv. Kedua senyawa memiliki waktu paruh setidaknya
8 jam, kemungkinan karena volume distribusi yang tinggi. Senyawa 8a memiliki clearance
plasma yang tinggi (73 mL/ min/ kg). Kedua senyawa memiliki bioavailabilitas oral yang
rendah (7% dan 5%). Meskipun bioavailabilitas oral rendah, namun Cmax dari kedua
senyawa ketika diberi dosis 20 mg/kg secara po sekitar 10 kali lipat lebih tinggi dari EC50
terhadap parasit in vitro.

Gambar 1. Farmakokinetik dari senyawa 8a dan 8b pada tikus Sprague Dawley.


3. Data Eksperimental
Metode parasitologi dan DMPK dijelaskan dalam Informasi Pendukung. Perangkat
Lunak Pengisian. StarDrop (www.optibrium.com) digunakan untuk memprediksi situs
metabolisme senyawa (Murugesan et al., 2013).
Reagen, pelarut, dan bahan mulai dibeli dari Aldrich Chemical Co. (UK). Bila perlu,
sistem kromatografi kolom FLASH 25+ Biotage digunakan untuk memurnikan campuran;
pelarut tingkat reagen yang digunakan untuk kromatografi dibeli dari Fisher Scientific (UK)
dan kartrid silika kolom kromatografi abu diperoleh dari Biotage (Inggris). Analytical thin-
layer chromatography (TLC) dilakukan pada pelat TLC yang dipra-preposisi (lapisan 0,20
mm silika gel 60 dengan indikator fluoresen UV254, dari Merck). Plat yang dikembangkan
dikeringkan dengan udara dan dianalisis di bawah lampu UV (UV 254/365 nm). Iradiasi
gelombang mikro dilakukan dengan menggunakan unit BIOTAGE INITIATOR. Mesin ini
terdiri dari sistem pengiriman daya microwave yang difokuskan secara kontinyu dengan
output daya yang dapat dipilih operator (0−400 W pada 2,45 GHz). Semua spektra 1H dan
13C NMR direkam pada spektrometer Bruker ARX-500 (masing-masing 500 dan 125 MHz
untuk 1Hand 13CNMR). Pergeseran kimia (δ) dilaporkan dalam ppm relatif terhadap
puncak pelarut residual atau standar internal (tetramethylsilane), dancouplingconstants (J)
yang diatur sebelumnya hertz (Hz). Data dilaporkan sebagai berikut: pergeseran kimia,
multiplisitas (br = luas, s = singlet, d = doublet, t = triplet, m = multiplet), integrasi. Analisis
LC − MS dilakukan dengan Agilent HPLC 1100 series yang terhubung ke Bruker Daltonics
MicrOTOF atau Agilent Technologies 1200 series HPLC yang terhubung ke Agilent
Technologies 6130 quadrupolepectrometer, di mana kedua dokumen laboratorium
dihubungkan ke detektor array diode Agilent. LC − Pemisahan kromatografi MS dilakukan
dengan kolom Waters X bridge C18, 50 mm × 2.1 mm, ukuran partikel 3,5 μm; fase gerak,
air / asetonitril + 0,1% HCOOH, atau air / asetonitril + 0,1% NH3; lineargradiendari 80: 20
hingga5: 95over3.5menit danditambahkan untuk1.5menit; mengalir dari 0,5 mL min − 1.
Semua senyawa uji memiliki kemurnian terukur ≥95% (dengan TLC dan UV) sebagaimana
ditentukan menggunakan sistem LC − MS analitik ini. Pengukuran electrospray resolusi
tinggi dilakukan pada spektrometer massa Bruker Daltonics MicrOTOF (Murugesan et al.,
2013).
Etil (E) -3-Amino-2-(2-kloroasetil)but-2-enoate (2). Suatu larutan etil-3-
aminokrotonat (2,0 g, 0,015 mol, 1,0 equiv) dan piridin (1,2 g, 0,015 mol, 1,0 equiv) dalam
diethylether (10 mL) didinginkan hingga 0 ° C, dan larutan dari kloroasetil Klorida (4,1 g,
0,037 mol, 2,4 equiv) dalam dietileter (5 mL) ditambahkan setetes demi setetes selama 30
menit, menjaga suhu pada 0 ° C. Setelah campuran diaduk selama 3 jam lebih lanjut, suhu 0
° C dilarutkan dalam evakuasi. Larutan tersebut dicuci dengan air dingin untuk
menghasilkan 2 sebagai bubuk kuning krem (2,7 g, hasil 87%), mp 131−132 ° C. 1H NMR
(500 MHz; DMSO-d6): δ 5.92 (brs, 2H, NH2), 4.57 (s, 2H, −CH2Cl), 4.27 (q, 2H, -OCH2, J
= 7.2Hz), 2.36 (s, 3H, CH3), 1.36 (t, 3H, OCH2CH3, J = 7.2 Hz); 13C NMR (125
MHz,DMSO-d6):δ190.6,169.9,168.3,100.8,60.5,49.6,24.6,14.3;MS (ESI) m/z 206.1 [M +
H]+ 100% (Murugesan et al., 2013).
Etil 5-Metil-3-okso-1,2-dihydropirrole-4-karboksilat(3). Etil (E)-3-amino-2-(2-
kloroasetil)but-2-enoat (2) (2,0 g, 0,0097 mol) dilarutkan dalam etanol absolut (5 mL) dan
didinginkan hingga 0 ° C. Kalium hidroksida (1,09 g, 0,019 mol) ditambahkan, dan
campuran tersebut diaduk untuk suhu 0°C dan diasamkan hingga pH 2.0 menggunakan 2M
HCl untuk mencapai endapan kuning, yang dicuci dengan air dingin untuk menghasilkan 3
sebagai padatan kuning (1,6 g, hasil 99%), mp 215 ° C. 1H NMR (500 MHz; DMSO-d6): δ
10.7 (br s, 1H, -OH), 9.4 (br s, 1H, -NH), 7.64 (s, 1H, -NH), 6.05 (d, 1H, J = 2.4Hz), 4.27 (q,
2H, -OCH2, J = 7.1Hz), 4.08 (m, 2H, -OCH2), 3.80 (d, 2H), 2.4 (t, 3H, J = 1.6Hz), 2.3 (s,
3H), 1.8 (t, 3H, J = 7.1 Hz), 1.2 (t, 3H, J = 7.0 Hz, OCH2CH3); 13C NMR (125 MHz,
DMSO-d6): δ189.2.171.5.159,9,99.3,86.1,60.4,28.02,14.2; MS (ESI) m / z 170,14 [M + H]
+ 100% (Murugesan et al., 2013).
Prosedur Umum untuk Microwave-Accelerated Synthesis 2,5-Dimethyl-1-aryl-1H-
pyrroles (6a-6aa). Campuran dari 2,5 heksandione (4) (1mmol), larutan yang sesuai (5a-
5aa) (1.2mmol) dan asam p-toluenasulfonat yang terikat dengan gel silika (0,4 kaki) diaduk
dalam kain tenun yang dikeringkan, berteksturvial, lalu dipasangkan dengan microwave
oven. dan dipanaskan dua kali (180 ° C, 5 menit) di bawah iradiasi gelombang mikro (0−400
W pada 2,45 GHz). Setelah diaduk selama 15 menit di suhu kamar, disaring dan residu silika
dicuci dengan DCM (10 mL). Pelarut dihilangkan di bawah tekanan tereduksi, dengan
menambahkan pirola 6a-6aa (kemurnian> 95%, hasil 80-90%), yang digunakan tanpa
pemurnian lebih lanjut (Murugesan et al., 2013).
Prosedur Umum untuk Sintesis 2.5-Dimethyl-1-aryl3-formylpyrroles (7a-7aa).
Fosfor oksiklorida (6 mmol) ditambahkan setetes demi setetes ke DMF dingin (12 mL) yang
diaduk dalam atmosfer N2. Campuran dijaga pada suhu kamar selama 15 menit, dan larutan
Arena di mana bahan tambahan 6a-6aa (1 mmol) dalamDMF (5 mL) ditambahkan dan
campuran dipanaskan pada 100 ° C selama 3 jam. Setelah pendinginan, 30% NaOH
ditambahkan setetes demi setetes untuk menyesuaikan dengan pH 10. Endapan yang
dihasilkan disaring dan dicuci dengan air, dan 2,5 membentuk 2,5-dimethyl-1-aryl-3-
formylpyrroles 7a-7aa (hasil 80−95%) , yang digunakan tanpa pemurnian lebih lanjut
(Murugesan et al., 2013).
Prosedur Umum untuk Sintesis Etil (5E) -5 - [[2,5-dimetil-1- [Fenil tersubsitusi]
pyrrol-3-yl] metilen] -2-metil-4-oxo-1H-pirol-3- carboxylates (8a-8aa, 9a-9s). Ke dalam
larutan etil 5-metil-3-okso-1,2-dihidropirol-4-karboksilat 3 (1,0 equiv / mol) dalam etanol
absolut (3 mL) ditambahkan 2,5-dimetil-1-aril-3-formylpyrrole 7a-7aa (1.0 equiv / mol) dan
potassium hydrogen sulfate (0.2 equiv / mol). Campuran dipanaskan pada 70−80 ° C selama
3 jam yang menghasilkan pembentukan endapan kuning. Campuran dituangkan ke dalam
suasana es dan disaring untuk menghasilkan etil (5E) -5 - [[2,5-dimetil-1- [Fenil
tersubstitusi] pyrrol-3-yl] metilen] -2 metil-4-oxo-1H- pyrrole-3-carboxylate 8a-8aa sebagai
bubuk kuning (hasil 80−95%). Secara umum tidak diperlukan pemurnian lebih lanjut dengan
kromatografi kolom (Murugesan et al., 2013).

4. Kesimpulan
Dari uji fenotipik serangkaian turunan pirolon dapat diidentifikasi memiliki aktivitas in
vitro yang baik terhadap P. falciparum yang dikombinasikan dengan garis sel mamalia L6
yang memiliki selektivitas baik. Kurangnya resistensi silang terhadap anti malaria standar
menunjukkan bahwa mereka memiliki mode tindakan yang baru, meskipun belum dilakukan
investigasi lebih lanjut. Sementara beberapa pirolon menunjukkan aktivitas in vivo yang
baik pada tikus P. berghei dengan pemberian administrasi melalui rute intraperitoneal.
aktivitas oral sejauh ini terbukti sulit dipahami, hal ini mungkin hasil dari kombinasi dari
rendahnya kelarutan dalam air dan metabolisme lini pertama yang cepat melalui sitokrom
P450 yang dimediasi oleh reaksi oksidasi dan atau esterase. Kurangnya aktivitas oral
merupakan kunci utama yang perlu diatasi dengan meningkatkan potensi untuk
pengembangan yang lebih lanjut dari seri ini. Studi SAR dalam hubungannya dengan studi
stabilitas mikrosomal in vitro telah menunjukkan bahwa ada ruang untuk modifikasi pada
beberapa titik pada senyawa (Murugesan et al., 2013).

Gambar 2. Data Farmakokinetik dan Grafik Konsentrasi Plasma 8a dan 8b. (Murugesan et al., 2013)
DAFTAR PUSTAKA

Murugesan, D., Mital, A., Kaiser, M., Shackleford, D. M., Morizzi, J., Katneni, K., … Gilbert, I.
H. (2013). Discovery and Structure − Activity Relationships of Pyrrolone Antimalarials.
https://doi.org/10.1021/jm400009c

Anda mungkin juga menyukai