Anda di halaman 1dari 4

Nama : Monica Saputri

Nim : 1903101067
Kelas : Akuntansi/3B

Pengertian Kosmologi
Kosmologi adalah ilmu yang mempelajari alam semesta, kosmos. Kosmos adalah kata
yang digunakan dalam pemikiran metafisik Yunani awal, yang berarti ‘harmoni’ atau
‘keteraturan’ (order) sebagai lawan ‘kekacauan’ (chaos). Dalam salah satu teori penciptaan
Yunani, chaos adalah materi acak (formless) dari kosmos, atau keteraturan harmonis yang
diciptakan (EP: ‘Kosmology’, II: 237- 244; ‘Chaos dan Cosmos’, II: 80 – 81). Dan waktu adalah
salah satu masalah paling mendasar dalam filsafat dan kosmologi, karena seluruh eksistensi tidak
lain adalah rangkaian peristiwa dalam waktu. Semua orang merasakan waktu, tetapi kebanyakan
orang tidak mempertanyakannya karena terbiasa dialami setiap hari dalam banyak hal dan begitu
lumrah. Namun, hal itu jauh lebih sulit untuk memahami hakikat filosofis waktu dan
karakteristiknya.
Sepanjang sejarah filsafat, banyak pandangan yang bertentangan telah muncul untuk
mendiskusikan dan menggambarkan aspek yang berbeda dari waktu, dan beberapa hipotesis
terbaru telah muncul dalam kosmologi modern. Namun, masih merupakan impian setiap
fisikawan untuk mengungkap realitas waktu, terutama karena semua teori modern telah sampai
pada kesimpulan bahwa waktu adalah kuncinya.

Persoalan Ruang dan Waktu dalam Kosmologi


Salah satu persoalan yang menarik untuk dibicarakan di dalam konteks kosmologi adalah
persoalan mengenai ruang, yang pada akhirnya juga mengarahkan manusia pada pemahaman
mengenai ‘dimensi ruang yang lebih luas’ yaitu waktu. Dua persoalan tersebut bagaimanapun
tidak dapat diabaikan begitu saja dalam pembahasan kosmologi karena kenyataan menunjukkan
bahwa dalam kehidupannya, manusia selalu berada di dalam tempat dan waktu tertentu. Bakker
menunjukkan hubungan erat antara manusia dan dunia tersebut sebagai kesatuan objektif dan
kesatuan formal. Objektif dalam arti bahwa manusia hanya menemui dirinya sendiri dalam
korelasinya dengan alam; sedangkan formal dalam arti bahwa refleksi mengenai kebersamaan
manusia dan dunia adalah satu-satunya hal yang mungkin (Bakker, 1994: 28-29). Kesatuan di
atas menunjukkan bahwa memang ada keterkaitan yang erat antara dua persoalan kosmologi
tersebut dengan manusia. Alam semesta, sebagai objek kosmologi bisa dipahami sebagai sebuah
ruang yang sangat luas bagi manusia, yang di dalamnya terdapat sedemikian banyak ruang yang
lebih spesifik. Ruang, dalam definisi yang dikemukakan oleh Bakker merupakan keseluruhan
dunia sebagai kebersamaan atau kolegialitas antara pengkosmos-pengkosmos kuantitatif-
kualitatif, yang berelasi secara dimensional-intensif (Bakker, 1994: 165).
Ada beberapa hal pokok yang bisa dikembangkan lebih lanjut dari gagasan Bakker tersebut.
Ruang dalam sudut pandang Bakker, bisa dikatakan identik dengan dunia, namun dunia yang
dimaksudkan di sini tentu saja adalah dunia yang tidak hanya terbatas pada pengertian dunia fisik
saja, tetapi mencakup semua dunia sejauh yang dialami oleh manusia. Dunia tidak cukup dibatasi
hanya sebagai dunia biotik ataupun dunia fisik saja, namun juga mencakup dunia dengan dimensi
yang lain, misalnya saja dunia non-fisik (non-empiris), sejauh hal tersebut dialami oleh manusia
sebagai subjek yang mempertanyakan melalui kosmologi (Bakker, 1994: 28). Ruang juga
dipahami sebagai berhubungan dalam kebersamaan atau secara kolegial dengan pengkosmos
atau penghuni ruang tersebut. Hal ini mengisyaratkan bahwa ada semacam hubungan yang
mengikat antara ruang dengan penghuninya, dan ikatan ini tidak selalu berarti ikatan yang
memaksa, namun justru merupakan ikatan yang melahirkan kebersamaan sehingga penghuni
ruang merasa enggan untuk menyeberang ke ruang yang lain. Ikatan keduanya adalah ikatan
yang sekaligus bersifat kualitatif dan kuantitatif, serta intensif secara dimensional.
Kembali kepada pendapat Bakker, hubungan yang saling mengingat tersebut sekaligus
mengisyaratkan adanya kesatuan objektif dan kesatuan formal. Kenyataannya memang
demikian: yaitu bahwa refleksi yang paling mungkin hanyalah refleksi manusia dengan dunia
sebagai ruang yang sangat besar. Ketika manusia memikirkan dirinya sendiri, hal itu juga berarti
memikirkan dunianya karena manusia adalah bagian dari dunia dan sekaligus berada di
dalamnya, di dalam ‘ruang dunia’. Inilah beberapa kenyataan yang membuktikan bahwa
munculnya diskursus mengenai ruang dan waktu, adalah sesuatu yang niscaya ketika manusia
membicarakannya dalam perpektif kosmologi. Dilihat dari sistematika besar filsafat, kosmologi
atau sering disebut dengan filsafat alam adalah salah satu bagian dari cabang filsafat ontologi
yang secara umum memiliki kesamaan dalam hal keinginannya untuk mencari norma dan
struktur mendasar bagi kesemestaan (Bakker, 1994: 5). Keterkaitan keduanya membawa
implikasi yang mendalam karena dengan demikian, pandangan kosmologi suatu masyarakat akan
sangat dipengaruhi oleh cara pandang masyarakat tersebut terhadap realitas secara keseluruhan,
baik manusia, alam, maupun realitas adikodrati (misalnya Tuhan, ataupun dewa). Hal yang sama
juga dapat dijumpai dalam kehidupan masyarakat Batak. Mereka memiliki kosmologi yang khas,
meskipun dalam banyak hal menunjukkan identitasnya sebagai bagian dari kosmologi Indonesia
yang oleh Bakker dicirikan dengan koordinasi, komplementasi, dan harmoni (Bakker, 1994:
161). Sebagai pendahuluan bisa dikatakan bahwa, Batak memiliki corak pemikiran Indonesia
tersebut, namun jelas tidak bisa dipungkiri bahwa Batak memiliki corak yang berbeda dalam hal-
hal yang lain. Makalah kelompok ini, lebih jauh akan berusaha mengupas dengan lebih rinci
mengenai konsepsi ruang dan waktu dalam pemahaman masyarakat Batak. Corak kosmologinya
sangat jelas, yaitu kosmologi spekulatif yang mungkin tidak cukup memuaskan ketika konsepsi
dipertemukan dengan temuan- temuan dalam ilmu fisika dan astronomi. Kosmologi spekulatif,
meskipun memiliki beberapa kelemahan, namun demikian tetap masih layak untuk dikaji karena
bagaimanapun ada wilayah-wilayah yang justru bisa dijangkau oleh corak kosmologi spekulatif
ini, yang dalam hal yang sama tidak mampu dijangkau melalui kajian yang empiris logis.
Terlepas dari persoalan tersebut, bagaimana pun kajian ini akan memberikan kontribusi yang
besar dalam upaya memetakan pemikiran filsafat Nusantara yang pada gilirannya akan
membantu menginventarisasi local wisdom yang ada di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Kaelan, M.S. 1998. Filsafat Bahasa: Masalah dan Perkembangannya. Yogyakarta: Penerbit
Paradigma. Koento Wibisono Siswomihardjo. 1996.

Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme Auguste Comte. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. M. Thoyibi. 1999.

Filsafat Ilmu dan Perkembangannya. Surakarta: MUP Press. Soepomo Poedjosoedarmo. 2001.

Filsafat Bahasa. Surakarta: MUP Press. Yuyun Suriasumantri. 2007.

Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Yuyun Suriasumantri.
2009.

Ilmu dalam Perspektif: Kumpulan Karangan tentang Hakikat Ilmu. Jakarta: Gramedia.

Sumber : https://www.slideshare.net/RizalFahmi4/kosmologi-ruang-waktu-dan-gerak

Anda mungkin juga menyukai