Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang

Indonesia merupakan Negara yang tidak luput dari penjajahan Belanda.Masyarakat 


indonesia  juga berupaya mengobarkan gejolak untuk merdeka dari penjajahan atas tanah air
mereka . Mereka berupaya meneruskan perjuangan yang telah dirintis oleh para pendahulu,
sehinggatidak mengherankan kalau pada saat itu bermunculan gerakan-gerakan kemerdekaan
yang pertama kali dipelopori oleh umat Islam kala itu.

Lahirnya beberapa organisasi Islam di Indonesia lebih banyak karena adanya dorongan
oleh tumbuhnya sikap patriotisme dan rasa nasionalisme serta sebagai respon terhadap
keresahan yang ada di kalangan masyarakat Indonesia yang mengalami kemunduran sebagai
akibat eksploitasi politik pemerintah kolonial Belanda. Salah satu langkah pertama
diwujudkan dalam bentuk kesadaran berorganisasi.Pada saat itu, banyak bermuncula
norganisasi-organisasi sebagai gerakan kemerdekaan, serta organisasi- organisasi Islam yang
bergerak di bidang sosial keagamaan dan pendidikan Islam, seperti saja Muhammadiyah dan
Nu sebagai organisasisosial keagamaan dan pendidikan Islam. Selain itu juga di Medan
Sumatra Barat muncul Jam’iyatul Washliyah yang juga merupakan organisasi yang mirip
seperti halnya Muhammadiyah dan NU.

Jam’iyatul Washliyah merupakan organisasi Islam yang didirikan oleh para Ulama dan
tokoh Mujahid yang dipelopori oleh pelajar Maktab Islamiyah Tapanuli yang semata-mata
untuk menegakkan dan membesarkan panji-panji Islam di Tanah Air tercinta ini.Oleh
karenanya warisan budaya para ulama ini perlu dicontoh dan dilestarikan oleh paragenerasi
muda untuk menjadi pegangan dalam menjalankan hidup dan kehidupannya.1Pembahasan
mengenai organisasi ini sangat menarik karena jika dibandingkan dengan organisasi yang lain
Jam’iyatul Washliyah memang belum mendapatkan perhatian yang semestinya dalam kajian-
kajian sejarah Islam modern di Indonesia, sehingga mampum emberikan pengetahuan
tambahan bagi pembaca.

1
Karel A. Stenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1994), 78.
BAB II

PEMBAHSAN

A. Sejarah berdirinya Jam’iyatulWashliyah

Menurut Ramli Abdul Wahid dalam bukunya Al-Jam’iyatul Washliyah: Studi Tentang
Mazhab Akidah dan Fiqih,”Jam’iyatul Washliyah memiliki arti yaitu perhimpunan yang
menghubungkan.”2Dalam hal ini yang dimaksud dengan menghubungkan yaitu hubungan
antara manusia dengan penciptanya serta hubungan manusia dengan sesama manusia.

Menuru tM. Nurdin Amin,Peran Al-Washliyah Dalam Perjuangan Bangsa, dalam Saiful
Akhyar (ed.), Peran Moderasi Al-Washliyah, ”Yang termasuk hubungan sesama manusia
adalah memperkokoh solidaritas al-ikhwah al-insaniyah (persaudaraan sesama manusia), al-
ikhwah al-wathaniyah (persaudaraan sebangsa), dan al-ikwah al-islamiyah (persaudaraan
seakidah).”3Secara lebih singkat, organisasi sosial keagamaan Jam’iyatul washliyah
berimplikasi kepada hablum minallah dan hablum minannas.

Al-Jam’iyatul Washliyah berdiri pada hari minggu tanggal 30 November 1930 Masehi
atau tepatnya 9 Rajab 1349 Hijrah di Medan. 4Sejarah berdirinya Al-Washliyah menurut
Armyn Nasution dalam bukunya, Muhammad Arsyad Thalib Lubis: Pilar Keutamaan dan
Foto Juang Yang Tidak Dipajang, dalam Saiful Akhyar (ed.), Peran Moderasi Al-Washliyah
“berdirinya Al-Wshiliyah tidak dapat dilepaskan dari Maktab Islamiyah Tapanuli (MIT)
didirikan pada tanggal 19 Maret 1918.”5 Maktab Islamiyah Tapanuli (MIT) adalah sebuah
sekolah yang didirikan oleh masyarakat Mandailing yang merupakan salah satu etnis
masyarakat yang terdapat di Sumatera Timur saat itu. Menurut Karel A Stenbrink dalam
bukunya Pesantren Madrasah dan sekolah, “Maktab Islamiyah Tapanuli (MIT) merupakan
sekolah tambahan untuk pendidikan agama dyang dilakukan pada siang hari bagi murid-
murid sekolah gubernemen”.6

2
Ramli Abdul Wahid, ”Al-Jam’iyatul Washliyah: Studi Tentang Mazhab Akidah dan Fiqih,” dalam Saiful
Akhyar (ed.), Peran Moderasi Al-Washliyah (Medan: Univa Press, 2008),19.
3
M. Nurdin Amin, ”Peran Al-Washliyah Dalam Perjuangan Bangsa,” dalam Saiful Akhyar (ed.), Peran
Moderasi Al-Washliyah (Medan: Univa Press, 2008), 29
4
Syahrul AR el-Hadidhy, et.al.,Pendidikan Ke Al-Washliyahan (Medan: MPK Al-Jam’iyatul Washliyah, 2005),
2-4
5
Armyn Nasution, ”Muhammad Arsyad Thalib Lubis: Pilar Keutamaan dan Foto Juang Yang Tidak Dipajang,”
dalam Saiful Akhyar (ed.), Peran Moderasi Al-Washliyah (Medan: Univa Press, 2008), 201.
6
Karel A. Stenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1994), 78.
Pada tahun (1928) setelah MIT didirikan, para alumni dan senior MIT mendirikan
”Debating Club”. Debating Club ini didirikan berkaitan dengan meluasnya diskusi-diskusi
mengenai nasionalisme dan berbagai paham keagamaan yang terutama didorong oleh kaum
pembaharu. Dari forum debat ini lahirlah ide untuk membangun suatu organisasi yang
bergerak pada bidang pendidikan, agama, dan jaringan solidaritas sosial.7
Alwashliyah didirikan merupakan hasil upaya bersama beberapa orang dengan peran
dan keistimewaannya masing-masing. Di antara para tokoh yang memberikan konstribusi
sehingga terbentuknya organisasi sosial keagamaan Jam’iyatul Washliyah yaitu Al-
Jam’iyatul Washliyah adalah H. M. Arsyad Thalib Lubis, H. Abdul Rahman Syhihab, H.
Ismail Banda, dan H. M. Yusuf Ahmad Lubis.8
Al-washliyan ini secara organisasi memiliki struktur organisasi yang jelas, seperti hal
nya organisasi yang lainnya seperti terdapat ketua, sekretaris, bendahara, komisaris, dan
penasehat umum yang dipegang oleh Muhammad Yunus.9 Organisasi Washliyah merupakan
organisasi sosial keagamaan yang berakidah Islam dan menganut paham madzhab Syafi’i
serta beriktikad ahlussunnah wal jam’ah. Dengan misi berusaha untuk memperjuangkan
kemerdekaan negara dari jajahan para penjajah serta berorientasi pada kemajuan pendidikan
Islam dengan pembaharuan pada sistem pendidikan. Secara singkat latar belakang utama dari
berdirinya al-Washliyah didorong oleh ada dua hal yaitu semangat nasionalisme dan latar
belakang sosial-keagamaan dengan munculnya berbagai masalah khilafiah di tengah
masyarakat seperti perdebatan antara golongan tua dan golongan muda.

B. Visi Misi Organisasi Jam’iyatul Washliyah

VISI, MISI dan TUJUAN PENDIIKAN AL WASHLIYAH


(Sistem Pendidikan Al Washliyah Pasal 2, 3 dan 4)10
VISI:
Lembaga Pendidikan Al Washliyah menjadi wadah pendidikan modern yang mampu
menabur butir-butir nilai rahmatan lil'alamin dalam rangka menghasilkan manusia yang
berkualitas berbasis Islam demi mewujudkan negara "Baldatun toyyibatun warabbun
ghafur".

MISI:
7
Karel A., Pesantren Madrasah Sekolah,. 79.
8
Pengurus Besar Al-Jam’iyatul Washliyah, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga al-Jam’iyatul
Washliyah (Jakarta: t.p., 1997), 3.
9
Karel A., Pesantren Madrasah Sekolah,. 79.
10
Kabar Washliyah Deli Serdang, http://kabarwashliyah.com/2015/06/16/mengenal-visi-al-jamiyatul-washliyah.
(diakses tanggal 12 Mei 2017)
1. Menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas dari berbagai jalur jenis pendidikan
yang berdasarkan Islam;
2. Melaksanakan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemaslahatan umat;
3. Menerapkan manajemen mutu dalam sistem pendidikan;
4. Menerapkan kurikulum pendidikan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang
menguasai IPTEK berlandaskan IMTAQ;
5. Membentuk lulusan berkarakter kader Al Washliyah yang berakhlakul karimah;
6. Membentuk kader ulama untuk melanjutkan misi kenabian dalam rangka menabur
butir-butir rahmatan lil'alamin;

TUJUAN:
Pendidikan Al Washliyah bertujuan untuk:

1. Menghasilkan manusia mukmin yang bertakwa, berilmu pengetahuan luas dan dalam,
berakhlakul karimah, sukses di sunia dan di akhirat;
2. Mengembangkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian
serta menguapayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat
untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat;
3. Menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas kader untuk melanjutkan
perjuangan dan amaliyah Al Washliyah;
4. Menghasilkan ulama uswatun hasanah yang menjadi panutan umat

C. Peran Organisasi Jam’iyatul Washliyah dalam bidang sosial keagamaan

Peran organisasi Jam’iyatul washliyah sebenarnya berladaskan sikap nasionalisme yang


tinggi terhadap masyarakat Indonesia yang kala itu dijajah oleh bangsa Belanda. Dengan
munculnya organisasi ini diwilayah Sumatera Barat menjadi angin segar bagi penduduk
wilayah tersebut, organisasi sosial keagamaan Jam’iyatul Washliyah mendapatkan respon
yang baik, karena memang dalam hal ini tokoh-tokoh yang mempelopori adalah orang-orang
sehingga menjadikan organisai ini dapat menjalankan aktivitas keorganisasian dengan baik,
hingga pada aktivitas dalam ranah sosial keagamaan pun mampu dimaksimalkannya. Hal ini
dapat dibuktikan dengan berkembangnya organisasi tersebut diwilayah Sumatera.

Al-Washliyah dipandang sebagai organisasi sosial keagamaan bersifat tradisional dalam


paham keagamaan (ciri khas Syafi’iyyah), tetapi modernis dalam pendidikan Islam (bentuk
lembaga pendidikan yang didirikan seperti madrasah dan sekolah serta sistem dan kurikum
yang digunakan).11 Namun demikian Alwashliyah ini juga mendirikan majelis-majelis yang
bergerak dibidang sosial keagamaan seperti Majelis Hazanatul Islamiyah sedianya dibentuk
untuk melaksanakan kegiatan pemeliharaan anak yatim, membantu penyiaran Islam, dan
orang- orang yang baru masuk Islam, utamanya di daerah Toba, Tapanuli Utara dan Tanah
11
Cap “Tradisional muncul dari berbagai karya yang diterbikat oleh tokoh-tokoh seperti Arsyad Thalib Lubis,
dan cap “Modernis” muncul karena banyak mahasiswa yang dikirim ke Cairo serta memiliki usaha untuk
mendirikan sekolah-sekolah umum, yang mengikuti model gubernemen.
Karo. Akan tetapi, dalam prosesnya muncul permasalahan finansial yang membuat program
majelis ini kurang berjalan secara efektif.

Menurut Menurut Karel A Stenbrink dalam bukunya Pesantren Madrasah dan sekolah,
“selain bergerak dalam bidang pendidikan organisasi Jam’iyaul Washliyah ini juga
memprakarsai bidang lain seperti pada kesempatan maulid nabi misalnya, mereka
mengadakan pawai12 yang dilakukan setiap tahunnya.”13 Melihat beberapa kegiatan yang
dilakukan oleh organisasi ini, Jam’iyatul Washliyah memiliki tujuan untuk mencoba
mensyiarkan agama Islam pada saat itu dengan berbagai macam kegiatan yang bernuansa
Islami hingga mendirikan beberapa Majelis.

Menurut Samsul Nizar, dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak
Sejarah Pendidikan Islam Era Rasulullah Sampai Indonesia dijelaskan bahwa, “Strategi Al-
Washliyah dalam penyiaran Islam di daerah Batak Toba dengan melakukan tabligh dan
mendirikan sekolah serta madrasah adalah satu aspek yang menjadi ciri khas mengenai
organisasi ini. Tanah Batak Toba adalah titik awal penyebaran agama Kristen di Sumatera
Timur yang sudah berjalan relatif berhasil sejak abad ke-l9. Pada awal ke-20, mayoritas
penduduk daerah ini beragama Kristen, sebagian lain menganut agama tradisional, Parbegu,
dan hanya sebagian kecil yang memeluk Islam ini kegiatan Al-Washliyah di daerah ini adalah
pengislaman dan pembinaan mereka yang sudah masuk Islam”14 Dalam memperjuangkan
untuk mengislamisasikan masyarakat didaerah ini, banyak mengalami kendala-kendala yang
muncul karena memang dalam misi ini sangat bertentangan dengan misi Kristen. Karena
memang pada saat itu Kristen mendapat dukungan langsung dari pemerintah Belanda maupun
Gereja Kristen dan Eropa. Dukungan ini bisa mengambil bentuk keberpihakan ataupun
kebijakan pemerintah Belanda, seperti saja perlakuan pejabat pemerintah lokal yang tidak adil
terhadap para pengikut Jam’iyatul Washliyah. Dukungan lain yang tidak kalah signifikan
adalah dalam bentuk dana.

Keberhasilan dan kegagalan yang dialami Al-Washliyah dalam penyiaran Islam di Toba
merupakan ilustrasi menarik tentang persaingan penyiaran agama Islam dan Kristen,
keberhasilannya dalam misi Islamisasi di Toba, organisasi juga memberikan perhatian khusus

12
Pawai merupakan sebuah kegiatan yang baru untuk Islam pada saat itu di Indonesia. Hal ini juga dibuktikan
dengan istilah asing (optocbt) yang dipakai. Barangkali diambil sebagai contoh yang diadakan masyarakat
Belanda pada hari ulang tahun mereka.
13
Karel A., Pesantren Madrasah Sekolah,. 82.
14
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Islam Era Rasulullah Sampai
Indonesia. (Jakarta: Kencana, 2007), 330.
di daerah Batak yang juga belum islam. 15 Karena dianggap mampu bersaing dengan kalangan
misionaris Kristen didaerah tersebut, pada konggres  MIAI (Majlis Islam A’la Indonesia)
yang ke III memutuskan bahwa organisasi Al-washliyah sebagai pemimpin pengelolaan
zending Islam pada waktu itu yang didukung sepenuhnya oleh organisasi-organisasi Islam
lain.
Dalam pergaulan antar organisasi Islam Al-Washliyah sangatlah menjunjung tinggi
kerukunan dan memiliki rasa saling peduli serta toleransi terhadap organisasi lain. Hal
tersebut tergambar jelas dalam program-program dan prioritas-prioritasnya, serta dalam sikap
yang diambilnya terhadap klompok lain. Meski secara formal mengikat diri dengan madzhab
Syafi’i sebagai aliran peamahaman agama, ciri keterbukaan organisasi ini juga sangat
menonjol, tidak ragu belajar dan bekerja sama dengan Muhammadiyah dan pada saat yang
lain juga tidak pula canggung mengambil posisi bertentangan dengan tarekat Naqsabandiyah.16

D. Peran Organisasi Jam’iyatul Washliyah dalam bidang Pendidikan

Peran Organisasi Jam’iyatul Washliyah dalam bidang Pendidikan Al-Washliyah sangat


besar di wilayah Sumatera Barat, Hal ini dapat dilihat dari upaya yang dilakukan untuk
memajukan dan mengembangkan pendidikan Islam dengan modernitas sistem namun juga
masih tetap memegang teguh tradisonalitas, yaitu dengan memadukan antara pendidikan
agama dan pendidikan umum dengan tujuan agar  umat Islam nantinya mampu menghadapi
perkembangan zaman.

Dalam upayanya memajukan pendidikan, Al-Washliyah berinisiatif untuk membuka diri


dalam mencari pengalaman serta ilmu dalam mengembangkan pendidikannya. Dalam
bukunya Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Haidar
Putra Daulay menjelaskan “Pada tahun 1934, Al-Washliyah mengirim tiga orang
pengurusnya M. Arsyad Thalib Lubis, Udin Syamsnddin dan Nukman Sulaeman untuk
mengadakan studi banding ke Sekolah Adabiyah Noormal School dan Diniyah di Sumatena
Barat.”17 Studi banding yang dilakukan untuk melihat bagimana pengelolaannya yang
kemudian digunakan sebagai pijakan unruk mengembangkan pendidikan di Al-Washilyah
sendiri. Diantara langkah yang diambil setelah konferensi adalah pendirian sekolah-sekolah
umum berbasiskan agama, pengajaran bahasa Belanda, penataan kalender pengajaran,
pembentukan lembaga Inspektur dan Penilik pendidikan Melihat kemajuan penerbitan buku-

15
Karel A., Pesantren Madrasah Sekolah,. 82.
16
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam,. 334.
17
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia.(Jakarta:
Kencana 2007), 98.
buku agama Islam di Sumatena Barat, seorang utusan dikirim ke Bukittinggi khusus untuk
membeli buku-buku keperluan sekolah Al-Washliyah.18
Disektor pendidikan umum dibuka pula HIS berbahasa Belanda di Porsea dan Medan
dengan menambahkan pelajaran agama Islam pada kurikulumnya. 19 Pada kongres III tahun
1941, A1-Washliyah dilaporkan mengelola 242 sekolah dengan jumlah siswa lebih dan
12.000 orang. Sekolah-sekolah ini terdiri atas berbagai jenis: Tajhiziyah, Ibtidaiyah,
Tsanawiyah, Qismul ‘Ali (Aliyah), Muallimin, Muallimat, Volkschool, Vervolgschool, HIS,
dan Schakelschool.20 Berdasarkan Peraturan atau Pedoman Umum Pelaksanaan Pendidikan
majelis Pendidikan & Kebudayan Pengurus Besar Al-Washliyah Pasal 9 dijelaskan bahwa
jenis madrasah/perguruan Al-Washliyah.
Dari pemapaparan diatas dapat kita ketahui bahwa bahwa sistem pendidikan yang dianut
oleh Al-Washliyah bersifat variatif dan tidak banyak lembaga pendidikan yang bersifat
keagamaan saja seperti madrasah, tetapi juga sekolah yang identik dengan lembaga
pendidikan umum.
Adapun tingkatan madrasah-madrasah Al-Washliyah, lama belajar dan Persentase
kurikulumnya adalah sebagai berikut:
1.      Tingkatan Tajhiziyah dengan lama belajar 2 tahun, diperuntukkan bagi anak-anak yang
belum pandai membaca dan menulis Al-Qur’an. Materi pelajarannva adalah membaca
menulis Al-Qur’an (tulisan Arab yang berbaris), serta ibadah sembahvang dan praktik
ibadah lainnya.
2.      Tingkatan   ibtidaiyah yang merupakan lanjutan dari  tajhiziyah  dengan lama belajar 4
tahun bagian pagi dan 6 tahun bagian sore. Materi pelajarannya berkisar 70 % ilmu
agama dan 30 %  ilmu umum.
3.    Tingkatan Tsanawiyah yang murupakan lanjutan dari Ibtidaiyyah dengan lama belajar  3
tahun. Materi peajarannya berkisar 70% ilmu agama dan 30% ilmu umum.
4.   Tingkatan Qismul ‘Ali yang merupakan lanjutan dari Tsanawiyah dengan lama belajar 3
tahun. Materi pelajarannya berkisar 70% ilmu agama dan 30% ilmu umum.
5.   Tingkatan Takhassus yang merupakan lanjutan dan Qismul ‘Ali dengan lama belajar 2
tahun. Materi pelajarannya adalah khusus memperdalam ilmu agama dan keahlian
tertentu.

18
T.Oedin Syamsoedin, Pengurus Besar Al Djamijatul Washliyah dalam Reseptie Congres ke III, dalam
Penyebar No. 4 januari 1941.
19
Karel A. , Pesantren Madrasah Sekolah,. 82.
20
Muaz Tanjung, Sejarah Pendidikan Islam,”Al-Jam’iyatul Washliyah Dan Modernisasi Pendidikan Islam di
Sumatera Utara”, (vol. Th. )125.
Di beberapa tempat didirikan Sekolah Guru Islam (SGI) untuk mempersiapkan guru-guru
yang cakap mengajar pada tingkatan Ibtidaiyah dan sekolah-sekolah S.R. umum. Yang
diterirna menjadi murid adalah tamatan ibtidaiyah. Untuk menjadi guru di dalam nya akan
diadakan seleksi seperti halnya perekrutan guru seperti sekarang ini, peraturan ini dibuat
khusus oleh Majelis tarbiyah dan pengujinya adalah Syekh Hasan Maksum, seorang Ulama’
terkemuka di Sumatera Timur.21
Selain mendirikan madrasah, AI-Washliyah juga mendirikan sekolah umum antara lain:
1.      Sekolah Rakyat (SR) Al-Washliyah dengan lama belajar 6 tahan.
2.      SMP Al-Washliyah dengan lama belajar 3 tahun .
3.   SMA Al-Washliyah dengan lama belajr 3 tahun. 22

BAB III
PENUTUP

21
Muaz Tanjung, Sejarah Pendidikan,. 120.
22
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam,. 337.
Kesimpulan
Lahirnya organisasi Al-Washliyah  sebenarya adalah bentuk pegerakan anti penjajah
oleh kalangan umat Islam di daerah Sumatra utara, dimana saat itu bangsa Indonesia 
mengalami keterpurukan disemua lini, baik pendidikan, ekonomi bahkan pertahanan
keamanan akibat penindasan dari penjajahan Belanda. Organisasi ini muncul dengan wajah 
organisasi pendidikan  Islam pembaharuan yang tetap memegang prinsip tradisional yang
masih relevan dan mengambil sistem pembaharuan yang bersifat baik (tidak bertentangan
dengan syara’)
Peranan Al-Washliyah dalam bidang sosial keagamaan adalah islamisai kebeberapa
wilayah hingga mampu mengalahkan zending Kristen di tanah Toba pada masa-masa awal
perkembangannya. Selain itu Al-Washliyah sangat menjaga kerukunan terhadap sesama
pemeluk agama Islam bahkan terhadap pengikut klompok lain semisal kepada
Muhammadiyah yang nota benenya berbeda pemahaman serta Al-Washliyah pun tidak
canggung dalam mengambil posisi yang bertentangan dengan tarekat Naqsyabandiyah.
Dalam bidang memajukan dan mengembangkan pendidikan Islam Peranan Al-
Washliyah yaitu mampu mendirikan madrasah atau sekolah Al-Washliyah dengan
memadukan dua sistem yaitu sistem tradisional dan modern. Didalam pengajarannya
memadukan antara pendidikan agama dan pendidikan umum  secara komprehensif.

ORGANISASI SOSIAL DAN KEAGAMAAN


KASUS JAM’IYATUL WASHLIYAH
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Sejarah Pendidikan Islam
Dosen Pengampu:
“Dr.Mu’awanah, M.Pd.”

Disusun oleh:
ROHMATUL FAHMI FAJRIN
NIM : 9210.1016.021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PASCASARJANA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2017

Anda mungkin juga menyukai