ANTIVIRUS
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Obat Infeksi, Keganasan, dan Imunodefisiensi
disusun oleh:
Affiati Noviarini (1506677194)
Avie Saptarini (1506729746)
Cindy Winando (1506728642)
Felita Dwinugraheni (1506767050)
Jararizki Budi Subasira (1506721932)
M. Heru Geofani (1506767044)
Marcellino Ryan Rinaldi (1506733043)
Nadya Religiane A. (1506677124)
Tamara Amelia (1506722020)
Wiwin Widayanti (1506727816)
Zakiah Rahmayanti (1506721913)
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Antivirus”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Obat Infeksi,
Keganasan dan Imunodefisiensi dan menambah wawasan mengenai Antivirus.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pembimbing mata kuliah Obat Infeksi,
Keganasan dan Imunodefisiensi, Ibu Tri Wahyuni, S.Farm., Apt., M. Biomed.
yang telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada pembaca yang telah
meluangkan waktunya untuk membaca makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Namun, ada pula provirus yang akan mengalami transkripsi apabila terpapar
oleh antigen atau sitokin. DNA virus yang telah terintegrasi (provirus) kemudian
menjadi cetakan untuk transkripsi genom HIV dan mRNA dengan menggunakan
sistem replikasi sel inang. Rekombinasi kedua untai RNA virus dan kemungkinan
kesalahan dalam replikasi dapat menyebabkan banyak sekali keragaman gen dari
HIV terbentuk. Integrasi antara DNA HIV dengan genom sel inang menyebabkan
infeksi HIV akan bertahan lama.
Ketika proses replikasi DNA sel inang, HIV provirus ditranskrip oleh enzim
RNA polimerase-II dan menghasilkan HIV mRNA dan RNA genom HIV yang
dibawa oleh mRNA sel inang sehingga ditranslasi menjadi protein oleh ribosom.
Rantai polipeptida panjang yang terbentuk ini kemudian akan dipotong dan
mengkode protein tat, rev, vif, vpr dan vpu (untuk HIV-1) dan protein vpx (untuk
HIV-2, selain itu, polipeptida untuk membentuk struktur selubung juga ditranslasi
oleh protease sel inang dan menghasilkan selubung gp41 dan gp120. Setelah
proses selesai, akan terbentuk virion HIV sempurna.
Penyakit HIV dimulai dengan infeksi akut dan nantinya berubah menjadi
infeksi kronik pada jaringan limfoid perifer. HIV yang menempel pada protein
CD4 di limfosit menyebabkan kematian dan deplesi limfosit yang bertanggung
jawab terhadap penurunan sistem imun tubuh terinfeksi, serta apoptosis pada
beberapa sitokin spesifik. Pada fase infeksi primer, virus akan bereplikasi dalam
jumlah besar di nodus limfe dan menyebabkan viremia. Fase awal tidak
menunjukkan gejala.
HIV kemudian menyebar ke makrofag di jaringan limfoid dan sistem imun
akan memberikan reaksi imun terhadap virus sehingga jumlah virus masih akan
menurun tetapi masih bisa terdeteksi. Jika proses ini terus berlanjut tanpa
penanganan, virus terus bereplikasi dan menginfeksi sedangkan sel T akan
mengalami kematian dan penurunan jumlah CD4+ di jaringan limfoid dan
sirkulasi darah, sehingga terjadi abnormalitas pada sistem imun (Kumar, et al.,
2013).
2.1.2 Hepatitis
a. Hepatitis A
Hepatitis A merupakan penyakit yang disebabkan oleh Virus Hepatitis
A (HAV). HAV biasanya tersebar pada kota-kota endemik, yang memiliki
kehigienisan dan sanitasi yang buruk. HAV dapat tersebar melalui air yang
terkontaminasi dan juga makanan yang terkontaminasi. HAV menularkan
virusnya melalui fekal-oral. Jenis dari virus HAV ini adalah virus
unenveloped (tidak memiliki lapisan pelindung) dan juga merupakan RNA
untai tunggal dari famili Picarnovirus. HAV memiliki masa inkubasi selama
2-6 minggu.
HAV tidak menyebabkan hepatitis kronis. Ini dikarenakan HAV akan
menghasilkan antibodi disaat gejala-gejala dari hepatitis sudah muncul.
Antibodi yang dihasilkan adalah Immunoglobulin M (IgM) dan juga Antibodi
IgG untuk masa penyembuhan. Antibodi IgM ini juga sebagai penanda
diagnosa dari Hepatitis A.
b. Hepatitis B
Berbeda dengan Hepatitis A, Hepatitis B dapat berkembang menjadi
hepatitis kronis. HBV memiliki masa inkubasi 4 – 26 minggu. Virus ini
sangat bergantung pada kelembapan dan temperatur oleh karena itu virus ini
banyak yang ditemukan di dalam darah atau di cairan tubuh seperti semen,
saliva, keringat, air susu , dll. Virus HBV merupakan virus yang termasuk
kedalam famili Hepadnavirus yang merupakan DNA untai ganda. Struktur
dari HBV ini terdiri dari:
HBsAg (Hepatitis B surface Antigen) Sebagai serologic marker dan
muncul sebelum onset gejala dan indikator dari infeksi kronik atau akut
HBeAg (Hepatitis B e Antigen) Dapat ditemukan di serum dan
merupakan penanda aktif untuk penyakit dan “shedding” dari virion
komplit memasuki aliran darah
HBcAg (Hepatitis B core Antigen) Tidak bersirkulasi di darah,
merupakan antigen yang tidak berguna sebagai penanda penyakit
Viral DNA dalam serum Biasanya terdapat selama periode
presimptomatik dan selama masa istirahat pada penyakit akut
Anti HBs tidak akan meningkat apabila penyakit akut ini selesai dan
akan tidak terdieksi setelah beberapa bulan setelah HbsAg menghilang
sehingga HbsAg dapat digunakan untuk penggunaan vaksin. HbeAg, HBV-
DNA dan DNA polimerase akan muncul setelah HbsAg. Sedangakan Anti-
HBc akan terdeteksi saat onset dari gejala muncul.
Replikasi HBV
Saat Virus HBV ini menyerang tubuh, maka respon imun bawaan dari
tubuh kita akan meresponnya dengan mengaktifkan Natural Killer sel,
Natural Killer T sel (NKT) dan juga sitokin-sitokin. NK, NKT ini kemudian
akan menghasilkan IL-12 dan Nitrit oxide yang akan membantu
penghambatan repllikasi HBV dan juga memproduksi TNF yang juga akan
memicu kerusakan dari sel hepatosit. Selain itu HBV juga memiliki HbeAg
yang akan menghambat TLR2, kupfer sel dana monosit sebagai respon imun
bawaan dalam tubuh sehingga hepatosit akan mati. Hepatosit yang mati ini
akan memicu Antigen Presenting Cell (APC) untuk mengaktifkan CD4+ T-
cell dan CD 8+ T-sel. Untuk CD8+ sel T ini menghancurkan HBV melalui 2
mekanisme yaitu mekanisme sitolitik dan mekanisme non- sitolitik. Untuk
mekanisme sitoloitik dengan perforin dan granzyme yang akan mengeluarkan
virus, pada cara sitolitik ini penghancuran virus juga diikuti dengan
kerusakan hepatosit. Sedangkan pada mekanisme non-sitolitik CD8+ sel T ini
akan mengeluarkan IFN dan TNF yang akan mendegradasi genom HBV
tanpat merukan hepatosit. TNF dan IFN ini sebagai salah satu penanda
hepatitis kronis. Oleh karena itu HBV efektif disembuhkan dengan interferon.
Sedangkan, CD4+ sel T ini bekerja dengan memicu Sel B untuk
memproduksi antibodi yang akan dan membunuh virus HBV. Jika virus ini
berlangsung terus menerus maka akan berkembang menjadi hepatitis kronis
hingga akhirnya terjadi viral load, maka kerja dari sel T ini akan kelelahan
dan memicu untuk memproduksi Treg sel dimana treg sel ini akan
menghambat kerja sel T untuk membentuk antibodi yang aan menhancurkan
HBV. Pada dasarnya patofisiologi dari hepatitis dengan virus yang berbeda
lainnya, sama dengan apa yang sudah dijelaskan diatas.
c. Hepatitis C
Hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitis C yang menyebabkan
pembengkakan hati. HCV termasuk kedalam famili Flaviviridae. Virus ini
merupakan virus RNA dengan untai tunggal. HCV ini mayoritas akan
menular melalui darah dan juga penggunaan obat. HCV ini merupakan
penyebab hepatitis yang paling parah karena dapat berkembang menjadi
hepatitis kronik, sirorsis hari dan juga dapat menyebabkan kanker
hepatoseluler. HCV ini memiliki 6 genotip, yang akan menyebabkan sulitnya
menemukan vaksin yang ideal untuk virus ini. RNA dari HCV ini akan
terdeteksi didalam darah sehari sampai 8 minggu. HCV ini juga akan
mengaktifkan antibodi berupa Anti- HCV antibodi. Produksi CD4+ sel T dan
Cd8+ sel T membantu untuk melawan infeksi dari HCV sebaai respon imun
tubuh namun hanya minoritas pasien yang dapat melawan infeksi dari HCV
dengan respon sel T.
Replikasi HCV
Replikasi dari virus hepatitis c dimulai saat virus HCV ini akan
menempel pada reseptor di membran sel yang itu menempel pada reseptor
CLDN-1 dan masuk dengan mekanisme endositosis. Kemudian setelah
masuk kedalam sel, HCV akan berfusi yang bergantung pada pH antara
membran dari virus dan pH di dalam sel, selanjtnya RNA dilepaskan kedalam
sitosol dan ditranslasikan didalam retikulum endoplasma kasar, sehingga
polyprotein akan pecah menjadi protein virus yang matang. Protein virus
bersama dengan faktor sel inang akan membentuk jaringan membran (MW)
yang disusun oleh vesikula dari cytosolic lipid droplets (cLD) dimana
replikadi RNA akan terjadi. Kemudian virus baru akan terbentuk yang akan
dibawa kebadan golgi untuk diselubungi oleh lapisan yang selanjutnya akan
dikeluarkan dari sel melalui jalur sekretori kostitutif dengan komponen
lipoprotein.
d. Hepatitis D
Hepatitis D inidisebabkan oleh delta hepatitis virus. HDV termasuk
virus RNA yang hanya bereplikasi bergantung pada HbsAg. Sehingga HDV
akan sangat bergantung pada HBV. Biasanya HDV meginfeksi seseorang
yang telah terinfeksi HBV. HBV ini terdiri dari 2 jenis : koinfeksi akut
setelah pemaran HBV dan HDV, dan superinfeksi dari HBV dan HDV. RNA
HDV dan antigen HDV terditeksi di darah dan dihati. Indikator dari hepatitis
D adalah IgM anti-HDV. Sama seperti HBV, HDV juga dapat menyebabkan
kronik dan akut hepatitis.
e. Hepatitis E
Sama seperti Hepatitis A yang disebabkan oleh HAV, Hepaitis E yang
disebabkan oleh HEV ini akan menyebar pada lingkungan dengan sanitasi
dan kehegienisan yang buruk. HEV ini merupakan virus nonenveloped, RNA
untai tunggal dari hepevirus. Replikasi dari HEV sama dengan Replikasi
HCV yang sama-sama meruakan Replikasi dari RNA. Sepesifik antigen dari
HEV ini adalah HEV Ag yang akan teridentifikasi didalam sitoplasma
hepatosit. Diagnosis marker ditandai dengan adanya anti-HEV IgG dan IGM
anibodi yang merupakan antibodi dari HEV.
Virus Herpes merupakan virus yang dapat merayap atau lesi yang menyebar
dikulit disebabkan oleh berbagai tipe virus herpes. Virus herpes ini termasuk
kedalam famili Herpesviridae. Herpes ini merupakan virus yang paling banyak
menyebabkan penyakit pada manusia, yang merupakan vvirus nomor dua
terbanyak setelag virus yang menyebabkan influenza. Sedikitnya ada 25 vtipe
virus. Sebanyak 8 tipe vvirus herpes diantaranya diketahui sering menyebabkan
infeksi pada manusia seperti yang tertera pada tabel berikut.
Virus Herpes Simplex merupakan virus yng sangat besar, dimana genomnya
mengkode sedikitnya 80 jenis protein. Sekitar separuh dari protein-protein viral
tidak secara langsung berfungsi sebagai protein penyusun virus atau berperan
dalam replikasi namun juga berfungsi dalam interaksinya dengan sel hospes atau
dengan respon imun sel hospes.
Terdapat dua tipe dari virus herpes simplex yaitu HSV -1 dan HSV – 2
yang memiliki sifat yang hampir sama. Genom HSV mengkode :
Replikasi HSV
Tahap replikasi HSV dimulai dengan virus HSV ini menempel pada
matriks ekstraseluler dari sel. Kemudia setelah melekat pada sel, virus akan
melakukan fusi dengan membran sel kemudian melepaskan kapsid yang
membawa DNA dan beberapa protein lainnya. Kemudian kapsid ini akan dibawa
menuju nukelus, saat menempel dengan nukelus, kapsid akan mengeluarkan DNA,
dimana D yang selanjutnya DNA ini akan melalui 2 mekanisme yaitu pada tahap
infeksi laten dan siklus infeksi. Pada infeksi laten DNA di transkripsikan menjadi
RNA yang akan dijadikan LAT protein sebagai penginfeksi laten. Sedangkan
pada siklus infeksi, DNA ditranskripsikan menjadi RNA yang selannjutnya
protein tersebut akan masuk kembali kedalam nukleus untuk pembenukan kapsid.
Disisi lain DNA akan di ubah oleh DNA polimerase virus untuk dijadikan
Concatemeric DNA ang akan ditranskripsikan menjadi Late mRNA. Late mRAN
ini akan ditranslasikan menjadi membran nukelus dan dibawa ke retikulum
endoplasma, sebagian late mRNA yang lainnya ditranslasikan menjadi late protein
yang akan menyusun virus baru juga. Kapsid dari virus baru yang telat terbentuk
akan dibawa ke retikulum endoplasma untuk diselubungin oleh lapisan.
Selanjutnya virus baru akan dibawa menuju badan goldi dan akan di keluarkan
dari sel melalui eksositosis.
Patofisiologi HSV
Virus herpes ini memiliki kemampuan untuk menginfeksi sel epitel mukosa
atau sel kulit. Pada patofisiologisnya virus ini menginfeksi dengan dua siklus
yaitu siklus litik dan siklus laten. Pada siklus litik HSV akan mengalami Replikasi
virus yang sudah dijelaskan sebelumnya, sehingga produksi dari virus HSV ini
semakin banyak dan akan menginfeksi sel –sel disekitarnya, yang kemudian virus
ini akan membuat lesi pada tubuh. Proses HSV menginfeksi dengan berjalan dari
akson menuju badan sel saraf dan memulai siklus laten pada saraf sensorik. Untuk
viru tipe HSV-1 akan menginfeksi bagian atas dari tubuh dimana virus ini akan
menginfeksi ganglia trigeminal. Sedangkan untuk virus dengan tipe HSV-2 akan
menyerang tubuh bagian bawah, yaitu dengan menginfeksi di ganglia sakral.
Infeksi dari virus ini tidak spesifik pada bagian tubuh tertentu namun pada
dasarnya virus ini menginfeksi mengikuti jalur dari sistem saraf pusat.
2.2 Klasifikasi Obat Antivirus
2.2.1 Antinonretrovirus
Antivirus pada golongan ini berperan untuk melawan virus-virus yang
berasal dari family selain retrovirus.
2.2.2 Antiretrovirus
Untuk infeksi retrovirus, antiretrovirus dibagi menjadi 4 kelas, yaitu
nucleoside dan nucleotide reverse transcriptase inhibitors, non-nucleoside reverse
transcriptase inhibitors, protease inhibitors dan entry inhibitors (Brunton et al.,
2011).
Zidovudin
Zidovudin adalah analog timidin sintetis dengan aktivitas in vitro yang
poten melawan spektrum retrovirus yang luas termasuk HIV-1, HIV-2
dan human T-cell lymphotrophic viruses (HTLV) I dan II.
Stavudin
Stavudin merupakan inhibitor reverse transcriptase analog timidin
sintetis yang aktif in vitro melawan HIV-1 dan HIV-2.
Lamivudin
Lamivudin merupakan inhibitor reverse transcriptase analog sitidin
yang aktif melawan HIV-1, HIV-2 dan HBV. Lamivudin merupakan
salah satu obat antiretrovirus yang paling tidak toksik dan memiliki
sedikit adverse effect signifikan. Lamivudin efektif dalam kombinasi
dengan obat antiretrovirus lainnya dan merupakan komponen terapi
yang umum, akibat keamanan, kenyamanan dan efikasinya.
Abacavir
Abacavir merupakan analog purin karbosiklik sintetis. Abacavir
merupakan satu-satunya antiretrovirus yang disetujui yang aktif sebagai
analog guanosin. Carbovir, analog guanin yang berhubungan, ditarik
dari pengembangan klinis akibat bioavailabilitas per oralnya yang
rendah.
Emtricitabin
Emtricitabin merupakan analog sitidin yang berhubungan secara kimia
dengan lamivudin dan memiliki banyak ciri farmakodinamik obat yang
sama. Emtricitabin aktif melawan HIV-1, HIV-2 dan HBV. Rata-rata,
obat ini ~10 kali lebih aktif in vitro daripada lamivudine. Emtricitabin
merupakan salah satu obat antiretrovirus yang paling tidak toksik dan,
seperti lamivudin, memiliki sedikit adverse effects yang signifikan dan
tidak ada efek pada DNA mitokondrial in vitro. Emtricitabin tersedia
dalam koformulasi dengan tenofovir ± efavirenz.
Didanosin
Didanosin adalah analog nukleosida purin yang aktif melawan HIV-1,
HIV-2 dan retrovirus lainnya seperti HTLV-1. Didanosin sudah
digantikan dengan obat-obat yang lebih tidak toksik.
Tenofovir
Tenofovir disoproxil merupakan analog nukleotida satu-satunya yang
sekarang dipasarkan untuk pengobatan infeksi HIV. Karena senyawa
induk memiliki bioavailabilitas per oral yang sangat rendah, tenofovir
hanya tersedia sebagai prodrug disoproxil, yang secara substansial
meningkatkan absorpsi oral dan penetrasi seluler. Seperti lamivudin dan
emtricitabin, tenofovir aktif melawan HIV-1, HIV-2 dan HBV. Bentuk
prodrug ~100 kali lebih aktif in vitro terhadap HIV-1 strain laboratori
daripada senyawa induk.
Nevirapin
Nevirapin memiliki aktivitas yang poten melawan HIV-1. Seperti
senyawa lainnya dalam kelas ini, nevirapin tidak memiliki aktivitas yang
signifikan terhadap HIV-2 atau retrovirus lainnya.
Efavirenz
Efavirenz memiliki aktivitas yang poten terhadap HIV-1. Seperti
senyawa lainnya dalam kelas ini, efavirenz tidak memiliki aktivitas yang
signifikan terhadap HIV-2 atau retrovirus lainnya. Efavirenz merupakan
satu-satunya obat antiretrovirus yang dengan tegas bersifat teratogenik
pada primata. Oleh karena itu, wanita yang berpotensi mengandung
seharusnya menggunakan 2 metode, yaitu kontrasepsi dan menghindari
kehamilan saat mengonsumsi efavirenz. Efavirenz (SUSTIVA) adalah
agen antiretrovirus pertama yang disetujui FDA untuk pemberian sekali
sehari. Efavirenz juga efektif pada pasien yang telah gagal dalam terapi
antiretrovirus sebelumnya yang tidak mengandung NNRTI. Efavirenz
digunakan secara luas di negara maju karena kenyamanan, efektivitas
dan tolerabilitas jangka panjangnya. Terutama yang populer adalah pil
tunggal sekali sehari koformulasi efavirenz, tenofovir dan emtricitabin
(ATRIPLA).
Etravirin
Etravirin aktif melawan HIV-1. Seperti NNRTI lainnya, etravirin tidak
memiliki aktivitas terhadap HIV-2. Etravirin bersifat unik pada
kemampuannya untuk menghambat reverse transcriptase yang resisten
terhadap NNRTI yang tersedia lainnya.
Saquinavir
Saquinavir, inhibitor protease HIV yang pertama disetujui, menghambat
replikasi HIV-1 dan HIV-2.
Ritonavir
Ritonavir aktif melawan HIV-1 dan HIV-2, walaupun bisa sedikit kurang
aktif melawan HIV-2.
Fosamprenavir
Fosamprenavir, prodrug dari amprenavir, memiliki kelarutan dalam air
yang lebih tinggi dan bioavailabilitas oral yang lebih baik.
Fosamprenavir sama efektif, lebih nyaman dan umumnya lebih dapat
ditoleransi daripada amprenavir sehingga amprenavir tidak lagi
dipasarkan.
Lopinavir
Lopinavir mirip dengan ritonavir secara struktural tetapi 3-10 kali lebih
poten melawan HIV-1 in vitro. Lopinavir aktif melawan HIV-1 dan HIV-
2. Lopinavir hanya tersedia dalam koformulasi dengan ritonavir dalam
dosis yang rendah, yang digunakan untuk menghambat metabolisme
CYP3A4 dan meningkatkan konsentrasi lopinavir.
Atazanavir
Atazanavir aktif melawan HIV-1 dan HIV-2.
Darunavir
Darunavir aktif melawan HIV-1 dan HIV-2.
Indinavir
Indinavir 10 kali lebih poten melawan protease HIV-1 daripada protease
HIV-2. Indinavir tidak lagi digunakan secara luas karena bermasalah
dengan nefrolitiasis dan nefrotoksisitas lainnya, dan kurangnya
keuntungan yang signifikan dibandingkan HIV protease inhibitor tersedia
lainnya.
Nelfinavir
Nelfinavir merupakan inhibitor protease nonpeptidik yang aktif melawan
HIV-1 dan HIV-2.
Tipranavir
Tipranavir merupakan inhibitor protease nonpeptidik yang aktif melawan
HIV-1 dan HIV-2.
d) Entry Inhibitors
Tabel 2.7 Viral entry inhibitory (Brunton et al., 2011)
Nama Generik [Nama Dagang US] Singkatan; Nama Kimia
Enfuvirtid [FUZEON] T-20
Maraviroc [SELZENTRY; MVC
CELSENTRI]
Enfuvirtide
2.3.1. Antinonretrovirus
a) Herpes
1
Asikovir dan valasiklovir, cidofovir, famsiklovir dan pensiklovir, foskarnet, gansiklovir, trifluridin
Kurangnya gugus 3’-hidroksil pada ACV monofosfat membuat sintesis
DNA tidak dapat dilanjutkan sehingga virus tidak terbentuk.
b. Cidofovir
Proses sintesis yang dihambat oleh cidofovir ini adalah proses elongasi
dari rantai DNA virus. Cidofovir juga mengalami fosforilasi menjadi
bentuk aktifnya, yaitu cidofovir difosfat. Cidofovir difosfat berfungsi
sebagai inhibitor kompetitif terhadap dCTP dan substrat alternative untuk
DNA polymerase yang akan menghambat proses sintesis DNA virus.
c. Famsiklovir dan Pensiklovir
Famsiklovir merupakan prodrug dari pensiklovir. Pensiklovir difosforilase
oleh timidin kinase virus menjadi bentuk trifosfat yang menghambat
proses sintesis DNA virus.
d. Foskarnet
Foskarnet menghambat sistesis asama nukleat virus dengan berinteraksi
langsung dengan HSV DNA polymerase. Foskarnet secara reversible
memblok situs pengikat pirofosfat dari polymerase virus dan menghambat
pembelahan pirofosfat dari deoksinukleotida trifosfat.
e. Gansiklovir
Fosforilasi awal pada gansiklovir ini dikatalisis oleh virus-spesifik protein
kinase fosfotransferase UL97 dalam sel CMV yang terinfeksi menjadi
bentuk aktif, trifosfat. Bentuk ini akan menghambat DNA polymerase
virus secara kompetitif.
f. Trifluridin
Trifluridin bekerja dengan menghambat enzim timidilat sintase secara
irreversible. Trifluridine akan difosforilasi oleh Timidine Kinase I
membentuk F3dTMP (Trifluorodeoksitimidin monofosfat). Kemudian
mengalami Fosforilasi menjadi F3dTDP (Trifluorodeoksitimidin difosfat)
dan F3dTTP (deoksitimidin trifosfat). F3dTTP akan masuk ke dalam DNA
yang telah membelah menjadi single strand sehingga mengakibatkan
penghambatan sintesis DNA dengan menghambat timidilat sintase (TS).
b) Influenza
a. Penghambat protein M2
Amantadine dan rimantadin
Bekerja dengan menghambat langkah awal replikasi virus, pada
beberapa rantai juga dapat menghasilkan efek pada langkah akhir
perakitan virus yang dimediasi melalui pemecahan proses
hemaglutinin. Lokasi utama kerjanya adalah protein M2 virus
influenza A, protein integral membran yang berfungsi sebagai
kanal ion. Karena protein M2 terganggu, maka proses disosiasi
kompleks ribonukleoprotein yang dimediasi asam pada awal
replikasi terhambat dan mempotensiasi perubahan konformasi
hemaglutinin yang disebabkan pH asam selama transpor
intraselular dalam replikasi.
2
Amantadin dan Rimantadin, Oseltamivir dan Zanamivir
b. Inhibitor neuraminidase
Oseltamivir dan zanamivir
Neurominidase influenza memotong residu terminal asam sialat
dan menghancurkan reseptor yang dikenali oleh hemaglutinin virus
yang ada pada permukaan sel, dan pada sekret pernapasan.
Tindakan enzimatik ini bertujuan untuk melepaskan virus dari sel
yang terinfeksi .
Interaksi oseltamivir karboksilat dengan neuraminidase dapat
menyebabkan perubahan konformasi di dalam tempat aktif enzim
dan menghambat aktivitasnya. Penghambatan aktivitas
neuraminidase menyebabkan agregasi virus pada permukaan sel
dan berkurangnya penyebaran virus dalam saluran pernafasan.
c) Hepatitis
Berikut merupakan obat-obatan yang biasa digunakan pada pengobatan HBV:
a) Adefovir
Adefovir dipivoxil masuk dalam sel dan di deesterifikasi menjadi
adefovir. Adefovir diubah menjadi bentuk difosfat oleh enzim selular,
yang bertindak sebagai kompetitif inhibitor DNA polimerase virus dan
reverse transkriptase dengan deoksiadenosin trifosfat dan juga sebagai
rantai terminal dari DNA virus. (Cundy, 1999).
b) Entecavir
Memerlukan fosforilasi intraselular. Entecavir trifosfat berkompetisi
dengan deoksiguanosin trifosfat dan menghambat tiga aktivitas dari
HBV polimerase (reverse transkiptase), yaitu base priming; reverse
transkrip dari untai negatif dari mRNA; sintesis untai positif dari DNA
HBV.
c) Lamivudine
Lamivudin menghambat sintesis DNA dengan cara mengganggu kerja
enzim reverse transcriptase sehingga selain menghentikan replikasi dan
membunuh virus dengan jalan menghambat metabolisme.
d) Telbivudine
Melalui fosforilasi oleh kinase seluler. Telbivudine 5’-trifosfat
menghambat DNA polimerase dari HBV (reverse transkrip) dengan
berkompetisi dengan timidin 5’-trifosfat. Ketidakcocokan antara
telbivudine 5’-trifosfat terhadap DNA virus menyebabkan penghentian
rantai.
Berikut merupakan obat-obatan yang biasa digunakan pada HCV:
a. Interferon
2.3.2 Antiretrovirus
Seperti semua obat antiretroviral yang ada, NRTI dan NtRTI menghambat
infeksi sel yang cocok namun tidak memusnahkan virus dari sel-sel yang
telah mempunyai proviral DNA terintegrasi. Analog nukleosid dan nukleotid
harus memasuki sel dan melewati fosforilasi untuk menghasilkan substrat
sintetik untuk enzimnya analog yang terfosforilasi sempurna memblok
replikasi genom viral dengan menginhibisi secara kompetitif penggabungan
nukleotid lokal dan dengan menterminasi elongasi dari proviral DNA yang
baru muncul karena kekurangan grup 3’-hidroksil.
Gambar 2.14 Mekanisme kerja obat NRTI dan NtRTI serta contoh obat golongan NRTI
dan NtRTI
Contoh obat-obat yang tergolong kedalam golongan NRTI dan NtRTI
1. Zidovudine
Zidovudin merupakan analog timidin sintetik yang memiliki aktivitas in
vitro poten. Bekerja dengan menghambat enzim reverse transcriptase
virus, setelah gugus azidotimidin (AZT) pada zidovudine mengalami
fosforilasi yang mana gugus AZT 5’monofosfat akan bergabung pada
ujung 3’ rantai DNA virus dan menghambat reaksi reverse transcriptase.
2. Stavudine
Stavudin merupakan analog timidin sintetik Reverse Transcriptase
inhibitor yang aktif secara invitro melawan HIV-1 dan HIV-2. Obat ini
paling poten saat pengaktifan seldan dapat menyebabkan terminasi pada
DNA sel virus
3. Lamivudine
Lamivudin merupakan analog Reverse Transcriptase inhibitor sitidin yang
aktif melawan HIV-1, HIV-2, HBV (spesifik-DNA). Lamivudine masuk
ke dalam sel secara difusi pasif.yang dapat menyebabkan terminasi DNA
virus.
5. Abacavir
Abacavir merupakan analog purin karbosiklik sintetik. Abacavir diubah
menjadi Carbovir (bentuk aktifnya) untuk menginhibisi terminasi
perpanjangan DNA virus.
6. Didanosine
Didanosine meruapakan analog purin nukleosida yang aktif melawan HIV-
1 dan 2 serta HTLV-1. Didanosin di transport ke sel oleh karier
nucleobase dan mengalmi fosforilasi. Dideoxyadenosin 5’-trifosfat
merupakan anabolit aktif didanosin yg berfungsi sebagai analog adenosine
antiviral.
Tempat berikatan NNRTI spesifik untuk strain virus tertentu dan gen
NNRTI yang diperbolehkan untuk digunakan hanya lah efektif terhadap HIV-
1. Agen-agen NNRTI tersebut tidak seharusnya digunakan untuk mengobati
HIV-2. Tidak seperti NRTI dan NtRTI, NNRTI tidak membutuhkan
fosforilasi intraseluler untuk melakukan aktivitasnya. Contoh agen NNRTI
yang sering digunakan adalah Efavirenz dan Nevirapine.
c) HIV Protease
d) Entry Inhibitor
2.4.1. Absorbsi
2.4.4. Eliminasi
a) 2 NRTI + 1 NNRTI
Mulailah terapi antiretroviral dengan salah satu dari paduan di bawah ini:
Tabel 2.12 Lini pertama terapi antiretroviral
Tabel 2.13 Panduan lini pertamaa yang belum pernah mendapat terapi ARV
b) 3 NRTI (AZT + 3TC + TDF)
Regimen triple NRTI digunakan hanya jika pasien tidak dapat
menggunakan obat ARV berbasis NNRTI, seperti dalam keadaan berikut:
a. Ko-infeksi TB/HIV, terkait dengan interaksi terhadap Rifampisin
b. Ibu Hamil, terkait dengan kehamilan dan ko-infeksi TB/HIV
c. Hepatitis, terkait dengan efek hepatotoksik karena NVP/EFV/PI
Penggunaan Triple NRTI dibatasi hanya untuk 3 bulan lamanya, setelah
itu pasien perlu di kembalikan pada penggunaan lini pertama karena supresi
virologisnya kurang kuat.
Sumber : http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/54-infeksi-virus/543-
virus-hepatitis
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR HK.02.02 / MENKES / 523 / 2015 TENTANG FORMULARIUM
NASIONAL
2. Apa obat yang digunakan untuk terapi lini pertama pada pasien dewasa dan
baru terinfeksi HIV?
Mulailah terapi antiretroviral dengan salah satu dari paduan di bawah ini:
http://www.kalbemed.com/Portals/6/23_213Opini-Terapi%20Terkini%20HIV-
AIDS.pdf
http://www.kalbemed.com/Portals/6/1_31_222Praktis-
Saat%20Memulai%20Terapi%20Antiretroviral%20pada%20Pasien%20HIV-
AIDS.pdf
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Brunton, L., et al. 2011. Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis of
Therapeutics. 12th Ed. New York: Mc Graw Hill Medical.
Dimmock, N., Easton, A., & Leppard, K. (2007). Introduction to modern virology.
Malden, MA: Blackwell Pub.
Goodman, L., Brunton, L., Chabner, B., & Knollmann, B. (2011). Goodman &
Gilman's pharmacological basis of therapeutics (12th ed.). New York:
McGraw-Hill. Pg: 1627.
Grossman, S., & Porth, C. (2014). Porth's pathophysiology (1st ed.). Philadelphia:
Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins. Page 509
Kumar, Vinay, Cotran, and Robbins. (2013). Robbins Basic Pathology. 9th ed.
Philadelphia: PA Saunders.
Kumar, S. P., Lazar, M., Shanavas, M., Khan, S., & Suresh, K. V. (2016). Journal
of Oral and Maxillofacial Surgery , Medicine , and Pathology Pathogenesis
and life cycle of herpes simplex virus infection-stages of primary , latency
and recurrence. Journal of Oral and Maxillofacial Surgery, Medicine, and
Pathology, 28(4), 350–353. https://doi.org/10.1016/j.ajoms.2016.01.006