LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
II. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Kepala Pusing sejak 1 hari SMRS
Keluhan tambahan :
Bengkak pada kedua tungkai sejak 1 Bulan yang lalu, serta tangan dirasa
kram.
1
Riwayat Penyakit Sekarang :
Ny. E G2P1A0, datang ke poliklinik kandungan dengan keluhan pusing sejak
kemarin dan bengkak pada kedua tungkai sejak 1 bulan yang lalu serta tangan
dirasa kram. Nyeri epigastrium (-), pandangan berkabur (-) tidak ada keluhan
mulas, keluar air-air maupun darah lendir. Tekanan darah mulai meningkat saat
usia kehamilan menginjak usia 8 bulan. Pasien telah melakukan pemeriksaan
urin dua minggu sebelumya dikarenakan tekanan darah meningkat menjadi
150/100 dan protein urin didapatkan negatif, kemudian pasien disarankan
untuk memeriksakan diri ke Rumah Sakit oleh bidan. Pasien rutin
memeriksakan kehamilannya ke bidan dan rumah sakit sebanyak 5x. Menurut
pasien, tekanan darah selalu dalam batas normal pada kehamilan sebelumnya.
Gerakan janin dirasakan sejak usia kehamilan 4 bulan sampai sekarang.
Riwayat Haid :
Pasien menarche pada usia 16 tahun.
Hari pertama haid terakhir : 15/12/2013
TP : 22/9/2014
Usia kandungan : 34 minggu
Riwayat Pernikahan :
Pasien menikah 1 kali dan telah berlangsung selama 8 tahun.
2
Riwayat persalinan :
1. 2007/ ♂ / Bidan / Normal / Aterm / 3800 gr
2. Hamil ini
Riwayat Kontrasepsi :
Pasien mengaku pernah mengikuti program Kb jenis pil setelah kelahiran anak
pertama dan telah berhenti selama 1 tahun.
Kesadaran : Composmentis
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 26 x/menit
Suhu : 36,6 ˚C
TB/BB : 155/65 kg
STATUS GENERALIS
3
Thorax : Suara nafas utama vesikuler kanan = kiri, ronki (-/-),
wheezing (-/-)
STATUS OBSTETRI
Pemeriksaan Luar
Inspeksi :
Tampak perut membuncit simetris.
Papilla mammae lebih menonjol, aerola mammae tampak berwarna
lebih gelap, kelenjar Montgomery lebih jelas terlihat.
Perut tampak membuncit simetris dan tampak adanya striae gravidarum
dan linea nigra
Ekstremitas tungkai udem (+).
Palpasi :
Tinggi Fundus Uteri (TFU) : 32 cm, Taksiran Berat Janin (TBJ): 2.945 gram.
4
Hemoglobin : 13,3 g/dl
Leukosit : 10.700 /µl
Hematokrit : 40,4 %
Trombosit : 296.000 /µl
Massa Perdarahan : 2”
Massa Pembekuan : 8”
Golongan darah : B/ Rh (+)
HBSAg : Negatif
Anti HIV 1 : Non reaktif
MAKROSKOPIS SEDIMEN
Warna : Kuning (N : Kuning Leukosit : 3-5 (N: 0-15/LPB)
Muda)
Kekeruhan: Jernih (N : Jernih) Eritrosit : 0-1 (N : 0-1/LPB)
Berat Jenis : 1.025 (N : 1.016-1.030) Epitel :+ (N : - )
pH :6 (N : 4,6 – 8,5) Silinder Jenis : - (N : - )
Albumin :+ (N : - ) Kristal Jenis :- (N : - )
Glukosa :- (N : - ) Bakteri :- (N : - )
Bilirubin :- (N : - ) Jamur :- (N : - )
V. DIAGNOSIS
13/8/14: G2P1A0 H 34 minggu dengan Pre eklamsi ringan
14/8/14 : G2P1A0 H 34 minggu dengan Pre eklamsi Berat
VI. PENATALAKSANAAN
1. Observasi keadaan umum (KU), tanda vital (TTV), detak jantung janin
(DJJ)
2. Cek laboratorium : Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, SGOT, SGPT, Ureum,
Kreatinin, GDS, Albumin, dan Protein Urin.
5
3. Pemberian MgSO4 20%
Initial dose : 4 gr MgSO4 20% (20 cc) diberi perlahan secara IV selama 15
menit.
Maintenance dose : 6 gr MgSO4 20% (30 cc) drip dalam cairan RL 500cc
16 tpm. Dosis pemeliharaan diberi segera setelah dosis awal dan
dilanjutkan selama 24 jam setelah persalinan atau 24 jam setelah kejang
terakhir.
4. Nifedipin 3 x 10 mg
5. Pasang Dawer Catheter (DC) pemantauan produksi urin perjam
6. Injeksi dexamethasone 2x2 ampul
VII. FOLLOW UP
13 Agustus 2014 S/ : pusing, kaki bengkak
O/ : KU : Baik, Kesadaran : Composmentis
TD : 180/100 mmHg, R : 26 x/menit
S : 36,6 ˚C N : 88 x/menit
TFU : 32 cm, puki, preskep, TBJ : 2945 gr,
His (+) jarang, DJJ : 132 x/menit
VT tidak dilakukan
A/ : G2P1A0 H 34 minggu dengan Pre eklamsi ringan
P/ : - Observasi TTV ibu, his, DJJ janin.
- Nifedipin 10 mg per oral.
- Dexamethasone 2 ampul
14 Agustus 2014 S/ : pandangan dirasa kabur semalam, tetapi sudah
membaik
O/ : KU : Baik, TD : 180/110 mmHg,
N : 92x/menit, R: 20 x/menit,
his (-) djj = 140 x / menit
A/ : G2P1A0 H 34 minggu dengan Pre eklamsi berat
P/ : - Nifedipin 3 x10 mg per oral
- Dexamethasone 2 ampul
6
- Mgso4 intial dose + maintenance dose
- Pemasangan DC
- Observasi TTV ibu, Djj janin
15 Agustus 2014 S/ : Leher dirasa tegang
O/ : KU : Baik, TD : 190/110 mmHg,
N : 92x/menit, R: 20 x/menit,
his (-) djj = 126 x / menit
A/ : G2P1A0 H 34 minggu dengan Pre eklamsi berat
P/ : - Observasi TTV ibu, Djj janin
- Visite dr. Ida instruksi Pro sc atas indikasi
Preeklamsia berat tidak rspon terapi
- ACC anaesthesi
7
respon
P/ : - Observasi KU, TTV dan PP
- Amoxicilin 3x500 mg
- Asam Mefenamat 3x500 mg
- Nifedipine 3 x 10 mg
- Methyldopa 3x 500 mg
Laporan Operasi SC
8
DISKUSI
IDENTIFIKASI
PERMASALAHAN
Belum, Pada kasus ini ibu dikatakan mengalami preeklampsia ringan pada
awalnya karena mengalami hipertensi yaitu tekanan sistolik 180 mmHg, dan
tekanan diastolik 100 mmHg. Serta protein urin +1. Seharusnya dilakukan
pengecekan tekanan darah ulang dan pemeriksaan laboratorium secara
menyeluruh untuk melihat adanya kelainan fungsi organ.
9
Mengapa terjadi perubahan diagnosis awal?
Pada pasien ini, penatalaksanaan diberikan sudah tepat dengan pemberian MgSO4
20% (20cc) secara IV diberi perlahan selama 15 menit, dilanjutkan dosis
pemeliharaan 6 gr MgSO4 (30 cc) drip dalam cairan RL 500 cc 16 tpm.
Magnesium sulfat diberikan untuk mencegah terjadinya kejang . Pemberian
magnesium sulfat dilakukan melalui jalur intravena. Pemberian dexamethasone
untuk pematangan paru janin tanpa merugikan ibu juga sudah tepat. Hanya saja
seharusnya dilakukan pemeriksaan dalam untuk melihat kematangan serviks ibu,
bila serviks matang maka bisa dilakukan persalinan pervaginam dengan induksi.
10
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
11
4. Faktor gen : diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan
genotip ibu dan janin
5. Obesitas, hubungan antara berat badan ibu dan risiko preeclampsia bersifat
progresif. Risiko ini mengingkat dari 4,3 % untuk perempuan yang memiliki
indeks massa tubuh (IMT) <20 kg/m2 menjadi 13,3 % pada perempuan yang
memiliki IMT >35 kg/m2. Obesitas merupakan faktor risiko mayor.
6. Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
7. Hiperplasentosis : misalnya mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes
mellitus, hidrops fetalis, bayi besar.
III. ETIOLOGI
Penyakit hipertensi dalam kehamilan lebih mungkin timbul pada perempuan yang
:
Terpajan vili korionik untuk pertama kalinya.
Terpajan vili korionik dalam jumlah berlebihan, seperti pada kehamilan
ganda atau mola hidatidosa.
Telah memiliki penyakit ginjal atau kardiovaskular.
Secara genetis berisiko untuk mengalami hipertensi selama kehamilan.
Apapun etiologi pencetusnya, rangkaian peristiwa yang menyebabkan
sindrom preeklampsia ditandai dengan sejumlah kelainan yang menimbulkan
kerusakan endotel pembuluh darah dan selanjutnya, vasospasme, transudasi
plasma, serta komplikasi iskemik dan trombotik.
Preeklampsia merupakan hasil akhir berbagai faktor yang kemungkinan
meliputi sejumlah faktor pada ibu, plasenta, dan janin. Faktor-faktor yang saat ini
dianggap penting mencakup :
1. Implantasi plasenta disertai invasi trofoblastik abnormal pada pembuluh
darah uterus.
2. Toleransi imunologis yang bersifat maladaptif di antara jaringan maternal,
paternal (plasental), dan fetal.
3. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamatorik
yang terjadi pada kehamilan normal.
12
4. Faktor genetik, termasuk gen predisposisi yang diwariskan, serta pengaruh
epigenetik.
IV. PATOFISIOLOGI
Invasi Trofoblastik Abnormal
Pada implantasi normal, arteriola spiralis uteri mengalami remodeling
ekstensif karena diinvasi oleh trofoblas endovaskular. Sel ini menggantikan
lapisan otot dan endotel unuk memperlebar diameter pembuluh darah. Vena-vena
hanya diinvasi secara superfisial. Namun, pada preeklampsia, mungkin terjadi
invasi trofoblastik inkomplet. Bila terjadi invasi yang dangkal, pembuluh desidua,
dan bukan pembuluh myometrium, akan dilapisi oleh trofoblas endovaskular.
Arteriola miometrium yang lebih dalam tidak kehilangan lapisan endotel dan
jaringan muskuloelastik mereka, dan rerata diameter eksternal mereka hanya
setengan diameter pembuluh pada plasenta normal. Derajat gangguan invasi
trofoblas pada arteria spiralis berhubungan dengan keparahan penyakit hipertensi.
13
Faktor Imunologis
Faktor imunologi berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan
terbukti dengan fakta sebagai berikut :
Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam
kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.
Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar
terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami
sebelumnya.
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya “hasil
konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen
protein G (HLA-G) berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga ibu
tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat
melindungi trofoblas janin dari lisis oleh Natural Killer (NK) ibu selain itu
mempermudah invasi sel trofoblas kedalam jaringan desidua ibu. Pada plasenta
hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G.
14
endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur endotel. Akibat disfungi endotel ini
akan terjadi :
Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel
adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi
prostaksiklin (PGE2) suatu vasodilator kuat.
Agregasi sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) suatu
vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal perbandingan kadar
prostaksiklin/tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin. Pada
preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostaksiklin
sehingga terjadi vasokonstriksi, dengan terjadi kenaikan tekanan darah.
Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus.
Peningkatan permeabilitas kapiler.
Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO
(vasodilator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat.
Peningkatan faktor koagulasi.
Adaptasi kardiovaskular
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan vasopressor.
Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan
vasopressor atau dibutuhkan bahan vasopressor lebih tinggi untuk menimbulkan
respon vasokontriksi. Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter
terhadap bahan vasokonstriktor, dan terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan
vasopressor. Banyak peneliti membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap
bahan vasopressor sudah terjadi pada trimester I.
Genetik
Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan
secara familial jika dibandingan dengan genotipe janin. Ibu yang mengalami
preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula,
sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia.
15
Perubahan Sistem dan Organ pada Preeklampsia :
Volume plasma
Pada preeklampsia terjadi penurunan volume plasma antara 30%-40%
dibanding hamil normal, disebut hipovolemia. Hipovolemia diimbangi dengan
vasonktriksi, sehingga terjadi hipertensi. Volume plasma yang menurun memberi
dampak yang luas pada organ-organ penting.
Fungsi Ginjal
Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga terjadi
oliguria, bahkan anuria. Pemberian cairan intravena karena oliguria tidak
dibenarkan.
Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas
membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan
proteinuria.
Terjadi Glomerular Capillary Endotheliosis akibat sel endotel glomerular
membengkak disertai deposit fibril.
Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian besar
kedua korteks ginjal mengalami nekrosis, maka terjadi “nekrosis korteks
ginjal” yang bersifat ireversibel.
Dapat terjadi kerusakan intrinsik jaringan ginjal akibat vasospasme
pembuluh darah. Dapat diatasi dengan pemberian dopamin agar terjadi
vasodilatasi pembuluh darah ginjal.
Asam urat serum umumnya meningkat ≥ 5 mg/cc. Hal ini disebabkan oleh
hipovolemia, yang menimbulkan menurunnya aliran darah ginjal dan
mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus sehingga menurunnya
sekresi asam urat. Peningkatan asam urat dapat terjadi akibat iskemia
jaringan.
Kreatinin pada preeklampsia juga meningkat. Dapat mencapai kadar
kreatinin plasma ≥ 1 mg/cc, dan biasanya terjadi pada preeclampsia berat
dengan penyulit pada ginjal.
16
Elektrolit
Preeklampsia berat yang mengalami hipoksia dapat menimbulkan
gangguan keseimbangan asam basa. Pada waktu terjadi kejang eklampsia kadar
bikarbonat menurun, disebabkan timbulnya asidosis laktat dan akibat kompensasi
hilangnya karbon dioksia. Natrium dan kalium tidak berubah pada preeklampsia,
maka tidak terjadi retensi natrium berlebihan. Ini berarti pada preeklampsia tidak
perlu restriksi konsumsi garam.
Viskositas darah
Viskositas darah ditentukan oleh volume plasma, molekul makro :
fibrinogen dan hematokrit. Pada preeklampsia viskositas darah meningkat,
mengakibatkan meningkatnya resistensi perifer dan menurunnya aliran darah ke
organ.
Hematokrit
Hematokrit meningkat karena hipovolemia yang menggambarkan beratnya
preeklampsia.
Edema
Edema dapat terjadi pada kehamilan normal. Edema terjadi karena
hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapiler. Edema patologik adalah
edema yang nondependent pada muka dan tangan, atau edema generalisata, dan
biasanya disertai kenaikan berat badan yang cepat.
Hematologik
17
Perubahan hematologik disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme,
hipoalbuminemia hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriole dan
hemolisis akibat kerusakan endotel arteriole. Perubahan tersebut dapat terjadi
peningkatan hematokrit akibat hipovolemia, peningkatan viskositas darah,
trombositopenia, dan gejala hemolisis mikroangiopatik.
Hepar
Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia dan perdarahan.
Bila terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel
hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di bawah
kapsula hepar dan disebut subkapsular hematoma. Subkapsular hematoma
menimbulkan rasa nyeri di daerah epigastrium dan dapat menimbulkan ruptur
hepar, sehingga perlu pembedahan.
Neurologik
Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan
vasogenik edema.
Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus
seperti pandangan kabur, skotoma, amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas
adanya kelainan dan ablasio retina.
Hiperrefleksi sering dijumpai tetapi bukan faktor prediksi eklampsia.
Dapat timbul kejang eklamptik. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
kejang eklamptik ialah edema serebri, vasospasme serebri dan iskemia
serebri.
Perdarahan intrakranial
Kardiovaskular
Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload
akibat hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.
18
Paru
Preeklampsia berat berisiko terjadinya edema paru yang disebabkan oleh
payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapiler paru, dan
menurunnya diuresis.
Janin
Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan
janin yang disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia,
vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta. Dampak pada
janin :
Intrauterine growth restriction (IUGR) dan oligohidramnion
Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung akibat
IUGR, prematuritas, oligohidramnion, dan solusio plasenta.
19
Gambar 2. Skema Patofisiologi Preeklampsia.
20
IV. Diagnosis
Preeklampsia Ringan
Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya
hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu.
1. Hipertensi : sistolik/diastolik ≥ 140/90 mmHg.
2. Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1 + dipstik.
3. Edema : edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.
Preeklampsia Berat
Diagnosis ditegakkan berdasar kriteria preeklampsia berat sebagaimana
tercantum dibawah ini :
1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110
mmHg.
2. Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif.
3. Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
4. Kenaikan kadar kreatinin plasma.
5. Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma
dan pandangan kabur.
6. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregang kapsula Glisson).
7. Edema paru-paru dan sianosis.
8. Trombositopenia berat < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit
dengan cepat.
9. Gangguan fungsi hepar ( kerusakan hepatoseluler); peningkatan kadar
alanin dan aspartate aminotransferase.
10. Pertumbuhan janin intrauterin terhambat.
11. Sindrom HELLP.
21
V. Tatalaksana
Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan.
Dianjurkan ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur miring), tetapi tidak harus
mutlak selalu tirah baring. Umur kehamilan di atas 20 minggu, tirah baring
dengan posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada v. kafa inferior,
sehingga peningkatan aliran darah balik akan menambah curah jantung dan
meningkatkan aliran darah ke organ vital. Penambahan aliran darah ke ginjal akan
meningkatkan filtrasi glomerulus dan meningkatkan diuresis. Diuresis dengan
sendirinya meningkatkan eksresi natrium, menurunkan reaktivitas kardiovaskular,
sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan
pula aliran darah rahim, menambah oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi
janin dalam rahim.
Diet mengandung 2 g natrium atau 4-6 NaCl (garam dapur) adalah cukup.
Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi
pertumbuhan janin justru membutuhkan lebih banyak konsumsi garam. Diet
cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya, dan roboransia
perinatal.
22
Pada kehamilan preterm < 37 minggu, bila tekanan darah mencapai
normotensif, selama perawatan, persalinannya ditunggu sampai aterm. Sementara
pada kehamilan aterm > 37 minggu persalinan ditunggu sampai terjadi onset
persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada
taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara spontan; bila perlu
memperpendek kala II.
Penderita preeklampsia berat harus segera rawat inap dan dianjurkan tirah
baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting ialah pengelolaan cairan
karena penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi terjadi
edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya belum jelas, tetapi faktor yang sangat
menentukan terjadi keduanya ialah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel
endotel, penurunan gradien tekanan osmotik koloid/pulmonary capillary wedge
pressure. Monitoring input cairan (oral atau infus) dan output cairan (melalui
urin) harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang masuk
dan keluar.
Bila terjadi edema paru, segera tindakan koreksi. Cairan yang dapat diberikan
berupa :
23
Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria
terjadi bila produksi urin <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam. Diberi
antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat
menghindari risiko aspirasi asam lambung. Diet cukup protein, rendah
karbohidrat, lemak dan garam.
24
Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.
Diazepam
Fenitoin
Fenitoin sodium mempunyai khasiat stabilisasi membran neuron, cepat masuk
jaringan otak dan efek antikejang terjadi 3 menit setelah injeksi intravena.
Fenitoin sodium diberikan dalam dosis 15 mg/kgbb dengan pemberian
intravena 50 mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat.
Terapi cairan
Antihipertensi
25
Awal pemberian antihipertensi pada beberapa organisasi internasional
menentukan pemberian dimulai pada TD ≥160/105 mmHg dan tidak menyebutkan
target terapi. National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP)
Working Group on Hypertension in Pregnancy merekomendasikan pemberian
antihipertensi pada TDS > 150-160 mmHg atau TDD > 100-110 mmHg atau
terdapat kerusakan target organ contohnya hipertrofi ventrikel kiri atau penurunan
fungsi ginjal. Target tekanan darah yang ingin dicapai adalah TDS < 140 – 150
mmHg dan TDD < 90 – 100 mmHg atau Mean Arterial Pressure (MAP) < 105 –
125 mmHg. Belum ada data yang definitif dan lengkap mengenai keamanan target
terapi tekanan darah pada wanita hamil dengan hipertensi.
26
Pemberian MgSO4 pada wanita hamil yang mendapatkan Calsium Channel
Blocker (CCB) menyebabkan hipotensi berat dan hambatan
neuromuskular.
Penelitian teracak yang membandingkan nifedipine dengan labetalol
mengemukakan bahwa tidak ada salah satu obat yang lebih unggul dari
yang lain.
Verapamil efektif dan aman digunakan untuk mencegah efek takikardi
yang disebabkan β-mimetik dengan efek relaksasi jaringan pada otot
uterus.
α2-Adrenergik agonis
27
Interaksi obat : efek hipotensi dikurangi dengan obat simpatomimetik,
antidepresan trisiklik, fenotiazin dan dipertinggi dengan diuretik tiazid,
alkohol, l-dopa, vasodilator. Mempotensiasi kerja hipoglikemik dari
tolbutamid.
Vasodilator
β-adrenoseptor antagonis
28
Atenolol mempunyai kecenderungan efek samping berat janin lahir rendah
sehingga penggunaan atenolol sebaiknya dihindari pada awal kehamilan.
Diuretik
29
Managemen hipertensi berat pada kehamilan dengan pemberian obat
antihipertensi diperlukan untuk melindungi dari peningkatan tekanan darah yang
tidak terkontrol yang dapat menyebabkan perdarahan terutama pada preeklampsia
berat. Beberapa literatur merekomendasikan pemberian obat antihipertensi
parenteral untuk pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsi pada tekanan
darah diastolik ≥ 110 mmHg atau tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dengan
target penurunan tekanan arteri rata-rata (MAP) sebesar 25% dalam 1 jam pertama
dan diturunkan kembali dengan target tekanan darah 160/100 mmHg .
Glukokortikoid
30
Dapat ditangani secara aktif atau konservatif.
Janin :
Laboratorik :
31
Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop lebih dari 8
Bila perlu dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol, induksi
persalinan harus mencapai kala II dalam waktu 24 jam, bila tidak
induksi persalinan dianggap gagal, harus segera disusul dengan
pembedahan secara cesar.
32
Beberapa kekhawatiran, termasuk serviks belum matang, persepsi adanya
kedaruratan karena keparahan preeklampsia, dan perlunya dilakukan
koordinasi dengan unit intensif neonatus, telah menyebabkan beberapa ahli
menganjurkan pelahiran caesar.
2. Perawatan Konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan ≤ 37 minggu tanpa
disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik.
Medikamentosa : sama seperti penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila ibu
sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia ringan, selambatnya dalam waktu
24 jam. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap
sebagai kegagalan pengobatan dan harus segera dilakukan terminasi. Berikan
oksigen dengan nasal kanul 4-6 l/menit. Obstetrik : pemantauan ketat keadaan
ibu dan janin. Bila terdapat indikasi terminasi lakukan langsung terminasi.
Penderita boleh dipulangkan bila penderita kembali ke gejala-gejala atau
tanda-tanda preeklampsia ringan.
33
DAFTAR PUSTAKA
1) Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JH, Wenstrom
KD. Hypertensiive Disorder in Pregnancy in William Obstetrics, 23st
edition. New York: Mc Graw Hill Company, 2010.
2) Folic M, Folic N, Varjacic M, Jakovjevic M, Jankovic S. Antihypertensive
Drug Therapy for Hypertensive Disorders in Pregnancy. Asta
MedicaMedianae 2008; 47(3) : 65 – 72.
3) McCarthy FG, Kenny LC. Hypertension in Pregnancy. Current Obstetrics
& Gynaecology 2009; 16(3): 315 -320
4) Prawirohardjo, S.. Ilmu Kebidanan. PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta, 2010.
5) Report of the National High Blood Pressure Education Program Working
Group on High Blood Pressure in Pregnancy, 2001, Am Fam Physician,
64: 263-70
34