Anda di halaman 1dari 34

PRESENTASI KASUS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

Tanggal masuk RSUD : 13 Agustus 2014


Jam : 11.00 WIB

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama Nyonya “E”


Umur 33 tahun
Agama Islam
Pendidikan terakhir SMA
Pekerjaan IRT
Status Menikah 8 tahun
Alamat Kapuk denok, Citangkil
Nama Suami Tn. “Y”
Pendidikan Suami SMA
Pekerjaan Suami Wiraswasta

II. ANAMNESIS

Keluhan utama :
Kepala Pusing sejak 1 hari SMRS

Keluhan tambahan :
Bengkak pada kedua tungkai sejak 1 Bulan yang lalu, serta tangan dirasa
kram.

1
Riwayat Penyakit Sekarang :
Ny. E G2P1A0, datang ke poliklinik kandungan dengan keluhan pusing sejak
kemarin dan bengkak pada kedua tungkai sejak 1 bulan yang lalu serta tangan
dirasa kram. Nyeri epigastrium (-), pandangan berkabur (-) tidak ada keluhan
mulas, keluar air-air maupun darah lendir. Tekanan darah mulai meningkat saat
usia kehamilan menginjak usia 8 bulan. Pasien telah melakukan pemeriksaan
urin dua minggu sebelumya dikarenakan tekanan darah meningkat menjadi
150/100 dan protein urin didapatkan negatif, kemudian pasien disarankan
untuk memeriksakan diri ke Rumah Sakit oleh bidan. Pasien rutin
memeriksakan kehamilannya ke bidan dan rumah sakit sebanyak 5x. Menurut
pasien, tekanan darah selalu dalam batas normal pada kehamilan sebelumnya.
Gerakan janin dirasakan sejak usia kehamilan 4 bulan sampai sekarang.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien menyangkal menderita penyakit jantung, hipertensi, diabetes melitus,
maupun alergi obat dan asma bronkial.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat hipertensi di keluarga (+) sementara riwayat penyakit jantung,
gangguan ginjal, asma, maupun diabetes mellitus pada anggota keluarga yang
lain disangkal oleh pasien.

Riwayat Haid :
Pasien menarche pada usia 16 tahun.
Hari pertama haid terakhir : 15/12/2013
TP : 22/9/2014
Usia kandungan : 34 minggu

Riwayat Pernikahan :
Pasien menikah 1 kali dan telah berlangsung selama 8 tahun.

2
Riwayat persalinan :
1. 2007/ ♂ / Bidan / Normal / Aterm / 3800 gr
2. Hamil ini

Riwayat Kontrasepsi :
Pasien mengaku pernah mengikuti program Kb jenis pil setelah kelahiran anak
pertama dan telah berhenti selama 1 tahun.

III. PEMERIKSAAN FISIK

STATUS TANDA VITAL

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

Tek. Darah : 180/100 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Pernafasan : 26 x/menit

Suhu : 36,6 ˚C

TB/BB : 155/65 kg

STATUS GENERALIS

Kepala : Normosefali, rambut hitam, rontok (-)

Mata : Konjungtiva anemis (-/-) Sklera ikterik (-/-)

Telinga : Simetris kanan dan kiri

Leher : Pembesaran KGB (-)

3
Thorax : Suara nafas utama vesikuler kanan = kiri, ronki (-/-),
wheezing (-/-)

Jantung : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)


Abdomen : Perut buncit simetris, linea alba (+), bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat, Edema tungkai +/+, Varises -/-

STATUS OBSTETRI

Pemeriksaan Luar
Inspeksi :
 Tampak perut membuncit simetris.
 Papilla mammae lebih menonjol, aerola mammae tampak berwarna
lebih gelap, kelenjar Montgomery lebih jelas terlihat.
 Perut tampak membuncit simetris dan tampak adanya striae gravidarum
dan linea nigra
 Ekstremitas tungkai udem (+).

Palpasi :

 Leopold I : Teraba bagian lunak (bokong)


 Leopold II : Teraba bagian punggung di perut kiri (PuKi)
 Leopold III : Teraba bagian bulat, keras (kepala)
 Leopold IV : letak kepal belum masuk PAP

Tinggi Fundus Uteri (TFU) : 32 cm, Taksiran Berat Janin (TBJ): 2.945 gram.

His (-) DJJ : 132 x/menit, regular.

Pemeriksaan Dalam : Tidak dilakukan pemeriksaan dalam

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan laboratorium :

4
Hemoglobin : 13,3 g/dl
Leukosit : 10.700 /µl
Hematokrit : 40,4 %
Trombosit : 296.000 /µl
Massa Perdarahan : 2”
Massa Pembekuan : 8”
Golongan darah : B/ Rh (+)
HBSAg : Negatif
Anti HIV 1 : Non reaktif

Pemeriksaan Urinalisa 13/8/2014:

MAKROSKOPIS SEDIMEN
Warna : Kuning (N : Kuning Leukosit : 3-5 (N: 0-15/LPB)
Muda)
Kekeruhan: Jernih (N : Jernih) Eritrosit : 0-1 (N : 0-1/LPB)
Berat Jenis : 1.025 (N : 1.016-1.030) Epitel :+ (N : - )
pH :6 (N : 4,6 – 8,5) Silinder Jenis : - (N : - )
Albumin :+ (N : - ) Kristal Jenis :- (N : - )
Glukosa :- (N : - ) Bakteri :- (N : - )
Bilirubin :- (N : - ) Jamur :- (N : - )

V. DIAGNOSIS
13/8/14: G2P1A0 H 34 minggu dengan Pre eklamsi ringan
14/8/14 : G2P1A0 H 34 minggu dengan Pre eklamsi Berat

VI. PENATALAKSANAAN
1. Observasi keadaan umum (KU), tanda vital (TTV), detak jantung janin
(DJJ)
2. Cek laboratorium : Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, SGOT, SGPT, Ureum,
Kreatinin, GDS, Albumin, dan Protein Urin.

5
3. Pemberian MgSO4 20%
Initial dose : 4 gr MgSO4 20% (20 cc) diberi perlahan secara IV selama 15
menit.
Maintenance dose : 6 gr MgSO4 20% (30 cc) drip dalam cairan RL 500cc
16 tpm. Dosis pemeliharaan diberi segera setelah dosis awal dan
dilanjutkan selama 24 jam setelah persalinan atau 24 jam setelah kejang
terakhir.
4. Nifedipin 3 x 10 mg
5. Pasang Dawer Catheter (DC)  pemantauan produksi urin perjam
6. Injeksi dexamethasone 2x2 ampul

VII. FOLLOW UP
13 Agustus 2014 S/ : pusing, kaki bengkak
O/ : KU : Baik, Kesadaran : Composmentis
TD : 180/100 mmHg, R : 26 x/menit
S : 36,6 ˚C N : 88 x/menit
TFU : 32 cm, puki, preskep, TBJ : 2945 gr,
His (+) jarang, DJJ : 132 x/menit
VT tidak dilakukan
A/ : G2P1A0 H 34 minggu dengan Pre eklamsi ringan
P/ : - Observasi TTV ibu, his, DJJ janin.
- Nifedipin 10 mg per oral.
- Dexamethasone 2 ampul
14 Agustus 2014 S/ : pandangan dirasa kabur semalam, tetapi sudah
membaik
O/ : KU : Baik, TD : 180/110 mmHg,
N : 92x/menit, R: 20 x/menit,
his (-) djj = 140 x / menit
A/ : G2P1A0 H 34 minggu dengan Pre eklamsi berat
P/ : - Nifedipin 3 x10 mg per oral
- Dexamethasone 2 ampul

6
- Mgso4 intial dose + maintenance dose
- Pemasangan DC
- Observasi TTV ibu, Djj janin
15 Agustus 2014 S/ : Leher dirasa tegang
O/ : KU : Baik, TD : 190/110 mmHg,
N : 92x/menit, R: 20 x/menit,
his (-) djj = 126 x / menit
A/ : G2P1A0 H 34 minggu dengan Pre eklamsi berat
P/ : - Observasi TTV ibu, Djj janin
- Visite dr. Ida instruksi Pro sc atas indikasi
Preeklamsia berat tidak rspon terapi
- ACC anaesthesi

16 Agustus 2014 S/ : Os mengatakan luka operasi terasa nyeri,


ASI belum keluar.
O/ : KU : Sedang, TD : 160/100 mmHg,
N : 90x/menit, R: 24 x/menit, mob (+) , PPV (+)
Hb post op :10,2 g/dl.
A/ : P2A0 post SC atas indikasi Pre eklamsia berat tidak
respon terapi
P/ : - Observasi KU, TTV, PPV
- Ceftriaxone 1x 2 gram
- Tramadol 3x1 amp
- Nifedipine 3 x 10 mg
- Methyldopa 3x 500 mg
- MgSO4 post operasi
17 Agustus 2014 S/ : Os mengatakan masih nyeri luka op,
ASI (-)
O/ : KU : Baik, TD : 150/90 mmHg, S : 36,5°C
N : 88x/menit, R: 24 x/menit
A/ : P2A0 post SC atas indikasi Pre eklamsia berat tidak

7
respon
P/ : - Observasi KU, TTV dan PP
- Amoxicilin 3x500 mg
- Asam Mefenamat 3x500 mg
- Nifedipine 3 x 10 mg
- Methyldopa 3x 500 mg

Laporan Operasi SC

1. Pasien dalam posisi terlentang dengan anastesi spinal.


2. Tindakan aseptik dengan antiseptik daerah operasi.
3. Daerah operasi diperasi dipersempit dengan doek steril.
4. Insisi kulit dan diperdalam secara tajam lapis demi lapis sehingga
mencapai peritoneum dan tampak uterus.
5. Plika vesika uterine disayat melintang.
6. Insisi segmen bawah rahim secara melintang.
7. Selaput ketuban dipecahkan dan lahir bayi pada pukul 13.30 WIB.
Dengan jenis kelamin ♂ BB :1800 gram, PB : 47 cm, Apgar Score (AS) :
6/7. Plasenta dilahirkan secara manual.
8. Uterus dijahit jelujur, terkunci dan kontrol perdarahan, dilakukan
peritonealisasi plika vesika uterine.
9. Cavum abdomen dibersihkan dari darah dan bekuan.
10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
11. Operasi selesai.

8
DISKUSI

IDENTIFIKASI

Ny. E G2P1A0, datang ke poliklinik kandungan dengan keluhan pusing sejak


kemarin dan bengkak pada kedua tungkai sejak 1 bulan yang lalu serta tangan
dirasa kram. Nyeri epigastrium (-), pandangan berkabur (-) tidak ada keluhan
mulas, keluar air-air maupun darah lendir. Tekanan darah mulai meningkat saat
usia kehamilan menginjak usia 8 bulan. Pasien telah melakukan pemeriksaan
urin dua minggu sebelumya dikarenakan tekanan darah meningkat menjadi
150/100 dan protein urin didapatkan negatif, kemudian pasien disarankan
untuk memeriksakan diri ke Rumah Sakit oleh bidan. Pasien rutin
memeriksakan kehamilannya ke bidan dan rumah sakit sebanyak 5x. Menurut
pasien, tekanan darah selalu dalam batas normal pada kehamilan sebelumnya.
Gerakan janin dirasakan sejak usia kehamilan 4 bulan sampai sekarang.

PERMASALAHAN

1. Apakah penegakkan diagnosis pada kasus ini sudah tepat ?


2. Mengapa terjadi perubahan diagnosis awal?
3. Apakah penatalaksanaan yang diberikan pada pasien sudah tepat ?

Apakah penegakkan diagnosis pada kasus ini sudah tepat ?

Belum, Pada kasus ini ibu dikatakan mengalami preeklampsia ringan pada
awalnya karena mengalami hipertensi yaitu tekanan sistolik 180 mmHg, dan
tekanan diastolik 100 mmHg. Serta protein urin +1. Seharusnya dilakukan
pengecekan tekanan darah ulang dan pemeriksaan laboratorium secara
menyeluruh untuk melihat adanya kelainan fungsi organ.

9
Mengapa terjadi perubahan diagnosis awal?

Karena terjadi peningkatan tekanan darah menjadi 180/110 bahkan setelah


diberikan terapi antagonis kanal kalsium (nifedipine) disertai adanya gejala
penglihatan kabur dan pusing yang merupakan tanda impending eclampsia maka
diagnosis menjadi preeklamsia berat. Seharusnya dilakukan pemeriksaan
laboratorium menyeluruh untuk mengetahui adanya gangguan fungsi organ lain
sehingga diagnosis Pre eklamsi berat dapat ditegakkan lebih dini.

Apakah penatalaksanaan pasien sudah tepat ?

Pada pasien ini, penatalaksanaan diberikan sudah tepat dengan pemberian MgSO4
20% (20cc) secara IV diberi perlahan selama 15 menit, dilanjutkan dosis
pemeliharaan 6 gr MgSO4 (30 cc) drip dalam cairan RL 500 cc 16 tpm.
Magnesium sulfat diberikan untuk mencegah terjadinya kejang . Pemberian
magnesium sulfat dilakukan melalui jalur intravena. Pemberian dexamethasone
untuk pematangan paru janin tanpa merugikan ibu juga sudah tepat. Hanya saja
seharusnya dilakukan pemeriksaan dalam untuk melihat kematangan serviks ibu,
bila serviks matang maka bisa dilakukan persalinan pervaginam dengan induksi.

10
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Preeklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya


perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan
hipertensi disertai proteinuria dan/ edema patologik, biasanya terjadi setelah
minggu ke 20 (atau lebih awal pada adanya kasus penyakit trofoblastik seperti
mola atau hidrops). Preeklampsia paling tepat digambarkan sebagai sindrom
khusus-kehamilan yang dapat mengenai setiap organ.
Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling
banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan
saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari
preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat.
Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan
menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah
dan aktivasi endotel. Preeklampsia dengan tekanan darah sistolik/diastolic ≥
140/90 mmHg disertai proteinuria ≥300 mg/24 jam atau ≥ 1 + dipstick.
Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria 2,0 g/24jam
atau ≥ 2+ pada pemeriksaan carik celup (dipstick).

II. Faktor Risiko Preeklampsia


1. Umur yang ekstrim, preeklampsia sering mengenai perempuan muda dan
nullipara, sedangakan perempuan yang lebih tua lebih berisiko mengalami
hipertensi kronis yang bertumpang tindih dengan preklampsia. Risiko lahir
mati tinggi pada perempuan multipara yang mengidap hipertensi dibandingkan
dengan nulipara yang mengidap penyakit serupa.
2. Primigravida, primipaternitas.
3. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia.

11
4. Faktor gen : diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan
genotip ibu dan janin
5. Obesitas, hubungan antara berat badan ibu dan risiko preeclampsia bersifat
progresif. Risiko ini mengingkat dari 4,3 % untuk perempuan yang memiliki
indeks massa tubuh (IMT) <20 kg/m2 menjadi 13,3 % pada perempuan yang
memiliki IMT >35 kg/m2. Obesitas merupakan faktor risiko mayor.
6. Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
7. Hiperplasentosis : misalnya mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes
mellitus, hidrops fetalis, bayi besar.

III. ETIOLOGI
Penyakit hipertensi dalam kehamilan lebih mungkin timbul pada perempuan yang
:
 Terpajan vili korionik untuk pertama kalinya.
 Terpajan vili korionik dalam jumlah berlebihan, seperti pada kehamilan
ganda atau mola hidatidosa.
 Telah memiliki penyakit ginjal atau kardiovaskular.
 Secara genetis berisiko untuk mengalami hipertensi selama kehamilan.
Apapun etiologi pencetusnya, rangkaian peristiwa yang menyebabkan
sindrom preeklampsia ditandai dengan sejumlah kelainan yang menimbulkan
kerusakan endotel pembuluh darah dan selanjutnya, vasospasme, transudasi
plasma, serta komplikasi iskemik dan trombotik.
Preeklampsia merupakan hasil akhir berbagai faktor yang kemungkinan
meliputi sejumlah faktor pada ibu, plasenta, dan janin. Faktor-faktor yang saat ini
dianggap penting mencakup :
1. Implantasi plasenta disertai invasi trofoblastik abnormal pada pembuluh
darah uterus.
2. Toleransi imunologis yang bersifat maladaptif di antara jaringan maternal,
paternal (plasental), dan fetal.
3. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamatorik
yang terjadi pada kehamilan normal.

12
4. Faktor genetik, termasuk gen predisposisi yang diwariskan, serta pengaruh
epigenetik.

IV. PATOFISIOLOGI
Invasi Trofoblastik Abnormal
Pada implantasi normal, arteriola spiralis uteri mengalami remodeling
ekstensif karena diinvasi oleh trofoblas endovaskular. Sel ini menggantikan
lapisan otot dan endotel unuk memperlebar diameter pembuluh darah. Vena-vena
hanya diinvasi secara superfisial. Namun, pada preeklampsia, mungkin terjadi
invasi trofoblastik inkomplet. Bila terjadi invasi yang dangkal, pembuluh desidua,
dan bukan pembuluh myometrium, akan dilapisi oleh trofoblas endovaskular.
Arteriola miometrium yang lebih dalam tidak kehilangan lapisan endotel dan
jaringan muskuloelastik mereka, dan rerata diameter eksternal mereka hanya
setengan diameter pembuluh pada plasenta normal. Derajat gangguan invasi
trofoblas pada arteria spiralis berhubungan dengan keparahan penyakit hipertensi.

Gambar 1. A. Implantasi plasenta normal pada trimester ketiga memperlihatkan


proliferasi trofoblas ekstravilus dari vilus jangkar. Trofoblas menginvasi desidua dan
meluas ke dalam dinding arteriola spiralis untuk menggantikan endotelium dan dinding
otot. Remodelling ini menyebabkan terbentuknya pembuluh darah yang melebar dan
memiliki tahanan rendah. B. Plasenta pada kehamilan preeklamtik atau dengan restriksi
pertumbuhan janin memperlihatkan implantasi yang cacat. Hal tersebut ditandai invasi
tidak sempurna dinding arteriola spiralis oleh trofoblas ekstravilus, dan menyebabkan
terbentuknya pembuluh darah berdiameter sempit dengan resistensi yang tinggi.

13
Faktor Imunologis
Faktor imunologi berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan
terbukti dengan fakta sebagai berikut :
 Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam
kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.
 Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar
terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami
sebelumnya.
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya “hasil
konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen
protein G (HLA-G) berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga ibu
tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat
melindungi trofoblas janin dari lisis oleh Natural Killer (NK) ibu selain itu
mempermudah invasi sel trofoblas kedalam jaringan desidua ibu. Pada plasenta
hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G.

Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel.


Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam
kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteria spiralis”, dengan akibat plasenta
mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan
menghasilkan oksidan (radikal bebas) seperti radikal hidroksil yang sangat toksis,
khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan
merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi
peroksida lemak. Peroksida lemak selain merusak membran sel, juga akan
merusak nukleus, dan protein sel endotel.
Akibat sel endotel terpapar peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel
endotel, kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi

14
endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur endotel. Akibat disfungi endotel ini
akan terjadi :
 Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel
adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi
prostaksiklin (PGE2) suatu vasodilator kuat.
 Agregasi sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) suatu
vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal perbandingan kadar
prostaksiklin/tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin. Pada
preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostaksiklin
sehingga terjadi vasokonstriksi, dengan terjadi kenaikan tekanan darah.
 Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus.
 Peningkatan permeabilitas kapiler.
 Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO
(vasodilator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat.
 Peningkatan faktor koagulasi.

Adaptasi kardiovaskular
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan vasopressor.
Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan
vasopressor atau dibutuhkan bahan vasopressor lebih tinggi untuk menimbulkan
respon vasokontriksi. Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter
terhadap bahan vasokonstriktor, dan terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan
vasopressor. Banyak peneliti membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap
bahan vasopressor sudah terjadi pada trimester I.

Genetik
Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan
secara familial jika dibandingan dengan genotipe janin. Ibu yang mengalami
preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula,
sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia.

15
Perubahan Sistem dan Organ pada Preeklampsia :
Volume plasma
Pada preeklampsia terjadi penurunan volume plasma antara 30%-40%
dibanding hamil normal, disebut hipovolemia. Hipovolemia diimbangi dengan
vasonktriksi, sehingga terjadi hipertensi. Volume plasma yang menurun memberi
dampak yang luas pada organ-organ penting.

Fungsi Ginjal
 Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga terjadi
oliguria, bahkan anuria. Pemberian cairan intravena karena oliguria tidak
dibenarkan.
 Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas
membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan
proteinuria.
 Terjadi Glomerular Capillary Endotheliosis akibat sel endotel glomerular
membengkak disertai deposit fibril.
 Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian besar
kedua korteks ginjal mengalami nekrosis, maka terjadi “nekrosis korteks
ginjal” yang bersifat ireversibel.
 Dapat terjadi kerusakan intrinsik jaringan ginjal akibat vasospasme
pembuluh darah. Dapat diatasi dengan pemberian dopamin agar terjadi
vasodilatasi pembuluh darah ginjal.
 Asam urat serum umumnya meningkat ≥ 5 mg/cc. Hal ini disebabkan oleh
hipovolemia, yang menimbulkan menurunnya aliran darah ginjal dan
mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus sehingga menurunnya
sekresi asam urat. Peningkatan asam urat dapat terjadi akibat iskemia
jaringan.
 Kreatinin pada preeklampsia juga meningkat. Dapat mencapai kadar
kreatinin plasma ≥ 1 mg/cc, dan biasanya terjadi pada preeclampsia berat
dengan penyulit pada ginjal.

16
Elektrolit
Preeklampsia berat yang mengalami hipoksia dapat menimbulkan
gangguan keseimbangan asam basa. Pada waktu terjadi kejang eklampsia kadar
bikarbonat menurun, disebabkan timbulnya asidosis laktat dan akibat kompensasi
hilangnya karbon dioksia. Natrium dan kalium tidak berubah pada preeklampsia,
maka tidak terjadi retensi natrium berlebihan. Ini berarti pada preeklampsia tidak
perlu restriksi konsumsi garam.

Tekanan osmotik koloid plasma/tekanan onkotik


Pada preeklampsia tekanan onkotik makin menurun karena kebocoran
protein dan peningkatan permeabilitas vaskular.

Viskositas darah
Viskositas darah ditentukan oleh volume plasma, molekul makro :
fibrinogen dan hematokrit. Pada preeklampsia viskositas darah meningkat,
mengakibatkan meningkatnya resistensi perifer dan menurunnya aliran darah ke
organ.

Hematokrit
Hematokrit meningkat karena hipovolemia yang menggambarkan beratnya
preeklampsia.

Edema
Edema dapat terjadi pada kehamilan normal. Edema terjadi karena
hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapiler. Edema patologik adalah
edema yang nondependent pada muka dan tangan, atau edema generalisata, dan
biasanya disertai kenaikan berat badan yang cepat.

Hematologik

17
Perubahan hematologik disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme,
hipoalbuminemia hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriole dan
hemolisis akibat kerusakan endotel arteriole. Perubahan tersebut dapat terjadi
peningkatan hematokrit akibat hipovolemia, peningkatan viskositas darah,
trombositopenia, dan gejala hemolisis mikroangiopatik.

Hepar
Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia dan perdarahan.
Bila terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel
hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di bawah
kapsula hepar dan disebut subkapsular hematoma. Subkapsular hematoma
menimbulkan rasa nyeri di daerah epigastrium dan dapat menimbulkan ruptur
hepar, sehingga perlu pembedahan.

Neurologik
 Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan
vasogenik edema.
 Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus
seperti pandangan kabur, skotoma, amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas
adanya kelainan dan ablasio retina.
 Hiperrefleksi sering dijumpai tetapi bukan faktor prediksi eklampsia.
 Dapat timbul kejang eklamptik. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
kejang eklamptik ialah edema serebri, vasospasme serebri dan iskemia
serebri.
 Perdarahan intrakranial

Kardiovaskular
Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload
akibat hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.

18
Paru
Preeklampsia berat berisiko terjadinya edema paru yang disebabkan oleh
payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapiler paru, dan
menurunnya diuresis.

Janin
Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan
janin yang disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia,
vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta. Dampak pada
janin :
 Intrauterine growth restriction (IUGR) dan oligohidramnion
 Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung akibat
IUGR, prematuritas, oligohidramnion, dan solusio plasenta.

19
Gambar 2. Skema Patofisiologi Preeklampsia.

20
IV. Diagnosis
Preeklampsia Ringan
Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya
hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu.
1. Hipertensi : sistolik/diastolik ≥ 140/90 mmHg.
2. Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1 + dipstik.
3. Edema : edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.

Preeklampsia Berat
Diagnosis ditegakkan berdasar kriteria preeklampsia berat sebagaimana
tercantum dibawah ini :
1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110
mmHg.
2. Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif.
3. Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
4. Kenaikan kadar kreatinin plasma.
5. Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma
dan pandangan kabur.
6. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregang kapsula Glisson).
7. Edema paru-paru dan sianosis.
8. Trombositopenia berat < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit
dengan cepat.
9. Gangguan fungsi hepar ( kerusakan hepatoseluler); peningkatan kadar
alanin dan aspartate aminotransferase.
10. Pertumbuhan janin intrauterin terhambat.
11. Sindrom HELLP.

21
V. Tatalaksana

Tatalaksana Preeklampsia Ringan

Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan.
Dianjurkan ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur miring), tetapi tidak harus
mutlak selalu tirah baring. Umur kehamilan di atas 20 minggu, tirah baring
dengan posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada v. kafa inferior,
sehingga peningkatan aliran darah balik akan menambah curah jantung dan
meningkatkan aliran darah ke organ vital. Penambahan aliran darah ke ginjal akan
meningkatkan filtrasi glomerulus dan meningkatkan diuresis. Diuresis dengan
sendirinya meningkatkan eksresi natrium, menurunkan reaktivitas kardiovaskular,
sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan
pula aliran darah rahim, menambah oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi
janin dalam rahim.

Diet mengandung 2 g natrium atau 4-6 NaCl (garam dapur) adalah cukup.
Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi
pertumbuhan janin justru membutuhkan lebih banyak konsumsi garam. Diet
cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya, dan roboransia
perinatal.

Tidak diberikan obat diuretik, antihipertensi, dan sedatif. Dilakukan


pemeriksaan laboratorium Hb, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap, dan fungsi
ginjal

Pada keadaan tertentu pasien preeklampsia ringan perlu dirawat dirumah


sakit bila tidak ada perbaikan tekanan darah, kadar proteinuria selama 2 minggu,
dan adanya satu atau lebih gejala preeklampsia berat. Pemeriksaan kesejahteraan
janin, berupa USG dan Doppler untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah
cairan amnion. Pemeriksaan nonstress test dilakukan 2 kali seminggu dan
konsultasi dengan bagian mata, jantung, dan lain-lain.

22
Pada kehamilan preterm < 37 minggu, bila tekanan darah mencapai
normotensif, selama perawatan, persalinannya ditunggu sampai aterm. Sementara
pada kehamilan aterm > 37 minggu persalinan ditunggu sampai terjadi onset
persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada
taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara spontan; bila perlu
memperpendek kala II.

Tatalaksana Preeklampsia Berat

Perawatan preeklampsia berat dibagi menjadi dua unsur:

1. Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi


medisinalis.
2. Sikap terhadap kehamilannya ialah manajemen agresif, kehamilan diakhiri
(terminasi) setiap saat bila keadaan hemodinamika sudah stabil.

Sikap terhadap penyakit : pengobatan medikamentosa

Penderita preeklampsia berat harus segera rawat inap dan dianjurkan tirah
baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting ialah pengelolaan cairan
karena penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi terjadi
edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya belum jelas, tetapi faktor yang sangat
menentukan terjadi keduanya ialah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel
endotel, penurunan gradien tekanan osmotik koloid/pulmonary capillary wedge
pressure. Monitoring input cairan (oral atau infus) dan output cairan (melalui
urin) harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang masuk
dan keluar.

Bila terjadi edema paru, segera tindakan koreksi. Cairan yang dapat diberikan
berupa :

a. 5% Ringer-dekstrose atau cairan garam faali jumlah tetesan <125 cc/jam


atau
b. Infus Dekstrose 5% tiap 1 liter diselingi dengan infus Ringer laktat (60-
125 cc/jam) 500 cc.

23
Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria
terjadi bila produksi urin <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam. Diberi
antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat
menghindari risiko aspirasi asam lambung. Diet cukup protein, rendah
karbohidrat, lemak dan garam.

Pemberian obat anti kejang :

Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada


rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuscular. Transmisi
neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian MgSO4 akan
menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (kompetitif
inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium).

Cara pemberian MgSO4 20%


1. Dosis Awal (Initial Dose)
4 gr MgSO4 20% (20cc) diberi pelan-pelan secara IV selama 15 menit.
Tetesan cairan infus di loss untuk mengurangi rasa panas pada pasien.
2. Dosis Pemeliharaan (Maintanance Dose)
6 gr MgSO4 20% (30cc) drip dalam cairan RL/D5% 500 cc 16 tpm. Dosis
pemeliharaan diberikan segera setelah dosis awal dan dilanjutkan selama
24 jam setelah persalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.

Syarat-syarat pemberian MgSO4 :

 Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium


glukonas 10% = 1 g (10% dalam 10 cc) diberikan i.v. 3 menit.
 Refleks patella (+) kuat.
 Frekuensi pernapasan > 16 x/menit, tidak ada tanda-tanda distress napas.

Magnesium sulfat dihentikan bila :

 Ada tanda-tanda intoksikasi (kelemahan otot, hipotensi, refleks fisiologis


menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, atau kelumpuhan).

24
 Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.

Contoh obat lain yang dipakai untuk antikejang :

 Diazepam
 Fenitoin
Fenitoin sodium mempunyai khasiat stabilisasi membran neuron, cepat masuk
jaringan otak dan efek antikejang terjadi 3 menit setelah injeksi intravena.
Fenitoin sodium diberikan dalam dosis 15 mg/kgbb dengan pemberian
intravena 50 mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat.

Terapi cairan

Larutan Ringer Laktat diberikan secara rutin dalam laju 60 mL hingga


tidak melebihi 125 mL per jam, kecuali terdapat kehilangan cairan berlebihan
akibat muntah, diare, atau diaforesis atau yang lebih mungkin kehilangan darah
dalam jumlah berlebihan akibat pelahiran. Pemberian cairan terkendali dan
konservatif lebih dipilih untuk perempuan dengan eklampsi tipikal yang sudah
memiliki cairan ekstrasel dalam jumlah berlebihan, yang didistribusikan secara
tidak seimbang antara ruang intravaskular dan ekstravaskular. Infus cairan dalam
jumlah besar akan menambah maldistribusi cairan ekstravaskular sehingga
meningkatkan risiko edema paru dan otak secara nyata.

Antihipertensi

Hipertensi berat (TD ≥ 160/100 mmHg) berhubungan peningkatan resiko


terjadinya insiden serebrovaskular, ensefalopati hipertensif, dan dapat memicu
eklamtik pada perempuan dengan preeklampsia. Komplikasi lainnya gagal jantung
kongestif afterload dan solusio plasenta sehingga harus diberikan obat
antihipertensi. Sedangkan pemakaian pada hipertensi ringan dan sedang masih
menjadi suatu hal yang kontroversial. Berdasarkan penelitan menunjukkan bahwa
pemakaian obat antihipertensi pada hipertensi ringan akan menurunkan resiko
terjadinya hipertensi berat tetapi tidak terdapat perbedaan pada terjadinya
preeklampsia, kematian neonatus, kelahiran prematur dan bayi BBLR.

25
Awal pemberian antihipertensi pada beberapa organisasi internasional
menentukan pemberian dimulai pada TD ≥160/105 mmHg dan tidak menyebutkan
target terapi. National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP)
Working Group on Hypertension in Pregnancy merekomendasikan pemberian
antihipertensi pada TDS > 150-160 mmHg atau TDD > 100-110 mmHg atau
terdapat kerusakan target organ contohnya hipertrofi ventrikel kiri atau penurunan
fungsi ginjal. Target tekanan darah yang ingin dicapai adalah TDS < 140 – 150
mmHg dan TDD < 90 – 100 mmHg atau Mean Arterial Pressure (MAP) < 105 –
125 mmHg. Belum ada data yang definitif dan lengkap mengenai keamanan target
terapi tekanan darah pada wanita hamil dengan hipertensi.

Pemilihan obat antihipertensi pada kehamilan hendaknya


mempertimbangkan beberapa faktor antara lain efikasi obat, pengalaman dan
familiar terhadap obat, pengetahuan dosis dan interaksi obat, efek samping
terhadap ibu dan janin, efek terhadap aliran darah uteroplasenta, onset dan durasi
kerja obat, kemudahan dalam penggunaan, dan kelompok obat yang harus
dihindari. The Food and Drug Administration (FDA) mengklasifikasikan obat-
obat pada kehamilan berdasarkan resiko terhadap janin dengan satu diantara lima
huruf kategori – A, B, C, D dan X.

Obat-obat antihipertensi pada wanita hamil

Antagonis Kanal Kalsium

 Nifedipin telah merupakan obat lini pertama dalam penanganan hipertensi


dalam kehamilan.
 Dosis 10 – 20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit; maksimum 120 mg
dalam 24 jam.
 Kelompok kerja NHBPEP dan Royal Collage of Obstetricians and
Gynaecologists menganjurkan dosis inisial 10 mg per oral yang dapat
diulang dalam 30 menit jika diperlukan.
 Nifedipin tidak boleh diberikan secara sublingual karena efek vasodilatasi
sangat cepat, sehingga hanya boleh diberikan peroral.

26
 Pemberian MgSO4 pada wanita hamil yang mendapatkan Calsium Channel
Blocker (CCB) menyebabkan hipotensi berat dan hambatan
neuromuskular.
 Penelitian teracak yang membandingkan nifedipine dengan labetalol
mengemukakan bahwa tidak ada salah satu obat yang lebih unggul dari
yang lain.
 Verapamil efektif dan aman digunakan untuk mencegah efek takikardi
yang disebabkan β-mimetik dengan efek relaksasi jaringan pada otot
uterus.

α2-Adrenergik agonis

 Metildopa dapat menstabilkan aliran darah uteroplasenta dan


hemodinamik janin. Mekanisme kerja dengan menstimulasi reseptor α2-
adrenergik di otak. Stimulasi ini mengurangi aliran simpatik dari pusat
vasomotor di otak. Pengurangan akitivitas simpatik dengan perubahan
parasimpatik akan menurunkan denyut jantung, cardiac output, resistensi
perifer, aktivitas renin plasma, dan refleks baroreseptor. Metildopa aman
bagi ibu dan anak, dimana telah digunakan dalam jangka waktu yang lama
dan belum ada laporan efek samping pertumbuhan dan perkembangan
anak.
 Indikasi : hipertensi esensial ringan dan berat. Hipertensi nefrogenik,
hipertensi pada awal kehamilan.
 Dosis awal ½ - 1tab/hr, tingkatkan secara bertahap dengan ½ tab tiap 2-3
hari.
 Efek samping diantaranya kelemahan, sedasi yang bersifat sementara,
depresi dan penurunan ketahanan mental, mulut kering, penurunan libido,
tanda-tanda parkinson dan hiperprolaktinemia, peningkatan serum
transaminase dan anemia hemolitik.
 Metildopa dapat menyebabkan bradikardi dan henti sinus pada pasien
dengan disfungsi SA Node dan hipersensitif sinus karotis

27
 Interaksi obat : efek hipotensi dikurangi dengan obat simpatomimetik,
antidepresan trisiklik, fenotiazin dan dipertinggi dengan diuretik tiazid,
alkohol, l-dopa, vasodilator. Mempotensiasi kerja hipoglikemik dari
tolbutamid.

Vasodilator

 Hydralazine adalah vasodilator arteri sering digunakan untuk terapi


kombinasi pada hipertensi untuk kehamilan karena efek hipotensinya
minimal.
 Hydralazine diberikan secara intravena dalam dosis inisial 5 mg, diikuti
dengan dosis 5 – 10 mg dalam interval 15 – 20 menit hingga tercapainya
respons yang diharapkan. Respons sasaran anterpartum atau intrapartum
adalah penurunan TDD hinga 90 – 100 mmHg, tetapi tidak lebih rendah
dari ini, agar tidak terjadi perburukan perfusi plasental.

β-adrenoseptor antagonis

 Labetalol merupakan kombinasi antagonis α1 dan β adrenoseptor dengan


efek vasodilatasi dapat menurunkan tekanan darah tanpa mengganggu
aliran darah uteroplasenta.
 Tekanan darah dapat diturunkan dengan pengurangan tahanan sistemik
vaskular tanpa perubahan curah jantung maupun frekuensi jantung yang
nyata sehingga hipotensi yang terjadi kurang disertai efek takikardia.
Labetalol melakukan blokade terhadap efek takikardia neonates yang
disebabkan oleh terapi beta bloker pada ibu. Sehingga labetalol dapat
dikatakan sebagai obat alternatif yang lebih aman dan efektif diberikan
pada kehamilan.
 Pemberian labetalol tidak didapatkan efek samping hambatan
pertumbuhan janin maupun hipoglikemi pada neonatus.
 Labetalol diberikan intravena selama anestesi umum dapat mencegah
takikardi dan reaksi hipertensi saat intubasi.
 Dosis yang sering digunakan 200 mg – 2.5 gr / hari terbagi dalam 2 dosis.

28
 Atenolol mempunyai kecenderungan efek samping berat janin lahir rendah
sehingga penggunaan atenolol sebaiknya dihindari pada awal kehamilan.

Penyekat reseptor serotonergik (5HT2A)

 Nitroprusside atau nitroglycerine dianjurkan oleh sebagian ahli jika tidak


didapatkan respons optimal terhadap lini pertama.

Diuretik

 Diuresis dapat memperburuk perfusi plasenta. Efek yang segera tampak


mencakup penurunan volume intravaskular, yang umumnya sudah
berkurang sebelumnya dibandingkan dengan volume pada kehamilan
normal.
 Spironolakton bersifat kontraindikasi jika digunakan pada wanita hamil
karena efek antiandrogenik pada percobaan hewan.
 Diuretikum tidak diberi secara rutin, kecuali bila ada edema paru, payah
jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai adalah
furosemide. Pemberian diuretikum dapat merugikan yaitu memperberat
hipovolemia, memperburuk perfusi utero-plasenta, meningkatkan
hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan
berat janin.
 Sebelum pelahiran, diuretik tidak digunakan untuk menurunkan tekanan
darah. Batasi penggunaan furosemide atau obat sejenisnya saat antepartum
hanya untuk terapi edema paru.

ACE Ihibitor dan Angiotensin II receptor antagonis

 Dapat menyebabkan oligohidramnion, hambatan pertumbuhan janin,


hipoplasi pulmonal, kontraktur persendian, gagal ginjal neonatus,
hipotensi.
 Penggunaan obat golongan ini sebaiknya dihindari pada wanita yang
merencanakan kehamilan.

29
Managemen hipertensi berat pada kehamilan dengan pemberian obat
antihipertensi diperlukan untuk melindungi dari peningkatan tekanan darah yang
tidak terkontrol yang dapat menyebabkan perdarahan terutama pada preeklampsia
berat. Beberapa literatur merekomendasikan pemberian obat antihipertensi
parenteral untuk pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsi pada tekanan
darah diastolik ≥ 110 mmHg atau tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dengan
target penurunan tekanan arteri rata-rata (MAP) sebesar 25% dalam 1 jam pertama
dan diturunkan kembali dengan target tekanan darah 160/100 mmHg .

Labetalol merupakan obat antihipertensi parenteral pilihan pertama karena


terbukti efektif dalam terapi hipertensi berat yang tidak terkontrol tanpa disertai
efek samping takikardi dan menurunkan insiden terjadinya aritmia ventrikuler
yang dapat timbul pada pemberian hydralazine. Bahaya hipotensi yang
ditimbulkan saat pemberian antihipertensi parenteral yang harus diperhatikan
karena dapat menyebabkan penurunan aliran darah plasenta sehingga dapat
menyebabkan gawat janin. Pemberian obat antihipertensi parenteral hendaknya
disertai dengan evaluasi tekanan darah yang dilakukan tiap 15 menit sampai target
tekanan darah tercapai. Pada preeklampsia penggunaan dosis rendah pada awal
pemberian obat antihipertensi parenteral mengurangi efek hipotensi yang
berlebihan dikarenakan terjadinya pengurangan volume intravaskular pada
penderita dengan preeklampsia.

Obat-obat antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia


adalah klonidine (Catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. klonidine 1
ampul dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faali atau larutan air untuk suntikan.

Glukokortikoid

Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan


ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga diberkan
pada sindrom HELLP.

Sikap Terhadap Kehamilannya

30
Dapat ditangani secara aktif atau konservatif.

a. Aktif (aggressive management) : kehamilan diakhiri / diterminasi bersama


dengan pengobatan medikamentosa.
b. Konservatif (espektatif) : kehamilan dipertahankan bersama dengan
pengobatan medikamentosa.

Prinsip : Pemantauan janin dengan klinis, USG, kardiotokografi.

1. Penanganan aktif (agresif) : sambil memberi pengobatan, kehamilan diakhiri.


Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan dibawah ini :
Ibu :
 Umur kehamilan >37 minggu.
 Adanya tanda-tanda/gejala Impending Eclampsia.
 Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu : keadaan klinik
dan laboratorik memburuk.
 Diduga terjadi solusio plasenta.
 Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan.

Janin :

 Adanya tanda-tanda fetal distress.


 Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR).
 NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal.
 Terjadi oligohidramnion.

Laboratorik :

 Adanya tanda-tanda “Sindroma HELLP” khususnya menurunnya


trombosit dengan cepat.

Sedapat mungkin persalianan diarahkan ke pervaginam :

1) Penderita belum inpartu;

31
 Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop lebih dari 8
 Bila perlu dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol, induksi
persalinan harus mencapai kala II dalam waktu 24 jam, bila tidak
induksi persalinan dianggap gagal, harus segera disusul dengan
pembedahan secara cesar.

Indikasi dilakukan pembedahan caesar:

 Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam


 Induksi persalinaan gagal
 Terjadi maternal distress
 Terjadi fetal distress
 Bila umur kehamilan < 33 minggu

2) Bila penderita sudah inpartu

 Perjalanan persalinan diikuti


 Memperpendek kala II
 Pembedahan caesar dilakukan apabila didapati maternal distress dan
fetal distress
 Primigravida direkomendsikan pembedahan Caesar.

Pada preeklampsia moderat atau berat yang tidak membaik setelah


perawatan inap, biasanya dianjurkan terminasi kehamilan untuk kesejahteraan
baik ibu maupun janin. Induksi persalinan dilakukan biasanya dengan
pematangan serviks prainduksi menggunakan prostaglandin atau dilator
osmotik. Bila induksi tampaknya hampir tidak berhasil, atau usaha induksi
gagal, pelahiran dengan bedah caesar diindikasikan untuk kasus yang lebih
berat.

Setelah ditegakkan diagnosis preeklampsia berat, induksi persalinan dan


pelahiran pervaginam sudah sejak dulu dianggap merupakan tata laksana
ideal. Penundaan janin belum matur merupakan pertimbangan berikutnya.

32
Beberapa kekhawatiran, termasuk serviks belum matang, persepsi adanya
kedaruratan karena keparahan preeklampsia, dan perlunya dilakukan
koordinasi dengan unit intensif neonatus, telah menyebabkan beberapa ahli
menganjurkan pelahiran caesar.

2. Perawatan Konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan ≤ 37 minggu tanpa
disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik.
Medikamentosa : sama seperti penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila ibu
sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia ringan, selambatnya dalam waktu
24 jam. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap
sebagai kegagalan pengobatan dan harus segera dilakukan terminasi. Berikan
oksigen dengan nasal kanul 4-6 l/menit. Obstetrik : pemantauan ketat keadaan
ibu dan janin. Bila terdapat indikasi terminasi lakukan langsung terminasi.
Penderita boleh dipulangkan bila penderita kembali ke gejala-gejala atau
tanda-tanda preeklampsia ringan.

Monitoring selama di rumah sakit

Pemeriksaan sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda-


tanda klinik berupa: nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium, dan
kenaikan cepat berat badan. Selain itu perlu dilakukan penimbangan berat
badan, pengukuran proteinuria, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan USG dan NST.

33
DAFTAR PUSTAKA

1) Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JH, Wenstrom
KD. Hypertensiive Disorder in Pregnancy in William Obstetrics, 23st
edition. New York: Mc Graw Hill Company, 2010.
2) Folic M, Folic N, Varjacic M, Jakovjevic M, Jankovic S. Antihypertensive
Drug Therapy for Hypertensive Disorders in Pregnancy. Asta
MedicaMedianae 2008; 47(3) : 65 – 72.
3) McCarthy FG, Kenny LC. Hypertension in Pregnancy. Current Obstetrics
& Gynaecology 2009; 16(3): 315 -320
4) Prawirohardjo, S.. Ilmu Kebidanan. PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta, 2010.
5) Report of the National High Blood Pressure Education Program Working
Group on High Blood Pressure in Pregnancy, 2001, Am Fam Physician,
64: 263-70

34

Anda mungkin juga menyukai