Dosen Pengampu:
Oleh :
PROGRAM STUDI
Dosen Pengampu:
Oleh :
PROGRAM STUDI
Abstract
The state of education in the reign of the Umayyads was more developed
than at the time of Khulafur Rashidin. The development of education is the most
prominent is on aspects of institutional and science are taught. In the institutional
aspect has emerged and developed new educational institutions, namely the palace,
badiah. The science that is taught not only the field of religion, but also the general
sciences. Nevertheless, the religious sciences are still dominant compared to
general science. As for when we see in terms of the system is still simple and
conventional, and can not be equated with the education system that has developed
as at this time.
Keywords : Thinking, Islamic Education, In Umayyah
Abstrak
Pendidikan pada masa kekuasaan bani Umayyah sudah lebih berkembang
dibandingkan pada zaman Khulafur Rasyidin. Perkembangan pendidikan tersebut
yang paling menonjol adalah pada aspek kelembagaan dan ilmu yang diajarkan.
Pada aspek kelembagaan telah muncul dan berkembang lembaga pendidikan baru,
yakni istana, badiah. Adapun ilmu yang diajarkan bukan hanya bidang agama saja,
melainkan juga ilmu-ilmu umum. Namun demikian, ilmu-ilmu agama masih
dominan dibandingkan dengan ilmu umum. Adapun bila kita lihat dari segi
sistemnya masih bersifat sederhana dan konvensional, dan belum dapat disamakan
dengan sistem pendidikan yang sudah berkembang seperti pada saat ini.
Kata Kunci : Pemikiran, Pendidikan Islam, Pada Masa Umayyah
iii
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ................................................................................................. i
Abstract .................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3
A. Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Umayyah ....................................... 3
B. Karakteristik Pendidikan pada Masa Dinasti Umayyah ........................... 4
C. Tempat-tempat Pendidikan pada Masa Dinasti Umayyah ........................ 6
D. Pusat-pusat Pendidikan pada Masa Dinasti Umayyah .............................. 8
E. Perkembangan Ilmu Pengetahuan ........................................................... 10
F. Spesifikasi Pemikiran Pendidikan Islam Pada Masa Umayyah Dan
Gerakkan Ilmiah ................................................................................................ 11
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22
1
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan sejarah pemikiran pendidikan Islam dari masa kemasa selalu
mengalami proses perubahan yang berdampak baik bagi perkembangan intelektual
masyarakat Islam pada saat itu. Pemikiran pendidikan Islam terus mengalami
perkembangan dari masa Rasulullah, masa Khulafaur Rasyidin, dan pada masa
dinasti Umayyah. Perubahan pemikiran pendidikan Islam ini juga mengubah sistem
pendidikan Islam menjadi lebih maju.
Setelah masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin berakhir, dan dilanjutkan oleh
dinasti Umayyah. Pada masa Umayyah pemikiran pendidikan Islam memasuki
babak baru, dimana kstabilan politik telah dirasakan oleh negara-negara Islam
lainnya. Oleh karena itu, tidak heran jika perhatian orang-orang Islam sudah
mengarah pada masalah kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan peradaban- peradaban
baru. Dalam waktu yang sama mereka memberikan perhatian besar pada ilmu
bahasa, sastra, dan agama untuk pemilihannya dari pikiran – pikiran luar.
Pada masa ini terjadinya perubahan sistem pemerintahan yang berubah
menjadi Monarki atau Kerajaan. Pada priode dinasti Umayyah, pendidikan di
lakukan di beberapa lembaga seperti: kuttab, masjid dan majelis sastra. Materi
yang diajarkan bertingkat-tingkat dan bermacam-macam. Metode pengajarannya
pun tidak sama. Sehingga melahirkan beberapa pakar ilmuan dalam berbagai
bidang tertentu, selain itu pada masa ini juga terjadi pergolakan politik untuk
memperluas wilayah kekuasaan. Semua itu mengakibatkan terjadinya perubahan
pada pola pemikiran pendidikan Islam pada masa ini, mulai dari adanya perbedaan
kurikulum antara murid yang sekolah di khuttab dengan murid yang sekolah di
sekolah Istana dan lain sebagainya.
Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan Islam senantiasa berusaha untuk
bisa lebih maju bahkan pendidikan Barat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah
kegaiatan penerjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab, berkembangnya
lembaga pendidikan serta kurikulum dan metodenya, berkembangnya ilmu
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Umayyah
Lahirnya Bani Umayyah (41 H-132 H/661 M-740 M) bertepatan dengan
suasana pertentangan yang sangat memuncak antara Bani Hasyim dengan Bani
Umayyah (41 H-132 H/661 M-740 M), yang kemudian menelorkan perang
saudara pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin.1 Keberhasilan Muawiyah
pendiri dinasti Umayyah mencapai ambisi mendirikan kekuasaan daulah ini
disebabkan dalam diri Muawiyah terkumpul sifat-sifat penguasa, politikus dan
administrator. Ia yang mudah bergaul dengan berbagai karakter manusia,
sehingga ia dapat menguasai berbagai karakter tokoh-tokoh pendukungnya
bahkan yang pernah menjadi bekas lawan politiknya sekalipun. Secara esensial,
pendidikan Islam pada masa bani Umayyah tiak jauh beda dengan pendidikan
masa Khulafaur Rasyidin. Hanya ada sedikit perbedaan dan perkembangannya
tersendiri.2 Bidang pendidikan masa ini sedikitnya perhatian para raja untuk
memperlihatkan perkembangan pendidikan yang telah maksimal, sehingga
pendidikan berjalan tidak diatur oleh pemerintah, tetapi oleh para ulama yang
memiliki pengetahuan yang mendalam. Kebijakan-kebijakan pendidikan yang
dikeluarkan oleh pemerintah hampir tidak diketemukan. Oleh karena itu sistem
pendidikan Islam yang terjadi ketika itu masih berjalan secara alamiah. 3
Kemajuan dalam bidang pendidikan yang dicapai pada masa ini
berkaiatan sekali dengan mantapnya sistem pemerintahan Islam sebagai suatu
negara. Dalam negara itu perhatian kaum muslimin diarahkan kepada
pembangunan peradaban, ilmu pengetahuan dan lain-lain sebagainya. Hal ini
tiada lain adalah karena adanya hubungan atau persentuhan dan kontak budaya
dengan bangsa – bangsa lain yang telah di taklukan.4
1
A. Hasimy, Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta: Bulan Bintang,1993), h. 151.
2
Siswanto, Dinamika Pendidikan Islam Perspektif Historis (Surabaya: Salsabila Putra
Pratama, 2015), h.46.
3
Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2004), h.14.
4
Fakhrur Rozy Dalimunthe, Sejarah Pendidikan Islam Latar Belakang, Analisis dan
Pemikirannya (Medan: Firma RIMBOW, 1986), h. 33.
4
5
Ahmad Masrul Anwar, Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa
Bani Ummayah (Bandung : UIN Sunan Gunung Djati, 2015), h.56.
5
6
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Husna, 1998), h.69-74.
6
7
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam dalam Abad Keduapuluh Satu (Jakarta: Al-Husna
Zikra, 2001), h.18.
8
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), h.47.
7
kaum wanita dan anak- anak. Bagi orang dewasa, masjid berfungsi sebagai
tempat belajar alquran, hadis, fiqh, dasar-dasar agama, bahasa dan sastra
Arab. Pendidikan dan pengajaran bagi kaum wanita diberikan satu kali
seminggu. Mereka diajarkan alquran, hadis, dasar-dasar agama dan
keterampilan menenun atau memintal. Pendidikan anak-anak juga diberikan
di masjid serta suffah dekat masjid. Dalam pendidikan mereka disatukan
tanpa adanya pembagian kelas. Anak-anak orang Islam yang sudah berumur
enam tahun diharuskan belajar alquran, agama, bahasa Arab, dan berhitung,
untuk seterusnya diajarkan pula menunggang kuda, berenang dan memanah.
Masjid sebagai tempat pendidikan anak pada umumnya, tidak digunakan
oleh anak-anak khalifah dan pangeran pada masa dinasti Umayyah.9 Ada dua
tingkatan pendidikan yang di lakukan di masjid yaitu pendidikan tingkat
menengah dan tingkat tinggi.10
Ada beberapa masjid yang berkembang pada masa ini diantaranya
adalah masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Makkah, dan
masjid Zaitunnah di Tunisia.11
3. Majelis Sastra
Selain masjid lembaga lainnya adalah majelis sastra yang digunkan
sebagai tempat berdiskusi untuk membahas masalah kesusasteraan dan juga
sebagai tempat berdiskusi mengenai urusan politik. Perhatian penguasa
Ummayyah sangat besar terhadap pendidikan pada pencatatan kaidah-kaidah
nahwu, pemakaian bahasa Arab dan mengumpulkan syair-syair Arab dalam
bidang syariah, kitabah dan berkembangnya semi prosa.12
4. Pendidikan Istana
Pendidikan Istana merupakan pendidikan untuk bangsawan yang
diselenggarakan dan diperuntukkan khusus bagi anak-anak khalifah dan para
9
Fathurrahman‡ Studi Pemikiran Pendidikan Agama Islam” dalam Jurnal Ilmiah Kreatif
Vol. XII No. 1 (2015), h. 4-5.
10
Athiyya Al Abrasi, Tarbiyah Al Islamiyah, terj Bustami A. Ghani (Jakarta, Bulan
Bintang, 1993), h. 56.
11
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad-21 (Jakarta, Pustaka Al Husna,
1980), h. 19.
12
Ahmad Salabi, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta, Bulan Bintang, 1972), h.72.
8
13
Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama atau IAIN di Jakarta,
Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,
1986), h. 91.
14
Ibid., h.96.
9
15
uti Sulastri ‡ Fungsi Madrasah dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan Islam· , dalam
Jurnal Qathrunâ Vol. 3 No. (2016), h.129.
16
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Hida Karya Agung, 1989 ), h.34-39.
10
terhadap dunia pendidikan dengan penyediaan sarana dan prasarana. Hal ini
dilakukan agar para ilmuwan, para seniman, dan para ulama mau melakukan
pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta mampu melakukan
kaderisasi ilmu.17 Ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini
diantaranya adalah sebagai berikut:18
1. Ilmu agama, seperti: alquran, hadis, dan fiqh. Dibidang Ilmu agama ini
terjadinya proses untuk pembukuan hadis yang terjadi pada masa Khalifah
Umar ibn Abdul Aziz. Sejak saat itulah hadis mengalami perkembangan
pesat.
2. Ilmu sejarah dan geografi. Di bidang ilmu pengetahuan ini membahas
tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ilmuan sejarah yang terkenal
saat itu adalah Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi yang berhasil menulis
berbagai peristiwa sejarah.
3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa. Imu pengetahuan ini membahas tentang
segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, saraf, dan lain-lain.
4. Bidang filsafat. Di bidang ilmu filsafat ini banyak diambil dari bangsa asing
dan dikembangkan pada masa ini. Diantara ilmunya yaitu ilmu mantik,
kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta
ilmu kedokteran.
F. Spesifikasi Pemikiran Pendidikan Islam Pada Masa Umayyah Dan
Gerakkan Ilmiah
Sebagaimana telah dikemukakan, sistem penyelenggaraan pendidikan
pada masa Bani Umayyah tidak berbeda jauh dari sistem yang berlaku pada
masa Rasulullah saw dan Khulafaur Rasyidin. Ada beberapa perbedaan pada
periode ini adalah penyebarannya yang semakin meluas seiring dengan
perluasan wilayah kekuasaan. Selain itu pemikiran pendidikan juga mengalami
perkembangan sebagai akibat dari persentuhan budaya antara umat Islam
dengan masyarakat lain yang berada pada wilayah kekuasaan yang semakin
17
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam Menelusuk Jejak Sejarah Pendidikan Era
Rasulullah Sampai Indonesia (Jakarta: kencana, 2008), h.59.
18
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam
(Jakarta: Kencana, 2004), h.41-42.
12
meluas. Ilmu-ilmu asing pun kemudian mulai masuk dan diterima di kalangan
pemikir dan tokoh pendidikan Islam walaupun masih sangat terbatas. Hal ini
berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan Islam pada masa itu.
Orang-orang Islam pada waktu itu mulai mengarahkan perhatiannya
kepada kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan peradaban-peradaban yang mereka
jumpai di negeri-negeri yang ditaklukan. Transmisi ilmu-ilmu asing ke dalam
peradaban Islam telah dimulai pada masa ini. Pada waktu yang sama mereka
juga memberi perhatian besar pada Ilmu bahasa, sastra, dan agama untuk
memeliharan pemikiran dan budaya Arab Islam dari pemikiran asing. Dalam
hal memilih, orang-orang Islam lebih mengutamakan budaya dan peradaban
Arab Islam dari pada budaya dan peradaban asing. Bani Umayyah terkenal
fanatik kepada budaya Arab Islam, sekalipun di antara mereka ada orang-orang
politik dan pemerintahan yang bukan ahli Ilmu dan Agama. Fanatisme terhadap
budaya Arab Islam di sini selain perilaku politik juga perilaku keagamaan.
Pemikiran pendidikan pada zaman Bani Umayyah ini nampak pula
dalam nasihat para Khalifah kepada para pendidik anak-anaknya, yang termuat
dan hampir memenuhi buku-buku sastra, yang menunjukkan bagaimana
teguhnya mereka berpegang pada tradisi Arab Islam.19 Pemikiran pendidikan
Islam pada zaman Bani Umayyah ini juga tersebar pada tulisan-tulisan para para
ulama ahli nahwu, sastra, hadis, dan tafsir. Ulama-ulama pada zaman in mulai
mencatat ilmu-ilmu bahasa, sastra dan agama untuk menjaganya agar tidak
diselundupi pemikiran asing dan perubahan-perubahan yang merusak ajaran
Islam.
Gerakan ilmiah masa Bani Umayyah antara lain ditandai dengan adanya
transmisi ilmu pengetahuan asing ke dalam peradaban Islam. Penerjemahan
buku-buku tentang astronomi, kedokteran, dan kimia oleh Khalid bin Yazid bin
0X¶DZL\DK PHUXSDNDQ EXNWL EDKZD HPEULR JHUDNDQ SHQHUMHPDKDQ W
muncul pada periode ini. Khalid bin Yazid disebut-sebut sebagai penerjemah
pertama buku-buku asing ke dalam bahasa Arab. Gerakan penerjemahan secara
19
Dudung Abdurrahman, Sejarah Pendidikan Islam (Jogjakarta : LESFI, 2004), h.81-83.
13
20
Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 16.
21
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam
(Bogor: Kencana,2004), h.41-42.
14
bunyi (a) dengan membubuhkan tanda titik satu di atas huruf, tanda kasrah atau
tanda bunyi (i) dengan membubuhkan tanda titik satu di bawah huruf, tanda
dammah atau tanda bunyi (u) dengan membubuhkan tanda titik satu terletak di
antara baAian-bagian huruf, sementara tanda sukun atau tanda bunyi konsonan
(huruf mati) ditulis dengan cara tidak membubuhkan tanda apa-apa pada huruf
bersangkutan.22 Kemudian, tanda baca Abu al-Aswad tersebut disempurnakan
lagi oleh ulama sesudahnya pada masa Dinasti Abbasiyah, yaitu oleh al Khalil
bin Ahmad dengan fathah, dhammah dan kasrah seperti sekarang ini.
Pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan, ia menginsturksikan
kepada al Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafi untuk menciptakan tanda-tanda huruf al
quran. Untuk mewujudkan usaha tersebut, al Hajjaj menugaskan hal ini kepada
1DVUELQ$VKLPGDQ<DK\DELQ<D¶PXUNHGXDQ\DDGDODKPXULG$EXDO
-Aswad
al-Duali. Akhirnya, mereka berhasil menciptakan tanda-tanda pada huruf
alquran dengan membubuhkan titik pada huruf-huruf yang serupa untuk
membedakan huruf yang satu dengan lainnya. Misalnya, huruf dal dengan huruf
dzal, huruf ba dengan huruf ta dan huruf tsa. Demikian pula dengan huruf-huruf
lainnya sebagaimana kita kenal saat ini.
Awal periode Bani Umayyah bertepatan dengan masa sahabat kecil dan
tabi’in yang dalam istilah ilmu hadits disebut masa berkembang dan meluasnya
periwayatan hadits.23 Seiring dengan perluasan wilayah pada waktu itu, Para
sahabat kecil dan tabiin yang ingin mengetahui hadis-hadis Nabi saw
diharuskan berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk
menanyakan hadis kepada sahabat-sahabat besar yang sudah tersebar di wilayah
tersebut. Dengan demikian, pada masa ini di samping tersebarnya periwayatan
hadis ke pelosok-pelosok daerah Jazirah Arab, perlawatan untuk mencari hadis
pun menjadi ramai. Pada saat yang sama, muncul pula usaha pemalsuan hadis
yang dilatarbelakangi masalah politik, yakni perpecahan antara pengikut Ali bin
Abu Thalib dan pengikut Muawiyah bin Abu Sofyan yang memunculkan
22
Nur Faizah, Sejarah Alquran (Jakarta:CV.Artha Rivera, 2008), h.194.
23
M. Hasbi Ash-Shidieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Jakarta: Bulan Bintang,
1987), h.47-54.
15
24
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 2001), h. 125.
25
M. Hasbi Ash-Shidieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, h.79.
16
sesudah itu digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman (wafat tahubn 120 H),
guru dari Abu Hanafiah. Terkait dengan gerakan ilmiah dalam bidang fiqh pada
saat itu berkembang dua pola ijtihad, pertama, tokoh-tokoh hadis dalam
memberikan ketetapan hukum sangat tergantung pada ketetapan Rasulullah,
sehingga bagaimana pun juga, mereka berusaha mendapatkan hadis-hadis
tersebut dari sahabat-sahabat lain. Mereka inilah yang akhirnya mendorong
usaha pengumpulan dan pembukuan hadis-hadis Nabi Muhammad saw. Yang
mendapat dukungan sepenuhnya dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Tetapi
sayangnya pada masa itu telah berkembang pula hadits-hadits palsu untuk
kepentingan-kepentingan politik. Kedua adalah pola ijtihad yang
dikembangkan oleh Ahl-al-Ra’yu (ahli pikir). Mereka ini karena keterbatasan
hadis yang sampai pada mereka dan terdapatnya banyak hadis-hadis palsu.
Sehubungan dengan itu, mereka hanya menerima hadis-hadis yang kuat atau
sahih saja, dan mereka lebih mengutamakan penggunaan ra’yu dalam
berijtihad. Selanjutnya aliran Ahl-al-Ra’yu ini mendorong usaha penelitian
terhadap hadis-hadis sehingga berkembanglah ilmu hadis. Disamping itu,
mereka juga mengembangkan bagaimana cara dan pelaksanaan menggunakan
ra’yu dalam berijtihad. Sehingga melalui mereka berkembanglah apa yang
kemudian disebut sebagai ilmu ushul fiqih. 26 Dari dua pola umum ijtihad
tersebut, kemudian berkembang sebagai madzhab (aliran) dalam fiqih, yang
masing-masing mengembangkan hukum-hukum fiqihnya. Diantara ahli-ahli
fiqih yang saat itu berhasil mengembangkan satu corak madzhab fiqih adalah
Abu Hanifah yang memimpin madrasah Khuffah dan Imam Malik yang
memegang madrasah Madinah.
Persentuhan antara bangsa Arab Muslim dengan negeri-negeri taklukan
pada masa Bani Umayyah telah melahirkan kreativitas baru yang
mengagumkan di bidang ilmu pengetahuan dan seni.27 Sebagaimana
GLPDNOXPL SHUVHOLVLKDQ DQWDUD $OL ELQ $EX 7KDOLE GDQ 0X¶DZL\DK W
26
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h.85.
27
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997),
h.83.
17
28
M. Ira Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999),
h.160-161.
29
M. Ira Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, h.136.
18
para ulama ahli bahasa untuk menciptakan produk intelektual yang berupa
kitab-kitab bahasa Arab. Seorang ahli bahasa terkemuka yang bernama Imam
Syibawaihi dan beberapa kamus bahasa Arab generasi pertama merupakan
produk dari periode ini.
Seiring dengan perkembangan ilmu bahasa, seni sastra turut melaju
dengan pesat. Segmen-segmen Arab yang terinspirasi oleh orientasi yang lebih
sekuler turut memperkaya bahasa Arab. Terlepas dari syair-syair klasik bahasa
Arab padang pasir, pada masa ini muncul suatu bentuk syair baru yang
mencerminkan interes, kesenangan, serta tamsil lingkungan istana dan
perkotaan.30 Sastrawan-sastrawan terkemuka yang muncul pada saat ini antara
lain Qays Bin Mullawah wafat tahun 699 M, Jamil al-Uzri wafat tahun 701 M,
al-Akhtal wafat tahun 710 M, 8PDU%LQ$EL5XEL¶DKZDIDWWDKXQ0DO
-
Farazdaq wafat tahun 732 M, Ibnu Al-Muqoffa wafat tahun 756 M, Ibnu Jarir
wafat tahun 792 M. 31
Ilmu lain yang juga berkembang dan turut meramaikan gerakan ilmiah
pada masa ini antara lain adalah ilmu sejarah, yaitu segala ilmu yang membahas
tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat.32 Kekhilafahan etnis, kebanggaan
akan berbagai penaklukan, hasrat mengagungkan masa silam yang dapat
menghadirkan gengsi dan hasrat untuk mempertahankan status mereka terhadap
beberapa klaim dari warga non Arab yang secara kultural merupakan kelompok
superior, telah memotivasi bangkitnya keilmuan sejarah.33 Selain itu
berkembang pula ilmu filsafat, segala ilmu yang umumnya berasal dari bangsa
Asing, seperti ilmu mantiq, kedokteran, kimia, astronomi, ilmu hitung dan lain-
lain ilmu yang ada hubungannya dengan itu.
Sunanto mengemukakan bahwa pada masa ini pendukung ilmu tidak
lagi hanya bangsa Arab asli, melainkan didukung pula oleh golongan non Arab,
bahkan golongan non Arab inilah yang merubah sistem ilmu pengetahuan pada
30
Ibid, h. 137.
31
Ahmad Jamil dkk,Sejarah Kebudayaan Islam, (Gresik: CV.Putra kembar jaya, 2008),
h.38.
32
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, h.41.
33
M. Ira Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, edisi terjemahan, 137.
19
saat itu. Pembidangan ilmu pada saat itu meliputi empat bidang ilmu
pengetahuan, yaitu; ilmu pengetahuan bidang agama, ilmu pengetahuan bidang
sejarah, ilmu pengetahuan bidang bahasa, dan ilmu pengetahuan bidang filsafat.
Keempat bidang ilmu tersebut bahu membahu, saling membutuhkan dan saling
melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Ilmu pengetahuan sudah
merupakan suatu keahlian, masuk ke dalam bidang pemahaman dan pemikiran
yang membutuhkan sistematika dan penyusunan. Sementara itu, golongan yang
sudah biasa dengan keahlian ini adalah golongan non Arab yang disebut dengan
Mawali, yaitu golongan yang berasal dari bangsa asing atau turunannya. Tokoh-
tokoh ilmu nahwu seperti Sibawaihi, al-Farisi, al-Zujaj; tokoh-tokoh hadits
seperti al-Zuhri, Bukhari, Muslim; Tokoh-tokoh ilmu tafsir seperti ikrimah dan
Mujahid bin Jabbar, semua nama yang disebutkan itu adalah Mawali. Masih
banyak lagi ulama yang berasal dari darah campuran yang juga disebut Mawali.
Cucu-FXFX .KXODIDD¶-Raasyidiin;
DO Salim.bin Abdullah bin Umar bin
Khaththab, Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar, Zaenal Abidin bin Husein
bin Ali bin Abu Thalib masing-masing adalah anak dari putri-putri Yazdajird,
raja Persi terakhir. 34
34
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, h.41-
45.
20
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada masa dinasti Umayah telah terjadi perubahan sistem pemerintahan,
yakni dari theo demokrasi menjadi monarci (kerajaan/dinasti). Pada saat itu situasi
politik masih belum stabil sehingga kebijakan pemerintahan dalam pendidikan terus
berubah-ubah. Ini dikarenakan upaya peralihan kekuasaan dari Hasan dianggap
dilakukan atas dasar kelicikan. Muawwiyyah yang sebelumnya telah berjanji tidak
akan merubah sistem pemerintahan. Akan tetapi, Muawwiyyah tetap saja merubah
sistemnya pemerintahannya menjadi monarci (Kerajaan/Dinasti). Perubahan ini
sangat berdampak terhadap pola pemikiran dan pendidikan Islam pada masa itu.
Pada masa sebelum dinasti Umayah, pendidikan difokuskan di kuttab dan di masjid
dan kini telah ada munculnya madrasah-madrasah dengan berbagai ilmu yang
berkembang.
Ketika sistem dinasti yang kini diberlakukan, maka secara otomatis
pemimpin dicari dengan pemilihan raja didasarkan atas garis keturunan. Hal ini pun
mengakibatkan munculnya pendidikan istana. Pendidikan ini bertujuan agar anak-
anak para raja diajarkan ilmu-ilmu tentang kepemimpinan dari sebuah kerajaan.
Kurikulum dalam pendidikan istana inipun berbeda dengan kurikulum yang
diberlakukan di kuttab atau masjid. Kurikulum di pendidikan istana ini ditentukan
dan diatur oleh guru dan orangtua. Ini menyebabkan terjadi perbedaan kurikulum.
Keadaan pendidikan pada masa kekuasaan bani Umayyah sudah lebih
berkembang dibandingkan pada zaman Khulafur Rasyidin. Perkembangan
pendidikan tersebut yang paling menonjol adalah pada aspek kelembagaan dan ilmu
yang diajarkan. Pada aspek kelembagaan telah muncul dan berkembang lembaga
pendidikan baru, yakni istana, badiah, perpustakaan, dan bimaristan. Adapun ilmu
yang diajarkan bukan hanya bidang agama saja, melainkan juga ilmu-ilmu umum.
Namun demikian, ilmu-ilmu agama masih dominan dibandingkan dengan ilmu
umum. Adapun bila kita lihat dari segi sistemnya masih bersifat sederhana dan
konvensional, dan belum dapat disamakan dengan sistem pendidikan yang sudah
berkembang seperti pada saat ini.
21
DAFTAR PUSTAKA