Anda di halaman 1dari 31

Kelompok VII

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DALAM AL-QUR’AN DAN HADIST

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah: Tafsir dan Hadist Tarbawi

Dosen Pengampu Mata Kuliah


Dr. Taufik Warman Mahfudz, Lc. M.Th. I

Oleh:

MUHAMMAD RAJ ULHAQ


NIM. 2210160232
NASIRUDDIN SIDQI
NIM. 2210160228

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


PASCASARJANA
PRODI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 1444 H/2022 M
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya dan tak lupa pula kita haturkan
sholawat serta salam kepada junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, kerabat, tabi’in hingga pengikut beliau sampai
hari kiamat. Sehingga kami dapat menyelesaikan susunan makalah yang
berjudul PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DALAM AL-QUR’AN DAN
HADIST. Dengan baik untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir dan Hadist
Tarbawi.

Dalam pembuatan makalah ini tentunya kami menyadari banyak terdapat


kekurangan dalam penulisan, seperti dari perancangan, pencarian bahan, baik
dalam hal kualitas maupun kuantitas dari materi yang disajikan. Kami juga
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga membutuhkan
kritik dan saran yang bersifat membangun.

Demikian yang bisa tim penulis sampaikan, semoga makalah ini


menambah khazanah dan memberikan ilmu pengetahuan serta manfaat untuk
para pembaca dan masyarakat yang luas.

Wassalamu'alaikum Wr.Wb

Palangka Raya, 12 November 2022

Tim Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................................2

C. Tujuan Penulisan.........................................................................................................2

D. Metode Penulisan.........................................................................................................3

BAB II.....................................................................................................................................3

PEMBAHASAN......................................................................................................................3

A. Pengertian Korupsi......................................................................................................3

B. Bentuk-Bentuk Korupsi dan Faktor Penyebab Korupsi...........................................6

C. Pendidikan Anti Korupsi Dalam Al-Qur’an dan Hadist........................................14

BAB III..................................................................................................................................19

PENUTUP.............................................................................................................................19

A. Kesimpulan.................................................................................................................19

B. Saran...........................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Korupsi di Indonesia dirasakan telah merambah keseluruh lini kehidupan
masyarakat dan dilakukan secara sistematis, sehingga merusak perekonomian dan
menghambat pembangunan serta memunculkan stigma negatif bagi bangsa Indonesia
dan negara Indonesia di dalam pergaulan masyarakat internasional. Upaya
pemberantasan korupsi terkendala dan berpacu dengan munculnya beragam modus
operandi korupsi yang semakin canggih. Begitu mengakarnya korupsi sampai
membentuk struktur kejahatan, yaitu faktor negatif yang terpatri dalam berbagai
institusi masyarakat yang bekerja melawan kesejahteraan bersama. 1 Di mata
internasional, bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia, citra
buruk akibat korupsi menimbulkan kerugian. Kesan buruk ini menyebabkan
rasa rendah diri saat berhadapan dengan negara lain dan kehilangan
kepercayaan pihak lain. Ketidakpercayaan pelaku bisnis dunia pada birokrasi
mengakibatkan investor luar negeri berpihak ke negara-negara tetangga yang
dianggap memiliki iklim yang lebih baik. Kondisi seperti ini merugikan
perekonomian dengan segala aspeknya di negara ini. Pemerintah Indonesia
telah berusaha keras untuk memerangi korupsi dengan berbagai cara. KPK
sebagai lembaga independen yang secara khusus menangani tindak korupsi,
menjadi upaya pencegahan dan penindakan tindak pidana. Korupsi dipandang
sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang oleh karena itu
memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya. Upaya
pemberantasan korupsi - yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu penindakan
dan pencegahan - tidak akan pernah berhasil optimal jika hanya dilakukan oleh
pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Oleh karena itu
tidaklah berlebihan jika mahasiswa - sebagai salah satu bagian penting dari

1
Loso, “Peningkatan Pemahaman Siswa tentang Bahaya Korupsi melalui Pendidikan Anti
Korupsi di Sekolah dalam Upaya Menciptakan Generasi Muda yang Anti Korupsi di SMK
Diponegoro Karang Anyar” (Pekalongan: Fakultas Ilmu Hukum UNIKAL: Jurnal Pena Vol.
19, No. 2,September 2010),
masyarakat yang merupakan pewaris masa depan - diharapkan dapat terlibat
aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Keterlibatan mahasiswa dalam upaya pemberantasan korupsi tentu tidak
pada upaya penindakan yang merupakan kewenangan institusi penegak hukum.
Peran aktif mahasiswa diharapkan lebih difokuskan pada upaya pencegahan
korupsi dengan ikut membangun budaya antikorupsi di masyarakat. Mahasiswa
diharapkan dapat berperan sebagai agen perubahan dan motor penggerak
gerakan anti korupsi di masyarakat. Untuk dapat berperan aktif, mahasiswa
perlu dibekali dengan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan
pemberantasannya. Yang tidak kalah penting, untuk dapat berperan aktif
mahasiswa harus dapat memahami dan menerapkan nilai-nilai antikorupsi
dalam kehidupan sehari-hari.Upaya pembekalan mahasiswa dapat ditempuh
dengan berbagai cara antara lain melalui kegiatan sosialisasi, kampanye,
seminar atau perkuliahan. Untuk keperluan perkuliahan dipandang perlu
membuat sebuah Buku Ajar yang berisikan materi dasar mata kuliah
Pendidikan Antikorupsi bagi mahasiswa . Pendidikan Antikorupsi bagi
mahasiswa bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang cukup tentang
seluk beluk korupsi dan pemberantasannya serta menanamkan nilai-nilai
antikorupsi. Tujuan jangka panjangnya adalah menumbuhkan budaya
antikorupsi di kalangan mahasiswa dan mendorong mahasiswa untuk dapat
berperan serta aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian korupsi ?
b. Bentuk dan Faktor Penyebab Korupsi ?
c. Pendidikan Anti Korupsi Dalam Al-Qur’an dan Hadist ?
C. Tujuan Penulisan
a. Mengetahui Pengertian dari Korupsi .
b. Mengatahui dan Memahami Bentuk dan Faktor Penyebab Korupsi.
d. Mengerti pendidikan Anti Korupsi Dalam Al-Qur’an dan Hadist.
D. Metode Penulisan
Metode dalam penulisan makalah ini yaitu studi literatur dengan cara
menggunakan buku, jurnal, dan bahan lainnya yang relevan dengan judul
makalah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi
Menurut kamus umum bahasa indonesia, korupsi adalah penyelewengan atau
penyalahgunaan uang negara (perusahaan,organisasi, yayasan, dsb) untuk keuntungan
pribadi atau orang lain.2
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” atau “corruptus” .
Selanjutnya dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu
bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal
istilah “corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan
“corruptie/korruptie” (Belanda). Dari asal usul bahasanya korupsi bermakna
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan
pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang
terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal
menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk
mendapatkan keuntungan sepihak3.
Di beberapa negar khususnya di asia, korupsi dikenal dengan beragam
istilah. Di malaysia korupsi dikenal dengan istilah “resuah” berasal dari bahasa
arab “risywah”. Di China, Hongkong dan Taiwan, koropsi di kenal dengan
nama Yum Cha’. India. Korupsi di kenal dengan sebutan “baksheeh”.
Sedangkan di filipina, korupsi dinamai dengan “lagaydan”. Semua istilah
tersebut memiliki pengertian yang bervariasi, namun pada umumnya merujuk
pada satu kegiatan ilegal yang menetang norma-norma yang berlaku.4
Korupsi merupakan masalah kuno yang terjadi sejak zaman purbakala.
Apabila diteliti kaitan antara praktik korupsi dan keagamaan, maka keduanya
mempunyai keterkaitan erat. Gambaran mitologi kuno memberikan ruang
penafsiran untuk korupsi, bagi para penganut politeis pada masa itu. Bangsa
2
DEPDIKNAS, kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan ke empat, (Jakarta : PT Gramedia
PustakaUtama, 2008) hlm. 736
3
Haji Sukihat, TEORI & PRAKTIK PENDIDIKAN ANTI KORUPSI / H. SUKIYAT (Surabaya:
Jakad Publishing, 2020), hlm.1
4
Andi mursidi, pendidikan anti korupsi ( boyolali: lakeisha, 2020), Hlm. 3
Israel pun tidak terlepas dari praktik korupsi. Oleh karena itu, teksteks dalam
Perjanjian Lama banyak memberikan kritik dan evaluasi terhadap para
pelakunya. Para nabi Perjanjian Lama tanpa lelah menyuarakan kebenaran dan
menegur praktikpraktik korup yang terjadi di antara para pemimpin politik dan
keagamaan. Dengan demikian, gerejagereja di Indonesia perlu memikirkan
peran kenabiannya agar dapat menyuarakan kebenaran di tengah budaya
korupsi yang bersimaharajalela.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar
mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

1. Perbuatan melawan hukum;


2. Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
3. Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
4. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;

Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di
antaranya:

1. Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);


2. Penggelapan dalam jabatan;
3. Pemerasan dalam jabatan;
4. Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara
negara);
5. Menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara). 

Jika melihat dari pengertian korupsi diatas, bisa disimpulkan jika korupsi
adalah sejenis penghianatan, dalam hal ini adalah penghianatan terhadap rakyat
yang telah memberikan amanah dalam mengemban tugas tertentu.5
Korupsi telah menjadi perhatian semua pihak pada saat ini. Bentukbentuk
dan perwujudan korupsi jauh lebih banyak daripada kemampuan untuk
melukiskannya. Iklim yang diciptakan oleh korupsi menguntungkan bagi
5
Maria Handayani, D. KORUPSI: STUDI PERBANDINGAN BERDASARKAN DUNIA TIMUR
TENGAH KUNO DAN PERJANJIAN LAMA. Jurnal Teologi Kristen 1, (2019).
tumbuh suburnya berbagai kejahatan.6
Dalam hal ini banyak masyarakat mengatakan bahwa khususnya korupsi
di Negara Indonesia memang benar sudah membudaya sejak zaman dahulu,
bahkan sebelum dan sesudah kemerdekaan, baik di Era Orde Lama, Orde Baru,
bahkan berkelanjutan hingga di Era Reformasi sekarang ini bahkan berbagai
cara dan upaya telah banyak dilakukan untuk mencegah dan memberantas
korupsi,akan tetapi hasilnya belum memadai dan banyak orang mengatakan
hasilnya masih jauh sekali dari harapan yang diinginkan oleh semua orang.
Oleh karenanya kita semua harus berupaya selalu mencari jalan agar perbuatan
korupsi itu dapat di cegah, dipersempit dan diberantas habis, walaupun hal ini
tidak mudah dari berbagai cara dan jalan untuk melakukan pencegahan itu kita
juga perlu mengadakan7
Jika korupsi dalam suatu masyarakat telah merajalela dan menjadi
makanan masyarakat setiap hari, maka akibatnya akan menjadikan masyarakat
tersebut sebagai masyarakat yang kacau, tidak ada sistem sosial yang dapat
berlaku dengan baik. Setiap individu dalam masyarakat hanya akan
mementingkan diri sendiri (self interest), bahkan selfishness. Tidak akan ada
kerja sama dan persaudaraan yang tulus. Fakta empirik dari hasil penelitian di
banyak negara dan dukungan teoritik oleh para saintis sosial menunjukkan
bahwa korupsi berpengaruh negatif terhadap rasa keadilan sosial dan
kesetaraan sosial. Korupsi menyebabkan perbedaan yang tajam di antara
kelompok sosial dan individu baik dalam hal pendapatan, prestis, kekuasaan
dan lain-lain.
Korupsi juga membahayakan terhadap standar moral dan intelektual
masyarakat. Ketika korupsi merajalela, maka tidak ada nilai utama atau
kemulyaan dalam masyarakat. Theobald menyatakan bahwa korupsi
menimbulkan iklim ketamakan, selfishness, dan sinisism. Chandra Muzaffar
menyatakan bahwa korupsi menyebabkan sikap individu menempatkan
kepentingan diri sendiri di atas segala sesuatu yang lain dan hanya akan
6
Syed Hussain Alatas, Korupsi, Sifat, Sebab dan Fungsi (Jakarta: LP3ES, 1987), hlm.
7
Rasyidi, M. A. (n.d.). KORUPSI ADALAH SUATU PERBUATAN TINDAK PIDANA YANG
MERUGIKAN NEGARA DAN RAKYAT SERTA MELANGGAR AJARAN AGAMA.
berpikir tentang dirinya sendiri semata-mata. Jika suasana iklim masyarakat
telah tercipta demikian itu, maka keinginan publik untuk berkorban demi
kebaikan dan perkembangan masyarakat akan terus menurun dan mungkin
akan hilang.8
B. Bentuk-Bentuk Korupsi dan Faktor Penyebab Korupsi
1. Bentuk-Bentuk Korupsi
Setidaknya ada empat sebab yang mendasar sehingga seorang pelaku
korupsi dapat dimasukkan kedalam golongan orang-orang yang telah
berbuat kejahatan, yaitu:
a. Kecurangan dan Penipuan Tidak diragukan lagi bahwa di dalam
praktek-praktek korupsi senantiasa diiringi oleh perbuatan
penipuan dan kecurangan. Allah sangat rneneela manusia yang
berbuat kecurangan dan penipuan. hendaknya setiap perolehan
adalah di peroleh dari sesuatu yang diperbolehkan Allah
sebagaimana firman Allah swt yang membuat contoh dengan
perbuatan yang dilakukan Nabi saw : "Tidak inungkin seorang nahi
berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barang siapa berkhianat
dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang
membaiva apa yang dikhianatkannya itu "QS. Ali imran (3) : 161
Berkaitan dengan ayat diatas, yaitu untuk menghindari adanya
kecurangan dan penipuan, maka setiap kembali dari suatu peperangan,
Nabi telah menetapkan suatu peraturan bahwa semua harta rampasan
perang, baik kecil maupun besar harus dilaporkan dan dikumpulkan
dihadapan beliau, Jika telah terkumpul, maka Nabi pun membagikannya
sesuai dengan ketentuan yang ada.63 daiam konteks ini keliahatannya
Nabi tidak pernah nenggunakan jabatanya sebagai pimpinin untuk
mengambil harta rampasan perang diluar ketentuan ayat.
b. Penyalahgunaan Jabatan dan Wewenang Korupsi dan penyalahgunaan
abatan memiliki kaitannya yang sangat erat sekali. Sebab praktek-praktek
korupsi senantiasa terjadi dilingkungan orang-orang yang memiliki
kekuasaan, baik ditingkat yang paling rendah, maupun ditingkat yang

8
Pemberantasan, U., Regulasi, S., & Setiadi, W. (n.d.). KORUPSI DI INDONESIA.
paling tinggi. Penyalahgunaan jabatan atau kekuasaan ini adalah kata lain
dari penghianatan atas amanat yang diberikan. Orang yang diberikan
kekuasaan sesungguhnya memikul amanat yang sangat berat, yaitu
amanat banyak masyarakat. Menghianati amanat merupakan perbuatan
terlarang dan berdosa. firman Allah: "Hai orang-orang yang beriman,
ianganlah kamu menghianctti allah dan rasul dan janganlah kamu
menghianati amanat-amanat yang dipercayakan kepudamu, sedangkan
kamu mengetahui" QS . al-anfal (8) :27. Kata amanah berasal dari kata
amana yang secara bahasa berarti ketenangan jiwa dan hilangnya rasa
takut. Sedangkan dalam pengertian istilah amanat dapat diartikan sestl.itu
yang dipercayakan kepada manusia.64 Menurut Jauhariy amanah adalah
rasa tanggung jawab seseorang terhadap sesuatu yang dipercayakan
kepadanya dan kemudian mengerahkan usahanya dalam menyampaikan
sesuai dengan cara yang diridhai Allah SWT.65 disebut orang yang
menyalalagunakan kekuasaan telah tidak memegang amanah karena is
telah menyalahi sesuatu yang dipercayakan kepadanya. seperti
melakukan perbuatan korupsi dan merugikan orang lain.
c. Penganiayaan Korupsi juga tidak sunyi dari perbuatan aniaya, sebab hasil
korupsi yang didapat selalu saja merugikan negara. Perbuatan aniaya
dimaksud disebabkan kekayaan negara yang diambil sesungguhnya
diperoleh dari seluruh lapisan masyarakat. termasuk mereka yang miskin
dan buta huruf yang memperoleh hartanya dengan susah payah dan
banting tulang. Allah memasukkan orang-orang yang berbuat aniaya ini
dalam golongan orang yang akan memperoleh celaka yang amat besar.
Firman Allah "Kecelakaan yang besarlah bagi prang yang zalim , yakni
siksaan di hari yang pedih (kiamat)”QS.ak- zukh (43):65 4. Suap
Menyuap Dalam praktek-praktek korupsi, maka kegiatan suap-menyuap
atau dengan istilah lainnya sogok menyogok adalah transaksi yang sangat
populer dalam kepentingan masing-masing antara pihak yang menyogok
di satu sisi dan pihak yang menerima sogokan dipihak lainnya. Berkaitan
dengan ini Nabi saw pemah bersabda: “Allah melaksanakan orang yang
menyuap dan orang yang menerima suap" HR.Ahmad ibn hambal. A1-
rasywah atau tindakan penyuapan, menurut Yusuf Qardhawi, dapat
diartikan sebagai memberi sesuatu untuk memperoleh tujuan
tertentu.66Oleh karena itu, lanjut Qardhawi, tindakan penyuapan perlu
dikecap, terlebih bila is memegang jabatan hakim, orang yang
sedemikian itu patut dijuluki sebagai penjahat yang kejam, perbuatan-
perbuatan yang dilakukannya tersebut merupakan aniaya yang sangat
destruktif, baik secara moral, sosial maupun ekonomis. Dalam kaitan ini
Nabi juga pemah bersabda : "barang siapa yang telah aku pekellakan
dalam suatu pekerjaan, lalu kuberi gajinya, maka sesuatu yang diambil
diluar gajinya itu adalah penipuan" HR. Abu Dawud 9
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah
dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah
diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan
kedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasalpasal tersebut
menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan
sanksi pidana karena korupsi. Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana
korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Kerugian keuangan negara
b. Suap-menyuap
c. Penggelapan dalam jabatan
d. Pemerasan
e. Perbuatan curang
f. Benturan kepentingan dalam pengadaan
g. Gratifikasi
Selain bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan
diatas, masih ada tindak pidana lain yang yang berkaitan dengan tindak
pidana korupsi yang tertuang pada UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20
Tahun 2001. Jenis tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana
korupsi itu adaah:
a. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi
b. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak
benar
c. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
9
Nasruddin Yusuf,KONSEP AL-QUR’AN TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. (n.d.). Vol 2,
No 2 (2004)
d. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi
keterangan palsu
e. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan
keterangan atau memberikan keterangan palsu
f. Saksi yang membuka identitas pelapor
Pasal-pasal berikut dibawah ini dapat dikaitkan dengan tindak pidana
korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Melawan Hukum untuk Memperkaya Diri Pasal 2 UU No. 31
Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
a. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).
b. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat
dijatuhkan.
Rumusan korupsi pada Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999, pertama kali
termuat dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a UU No. 3 Tahun 1971. Perbedaan
rumusan terletak pada masuknya kata ”dapat” sebelum unsur ”merugikan
keuangan/perekonomian negara” pada UU No. 31 Tahun 1999. Sampai
dengan saat ini, pasal ini termasuk paling banyak digunakan untuk
memidana koruptor.
Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi
menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur:
a. Setiap orang atau korporasi;
b. Melawan hukum;
c. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi;
d. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Menyalahgunakan Kewenangan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999
jo. UU No. 20 Tahun 2001:
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan
atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau 6 denda paling sedikit
Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Rumusan korupsi pada Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999, pertama kali
termuat dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b UU No. 3 Tahun 1971. Perbedaan
rumusan terletak pada masuknya kata ”dapat” sebelum unsur ”merugikan
keuangan/perekonomian negara” pada UU No. 31 Tahun 1999. Sampai
dengan saat ini, pasal ini termasuk paling banyak digunakan untuk
memidana koruptor.
Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi
menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur:
1. Setiap orang;
2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi;
3. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana;
4. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Menyuap Pegawai Negeri Pasal 5 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999
jo. UU No. 20 Tahun 2001:
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau
penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu
dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Rumusan korupsi pada Pasal 5 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2001
berasal dari Pasal 209 ayat (1) angka 1 dan 2 KUHP, yang dirujuk dalam
Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 5 UU No. 31
Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan
ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.
Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi
menurut Pasal 5 ayat
(1) huruf a UU No. 20 Tahun 2001, harus memenuhi unsur-unsur:
1. Setiap orang;
2. Memberi sesuatu atau menjanjikan sesuatu;
3. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara;
4. Dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Untuk
menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut
Pasal 5 ayat (1) huruf b UU No. 20 Tahun 2001, harus memenuhi
unsur-unsur:
5. Setiap orang;
6. Memberi sesuatu;
7. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara;
8. Karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan
dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Pemborong Berbuat Curang Pasal 7 ayat (1) UU No. 31 Tahun
1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00
(tiga ratus lima puluh juta rupiah):
a. pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan,
atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan
bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan
keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam
keadaan perang;
b. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau
penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan
curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a;. c. ... d. ...
Rumusan korupsi pada Pasal 7 ayat (1) huruf a dan b UU No. 20
Tahun 2001 berasal dari Pasal 387 ayat (1) dan ayat (2) KUHP, yang
dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 7
UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian
dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. 8
Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi
menurut Pasal 7 ayat
(1) huruf a UU No. 20 Tahun 2001, harus memenuhi unsur-unsur:
a. Pemborong, ahli bangunan, atau penjual bahan bangunan;
b. Melakukan perbuatan curang;
c. Pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan
bangunan;
d. Yang dapat membahayakan keamanan orang atau keamanan
barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang.
Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi
menurut Pasal 7 ayat (1) huruf b UU No. 20 Tahun 2001, harus memenuhi
unsur-unsur: 1. Pengawas bangunan atau pengawas penyerahan bahan
bangunan; 2. Membiarkan dilakukannya perbuatan curang pada waktu
membuat bangunan atau menyerahkan bahan bangunan; 3. Dilakukan
dengan sengaja; 4. Sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) huruf a.
Pegawai Negeri Menerima Hadiah/Janji Berhubungan dengan
Jabatannya Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui
atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena
kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau
yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada
hubungan dengan jabatannya.
Rumusan korupsi pada Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari
Pasal 418 KUHP, yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3
Tahun 1971, dan Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana
korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001
Pegawai Negeri Memeras dan Turut Serta Dalam Pengadaan
Diurusnya Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah.
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan
sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau
untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun
tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan,
atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau
sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
Rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf e dan i UU No. 20 Tahun 2001
berasal dari Pasal 423 dan 435 KUHP, yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1)
huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai
tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20
Tahun 200110
2. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana
Korupsi, diantaranya adalah:
a. Faktor induvidu, merupakan faktor pendorong korupsi dari dalam diri,
yang dapat dirinci menjadi:
1) Sifat tamak/rakus manusia. Korupsi, bukan kejahatan kecil-kecilan
karena mereka membutuhkan makan. Korupsi adalah kejahatan
orang profesional yang rakus. Sudah berkecukupan, tapi serakah.
Mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab
korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri,
yaitu sifat tamak dan rakus. Maka tindakan keras tanpa kompromi,
wajib hukumnya. 
2) Moral yang kurang kuat. Seorang yang moralnya tidak kuat
cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu

10
Syamsa Ardisasmita, M. (n.d.). DEFINISI KORUPSI MENURUT PERSPEKTIF
HUKUM DAN E-ANNOUNCEMENT UNTUK TATA KELOLA PEMERINTAHAN
YANG LEBIH TERBUKA, TRANSPARAN DAN AKUNTABEL.
bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahannya, atau pihak
yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.
3) Gaya hidup yang konsumtif. Kehidupan di kota-kota besar sering
mendorong gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif bila
tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka
peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk
memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah
dengan korupsi.
b. Kelembagaan pemerintah daerah, yakni penyebab korupsi yang berasal
dari buruknya sistem organisasi kepemerintahan termasuk pengaturan
sistem birokrasinya.
c. Ketegasan penerapan perundangundangan, yakni penyebab korupsi
yang berasal dari lemahnya sistem perundangundangan yang ada.
d. Pengawasan, yakni penyebab korupsi karena minimnya atau bahkan
tidak adanya pengawasan baik oleh pihak internal maupun eksternal. 11
C. Pendidikan Anti Korupsi Dalam Al-Qur’an dan Hadist
1. Pendidikan Antikorupsi
Pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat menentukan dan
berpengaruh terhadap perubahan sosial. Dampak globalisasi yang terjadi
saat ini membawa masyarakat Indonesia melupakan pendidikan karakter
bangsa. Padahal, pendidikan karakter merupakan suatu pondasi bangsa
yang sangat penting dan perlu ditanamkan sejak dini kepada anak-anak.
Globalisasi telah membawa kita pada “penuhanan” materi sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara pembangunan ekonomi dan tradisi kebudayaan
masyarakat.12
Pengertian Antikorupsi merupakan sikap tidak setuju, tidak suka,
dan tidak senang terhadap tindakan korupsi. Antikorupsi merupakan sikap
yang dapat mencegah (upaya meningkatkan kesadaran individu untuk
11
Manajemen, J., & Keuangan, D. (2016). Persepsi Masyarakat terhadap Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) di Aceh Utara (Vol. 5,
Issue 2).
12
Masnur, Pendidikan Karakter, (Jakarta : Bumi Aksara, September 2011) hlm. 1
tidak melakukan tindak korupsi) dan menghilangkan peluang bagi
berkembangnya korupsi Pendidikan antikorupsi merupakan usaha sadar
untuk memberi pemahaman dan pencegahan terjadinya perbuatan korupsi
yang dilakukan melalui pendidikan formal di sekolah atau madrasah,
pendidikan informal di masyarakat. Pendidikan antikorupsi tidak berhenti
pada pengenalan nilai-nilai antikorupsi saja, akan tetapi, berlanjut pada
pemahaman nilai, penghayatan nilai dan pengalaman nilai antikorupsi
menjadi kebiasaan seharihari13
Generasi sekarang memang masih mengalaminya (korupsi), tetapi generasi
yang akan datang, semoga dikabulkan Tuhan dengan kerja keras semuanya,
hanya akan melihat kejahatan korupsi, kemiskinan dan ketimpangan sosial
pada deretan diorama di Museum Nasional14
Harapan segenap bangsa ini adalah dimana korupsi tidak akan terjadi lagi
digenerasi berikutnya. Lain sisi, penindakan korupsi sekarang ini belum cukup
dan belum mencapai sasaran, hingga pemberantasan korupsi perlu ditambah
dengan berbagai upaya di bidang pencegahan dan pendidikan. Menanggapi
masalah tersebut beberapa kalangan elemen masyarakat mengungkapkan
bahwa ada kekeliruan dalam upaya pemberantasan korupsi oleh pemerintah,
karena fokusnya hanya kepada menindak para koruptor.
Seperti apa yang dikatakan oleh M. Zaki:
“di Indonesia, Pedagogi harapan tersebut, belum sepenuhnya masuk ke
dalam lini pendidikan. Negara justru mensibukkan dirinya dengan
mengotak-atik mahzab pidana mati dan perampasan aset diruang
parlemen. Padahal esensi dari aktivitas pemberantasan korupsi adalah
melakukan pencegahan agar tidak menimbulkan tindak pidana tersebut.15

Upaya pencegahan budaya korupsi dimasyarakat terlebih dahulu dapat


dilakukan dengan mencegah berkembangnya mental korupsi pada anak bangsa

13
Muhammad Nurdin, Pendidikan Antikorupsi (Strategi Internalisasi Nilai-Nilai Islami Dalam
Menumbuhkan Kesadaran Antikorupsi Di Sekolah). (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014),
hlm:178-179
14
M. Fajroel Rahman, “Indonesia: Korupsi harus masuk ke Meseum”, dalam M. Reza S.
Zaki. dkk, Negeri Melawan Korupsi (Yogyakarta: Bulaksumur Visual, 2012), hlm. 106
15
M. Reza S. Zaki, dalam Negeri Melawan Korupsi (Yogyakarta: Bulaksumur Visual, 2012). hlm.
20.
Indonesia melalui pendidikan. Semangat antikorupsi yang patut menjadi kajian
adalah penanaman pola pikir, sikap, dan perilaku antikorupsi melalui sekolah,
karena sekolah adalah proses pembudayaan.16
Pendidikan antikorupsi melalui jalur pendidikan lebih efektif, karena
pendidikan merupakan proses perubahan sikap mental yang terjadi pada diri
seseorang, dan melalui jalur ini lebih tersistem serta mudah terukur, yaitu
perubahan perilaku anti korupsi. Perubahan dari sikap membiarkan dan
memaafkan para koruptor ke sikap menolak secara tegas tindakan korupsi,
tidak pernah terjadi jika kita tidak secara sadar membina kemampuan generasi
mendatang untuk memperbaharui sistem nilai yang diwarisi (korupsi) sesuai
dengan tuntutan yang muncul dalam setiap tahap pernjalanan bangsa. Sekolah
dapat mengambil peran strategis dalam melaksanakan pendidikan antikorupsi
terutama dalam membudayakan perilaku antikorupsi di kalangan siswa.17
Kekhasan pendidikan antikorupsi ialah dapat menghasilkan anak bangsa
yang jujur boleh jadi Indonesia akan menjadi bangsa yang teregister sebagai
Pendidikan Antikorupsi Sebagai Satuan Pembelajaran Berkarakter dan
Humanistik bangsa paling “bersih”. Diharapkan pemerintah dapat membangun
kerja sama dengan berbagai pilar utama pendidikan yaitu: sekolah, orang tua,
dan masyarakat serta pihak swasta dalam membangun karakter jujur dan
membuat bangsa ini sehat secara mental dan moral.18
Mengenai pendidikan anti korupsi dalam pendidikan formal maupun non
formal, menjelaskan bahwa pelaksanaan pendidikan anti korupsi di Indonesia
dilakukan dengan cara disisipkan dalam semua mata pelajaran di sekolah
dalam bentuk tema yang diperluas dan diajarkan secara kontekstual dengan
model pendidikan anti korupsi yang integratifinklusif. Hakim menambahkan,
pendidikan anti korupsi yang terintegrasi dengan mata pelajaran lain tidak bisa
dimasukkan dalam setiap Kompetensi Dasar (KD), hanya KD tertentu saja

16
Lukman Hakim, dalam Model Integrasi Pendidikan Antikorupsi dalam Kurikulum Pendidikan
Agama Islam (Jurnal Pendidikan Agama islam- Ta’lim, 2012), Vol.10. No.2.
17
Oktavia Adhi Suciptaningsih, Pendidikan Antikorupsi Bagi Siswa Sekolah Dasar di
Kecamatan Gunung Pati (Jurnal Universitas PGRI Semarang, 2014), Vol.4. No.2.
18
Rosida Tiurma Manurung, Pendidikan Antikorupsi Sebagai Satuan Pembelajaran Berkarakter
Dan Humanistik (Jurnal Sisioteknologi, 2012), Edisi. 27.
yang bisa diintegrasikan dengan pendidikan anti korupsi. Namun demikian,
hakim menekankan perlunya pendidikan anti korupsi disisipkan dalam
Pendidikan Agama Islam sebagai mata pelajaran yang memuat materi-materi
terkait dengan norma-norma hukumkemasyarakatan (sosial) mupun individu.
Kejujuran adalah modal dasar dalam kehidupan bersama. Tidak jujuran
jelas akan menghancurkan komunitas bersama, peserta didik perlu belajar
bahwa berlaku tidak jujuradalah sesuatu yang amat buruk, adil berarti
memenuhi hak hak orang lain dan mematuhi segala kewajiban yang memikat
diri sendiri.19
2. Tujuan Pendidikan Antikorupsi
Tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikan antikorupsi adalah sebagai berikut
Pertama, untuk menanamkan semangat antikorupsi pada setiap anak bangsa. Melalui
pendidikan ini, diharapkan semangat antikorupsi akan mengalir di dalam darah setiap
generasi dan tercermin dalam perbuatan sehari-hari. Dengan demikian, pekerjaan
membangun bangsa yang terseok-seok karena adanya korupsi dimasa depan tidak
akan terjadi lagi. Jika korupsi sudah diminimalisasi, setiap pekerjaan membangun
bangsa akan maksimal.
Kedua, menyadari bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya tanggung
jawab lembaga penegak hukum, seperti KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan
agung, melainkan tanggung jawab lembaga pendidikan dan semua komonen
anak bangsa. 20
3. Nilai-nilai Pendidikan Anti Korupsi Dalam Al-Qur’an dan Hadist
Hal tersebut mengindikasikan kebenara bahwa pendidikan norma ataupun
akhlak yang tertinggi ialah yang bersumber dari agama, yaitu Islam.
Menaggapi penjelasan tersebut, adanya penekanan bahwa pendidikan anti
korupsi sangat strategis disisipkan dalam Pendidikan Agama Islam (PAI)
sebagai mata pelajaran dapat dipertegas, karena mata pelajaran PAI adalah
mata pelajaran yang paling dekat dengan nilai-nilai keislaman. Namun
demikian, kita juga perlu memperluas makna pendidikan agama Islam tidak

19
Eko Sudarmanto, dkk, , Pendidikan Anti Korupsi: Berani Jujur.( Copyright: Yayasan Kita
Menulis, 2020) hlm. 21
20
Ibid. hlm. 101
hanya sebagai mata pelajaran yaitu mata pelajaran PAI saja, akan tetapi dengan
memaknai pendidikan agama Islam dalam konteks yang lebih universal, yaitu
pendidikan yang yang didalamnya terdapat proses menanam atau
mengembangkan nilai-nilai keislaman dan kebenaran yang bersumber dari Al-
Quran dan hadis. Jika demikian, akhlak seperti apakah yang dapat
dikembangkan pada peseta didik dalam upaya pencegahan perilaku korupsi
melalui pendidikan anti korupsi? Sebagaimana yang kita ketahui, hakikat
manusia salah satunya yaitu memiliki kecenderungan berbuat baik dan buruk.
Korupsi terjadi dengan dalil kecenderungan manusia untuk berbuat buruk
sebagai salah satu hakikatnya. Sifat buruk yang mengawali terjadinya korupsi
antara lain adalah; tidak amanahnya seseorang dengan wewenang yang
dipegangnya; tidak bersyukurnya seseorang atas segala yang dimilikinya
sebagai pemberian dari Allah SWT; tidak adanya kejujuran dalam bertindak.
Melalui pendidikan anti korupsi sebagai bagian dari pendidikan akhlak dalam
perspektif pendidikan agama Islam yang bersumber dari Al-Qur’an, baik di
sekolah formal maupun non formal dapat menanamkan dan mengembangkan
beberapa nilai berikut yang menjadi dasar untuk mencegah perilaku korupsi.
Pertama, nilai-nilai amanah merupakan perbuatan yang berhubungan
dengan tanggung jawab dan keharusan berbuat adil. Korupsi dilakukan oleh
orang yang mengemban amanah atau orang yang memiliki wewenang tertentu.
Setiap amanah akan diminta pertanggung jawabannya kelak di akhirat. Dalam
AlQur’an terdapat beberapa ayat yang memperingatkan orang-orang yang
mengemban amanah ini, diantaranya adalah:
1. Q.S An-Nisa ayat 58:
        
        
          
58. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.
2. Q.S An-Nahl ayat 90: “
       
    
     
90. Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.

Kedua, yaitu bersyukur. Cikal bakal terjadinya korupsi salah satunya


ialah tidak bersyukurnya manusia atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT,
sehingga terus saja merasa kekurangan. Beberapa contoh dari tindakan yang
yang mengawali korupsi diantaranya gaya hidup hedonisme, perilaku
konsumtif, merasa tidak pernah cukup dengan apa yang dimiliki, minder atau
rendah diri, dan sebagainya. Terdapat banyak sekali surat dalam ayat dalam
AlQuran tentang bersyukur kepada Allah SWT ini, salah satunya adalah Q.S
ArRahman. Dalam Q.S Ar-Rahman ada satu ayat yang berulang-ulang
diucapkan tentang peringatan bersyukur atas segaala yang Allah SWT berikan,
yaitu ayat 13, 16, 18, 21,23, 25, 28, 30, 32, 34, 36, 38, 40, 42, 45, 47, 49, 51,
53, 55, 57, 59, 61, 63, 65, 67, 69, 71, 73, 75, 77. Yang berbunyi: “Maka nikmat
Tuhan-Mu yang manakah yang kamu dustakan?.” Selanjutnya beberapa surat
yang juga menjelaskan tentang bersyukur kepada Allah atas segala yang
diberikan diantaranya adalah:
1. Q.S Al-Baqarah ayat 152:
      
152. karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula)
kepadamu[98], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu
mengingkari (nikmat)-Ku.
[98] Maksudnya: aku limpahkan rahmat dan ampunan-Ku kepadamu.
2. Q.S Al-Baqarah ayat 172:
      
       
172. Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang
baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada
Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.21

Ketiga, Nilai-Nilai Kejujuran, untuk Pendidikan Antikorupsi dan


indikatorindikatornya Tujuan Pendidikan Islam tidak hanya berpusat pada penguasaan
konsep-konsep dan keterampilan tapi lebih kepada pendidikan jiwa dengan tujuan
Insan kamil, yang tercermin pada akhlaknya. Sehingga manusia mampu menjalankan
tugasnya sebagai khalifah di muka bumi dan hamba yang taat kepada Tuhannya. untuk
mencapai tujuan tersebut pendidikan Islam memiliki karakteristik yaitu bertumpu pada
landasan tauhid. Atas dasar tauhidlah semua ajaran Islam dibangun. Maka dari itu nilai
tauhid adalah yang utama dan pertama kali ditanamkan dalam diri anak didik. Jika
nilaiini tertanam dengan baik, akan muncul kualitas-kualitas moral/akhlak mulia yang
terakumulasi dalam konsep taqwa. Sifatsifat orang bertaqwa adalah konsekuensi logis
dari kemurnian tauhid tersebut. Kedua faktor, taqwa dan akhlak yang mulia yang
menghantarkan seseorang masuk surga.

َ َ‫ ق‬:‫َع ْن َأبِي هُ َر ْي َرةَ رضي هللا عنه قَا َل‬


‫ صلى هللا عليه‬ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللَا‬
ِ ُ‫وسلم َأ ْكثَ ُر َما يُ ْد ِخ ُل اَ ْل َجنَّةَ تَ ْقوى هَّللَا ِ َو ُحس ُْن اَ ْل ُخل‬
‫ق‬
Dari Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah ṣallallāhu
‘alaihi wasallam bersabda, ‘Faktor yang paling banyak memasukkan
orang ke dalam surga adalah ketakwaan kepada Allah dan akhlak yang
mulia’.”

21
Budiman, A., Ahli, W., Badan, M., Pendidikan, K., Daerah, P., & Riau, P. (n.d.).
PENDIDIKAN ANTI KORUPSI SEBAGAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM.
Dari hadits tersebut di atas, terlihat bahwa tauhid dan akhlak tidak bisa
dipisahpisahkan. Buah dari tauhid adalah akhlak mulia.Oleh karena itu, Islam
disebut dengan agama Monotheisme etis, dimana akhlak menjadi parameter
kualitas keislaman seseorang. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi: Tujuan aku
diutus adalah untuk membentuk generasi yang berakhlak mulia. Dengan kata
lain, misi Nabi adalah terbentuknya generasi yang berkarakter. Misi ini tercapai
karena faktor Nabi sendiri sebagai figur yang pantas diteladani. Untuk
mengetahui lebih detail akhlak Nabi adalah dengan mengkaji isi al-Qur’an.
Sebagaimana firman Allah: Sungguh engkau betul-betul berbudi mulia/luhur.
(QS. Al-Qalam: 4) Hal ini ditegaskan ‘Aisyah, ketika ditanya oleh sahabat
tentang akhlak Nabi Muhammad. "Akhlak Nabi itu adalah alQur’an. " Dengan
demikian Islam adalah agama akhlak, dengan al-Qur’an sebagai sumber
moralitasnya. Sedangkan tauhid merupakan landasan moralitas Islam. Maka
sebelum penanaman nilai-nilai moral al-Qur’an, nilai tauhid harus ditanamkan
pertama kali dalam diri anak didik. Demikian juga isyarat alQur’an dalam
pendidikan anak, (Luqman : 13). Impliksi dari tauhid tersebut ialah kesadaran
tauhid, sebuah kesadaran bahwa dimana dan kapan pun Allah SWT selalu
melihat, mengetahui apa yang kita kerjakan. Sekecil apa pun perbuatan akan
dicatat dan diberi balasan yang proporsional. Hal ini terlihat dalam nasehat
berikutnya (QS Luqman: 16). Nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab dan
kesederhanaan dalam pendididikan Islam termasuk akhlak terpuji yang
merupakan nilai moral. sedangkan tauhid merupakan landasan moral dan al-
Qur’an sebagai sumber moral. Dengan begitu terdapat keterkaitan yang erat
antara Tauhid, akhlak, dan al-Qur’an. dan tidak bisa di antara ketiganya berdiri
sendiri. Dari fakta banyaknya ayat-ayat tentang kejujuran dan kebohongan,
terlihat bahwa kejujuran adalah nilai sentral dalam ajaran Islam, dan punya
keterkaitan dengan nilai-nilai dan konsep lain dalam al-Qur’an. Kejujuran
berkaitan dengan konsep keimanan. ketidakjujuran dapat dimasukkan dalam
konsep munafik, yang ciri-cirinya ada tiga yaitu jika berkata, dia berdusta, jika
berjanji, dia ingkar, dan jika dipercaya, dia berkhianat, Dalam kemunafikan,
terdapat 3 perangai yang dibenci yakni bohong, ingkar janji, dan khianat. Oleh
karena itu di ayat lain kejujuran identik dengan orang yang dapat dipercaya
(QS. Yusuf: 46), yaitu kesesuaian antara ucapan dan hati (AlMaidah: 41).
Ketidakjujuran adalah penyebab kerusakan di atas muka bumi dimana
pelakunya mendapatkan laknat Tuhan dan baginya disediakan neraka (Ar-
Ra’du). Dan kerusakan (al-fasad), dalam terminologi bahasa Arab, berarti
korupsi. Dengan kata lain, orang yang betul-betul memegang teguh kejujuran,
tidaklah mungkin melakukan korupsi. Dari analisis ayat-ayat tentang kejujuran,
dapat ditarik kesimpulan bahwa kejujuran merupakan karakter yang melekat
pada diri orang-orang mukmin, buah dari keyakinannya akan pengawasan
Tuhan (tauhid). Kejujuran adalah sumber kepercayaan, karena satunya ucapan
dan perbuatan, sebuah karakter yang harus dimiliki oleh mereka, khususnya
yang memegang jabatan/kekuasaan.Jika kejujuran tidak ada, alamat terjadinya
kerusakan di muka bumi akibat korupsi.22

22
Sukihat, Haji, 2020, TEORI & PRAKTIK PENDIDIKAN ANTI KORUPSI / H. SUKIYAT.
Surabaya: Jakad Publishing
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” atau “corruptus” .
Selanjutnya dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu
bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal
istilah “corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan
“corruptie/korruptie” (Belanda). Dari asal usul bahasanya korupsi bermakna
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan
pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang
terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal
menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk
mendapatkan keuntungan sepihak.
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah
dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah
diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam 30
bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasalpasal tersebut menerangkan secara
terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana karena
korupsi. Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya
dapat dikelompokkan sebagai berikut:
h. Kerugian keuangan negara
i. Suap-menyuap
j. Penggelapan dalam jabatan
k. Pemerasan
l. Perbuatan curang
m. Benturan kepentingan dalam pengadaan
n. Gratifikasi
Faktor induvidu, merupakan faktor pendorong korupsi dari dalam diri,
yang dapat dirinci menjadi:
1) Sifat tamak/rakus manusia. Korupsi, bukan kejahatan kecil-kecilan
karena mereka membutuhkan makan. Korupsi adalah kejahatan orang
profesional yang rakus. Sudah berkecukupan, tapi serakah. Mempunyai
hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada
pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan
rakus. Maka tindakan keras tanpa kompromi, wajib hukumnya. 
2) Moral yang kurang kuat. Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung
mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari
atasan, teman setingkat, bawahannya, atau pihak yang lain yang
memberi kesempatan untuk itu.
3) Gaya hidup yang konsumtif. Kehidupan di kota-kota besar sering
mendorong gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif bila
tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka
peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi
hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.
Kelembagaan pemerintah daerah, yakni penyebab korupsi yang berasal
dari buruknya sistem organisasi kepemerintahan termasuk pengaturan sistem
birokrasinya. Ketegasan penerapan perundangundangan, yakni penyebab
korupsi yang berasal dari lemahnya sistem perundangundangan yang ada.
Pengawasan, yakni penyebab korupsi karena minimnya atau bahkan tidak
adanya pengawasan baik oleh pihak internal maupun eksternal

Kejujuran adalah modal dasar dalam kehidupan bersama. Tidak jujuran


jelas akan menghancurkan komunitas bersama, peserta didik perlu belajar
bahwa berlaku tidak jujuradalah sesuatu yang amat buruk, adil berarti
memenuhi hak hak orang lain dan mematuhi segala kewajiban yang memikat
diri sendiri.
Hal tersebut mengindikasikan kebenara bahwa pendidikan norma ataupun
akhlak yang tertinggi ialah yang bersumber dari agama, yaitu Islam.
Menaggapi penjelasan tersebut, adanya penekanan bahwa pendidikan anti
korupsi sangat strategis disisipkan dalam Pendidikan Agama Islam (PAI)
sebagai mata pelajaran dapat dipertegas, karena mata pelajaran PAI adalah
mata pelajaran yang paling dekat dengan nilai-nilai keislaman.
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan, saya menyadari bahwa
makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu kami membutuhkan
kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Sukihat, Haji, 2020, TEORI & PRAKTIK PENDIDIKAN ANTI KORUPSI / H.


SUKIYAT. Surabaya : Jakad Publishing.

Eko Sudarmanto, dkk, 2020, Pendidikan Anti Korupsi: Berani Jujur. Copyright:
Yayasan Kita Menulis.
Mursidi, Andi, 2020, PENDIDIKAN ANTI KORUPSI boyolali: lakeisha
Hussain, Syed Alatas, 1987, Korupsi, Sifat, Sebab dan Fungsi.Jakarta: LP3ES
Rahman, Fajroel,2012,“Indonesia: Korupsi harus masuk ke Meseum”,Yogyakarta:
Bulaksumur Visual.
M. Reza S. Zaki, 2012, dalam Negeri Melawan Korupsi, Yogyakarta: Bulaksumur
Visual.
Nurdin, Muhammad, 2014, Pendidikan Antikorupsi (Strategi Internalisasi Nilai-Nilai
Islami Dalam Menumbuhkan Kesadaran Antikorupsi Di Sekolah),Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Masnur, 2011, Pendidikan Karakter, Jakarta : Bumi Aksara.
DEPDIKNAS, 2008, kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan ke empat, Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.

Artikel:

Manajemen, J., & Keuangan, D. (2016). Persepsi Masyarakat terhadap Faktor-


faktor yang Mempengaruhi Korupsi Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD) di Aceh Utara (Vol. 5, Issue 2).
Pemberantasan, U., Regulasi, S., & Setiadi, W. (n.d.). KORUPSI DI INDONESIA.
Rasyidi, M. A. (n.d.). KORUPSI ADALAH SUATU PERBUATAN TINDAK
PIDANA YANG MERUGIKAN NEGARA DAN RAKYAT SERTA
MELANGGAR AJARAN AGAMA.
Syamsa Ardisasmita, M. (n.d.). DEFINISI KORUPSI MENURUT PERSPEKTIF
HUKUM DAN E-ANNOUNCEMENT UNTUK TATA KELOLA
PEMERINTAHAN YANG LEBIH TERBUKA, TRANSPARAN DAN
AKUNTABEL.
Maria Handayani, D. KORUPSI: STUDI PERBANDINGAN BERDASARKAN
DUNIA TIMUR TENGAH KUNO DAN PERJANJIAN LAMA. Jurnal
Teologi Kristen 1, (2019).
Nasruddin Yusuf, KONSEP AL-QUR’AN TENTANG TINDAK PIDANA
KORUPSI. (n.d.). Vol 2, No 2 (2004)
Budiman, A., Ahli, W., Badan, M., Pendidikan, K., Daerah, P., & Riau, P. (n.d.).
PENDIDIKAN ANTI KORUPSI SEBAGAI PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM.
Fitri Fauziyah,(2015). NILAI-NILAI PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DALAM
AL-QUR’AN : KEJUJURAN, TANGGUNG JAWAB DAN
KESEDERHANAAN NASKAH PUBLIKASI, FakultasAgama Islam
Universitas Muhammadiyah

Lukman Hakim, dalam Model Integrasi Pendidikan Antikorupsi dalam Kurikulum


Pendidikan Agama Islam (Jurnal Pendidikan Agama islam- Ta’lim, 2012),
Vol.10. No.2.

Oktavia Adhi Suciptaningsih, Pendidikan Antikorupsi Bagi Siswa Sekolah Dasar


di Kecamatan Gunung Pati (Jurnal Universitas PGRI Semarang, 2014),
Vol.4. No.2.

Rosida Tiurma Manurung, Pendidikan Antikorupsi Sebagai Satuan Pembelajaran


Berkarakter Dan Humanistik (Jurnal Sisioteknologi, 2012), Edisi. 27.

Loso, “Peningkatan Pemahaman Siswa tentang Bahaya Korupsi melalui


Pendidikan Anti Korupsi di Sekolah dalam Upaya Menciptakan Generasi
Muda yang Anti Korupsi di SMK Diponegoro Karang Anyar”
(Pekalongan: Fakultas Ilmu Hukum UNIKAL: Jurnal Pena Vol. 19, No. 2,
September 2010),

Anda mungkin juga menyukai