Anda di halaman 1dari 27

PEMIKIRAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ZAMAN

DAULAH BANI UMAYYAH


Diajukan Untuk Memenuhi Makalah Pada Mata Kuliah
Teori dan Pemikiran Pendidikan Islam Kontemporer

Dosen Pengampu:

Dr. MUSOLLI, M.A

Oleh :

MUCHAMMAD HASAN ABDUL WAFI, S. Pd.

AULIA FATAHILLAH, S.Pd

PROGRAM STUDI

MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS NURUL JADID PAITON PROBOLINGGO


TAHUN AJARAN 2022/2023
i

PEMIKIRAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ZAMAN


DAULAH BANI UMAYYAH
Diajukan Untuk Memenuhi Makalah Pada Mata Kuliah
Teori dan Pemikiran Pendidikan Islam Kontemporer

Dosen Pengampu:

Dr. MUSOLLI, M.A

Oleh :

MUCHAMMAD HASAN ABDUL WAFI, S. Pd.

AULIA FATAHILLAH, S.Pd

PROGRAM STUDI

MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS NURUL JADID PAITON PROBOLINGGO


TAHUN AJARAN 2022/2023
ii

Abstract
The state of education in the reign of the Umayyads was more developed
than at the time of Khulafur Rashidin. The development of education is the most
prominent is on aspects of institutional and science are taught. In the institutional
aspect has emerged and developed new educational institutions, namely the palace,
badiah. The science that is taught not only the field of religion, but also the general
sciences. Nevertheless, the religious sciences are still dominant compared to
general science. As for when we see in terms of the system is still simple and
conventional, and can not be equated with the education system that has developed
as at this time.
Keywords : Thinking, Islamic Education, In Umayyah

Abstrak
Pendidikan pada masa kekuasaan bani Umayyah sudah lebih berkembang
dibandingkan pada zaman Khulafur Rasyidin. Perkembangan pendidikan tersebut
yang paling menonjol adalah pada aspek kelembagaan dan ilmu yang diajarkan.
Pada aspek kelembagaan telah muncul dan berkembang lembaga pendidikan baru,
yakni istana, badiah. Adapun ilmu yang diajarkan bukan hanya bidang agama saja,
melainkan juga ilmu-ilmu umum. Namun demikian, ilmu-ilmu agama masih
dominan dibandingkan dengan ilmu umum. Adapun bila kita lihat dari segi
sistemnya masih bersifat sederhana dan konvensional, dan belum dapat disamakan
dengan sistem pendidikan yang sudah berkembang seperti pada saat ini.
Kata Kunci : Pemikiran, Pendidikan Islam, Pada Masa Umayyah
iii

DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ................................................................................................. i
Abstract .................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3
A. Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Umayyah ....................................... 3
B. Karakteristik Pendidikan pada Masa Dinasti Umayyah ........................... 4
C. Tempat-tempat Pendidikan pada Masa Dinasti Umayyah ........................ 6
D. Pusat-pusat Pendidikan pada Masa Dinasti Umayyah .............................. 8
E. Perkembangan Ilmu Pengetahuan ........................................................... 10
F. Spesifikasi Pemikiran Pendidikan Islam Pada Masa Umayyah Dan
Gerakkan Ilmiah ................................................................................................ 11
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22
1

BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan sejarah pemikiran pendidikan Islam dari masa kemasa selalu
mengalami proses perubahan yang berdampak baik bagi perkembangan intelektual
masyarakat Islam pada saat itu. Pemikiran pendidikan Islam terus mengalami
perkembangan dari masa Rasulullah, masa Khulafaur Rasyidin, dan pada masa
dinasti Umayyah. Perubahan pemikiran pendidikan Islam ini juga mengubah sistem
pendidikan Islam menjadi lebih maju.
Setelah masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin berakhir, dan dilanjutkan oleh
dinasti Umayyah. Pada masa Umayyah pemikiran pendidikan Islam memasuki
babak baru, dimana kstabilan politik telah dirasakan oleh negara-negara Islam
lainnya. Oleh karena itu, tidak heran jika perhatian orang-orang Islam sudah
mengarah pada masalah kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan peradaban- peradaban
baru. Dalam waktu yang sama mereka memberikan perhatian besar pada ilmu
bahasa, sastra, dan agama untuk pemilihannya dari pikiran – pikiran luar.
Pada masa ini terjadinya perubahan sistem pemerintahan yang berubah
menjadi Monarki atau Kerajaan. Pada priode dinasti Umayyah, pendidikan di
lakukan di beberapa lembaga seperti: kuttab, masjid dan majelis sastra. Materi
yang diajarkan bertingkat-tingkat dan bermacam-macam. Metode pengajarannya
pun tidak sama. Sehingga melahirkan beberapa pakar ilmuan dalam berbagai
bidang tertentu, selain itu pada masa ini juga terjadi pergolakan politik untuk
memperluas wilayah kekuasaan. Semua itu mengakibatkan terjadinya perubahan
pada pola pemikiran pendidikan Islam pada masa ini, mulai dari adanya perbedaan
kurikulum antara murid yang sekolah di khuttab dengan murid yang sekolah di
sekolah Istana dan lain sebagainya.
Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan Islam senantiasa berusaha untuk
bisa lebih maju bahkan pendidikan Barat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah
kegaiatan penerjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab, berkembangnya
lembaga pendidikan serta kurikulum dan metodenya, berkembangnya ilmu
2

pengetahuan, serta berkembang pula gerakan-gerakan ilmiah yang belum


digalakkan pada masa-masa sebelumnya.
Oleh karena itu dalam makalah ini sengaja penulis akan membahas mengenai
pemikiran pendidikan Islam pada masa dinasti Umayyah yang tercakup pada :
pendidikan Islam pada masa dinasti Umayyah, karakteristik pendidikan pada masa
dinasti Umayyah, tempat-tempat pendidikan pada masa dinasti Umayyah, pusat-
pusat pendidikan pada masa dinasti Umayyah, dan perkembangan ilmu
pengetahuan.
3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Umayyah
Lahirnya Bani Umayyah (41 H-132 H/661 M-740 M) bertepatan dengan
suasana pertentangan yang sangat memuncak antara Bani Hasyim dengan Bani
Umayyah (41 H-132 H/661 M-740 M), yang kemudian menelorkan perang
saudara pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin.1 Keberhasilan Muawiyah
pendiri dinasti Umayyah mencapai ambisi mendirikan kekuasaan daulah ini
disebabkan dalam diri Muawiyah terkumpul sifat-sifat penguasa, politikus dan
administrator. Ia yang mudah bergaul dengan berbagai karakter manusia,
sehingga ia dapat menguasai berbagai karakter tokoh-tokoh pendukungnya
bahkan yang pernah menjadi bekas lawan politiknya sekalipun. Secara esensial,
pendidikan Islam pada masa bani Umayyah tiak jauh beda dengan pendidikan
masa Khulafaur Rasyidin. Hanya ada sedikit perbedaan dan perkembangannya
tersendiri.2 Bidang pendidikan masa ini sedikitnya perhatian para raja untuk
memperlihatkan perkembangan pendidikan yang telah maksimal, sehingga
pendidikan berjalan tidak diatur oleh pemerintah, tetapi oleh para ulama yang
memiliki pengetahuan yang mendalam. Kebijakan-kebijakan pendidikan yang
dikeluarkan oleh pemerintah hampir tidak diketemukan. Oleh karena itu sistem
pendidikan Islam yang terjadi ketika itu masih berjalan secara alamiah. 3
Kemajuan dalam bidang pendidikan yang dicapai pada masa ini
berkaiatan sekali dengan mantapnya sistem pemerintahan Islam sebagai suatu
negara. Dalam negara itu perhatian kaum muslimin diarahkan kepada
pembangunan peradaban, ilmu pengetahuan dan lain-lain sebagainya. Hal ini
tiada lain adalah karena adanya hubungan atau persentuhan dan kontak budaya
dengan bangsa – bangsa lain yang telah di taklukan.4

1
A. Hasimy, Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta: Bulan Bintang,1993), h. 151.
2
Siswanto, Dinamika Pendidikan Islam Perspektif Historis (Surabaya: Salsabila Putra
Pratama, 2015), h.46.
3
Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2004), h.14.
4
Fakhrur Rozy Dalimunthe, Sejarah Pendidikan Islam Latar Belakang, Analisis dan
Pemikirannya (Medan: Firma RIMBOW, 1986), h. 33.
4

Pola pemikiran terhadap pendidikan Islam pada masa ini telah


berkembang, sehingga peradaban Islam mulai bersifat internasional dengan
meliputi tiga Benua, yaitu sebagian Eropa, sebagian Afrika dan sebagian besar
Asia yang kesemuanya itu di persatukan dengan bahasa Arab sebagai bahasa
resmi negara. Dalam hal ini periode dinasti Umayyah ini merupakan masa
inkubasi. Dasar-dasar dari kemajuan pendidikan yang dimunculkan, sehingga
intelektual muslim berkembang.5
B. Karakteristik Pendidikan pada Masa Dinasti Umayyah
Masa dinasti Umayyah karakteristik pendidikan berbeda dengan masa
Rasulullah dan Khulafa Ar-Rasyidin, pada masa ini ada beberapa karakteristik
pendidikan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Bersifat Arab
Pendidikan pada masa dinasti Umayyah adalah bersifat Arab dan Islam
tulen, artinya yang terlibat dalam dunia pendidikan masih didominasi oleh
orang-orang Arab, karena pada saat itu elemen-elemen Islam yang baru
belum begitu tercampur. Hal ini disebabkan karena pada saat itu unsur-unsur
Arab yang memberi arah pemerintahan secara politik agama dan budaya.
2. Meneguhkan Dasar-dasar Agama Islam yang Baru Muncul
Pendidikan Islam yang baru mengalami berkembang, memerlukan
peneguhan terhadap dasar-dasar Agama Islam. Oleh karena itu pendidikan
Islam pada periode ini berusaha untuk menyebarkan Islam dan ajaran-
ajarannya. Itulah sebabnya pada periode ini banyak dilakukan penaklukan-
penaklukan wilayah dalam rangka menyiarkan dan menguatkan prinsip-
prinsip agama. Dalam pandangan mereka Islam adalah agama dan negara,
sehingga para khalifah mengutus para ulama dan tentara keseluruh negeri
untuk menyiarkan agama dan ajaran-ajarannya.
3. Perioritas pada Ilmu-ilmu Naqliyah dan Bahasa

5
Ahmad Masrul Anwar, Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa
Bani Ummayah (Bandung : UIN Sunan Gunung Djati, 2015), h.56.
5

Pada periode ini, pendidikan Islam memberi prioritas pada ilmu-ilmu


naqliyah dan bahasa. Kecenderungan naqliyah dan bahasa dalam aspek
pendidikan Islam, yang dimana pendidikan Islam sejalan yang berciri khas
Arab dan Islam tulen yang terutama bertujuan untuk mengukuhkan dasar-
dasar agama.
4. Menunjukkan Perhatian pada Bahan Tertulis Sebagai Media Komunikasi
Datangnya Islam merupakan faktor penting bagi munculnya
kepentingan penulisan. Pada mulanya penulisan dirasa penting ketika Nabi
Muhammad hendak menulis wahyu dan ayat-ayat yang diturunkan. Atas
dasar itulah beliau mengangkat orang-orang yang bisa menulis untuk
memegang jabatan ini. Beda halnya di masa Umayyah ini, dimana tugas
penulisan semakin banyak dan terbagi pada lima bidang yaitu, penulis surat,
penulis harta, penulis tentara, penulis polisi dan penulis hakim. Oleh karena
itu masa ini pun terjadinya arabisasi pada semua segi kehidupan manusia
dan bahasa Arab dijadikan bahasa komunikasi baik secara lisan maupun
secara tulisan diseluruh wilayah Islam.
5. Membuka Pengajaran Bahasa-bahasa Asing
Untuk memudahkan berkomunikasi dengan negara lain pengajaran
bahasa-bahasa asing pun di ajarkan. Bahasa-bahasa asing ini dirasa sangat
perlu semenjak kemunculan Islam yang perama kali walaupun hanya dalam
ruang lingkup yang terbatas. Bahasa-bahasa asing ini sangat penting karena
wilayah Islam pada masa bani Ummayyah sudah semakin meluas sampai ke
Afrika utara dan Cina serta negeri-negeri lainnya yang bahasa mereka
bukanlah bahasa Arab. Dengan demikian pengajaran bahasa asing menjadi
suatu keharusan bagi pendidikan Islam masa itu bahkan sejak kemunculan
Islam pertama kali.6
6. Menggunakan Surau (Kuttab) dan Masjid
Penggunaan surau (kuttab) sebagai lembaga pendidikan untuk
memudahkan pelaksanaan pendidikan saat itu. Lembaga ini merupakan jasa

6
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Husna, 1998), h.69-74.
6

besar dari dinasti Umayyah dalam perkembangan ilmu pengetahuan sebagai


pusat aktifitas ilmiah. Pada masa ini pula pendirian masjid banyak dilakukan
terutama didaerah-daerah yang baru ditaklukkan, pada masa ini pula
didirikan masjid zaitunah di Tunisia yang merupakan universitas tertua
didunia yang masih terkenal dan berjalan sampai sekarang. Universitas ini
GLGLULNDQROHK8TEDKELQ1DIL¶\DQJ
pernah menaklukkan Afrika utara pada
tahun 50 H. Dari sini tempat ini dilihat bahwa fungsi pendidikan dari masjid
itu betul-betul merupakan tumpuan utama penguasa kerajaan Umayyah pada
saat itu.7
C. Tempat-tempat Pendidikan pada Masa Dinasti Umayyah
Pola pendidikan yang berbeda dari masa sebelumnya menjadikan
pendidikan Islam pada periode ini terlah berkembangnya tempat-tempat
pendidikan sebagai sarana pencari ilmu pengetahuan. Diantara tempat-tempat
pendidikan pada periode dinasti Umayyah ini adalah sebagai:
1. Kuttab
Kuttab yang merupakan tempat anak-anak belajar menulis, membaca,
dan menghafal alquran serta belajar pokok-pokok ajaran Islam lainnya.
Didalam kuttab pendidikan yang dilakukan oleh pendidik bukan hanya
mengajarkan alquran tapi mereka juga mengajarkan belajar menulis dan tata
bahasa serta tulisan. Dengan menggunakan alquran sebagai bahasa bacaan
untuk belajar membaca, kemudian dipilih ayat-ayat yang akan ditulis untuk
dipelajari. Bukannya hanya itu pendidik juga mengajarkan untuk menulis
dan membaca kepada murid-murid dan mempelajari tata bahasa Arab, cerita-
cerita Nabi, hadis dan pokok agama.8
2. Masjid
Sehubungan dengan fungsi masjid sebagai lembaga pendidikan pada
periode pertama ini, maka tidak saja digunakan sebagai tempat pendidikan
orang dewasa (laki-laki), tetapi juga digunakan sebagai tempat belajar bagi

7
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam dalam Abad Keduapuluh Satu (Jakarta: Al-Husna
Zikra, 2001), h.18.
8
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), h.47.
7

kaum wanita dan anak- anak. Bagi orang dewasa, masjid berfungsi sebagai
tempat belajar alquran, hadis, fiqh, dasar-dasar agama, bahasa dan sastra
Arab. Pendidikan dan pengajaran bagi kaum wanita diberikan satu kali
seminggu. Mereka diajarkan alquran, hadis, dasar-dasar agama dan
keterampilan menenun atau memintal. Pendidikan anak-anak juga diberikan
di masjid serta suffah dekat masjid. Dalam pendidikan mereka disatukan
tanpa adanya pembagian kelas. Anak-anak orang Islam yang sudah berumur
enam tahun diharuskan belajar alquran, agama, bahasa Arab, dan berhitung,
untuk seterusnya diajarkan pula menunggang kuda, berenang dan memanah.
Masjid sebagai tempat pendidikan anak pada umumnya, tidak digunakan
oleh anak-anak khalifah dan pangeran pada masa dinasti Umayyah.9 Ada dua
tingkatan pendidikan yang di lakukan di masjid yaitu pendidikan tingkat
menengah dan tingkat tinggi.10
Ada beberapa masjid yang berkembang pada masa ini diantaranya
adalah masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Makkah, dan
masjid Zaitunnah di Tunisia.11
3. Majelis Sastra
Selain masjid lembaga lainnya adalah majelis sastra yang digunkan
sebagai tempat berdiskusi untuk membahas masalah kesusasteraan dan juga
sebagai tempat berdiskusi mengenai urusan politik. Perhatian penguasa
Ummayyah sangat besar terhadap pendidikan pada pencatatan kaidah-kaidah
nahwu, pemakaian bahasa Arab dan mengumpulkan syair-syair Arab dalam
bidang syariah, kitabah dan berkembangnya semi prosa.12
4. Pendidikan Istana
Pendidikan Istana merupakan pendidikan untuk bangsawan yang
diselenggarakan dan diperuntukkan khusus bagi anak-anak khalifah dan para

9
Fathurrahman‡ Studi Pemikiran Pendidikan Agama Islam” dalam Jurnal Ilmiah Kreatif
Vol. XII No. 1 (2015), h. 4-5.
10
Athiyya Al Abrasi, Tarbiyah Al Islamiyah, terj Bustami A. Ghani (Jakarta, Bulan
Bintang, 1993), h. 56.
11
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad-21 (Jakarta, Pustaka Al Husna,
1980), h. 19.
12
Ahmad Salabi, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta, Bulan Bintang, 1972), h.72.
8

pejabat pemerintahan. Kurikulum pada pendidikan istana diarahkan untuk


memperoleh kecakapan memegang kendali pemerintahan atau hal-hal yang
ada sangkut pautnya dengan keperluan dan kebutuhan pemerintah, maka
kurikulumnya diatur oleh guru dan orang tua murid.13
5. Pendidikan Badiah
Pendidikan baidiah merupakan tempat belajar bahasa Arab yang
fasih dan murni. Hal ini terjadi ketika khalifah Abdul Malik ibn Marwan
memprogramkan Arabisasi maka muncul istilah Badiah, yaitu dusun Badui
di Padang Sahara mereka masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah bahasa
Arab tersebut. Ditempat ini bukan hanya banyak anak-anak khalifah yang
sengaja dikirim ke Badiah untuk belajar bahasa Arab tetapi juga para ulama,
ulama yang belajar disana di antaranya adalah Al Khalil ibn Ahmad.14
D. Pusat-pusat Pendidikan pada Masa Dinasti Umayyah
Selain lembaga-lembaga pendidikan yang menunjang perkembangan
pendidikan dimasa dinasti Umayyah, dimasa ini juga telah didirikan pusat-pusat
pendidikan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang sedang berjalan.
Pusat-pusat pendidikan ini seperti madrasah yang dimana telah menggunakan
kurikulum walaupun tidak banyak menawarkan mata pelajaran yang
bermacam-macam. Pendidikan madrasah ini hanya dilakukan dalam suatu
jangka waktu, pengajaran hanya menyajikan satu mata pelajaran yang harus
ditempuh oleh siswa. Sesudah materi tersebut selesai, baru diperbolehkan
mempelajari materi yang lain atau yang lebih tinggi tingkatannya. Misalnya,
pada tahap awal siswa diharuskan belajar baca tulis, berikutnya ia belajar
berhitung dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena belum adanya koordinasi
antar lembaga-lembaga dengan pemerintah seperti pada saat ini. Meskipun pada
kasus tertentu penguasa turut mengendalikan pelaksanaan pengajaran di

13
Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama atau IAIN di Jakarta,
Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,
1986), h. 91.
14
Ibid., h.96.
9

madrasah-madrasah sedangkan proses belajar mengajar sepenuhnya tergantung


kepada guru yang memberikan pelajaran.15
Negara Islam yang diperluaskan dilakukan dengan bukan dengan cara
merobohkan dan menghancurkan negara lain, tetapi dengan perluasan dengan
cara teratur yang diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guru agama yang turut
bersama-sama tentara Islam. Adapun pusat pendidikan yang telah tersebar di
kota-kota besar yaitu sebagai berikut:16
1. Madrasah Mekkah
Di madrasah ini guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah
SHQGXGXN 0HNNDK WDNOXN LDODK 0X¶D] ELQ -DEDO
guru yang
,DODK
mengajarkan alquran dan mengajarkan tentang hukum untuk membedakan
yang halal dan haram dalam Islam. Bukan hanya itu saja pada masa khalifah
Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke Mekkah, dan di
Masjidil Haram ia mengajar disana. Ia mengajarkan tafsir, fiqh dan sastra.
Abdullah bin Abbaslah yang merupakan pendiri madrasah Mekkah, yang
termasyur seluruh negeri Islam.
2. Madrasah Madinah
Selain madrasah Mekkah ada juga pusat pendidikan yang lainnya yaitu
madrasah Madinah lebih termasyhur dan lebih dalam ilmunya, karena di
sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat Nabi. Berarti disana banyak terdapat
ulama-ulama terkemuka.
3. Madrasah Basrah
Ada juga madrasah Basrah. Di tempat ini ada banyak ulama sahabat
yang memberika ilmunya diantara ulama sahabat yang termasyur di Basrah
ialah Abu Musa Al-DV\¶DULGDQ$QDVELQ0DOLN$EX0XVD$O
-$V\¶DULDGDODK
ahli fiqih dan ahli hadis, serta ahli alquran. Sedangkan Abas bin Malik
termasyhur dalam ilmu hadis. Al-Hasan Basry sebagai ahli fiqh, juga ahli
pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf. Ia bukan saja mengajarkan ilmu-

15
uti Sulastri ‡ Fungsi Madrasah dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan Islam· , dalam
Jurnal Qathrunâ Vol. 3 No. (2016), h.129.
16
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Hida Karya Agung, 1989 ), h.34-39.
10

ilmu agama kepada pelajar-pelajar, bahkan juga mengajar orang banyak


dengan mengadakan kisah-kisah di masjid Basrah.
4. Madrasah Kufah
0DGUDVDK ,EQX 0DV¶XG GL .XIDK PHODKLUNDQ HQDP RUDQJ XODPD
EHVDU\DLWX$OTDPDK$O
-$VZDG0DVURT8EDLGDK$O
-Haris bin Qais dan
$PUELQ6\XUDKELO0HUHNDLWXODK\DQJPHQJJDQWLNDQ$EGXOODKELQ0DV¶X
menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah
ELQ0DV¶XG\DQJPHQMDGLJXUXGL.XIDK%
ahkan mereka pergi ke Madinah.
5. Madrasah Damsyik (Syam)
Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian Negara Islam dan
penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi
perhatian para Khilafah. Madrasah itu melahirkan Imam penduduk Syam,
yaitu, Abdurrahman Al-$X]D¶L\\DQJVHGHUDMDWLOPXQ\DGHQJDQ,PDP0DOLN
dan Abu-Hanafiah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai ke Magrib dan
Andalusia. Tetapi kemudian mazhabnya itu lenyap, karena besar pengaruh
PD]KDE6\DIL¶,GDQ0DOLNL
6. Madrasah Fistat (Mesir)
Sahabat yang pertamakali mendirikan madrasah dan menjadi guru
dimesir adalah Abdurrahman bin Amr bin Al-Ash. Beliau adalah seorang
ahli hadis yang bukan saja menghafal hadis-hadis nabi tapi beliau juga
menuliskannya dalam catatan pribadinya, sehingga ia tidak lupa dalam
meriwayatkan hadis-hadis itu kepada muridnya. Guru berikutnya yang
terkenal sesudahnya adalah Yazid bin Abu Habib Al-Nuby dan Abdillah bin
$EX-D¶IDUELQ5DEL¶DK’LDQWDUDPXULG<D]LG\DQJWHUNHQDODGDODK$EGX
ELQ /DKL¶DK GDQ-Lais
$O bin 6DLG \DQJ GLNHQDO VHEDJDL XODPD¶ \DQJ
mempunyai madzzhab tersendiri dalam bidang fiqih sebagaimana Al-$X]D¶L
di Syam.
E. Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Pekembangan di masa ini bukan hanya untuk melakukan perluasan
terhadap beberapa benua, pemerintahan dinasti Umayyah juga menaruh
perhatian dalam bidang pendidikan dan memberikan dorongan yang kuat
11

terhadap dunia pendidikan dengan penyediaan sarana dan prasarana. Hal ini
dilakukan agar para ilmuwan, para seniman, dan para ulama mau melakukan
pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta mampu melakukan
kaderisasi ilmu.17 Ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini
diantaranya adalah sebagai berikut:18
1. Ilmu agama, seperti: alquran, hadis, dan fiqh. Dibidang Ilmu agama ini
terjadinya proses untuk pembukuan hadis yang terjadi pada masa Khalifah
Umar ibn Abdul Aziz. Sejak saat itulah hadis mengalami perkembangan
pesat.
2. Ilmu sejarah dan geografi. Di bidang ilmu pengetahuan ini membahas
tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ilmuan sejarah yang terkenal
saat itu adalah Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi yang berhasil menulis
berbagai peristiwa sejarah.
3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa. Imu pengetahuan ini membahas tentang
segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, saraf, dan lain-lain.
4. Bidang filsafat. Di bidang ilmu filsafat ini banyak diambil dari bangsa asing
dan dikembangkan pada masa ini. Diantara ilmunya yaitu ilmu mantik,
kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta
ilmu kedokteran.
F. Spesifikasi Pemikiran Pendidikan Islam Pada Masa Umayyah Dan
Gerakkan Ilmiah
Sebagaimana telah dikemukakan, sistem penyelenggaraan pendidikan
pada masa Bani Umayyah tidak berbeda jauh dari sistem yang berlaku pada
masa Rasulullah saw dan Khulafaur Rasyidin. Ada beberapa perbedaan pada
periode ini adalah penyebarannya yang semakin meluas seiring dengan
perluasan wilayah kekuasaan. Selain itu pemikiran pendidikan juga mengalami
perkembangan sebagai akibat dari persentuhan budaya antara umat Islam
dengan masyarakat lain yang berada pada wilayah kekuasaan yang semakin

17
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam Menelusuk Jejak Sejarah Pendidikan Era
Rasulullah Sampai Indonesia (Jakarta: kencana, 2008), h.59.
18
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam
(Jakarta: Kencana, 2004), h.41-42.
12

meluas. Ilmu-ilmu asing pun kemudian mulai masuk dan diterima di kalangan
pemikir dan tokoh pendidikan Islam walaupun masih sangat terbatas. Hal ini
berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan Islam pada masa itu.
Orang-orang Islam pada waktu itu mulai mengarahkan perhatiannya
kepada kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan peradaban-peradaban yang mereka
jumpai di negeri-negeri yang ditaklukan. Transmisi ilmu-ilmu asing ke dalam
peradaban Islam telah dimulai pada masa ini. Pada waktu yang sama mereka
juga memberi perhatian besar pada Ilmu bahasa, sastra, dan agama untuk
memeliharan pemikiran dan budaya Arab Islam dari pemikiran asing. Dalam
hal memilih, orang-orang Islam lebih mengutamakan budaya dan peradaban
Arab Islam dari pada budaya dan peradaban asing. Bani Umayyah terkenal
fanatik kepada budaya Arab Islam, sekalipun di antara mereka ada orang-orang
politik dan pemerintahan yang bukan ahli Ilmu dan Agama. Fanatisme terhadap
budaya Arab Islam di sini selain perilaku politik juga perilaku keagamaan.
Pemikiran pendidikan pada zaman Bani Umayyah ini nampak pula
dalam nasihat para Khalifah kepada para pendidik anak-anaknya, yang termuat
dan hampir memenuhi buku-buku sastra, yang menunjukkan bagaimana
teguhnya mereka berpegang pada tradisi Arab Islam.19 Pemikiran pendidikan
Islam pada zaman Bani Umayyah ini juga tersebar pada tulisan-tulisan para para
ulama ahli nahwu, sastra, hadis, dan tafsir. Ulama-ulama pada zaman in mulai
mencatat ilmu-ilmu bahasa, sastra dan agama untuk menjaganya agar tidak
diselundupi pemikiran asing dan perubahan-perubahan yang merusak ajaran
Islam.
Gerakan ilmiah masa Bani Umayyah antara lain ditandai dengan adanya
transmisi ilmu pengetahuan asing ke dalam peradaban Islam. Penerjemahan
buku-buku tentang astronomi, kedokteran, dan kimia oleh Khalid bin Yazid bin
0X¶DZL\DK PHUXSDNDQ EXNWL EDKZD HPEULR JHUDNDQ SHQHUMHPDKDQ W
muncul pada periode ini. Khalid bin Yazid disebut-sebut sebagai penerjemah
pertama buku-buku asing ke dalam bahasa Arab. Gerakan penerjemahan secara

19
Dudung Abdurrahman, Sejarah Pendidikan Islam (Jogjakarta : LESFI, 2004), h.81-83.
13

besar-besaran memang terjadi setelah berlalunya Daulah Umawiyyah, namun


hal tersebut setidaknya menunjukkan bahwa penerjemahan itu telah dimulai
pada masa ini. Selain astronomi, kedokteran, dan kimia ilmu-ilmu asing yang
mulai tumbuh dan berkembang pada masa ini antara lain ilmu mantik, ilmu
hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu.20 Adapun ilmu-ilmu alquran,
hadis, fiqh merupakan pengembangan dari ilmu yang telah ada sebelumnya.
Ilmu sejarah, geografi serta ilmu bahasa juga tumbuh berkembang
menyemarakkan gerakan ilmiyah pada masa ini.21
Gerakan ilmiah bidang keagamaan antara lain ditandai dengan
munculnya pusat kegiatan ilmiah di Kufah dan Bashrah yang akhirnya
memunculkan nama-nama besar seperti Hasan al-Basri, Ibn Shihab al-Zuhri dan
Washil bin Atha. Bidang yang menjadi perhatian adalah tafsir, hadis, fiqih, dan
kalam. Ulama-ulama tabi’in ahli tafsir yang mengemukan antara lain Mujahid,
$WKDN ELQ $EX 5DEDK ,NULPDK 6D¶LG ELQ -XEDLU 0DVUXT
-$MGD¶
ELQ DO
Qatadah. Pada masa ini jangkauan ilmu tafsir alquran bertambah luas karena
persentuhan dengan peradaban asing seiring dengan meluasnya wilayah
kekuasaan.
Penyempurnaan penulisan alquran juga terjadi pada masa ini. Mushaf
Usmani pada mulanya tidak memakai tanda baca, seperti titik dan syakal.
Ketika bahasa Arab mulai mendapat berbagai pengaruh dari luar karena
bercampur dengan bahasa lainnya, maka para penguasa Bani Umayyah mulai
melakukan perbaikan-perbaikan yang membantu cara baca yang benar.
Perlunya pembubuhan tanda baca dalam penulisan alquran mulai dirasakan
ketika Ziyad bin Samiyah menjadi gubernur Basrah pada masa pemerintahan
.KDOLIDK 0X¶DZL\DK ELQ $EL 6XI\D
n (661-680 M). Ia melihat telah terjadi
kesalahan di kalangan kaum muslim dalam membaca alquran. Melihat
kenyataan seperti itu, Ziyad bin Samiyah meminta Abu al Aswad al Duali
(w.69H/638 M) untuk memberi syakal. Ia memberi tanda fathah atau tanda

20
Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 16.
21
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam
(Bogor: Kencana,2004), h.41-42.
14

bunyi (a) dengan membubuhkan tanda titik satu di atas huruf, tanda kasrah atau
tanda bunyi (i) dengan membubuhkan tanda titik satu di bawah huruf, tanda
dammah atau tanda bunyi (u) dengan membubuhkan tanda titik satu terletak di
antara baAian-bagian huruf, sementara tanda sukun atau tanda bunyi konsonan
(huruf mati) ditulis dengan cara tidak membubuhkan tanda apa-apa pada huruf
bersangkutan.22 Kemudian, tanda baca Abu al-Aswad tersebut disempurnakan
lagi oleh ulama sesudahnya pada masa Dinasti Abbasiyah, yaitu oleh al Khalil
bin Ahmad dengan fathah, dhammah dan kasrah seperti sekarang ini.
Pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan, ia menginsturksikan
kepada al Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafi untuk menciptakan tanda-tanda huruf al
quran. Untuk mewujudkan usaha tersebut, al Hajjaj menugaskan hal ini kepada
1DVUELQ$VKLPGDQ<DK\DELQ<D¶PXUNHGXDQ\DDGDODKPXULG$EXDO
-Aswad
al-Duali. Akhirnya, mereka berhasil menciptakan tanda-tanda pada huruf
alquran dengan membubuhkan titik pada huruf-huruf yang serupa untuk
membedakan huruf yang satu dengan lainnya. Misalnya, huruf dal dengan huruf
dzal, huruf ba dengan huruf ta dan huruf tsa. Demikian pula dengan huruf-huruf
lainnya sebagaimana kita kenal saat ini.
Awal periode Bani Umayyah bertepatan dengan masa sahabat kecil dan
tabi’in yang dalam istilah ilmu hadits disebut masa berkembang dan meluasnya
periwayatan hadits.23 Seiring dengan perluasan wilayah pada waktu itu, Para
sahabat kecil dan tabiin yang ingin mengetahui hadis-hadis Nabi saw
diharuskan berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk
menanyakan hadis kepada sahabat-sahabat besar yang sudah tersebar di wilayah
tersebut. Dengan demikian, pada masa ini di samping tersebarnya periwayatan
hadis ke pelosok-pelosok daerah Jazirah Arab, perlawatan untuk mencari hadis
pun menjadi ramai. Pada saat yang sama, muncul pula usaha pemalsuan hadis
yang dilatarbelakangi masalah politik, yakni perpecahan antara pengikut Ali bin
Abu Thalib dan pengikut Muawiyah bin Abu Sofyan yang memunculkan

22
Nur Faizah, Sejarah Alquran (Jakarta:CV.Artha Rivera, 2008), h.194.
23
M. Hasbi Ash-Shidieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Jakarta: Bulan Bintang,
1987), h.47-54.
15

NHORPSRN 6\L¶DK .KDZDULM GDQ MXPKXU NHORPSRN SHPHULQWDK SDGD ZDN


itu).
Berdasarkan pada kekhawatiran akan hilangnya hadis karena wafatnya
para ulama hadis, pada masa kepemimpinannya Khalifah Umar bin Abdul Aziz
mengambil inisiatif untuk melakukan pembukuan hadis.24 Untuk mewujudkan
maksud tersebut, pada tahun 100 H, Khalifah meminta kepada Gubernur
Madinah, Abu Bakr bin Muhammad bin Amr bin Hazm (120 H) yang menjadi
guru Ma'mar al-Laits, al-Auza'i, Malik, Ibnu Ishaq, dan Ibnu Abi Dzi'bin untuk
membukukan hadis Rasul yang terdapat pada penghapal wanita yang terkenal,
yaitu Amrah binti Abdir Rahman Ibn Sa'ad Ibn Zurarah Ibn `Ades, seorang ahli
fiqh, murid `Aisyah r.a. (20 H/642 M-98 H/716 M atau 106 H/ 724 M), dan
hadis-hadis yang ada pada Al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakr Ash-
Shiddieq (107 H/725 M), seorang pemuka tabi’in dan salah salah satu dari tujuh
orang ahli fiqh di madinah.25 Di samping itu, Umar mengirimkan surat-surat
kepada gubernur yang ada di bawah kekuasaannya untuk membukukan hadis
yang ada pada ulama yang tinggal di wilayah mereka masing-masing. Di antara
ulama besar yang membukukan hadis atas kemauan Khalifah adalah Abu Bakr
Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Syihab al-Zuhri, seorang tabi’in
yang ahli dalam urusan fiqh dan hadis. Pembukuan seluruh hadist yang ada di
Madinah berhasil dilakukan oleh al-Zuhri, yang memang terkenal sebagai
seorang ulama besar dari ulama-ulama hadist pada masanya. Tercatat dalam
sejarah bahwa pembukuan hadis yang pertama kali dilakukan oleh Imam al-
Zuhri atas perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz, akan tetapi buku hadits yang
dikumpulkan oleh Imam al-Zuhri tersebut tidak diketahui dan tidak sampai
kepada kaum muslimin di era sekarang ini.
Gerakan ilmiah ini juga memunculkan ulama-ulama fiqih seperti
Syuriah bin Al-+DULWV DOTDPDK ELQ 4DLV 0DVXUXT
-$MGD¶
DODO
-Aswad bin
Yazid kemudian diikuti oleh murid-murid mereka, yaitu: Ibrahim al-1DNK¶L
ZDIDW WDKXQ +GDQ$PLUELQ6\XUDKELO DO 6\D¶E\ZDIDW WDKXQ +

24
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 2001), h. 125.
25
M. Hasbi Ash-Shidieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, h.79.
16

sesudah itu digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman (wafat tahubn 120 H),
guru dari Abu Hanafiah. Terkait dengan gerakan ilmiah dalam bidang fiqh pada
saat itu berkembang dua pola ijtihad, pertama, tokoh-tokoh hadis dalam
memberikan ketetapan hukum sangat tergantung pada ketetapan Rasulullah,
sehingga bagaimana pun juga, mereka berusaha mendapatkan hadis-hadis
tersebut dari sahabat-sahabat lain. Mereka inilah yang akhirnya mendorong
usaha pengumpulan dan pembukuan hadis-hadis Nabi Muhammad saw. Yang
mendapat dukungan sepenuhnya dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Tetapi
sayangnya pada masa itu telah berkembang pula hadits-hadits palsu untuk
kepentingan-kepentingan politik. Kedua adalah pola ijtihad yang
dikembangkan oleh Ahl-al-Ra’yu (ahli pikir). Mereka ini karena keterbatasan
hadis yang sampai pada mereka dan terdapatnya banyak hadis-hadis palsu.
Sehubungan dengan itu, mereka hanya menerima hadis-hadis yang kuat atau
sahih saja, dan mereka lebih mengutamakan penggunaan ra’yu dalam
berijtihad. Selanjutnya aliran Ahl-al-Ra’yu ini mendorong usaha penelitian
terhadap hadis-hadis sehingga berkembanglah ilmu hadis. Disamping itu,
mereka juga mengembangkan bagaimana cara dan pelaksanaan menggunakan
ra’yu dalam berijtihad. Sehingga melalui mereka berkembanglah apa yang
kemudian disebut sebagai ilmu ushul fiqih. 26 Dari dua pola umum ijtihad
tersebut, kemudian berkembang sebagai madzhab (aliran) dalam fiqih, yang
masing-masing mengembangkan hukum-hukum fiqihnya. Diantara ahli-ahli
fiqih yang saat itu berhasil mengembangkan satu corak madzhab fiqih adalah
Abu Hanifah yang memimpin madrasah Khuffah dan Imam Malik yang
memegang madrasah Madinah.
Persentuhan antara bangsa Arab Muslim dengan negeri-negeri taklukan
pada masa Bani Umayyah telah melahirkan kreativitas baru yang
mengagumkan di bidang ilmu pengetahuan dan seni.27 Sebagaimana
GLPDNOXPL SHUVHOLVLKDQ DQWDUD $OL ELQ $EX 7KDOLE GDQ 0X¶DZL\DK W

26
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h.85.
27
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997),
h.83.
17

menyisakan problem teologis di kalangan kaum muslimin. Pemeluk Islam dari


kalangan non Arab pada masa awal Daulah Umaiyyah memperkenalkan tradisi
argumentasi filsafat Yunani dan teologi Kristen yang dengannya para pemikir
muslim dapat menggunakan untuk qmenyaring konsep-konsep mereka.
Perdebatan Islam-Kristen di istana khalifah di Damaskus dan penerjemahan
literatur Siria dan Yunani ke dalam bahasa Arab mendorong para pemikir
muslim untuk mengadopsi peristilahan dan bentuk-bentuk argumentasi rasional
mereka.28 Di antara pejabat Istana masa khalifah Abdul Malik ada pula
beberapa penganut kristen yang tetap mempertahankan akidahnya. Dengan
metode logikanya ia mempertahankan Nabi Isa sebagai oknum Tuhan yang
kedua. Sikap demikian mendorong para pemikir muslim untuk menyelidiki
keyakinan dan mempelajari logika mereka untuk mempertahankan Islam
sekaligus untuk mematahkan hujjah mereka. Perdebatan mereka sampai
menyoal tentang qadar dan sifat-sifat Tuhan.
Kemajuan juga dicapai dalam pengembangan ilmu bahasa, sastra, dan
seni. Pada masa pemerintahan Abd. Malik bin Marwan, bahasa Arab digunakan
sebagai administrasi negara. Dengan penggunaan bahasa Arab yang semakin
luas dibutuhkan suatu panduan bahasa yang dapat digunakan semua orang.
Penguasaan bahasa Arab juga merupakan syarat mutlak dalam berbagai studi
alquran. Seiring dengan perluasan wilayah bahasa Arab berkembang
menyimpang dari alquran. Sebuah lingua franca bahasa Arab tumbuh untuk
beberapa suku yang berbeda. Lantaran lingua franca bahasa Arab telah
berubah, para ulama khawatir akan kehilangan pertalian dengan bahasa Arab
alquran sehingga mereka akan kehilangan makna yang terkandung dalam
wahyu Tuhan. Untuk menghindari hal ini diperlukan adanya usaha
mempertahankan kemurnian bahasa Arab Makkah dan bahasa Arab suku-suku
padang pasir serta perlu dilakukan upaya pembakuan bahasa Arab Klasik.29 Hal
LQLODK\DQJPHQGRURQJODKLUQ\DOHPEDJDSHQGLGLNDQEDGL¶DKGDQPHPRW

28
M. Ira Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999),
h.160-161.
29
M. Ira Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, h.136.
18

para ulama ahli bahasa untuk menciptakan produk intelektual yang berupa
kitab-kitab bahasa Arab. Seorang ahli bahasa terkemuka yang bernama Imam
Syibawaihi dan beberapa kamus bahasa Arab generasi pertama merupakan
produk dari periode ini.
Seiring dengan perkembangan ilmu bahasa, seni sastra turut melaju
dengan pesat. Segmen-segmen Arab yang terinspirasi oleh orientasi yang lebih
sekuler turut memperkaya bahasa Arab. Terlepas dari syair-syair klasik bahasa
Arab padang pasir, pada masa ini muncul suatu bentuk syair baru yang
mencerminkan interes, kesenangan, serta tamsil lingkungan istana dan
perkotaan.30 Sastrawan-sastrawan terkemuka yang muncul pada saat ini antara
lain Qays Bin Mullawah wafat tahun 699 M, Jamil al-Uzri wafat tahun 701 M,
al-Akhtal wafat tahun 710 M, 8PDU%LQ$EL5XEL¶DKZDIDWWDKXQ0DO
-
Farazdaq wafat tahun 732 M, Ibnu Al-Muqoffa wafat tahun 756 M, Ibnu Jarir
wafat tahun 792 M. 31
Ilmu lain yang juga berkembang dan turut meramaikan gerakan ilmiah
pada masa ini antara lain adalah ilmu sejarah, yaitu segala ilmu yang membahas
tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat.32 Kekhilafahan etnis, kebanggaan
akan berbagai penaklukan, hasrat mengagungkan masa silam yang dapat
menghadirkan gengsi dan hasrat untuk mempertahankan status mereka terhadap
beberapa klaim dari warga non Arab yang secara kultural merupakan kelompok
superior, telah memotivasi bangkitnya keilmuan sejarah.33 Selain itu
berkembang pula ilmu filsafat, segala ilmu yang umumnya berasal dari bangsa
Asing, seperti ilmu mantiq, kedokteran, kimia, astronomi, ilmu hitung dan lain-
lain ilmu yang ada hubungannya dengan itu.
Sunanto mengemukakan bahwa pada masa ini pendukung ilmu tidak
lagi hanya bangsa Arab asli, melainkan didukung pula oleh golongan non Arab,
bahkan golongan non Arab inilah yang merubah sistem ilmu pengetahuan pada

30
Ibid, h. 137.
31
Ahmad Jamil dkk,Sejarah Kebudayaan Islam, (Gresik: CV.Putra kembar jaya, 2008),
h.38.
32
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, h.41.
33
M. Ira Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, edisi terjemahan, 137.
19

saat itu. Pembidangan ilmu pada saat itu meliputi empat bidang ilmu
pengetahuan, yaitu; ilmu pengetahuan bidang agama, ilmu pengetahuan bidang
sejarah, ilmu pengetahuan bidang bahasa, dan ilmu pengetahuan bidang filsafat.
Keempat bidang ilmu tersebut bahu membahu, saling membutuhkan dan saling
melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Ilmu pengetahuan sudah
merupakan suatu keahlian, masuk ke dalam bidang pemahaman dan pemikiran
yang membutuhkan sistematika dan penyusunan. Sementara itu, golongan yang
sudah biasa dengan keahlian ini adalah golongan non Arab yang disebut dengan
Mawali, yaitu golongan yang berasal dari bangsa asing atau turunannya. Tokoh-
tokoh ilmu nahwu seperti Sibawaihi, al-Farisi, al-Zujaj; tokoh-tokoh hadits
seperti al-Zuhri, Bukhari, Muslim; Tokoh-tokoh ilmu tafsir seperti ikrimah dan
Mujahid bin Jabbar, semua nama yang disebutkan itu adalah Mawali. Masih
banyak lagi ulama yang berasal dari darah campuran yang juga disebut Mawali.
Cucu-FXFX .KXODIDD¶-Raasyidiin;
DO Salim.bin Abdullah bin Umar bin
Khaththab, Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar, Zaenal Abidin bin Husein
bin Ali bin Abu Thalib masing-masing adalah anak dari putri-putri Yazdajird,
raja Persi terakhir. 34

34
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, h.41-
45.
20

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada masa dinasti Umayah telah terjadi perubahan sistem pemerintahan,
yakni dari theo demokrasi menjadi monarci (kerajaan/dinasti). Pada saat itu situasi
politik masih belum stabil sehingga kebijakan pemerintahan dalam pendidikan terus
berubah-ubah. Ini dikarenakan upaya peralihan kekuasaan dari Hasan dianggap
dilakukan atas dasar kelicikan. Muawwiyyah yang sebelumnya telah berjanji tidak
akan merubah sistem pemerintahan. Akan tetapi, Muawwiyyah tetap saja merubah
sistemnya pemerintahannya menjadi monarci (Kerajaan/Dinasti). Perubahan ini
sangat berdampak terhadap pola pemikiran dan pendidikan Islam pada masa itu.
Pada masa sebelum dinasti Umayah, pendidikan difokuskan di kuttab dan di masjid
dan kini telah ada munculnya madrasah-madrasah dengan berbagai ilmu yang
berkembang.
Ketika sistem dinasti yang kini diberlakukan, maka secara otomatis
pemimpin dicari dengan pemilihan raja didasarkan atas garis keturunan. Hal ini pun
mengakibatkan munculnya pendidikan istana. Pendidikan ini bertujuan agar anak-
anak para raja diajarkan ilmu-ilmu tentang kepemimpinan dari sebuah kerajaan.
Kurikulum dalam pendidikan istana inipun berbeda dengan kurikulum yang
diberlakukan di kuttab atau masjid. Kurikulum di pendidikan istana ini ditentukan
dan diatur oleh guru dan orangtua. Ini menyebabkan terjadi perbedaan kurikulum.
Keadaan pendidikan pada masa kekuasaan bani Umayyah sudah lebih
berkembang dibandingkan pada zaman Khulafur Rasyidin. Perkembangan
pendidikan tersebut yang paling menonjol adalah pada aspek kelembagaan dan ilmu
yang diajarkan. Pada aspek kelembagaan telah muncul dan berkembang lembaga
pendidikan baru, yakni istana, badiah, perpustakaan, dan bimaristan. Adapun ilmu
yang diajarkan bukan hanya bidang agama saja, melainkan juga ilmu-ilmu umum.
Namun demikian, ilmu-ilmu agama masih dominan dibandingkan dengan ilmu
umum. Adapun bila kita lihat dari segi sistemnya masih bersifat sederhana dan
konvensional, dan belum dapat disamakan dengan sistem pendidikan yang sudah
berkembang seperti pada saat ini.
21

Perluasan wilayah kekuasaan Umayyah yang semakin luasnya


menyebabkan penggunaan bahasa Arab semakin berkembang. Perkembangan ini
menyebabkan berdirinya pendidikan Badiah, yaitu tempat belajar bahasa arab yang
fasih dan murni. Hal ini terjadi ketika khalifah Abdul Malik ibn Marwan
memprogramkan Arabisasi maka muncul istilah badiah, yaitu dusun Badui di
Padang Sahara mereka masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah bahasa Arab
tersebut. Sehingga banyak khalifah yang mengirimkan anaknya ke Badiah untuk
belajar bahasa arab bahkan ulama juga pergi ke sana di antaranya adalah Al Khalil
ibn Ahmad. Untuk mengimbangi dengan tantangan dari Negara Barat, maka
pemerintah tidak hanya memfokuskan pelajaran terhadap pelajaran agama Islam
saja. Akan tetapi, pemerintah juga mulai mengembangkan kegiatan penterjemahan
terhadap buku-buku yang dikarang oleh orang barat. Hal tersebut bertujuan agar
orang-orang Islam bisa memperoleh ilmu dari buku tersebut. Akan tetapi
penerjemahan buku-buku tersebut terbatas pada ilmu-ilmu yang mempunyai
kepentingan praktis, seperti ilmu kimia, kedokteran, ilmu tata laksana dan seni
bangunan.
22

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung. 2004. Sejarah Pendidikan Islam, Jogjakarta : LESFI.


Ahmad Masrul Anwar. 2015. Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam
pada Masa Bani Ummayah, Bandung: UIN Sunan Gunung Djati.
Al Abrasi, Athiyya. 1993. Tarbiyah Al Islamiyah, Terjemahan Bustami A. Ghani.
Jakarta: Bulan Bintang.
Ash-Shidieqy, M. Hasbi. 1987. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Jakarta: Bulan
Bintang.
Faizah, Nur. 2008. Sejarah Alquraan. Jakarta:CV.Artha Rivera.
Fathurrahman ‡ Studi Pemikiran Pendidikan Agama Islam· GDODPJurnal
Ilmiah Kreatif Vol. XII No. 1.
Hasimy A. 1993. Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang.
Jamil, Ahmad, dkk. 2008. Sejarah Kebudayaan Islam, Gresik: CV.Putra Kembar
Jaya.
Langgulung, Hasan . 1998. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Husna.
. 1980. Pendidikan Islam Menghadapi Abad-21. Jakarta:
Pustaka Al Husna.
. 2001. Pendidikan Islam Dalam abad Kesatu. Jakarta: Al-
Husna Zikra.
Lapidus, M. Ira. 1999. Sejarah Sosial Ummat Islam, edisi terjemahan, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Mufrodi, Ali. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos Wacana
Ilmu.
Nizar, Samsul. 2008. Sejarah Pendidikan Islam Menelusuk Jejak Sejarah
Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Jakarta: Kencana.
Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama atau IAIN di
Jakarta. 1986. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.
Rozy, Fakhrur Dalimunthe. 1986. Sejarah Pendidikan Islam Latar Belakang,
Analisis Dan Pemikirannya, Medan : Firma RIMBOW.
23

Salabi, Ahmad. 1972. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.


Siswanto. 2015. Dinamika Pendidikan Islam Perspektif Historis, Surabaya :
Salsabila Putra Pratama.
Sulastri, Tuti. 2016. ‡)XQJVL 0DGUDVDK GDODP 3HQJHPEDQJDQ ,OPX 3HQJHWDKXDQ
Islam, dalam Jurnal Qathrunâ Vol. 3 No. 2.
Sunanto, Musyrifah. 2004. Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Islam. Jakarta: Kencana.
Suwendi, 2004, Sejarah dan Pemikiran Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Yunus, Mahmud. 1989. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Hida Karya Agung
Yuslem, Nasir, 2001, Ulumul Hadist, Jakarta: Mutiara Sumber Widya.
Zuhairini. 1992. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai