A. Materi
Bab ini mengeksplorasi “ruang” dalam pendidikan bukan hanya sebagai “tempat”
komunitas belajar, lebih dari itu melihat sudut pandang “ruang” dalam pendidikan yang tidak
lepas sebagai media kekuasaan, proyek, dan politik tertentu. Meletakkan cara pandang ruang
(spasial) “kritis” pada sosiologi pendidikan berarti melihat perbedaan yang dibuat oleh ruang,
bersama dengan waktu dan sosialitas – dua sudut pandang utama dalam modernitas – terhadap
pemahaman kita tentang pembentukan pengetahuan kontemporer, reproduksi sosial dan bentuk
subjektivitas (Massey, 2005: 62). Melalui penelusuran cara kerja ruang sangat berhubungan
dengan kekuasaan, produksi, dan hubungan sosial, diharapkan dapat mengungkapkan proses
kompleks di suatu ruang dalam membentuk hubungan sosial “ruang pendidikan”. Sudut
pandang ruang “kritis” dalam sosiologi pendidikan melibatkan tiga analisis: pertama, teori
kritis tentang ruang; kedua, konsep dalam sosiologi pendidikan; dan ketiga, menyatukan
pendekatan teoretis dan konseptual ini untuk melihat fenomena pendidikan di masyarakat, serta
sudut pandang untuk melihat bagaimana ruang pendidikan diproduksi dan bagaimana hal itu
dapat diubah.
Sehubungan dengan siapa yang diajarkan apa, bagaimana, oleh siapa, kapan dan di
mana, kita segera dapat melihat bahwa kesempatan belajar dan berbagai jenis pembelajaran
dialami secara berbeda. Hal ini telah menjadi bidang perhatian utama bagi sosiolog seperti
Bourdieu (1986) yang berargumen bahwa berbagai bentuk modal (budaya, ekonomi, sosial dan
simbolik) dimobilisasi dan diwujudkan secara berbeda melalui pengalaman belajar di rumah,
di sekolah dan di masyarakat luas. Demikian pula, karya Bernstein (1990) tentang wacana
pedagogis dan hubungannya dengan kelas, kode, dan kontrol menghubungkan pedagogi
dengan proses reproduksi sosial yang lebih luas. Ada banyak literatur tentang cara-cara di mana
hubungan sosial, seperti gender, ras, seksualitas dan hubungan dalam cengkeraman kolonial
(Smith, 2006), diproduksi melalui apa yang diajarkan kepada siapa, dan di mana.
Mengenai pertanyaan bagaimana, oleh siapa dan pada skala apa hal-hal ini
dipermasalahkan, ditentukan, dikoordinasikan, diatur, dan dikelola? dan demi kepentingan
siapa praktik-praktik dan politik ini dilakukan?, ini secara luas berkaitan dengan wilayah
pemerintahan (lihat Dale, 1996). Penelitian sosiologis seputar pertanyaan ini berkaitan dengan
munculnya pasar sebagai mekanisme koordinasi (Ball, 2007); meningkatnya kepentingan
organisasi internasional, seperti Bank Dunia dan Organisasi Perdagangan Dunia, dalam
membentuk agenda pendidikan di negara-negara nasional (Rizvi dan Lingard, 2006);
munculnya perusahaan swasta dalam memberikan layanan pendidikan (Ball, 2007); dan
bagaimana sektor ekonomi baru diproduksi, membawa pendidikan lebih erat ke dalam ekonomi
global (Guile, 2006).
Akhirnya, sehubungan dengan pertanyaan tentang hasil sebagai produk dari proyek dan
proses ini karena keberadaanya dimediasi melalui pendidikan, kita mulai melihat dengan
sangat jelas bahwa identitas tertentu diproduksi, keluarga diuntungkan atau disingkirkan, kelas
dibentuk, gender direproduksi, populasi diistimewakan dan sebagainya melalui pendidikan. Di
sini, konsep-konsep seperti mobilitas sosial, warisan sosial, stratifikasi sosial, kelas sosial,
konsumsi budaya, kewarganegaraan, identitas dan komunitas adalah aspek dari hubungan
sosial yang lebih luas: hasil dari bagaimana pengetahuan, kekuasaan, dan perbedaan juga
dibentuk melalui banyaknya ruang pendidikan yang berbeda.
Pada tabel 1.1, kita dapat melihat tata kekuasaan tertentu di dunia nyata: hasil dari cara
ketika hubungan produksi sosial diproyeksikan ke ruang pendidikan, pada tingkat sistem,
sekolah, ruang kelas dan kelompok. Sistem stratifikasi spasial ini adalah mekanisme kunci
reproduksi sosial. Ruang, seperti yang dapat kita lihat dalam contoh ini, adalah media dan
sumber daya kekuasaan. Konsepsi ruang pendidikan ini—sebagai kelompok hubungan sosial
yang utuh yang ditetapkan oleh gagasan tentang kemampuan/kecerdasan/kemampuan
belajar—menegaskan bentuk materi. Anak-anak menghadiri kelas yang berbeda dan memiliki
pengalaman belajar yang berbeda. Organisasi spasial ruang pendidikan ini juga
diatur/dioganisasikan melalui sistem penilaian dan manajemen diri. Ini adalah ruang hidup,
sehingga peserta didik dan guru sama-sama merasakan, dengan cara yang gamblang meskipun
berbeda perihal emosi yang muncul dari wacana aspirasi, kemampuan, prestasi, tanggung
jawab, meritokrasi dan sebagainya.
Begitupun kehidupan yang akan dijalani di masa depan dibentuk oleh penetrasi yang
mendalam dan diproyeksikan dari hubungan produksi sosial ke ruang pendidikan, karena para
pekerja dalam sistem hubungan sosial kapitalis, menggambarkan poin yang dibuat Lefebvre
dan Harvey tentang hubungan antara peristiwa dan praktik. Dengan kata lain, berbagai
epistemologi dan modalitas ruang sangat terlibat dalam pembuatan identitas pedagogis.
Pada tabel 1.2 ini berfokus pada kebijakan "desentralisasi" dan peluncuran pasar
pendidikan, wacana neo-liberal yang kuat telah menghasilkan relokasi kegiatan pendidikan
dari pusat-pusat yang sebelumnya tetap dan dilembagakan ke arah ruang-ruang produksi
pengetahuan baru yang dikerjakan ulang dengan penataan baru pada hubungan sosial. Dalam
kebanyakan kasus negara nasional, telah mengubah fungsi selektif ke simpul yang berbeda
dalam arsitektur skala tatanan global. Skala ini, pada gilirannya, telah ditata ulang untuk
memasukkan serangkaian logika baru – seputar efisiensi, pilihan, kemitraan lokal, manajemen
diri, tanggung jawab. Lebih penting lagi, hubungan sosial yang tidak dilembagakan telah
memungkinkan aktor-aktor baru non-negara (terutama nirlaba) ke dalam rekonstitusi ruang-
ruang pendidikan. Sebagian besar literatur tentang desentralisasi cenderung memandang
pergerakan kekuasaan ke arah bawah—ke organisasi/komunitas lokal. Meskipun ini secara
pasti adalah arah ketika beberapa kegiatan pendidikan telah berjalan, melihat gerakan hanya ke
arah konstruksi pasar, dan dalam hal wacana resmi—desentralisasi—akan mengambil nilai
utama ruang imajiner dari representasi ruang. Gagasan skala—sebagai lawan dari
desentralisasi—memungkinkan kita untuk melihat apa yang dipertaruhkan: skala produksi
sosial dan rekonstitusi hubungan sosial dalam tatanan spasial yang bergeser dari kekuasaan dan
hubungan sosial. Menggunakan konsep skala memungkinkan kita untuk melacak gerakan ke
berbagai arah, karena simpul kekuasaan dan aturan baru dibangun atau disegarkan,
diperjuangkan dan dilegitimasi. Pada gilirannya, kita dapat melihat munculnya pembagian
fungsional dan skala baru dari tenaga kerja ruang pendidikan. Posisionalitas penting dalam hal
ini, karena hubungan sosial yang timbul dari hubungan berbasis pasar tergantung pada siapa
dan apa yang termasuk dalam pilihan organisasi spasial. Begitu juga dengan jaringan, yang
berfungsi sebagai sarana perlindungan terhadap penolakan serta mekanisme untuk memastikan
inklusi—seperti klub. Spasialisasi proyek-proyek negara, seperti "desentralisasi" dan "pasar",
mengangkat masalah signifikan untuk spasialitas sosiologi pendidikan. Hal ini terlepas dari
kenyataan bahwa wilayah, skala, strategi, dan subjektivitas untuk re/konstitusi dan pengaturan
pendidikan sangat bergantung pada re/projecting dan re/working ruang pendidikan dan relasi
sosial.
B. Latihan
1. apa persamaan gagasan Lefebvre dan Harvey tentang ruang?
2. Apa inti perbedaan gagasan Lefebvre dan Harvey tentang ruang?
3. Sebutkan dan jelaskan tiga konsep penting dari gagasan Lefebvre tentang ruang!
4. Sebutkan dan jelaskan tiga konsep penting dari gagasan Harvey tentang ruang!
5. Jelaskan secara singkat konsep kunci ruang berupa “wilayah”, “tempat”, “skala”, “jaringan”
dan “posisionalitas”!
6. Sebutkan dan uraikan tiga level pertanyaan penting sebagai analisis kritis untuk melihat ruang
dalam pendidikan!
7. Sebutkan 6 proposisi yang berkaitan dengan analisis ruang kritis dalam sosiologi pendidikan!