Penelitian ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Seminar Sejarah
Disusun oleh:
YOGYAKARTA
2021
ABSTRAK
DINAMIKA PEMBARUAN PESANTREN : SEJARAH PESANTREN PERSATUAN
ISLAM TAROGONG GARUT 1979-1994
Penilitian ini membahas dinamika pembaruan yang terjadi pada pesantren milik
Persatuan Islam (Persis). Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui
mengapa dalam pesantren Persis perlu ada pembaruan, dan faktor apa yang memicu
munculnya pembaruan. Dalam pembahasannya, Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut
dijadikan sebagai studi kasus terkait pembaruan ini dalam rentang waktu antara tahun 1979
sampai 1994. Metode yang digunakan adalah metode sejarah yang terdiri atas empat tahap
penelitian, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.
Berdasarkan penelitian didapat bahwa sekitar tahun 1980-an, tuntutan dan kebutuhan
masyarakat terhadap pendidikan mulai berubah, sejalan dengan kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah. Umumnya mereka sekolah membutuhkan legalitas formal berupa ijazah. Karena
itu, terjadi pergeseran orientasi arah dan tujuan pendidikan pesantren Persis. Mulanya,
menjadi muballigh merupakan tujuan utama yang harus dicapai oleh lulusan pesantren Persis.
Perlahan tujuan inipun berubah, menjadi lebih bersifat umum, yaitu mencetak pribadi muslim
yang tafaqquh fiddin. Sekiranya atas dasar itulah merasa perlu melakukan pembaruan-
pembaruan.
Sejak itu, Pesantren Persatuan Islam Tarogong mulai menyelenggarakan ujian negara
untuk mendapat ijazah. Padahal saat itu seluruh pesantren Persis dilarang mengikuti ujian
negara dan apapun yang berkaitan dengan pemerintah oleh, ketua umum Persis 1967-1983.
Pesantren pun menyederhanakan beberapa mata pelajaran pesantren yang dianggap terlalu
gemuk. Tidak hanya itu, Pesantren juga mengubah sistem kalender pendidikan pesantren,
yang mulanya mengikuti penanggalan Hijriyah (dari Syawal hingga Sa‟ban), berubah
mengikuti kalender pendidikan yang ditetapkan pemerintah (dari Juli hingga Juni). Semua itu
dilakukan Pesantren Persatuan Islam Tarogong dengan pertimbangan sistem pendidikan
pesantren yang dikeluarkan Pimpinan Pusat Persis sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan
dan tuntutan masyarakat.
Salah satu faktor yang mempengaruhi pesantren mengambil langkah-langkah
pembaruan ini adalah sosok Latief Muchtar, ketua umum persis 1983-1997, yang
pemikirannya dikenal progresif dan lebih terbuka dibanding pendahulunya, E.Abdurrahman.
Ia juga berhasil menyelenggarakan Muktamar Persis ke-10 yang juga bertempat di Pesantren
Persatuan Islam Tarogong Garut pada tahun 1990.
Kata kunci : Pembaruan, Pesantren, Persatuan Islam, Garut.
DINAMIKA PEMBARUAN PESANTREN : SEJARAH PESANTREN PERSATUAN
ISLAM TAROGONG GARUT 1979-1994
Dalam Islam, pendidikan menempati posisi penting dan merupakan sebuah keharusan.
Ajaran Islam baik yang tertulis dalam al-Qur‟an maupun al-Hadits dua rujukan utama agama
Islam mewajibkan seluruh umat Islam untuk menuntut ilmu dan menyebarkannya. Sejak
zaman Nabi Muhammad s.a.w hingga kini telah muncul bermacam model dan sarana
pendidikan.
Di Indonesia, salah satu model pendidikan Islam adalah pesantren. Sebagai sebuah
lembaga pendidikan, pesantren telah ada dan bertahan di tengah masyarakat selama ratusan
tahun. Keberadaannya telah membuat pesantren sangat mengakar di tengah masyarakat
Indonesia yang mayoritas Islam. Bahkan saat masa kolonial Belanda, pesantren menjadi
institusi pendidikan masyarakat pribumi yang memberikan kontribusi besar dalam
membentuk masyarakat melek huruf (literacy) dan melek budaya (cultural literacy). Sampai
akhir abad ke-19 pesantren merupakan lembaga Pendidikan paling penting untuk pribumi.1
Lebih dari itu, pesantren yang tumbuh di tengah masyarakat juga menjadi tempat
pemecahan berbagai permasalahan masyarakat, baik yang bersifat individual ataupun
kemasyarakatan. Banyak orang berdatangan untuk berkonsultasi tentang berbagai hal.
Beberapa pesantren bahkan tidak hanya sekedar menjadi sebagai lembaga pendidikan.
Pesantrendapat menjadi tempat mengikat ratusan orang dalam satu ikatan bernama tarekat.
Pada saat tertentu, ikatan inidapat menjadi jaringan pergerakan yang memungkinkan untuk
menjadi lebih dari sekedar pergerakan tingkat lokal. Pemberontakan Pangeran Diponegoro
(1825-1830), misalnya diperkuat oleh barisan santri pesantren, cukup mengejutkan dan
menciptakan ketakutan luar biasa bagi Belanda saat itu.2
Hampir semua sepakat bahwa misi utama lembaga pesantren adalah sebagai pencetak
muballigh atau para ahli agama. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Wardiman
Djojonegoro, pernah menggulirkan gagasan link and match dalam sistem pendidikan
1
Karel A.Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah Pendidikan Islam Dalam Kurun Modern .
(Jakarta: LP3ES, 1994), hlm. 158-160.
2
Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di Indonesia.
(Bandung: Mizan, 1995) hlm 131.
nasional,3 sesungguhnya bagi dunia pesantren bukan sesuatu yang asing lagi. Pesantren
sengaja didirikan untuk menjawab kebutuhan masyarakat terhadap ahli-ahli agama yang
diharapkan menjadi pembimbing kehidupan keberagamaan masyarakat. Walaupun output
yang diharapkan tidak selalu match dengan kebutuhan, paling tidak secara ideal pendidikan
pesantren hendak menyiapkan calon-calon ahli agama yang siap diterjunkan ke masyarakat.
Oleh karena sifatnya demikian, tidak heran bila sejak lama pesantren berhasil melahirkan
tokoh-tokoh pemimpin masyarakat yang sangat mengakar.