Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam hidup manusia tampak adanya upaya pengkhususan tentang apa yang dipikirkan.
Pada suatu generasi, orang mampu memperhatikan, memikirkan, dan menyikapi dunia ini
sebagai suatu kesatuan. Pada generasi berikutnya seseorang memperhatikan, memikirkan, dan
menyikapi dunia ini hanya bagian-bagian tertentu. Sementara orang lain memperhatikan,
memikirkan, dan menyikapi dunia ini untuk bagian yang lain. Dengan istilah yang berkembang
secara umum telah terjadi spesialisasi. Namun sampai saat ini sulit ditemukan apa sebenarnya
yang mendorong manusia melakukan spesialisasi tersebut karena banyak alasan yang dapat
dikemukakan.

Hal seperti itu terjadi juga dalam perkembangan filsafat. Para filosof pada tahap-tahap
awal seperti Socrates, Plato, Aristoteles, dan sebagainya masih memfilsafatkan segala sesuatu
secara keseluruhan. Namun khususnya para filosof yang tergolong generasi muda atau para
pakar filsafat berupaya memecah-mecah isi filsafat menjadi beberapa bagian agar lebih mudah
memahami filsafat. Membaginya didasarkan atas kekhususan objek yang dipelajari dan oleh
karena ada banyak cara memandang materi filsafat tersebut terjadilah cabang-cabang filsafat.

Dari adanya perbedaan sudut pandang tersebut maka terjadi perbedaan proses dan hasil
berpikir yang diikuti sikap yang saling mempertahankan pendapatnya mau tidak mau akan
memunculkan aliran-aliran.

Maka dari itu dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai aliran-aliran filsafat
dan cabang-cabang filsafat.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis merumuskannya dalam
pertanyaan sebagai berikut: “Apa saja aliran-aliran dan cabang-cabang yang terdapat dalam
filsafat?”
Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penulisan yaitu: “Untuk


mendeskripsikan aliran-aliran dan dan cabang-cabang yang terdapat dalam filsafat”

BAB II

PEMBAHASAN

Dalam makalah ini kita akan menjelaskan semua aliran filsafat dan cabang-cabang
Filsafart. Pemikiran atau gagasan yang dicetuskan oleh para filsuf, dalam perkembangannya
bisa berubah menjadi suatu aliran pemikiran atau paham yang mempunyai pengikut sendiri-
sendiri. Dengan mengetahui aliran dan pengikutnya maka akan mudah bagi kita untuk
menetapkan pemikiran filsafat yang ada. Beberapa aliran-aliran dalam filsafat ilmu yang akan
kita jelaskan lebih lanjut adalah: Idealisme, Empirisme, Rasionalisme, Materialisme,
Fenomenologis, Eksistensialime dan Sekurisme. Selain itu ada pun yang menjadi cabang dari
filsafat diantaanya adalah Logika, Daletika, Estetika, Filsafat Agama dan Filsafat Ketuhanan.

Berikut ini akan dibahas lebih dahulu tentang aliran-aliran filsafat;

1. ALIRAN FILSAFAT

a. Idealisme
 Idealisme salah satu aliran filsafat yang berpaham bahwa pengetahuan dan kebenaran
tertinggi adalah ide.
 idealisme menganggap bahwa yang kongkrit hanyalah bayang-bayang yang terdapat
dalam akal pikiran manusia, kaum idealisme sering menyebut ide/gagasan.
 Tokong Sentral idealisme antara lain, Plato (477-347 SM), (Spinoza (1632-1677 SM),
Berkeley (1685-1753 SM), Immanuel Kant (1724-1881 SM), J. Fichte (1762-1814
SM), F. Schelling (1755-1854 SM) dan G. Hegel (1770-1831 SM).
Gambar: Plato (477-347 SM)
b. Empirisme
 Empirisme berasal dari kata Yunani ”empiris” yang berarti pengalaman.
 Aliran Empirisme berpandangan bahwa pengalaman merupakan sumber utama
pengetahuan.
 Tokoh Sentral Empirisme antara lain, Franis Bacon (1210-1292), Thomas Hobbes
(1588-1679), John Locke (1632-1704), David Hume (1711-1776), George Berkeley
(1665-1753), Herbert Spencer (1820-1903) dan Roger Bacon (1214-1294).

c. Rasionalisme

 Rasionalisme adalah paham atau aliran yang mendewakan penggunaan rasio/ide-ide


yang masuk akal sebagai jalan untuk menemukan suatu kebenaran.
 Sebagai aliran dalam filsafat yang mengutamakan rasio untuk memperoleh pengetahuan
dan kebenaran, rasionalisme selalu berpendapat bahwa akal merupakan faktor
fundamental dalam suatu pengetahuan.
 Tokoh-tokoh sentral aliran ini antara lain; Rene Descartes (1595-1650), Nicholas
Malerbranche (1638-1775), B. De Spinoza (1631-1677), G.W. Leibniz (1646-1716),
Christian Wolff (1679-1754) dan Blaise Pascal (1623-1662).

Gambar: Rene Descartes (1595-1650)

d. Materialisme

 Materialisme merupakan faham atau aliran yang mendewakan materi atau benda
semata.
 Secara Ekstrem, Materialisme mengajarkan bahwa kebutuhan manusia yang hakiki
adalah materi.
 Tokoh sentral aliran ini adalah Anaximenes (585-528), Anaximandros (610-545),
Thales (625-545), Demokritos (460-545), Thomas Hobes (1588-1679), Lammetrie
(1709-1715), Feurbach (1804-1877), Spencer ((1820-1903) dan Karl Marx (1818-
1883).
e. Fenomenologi
 Secara terminologis, fenomenologi adalah aliran atau paham yang mengganggap bahwa
fenomena (gejala) adalah sumber pengetahuan atau kebenaran.
 Fenomenologi berpandangan bahwa setiap objek memiliki hakikat, dan hakikat itu
berbicara kepada kita jika kita membuka diri kepada gejala-gejala yang kita terima.
 Menurut aliran ini, subjek dan objek menyatu secara dialektis.
 Tokoh sentral fenomenologi adalah Edmund Husserl (1859-1938 M).

Gambar: Edmund Husserl (1859-1938)

f. Eksistensialisme
 Eksistensialisme adalah aliran atau paham yang mendiskusikan tentang keberadaan
manusia di tengah dunia.
 Aliran ini yakin bahwa manusia memiliki kesadaran bahwa Ia ada.
 Keberadaan manusia ada di tengah-tengah benda-benda lain. Namun, cara berada
manusia berbeda dengan benda-benda lain di luar dirinya.
 Whitehead (dalam Rahabav, 2020: 18) menegaskan bahwa sesuatu yang rill bukan saja
yang ada sekarang, tetapi juga yang ada di masa lampau dan yang ada di masa
mendatang.
 Kaum eksistensialisme, menurut Titus dkk (dalam Rahabav, 2020: 18) menekankan
bahwa manusia adalah makhluk yang dinamis, aktif, kreatif, dan berproses.
 Tokoh sentral aliran ini, diantaranya: Soren Kierkegaard (1813-1815), Karl Jaspers
(1883-1969), Gabriel Marcel (1889-1973), dan Jean Paul Santre (1905-1980).

Soren Kierkegaard Karl Jaspers

Gabriel Marcel Jean Paul Santre

g. Sekularisme
 Secara etimologis kata sekularisasi seperti dikutip Al-Attas (dalam Rahabav, 2020: 18)
diambil dari perkataan bahasa Latin saeculum. Yang memiliki dua konotasi, yaitu time
(masa) dan location (tempat). Waktu menunjukkan now atau present (sekarang),
sedangkan location (tempat) dinisbatkan kepada world (dunia).
 Sekularisme dan sekularisasi ditinjau secara terminologis memiliki arti dan makna yang
berbeda, yakni sebagai ideologi dan sebagai gerakan.
 Menurut Rahabav (2020: 19), sekularisme (secularism) adalah ideologi atau paham yang
menolak adanya kesakralan; ideologi atau paham yang menganggap dunia apa adanya;
dan tanpa terikat dengan dogma-dogma agama karena dianggap membelenggu kebebasan
manusia.
 Ideologi sekularisme merelativisir eksistensi dogma agama.
 Selanjutnya, sekularisasi (secularization) menurut Rahabav (2020: 19) adalah gerakan
yang ingin memisahkan atau memurnikan agama dari pihak yang berbau takhyul, menuju
sekuler.
 The New International Webster’s Compeherensive Dictionary of the English Languange
(dalam Rahabav, 2020: 19-20) mengartikan secularism terkait dengan keduniaan dan
menolak nilai-nilai spiritual, sedangkan secularize adalah proses penduniaan, proses
untuk menuju sekuler, perpindahan dari kesakralan menuju kesekuleran.
 Harvey Cox (dalam Rahabav, 2020: 20) berpendapat bahwa sekularisasi adalah
pembebasan manusia dari proteksi agama dan metafisika, pengalihan dari alam lain
kepada dunia ini. Lebih lanjut, Harvey Cox (dalam Rahabav, 2020: 20) membedakan
antara makna sekularisasi dan sekularisme. Menurutnya, sekularisme adalah nama sebuah
ideologi (isme) yang tertutup yang berfungsi sangat mirip dengan agama baru, sedangkan
sekularisasi membebaskan masyarakat dari kontrol agama dan pandangan alam metafisik
yang tertutup (closed methaphisical worldviews).
 Karel Dobbelaere (dalam Rahabav, 2020: 20) misalnya, melihat sekularisasi sebagai
suatu proses besar yang mengikis arti penting dan makna sosial agama.
 Pippa Norris dan Ronald Inglehart (dalam Rahabav, 2020: 21) berdasarkan survei pola-
pola perilaku keagamaan lintas-negara menemukan perbedaan-perbedaan yang signifikan
dan menonjol.

2. CABANG FILSAFAT

a. Logika
 Secara etimologis, kata logika berasal dari perkataan bahasa Yunan, yaitu logos
yang artinya ‘kata, ucapan, pikiran secara utuh, atau juga berarti ilmu
pengetahuan’ (Kusumah; dalam Rahabav, 2020: 24)
 Secara terminologis, menurut Rahabav (2020: 24), logika adalah cabang filsafat
yang membelajarkan individu untuk mampu mengembangkan kemampuan
penalaran dan argumen logis sehingga mampu menarik kesimpulan yang sahih
dan yang tidak sahih terhadap suatu masalah.
 Ada dua macam penalaran logis, yaitu: 1) penalaran kondisional; dan 2) penalaran
silogistik (silogisme).
1. Penalaran Kondisional
o Berhubungan dengan pernyataan/proposisi, ‘jika dan maka’. Jika disebut
anteseden, yang artinya proposisi yang dimunculkan pertama, sedangkan
‘maka’ disebut konsekuen. Konsekuen artinya proposi berikutnya.
o Pengertian esensial dari pernyataan kondisional adalah relasi dari implikasi
yang dutetapkan untuk berperan antara anteseden dan konsekuennya dalam
aturat.
2. Penalaran Silogisme
o Silogisme adalah penarikan konklusi secara tidak langsung dengan
menggunakan 2 buah premis yang merupakan bentuk formal penalaran
deduktif.
o Karena silogisme adalah inferensi deduktif, konklusinya tidak akan lebih
umum dari pada premisnya.
o Premis adalah proposisi yang digunakan untuk penarikan konklusi
o Konklusi adalah proposisi yang menyatakan hasil inferensi yang dilakukan
berdasarkan proposisi yang menjadi premis suatu inferensi.
o Silogisme dibedakan atas lima kategori:
1) Silogisme kategorial
o Silogisme kategorial adalah silogisme yang semua proposisinya terdiri
atas kategori-kategori.
o Proposisi yang mendukung silogisme:
1. Premis mayor, yakni premis yang term menjadi predikat.
2. Premis minor, merupakan term yang menjadi subjek.
Contoh:
Semua manusia membutuhkan makanan (premis mayor)
Williams adalah manusia (premis minor)
Williams membutuhkan makanan (konlusi)
2) Silogisme Hipotetik
o Silogisme hipotetika adalah argumen yang premis mayornya berupa
proporsi hipotetik, sedangkan premis minornya berupa proporsi kategorik.
o Terdapat 4 macam tipe silogisme hipotetik:
1. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengikuti antecedent.
Contoh:
Jika panas, saya pakai payung (premis mayor)
Sekarang sedang panas terik (premis minor)
Saya pakai payung (konklusi)
2. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian
konsekuensinya.
Contoh:
Jika kemarau akan terjadi kekeringan (premis mayor)
Sekarang sedang terjadi kekeringan (premis minor)
Kemarau sedang terjadi (konklusi)
3. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkarikuti bagian
antecedent.
Contoh:
Jika pemerintah mengeluarkan PKL di Pasar Mardika Ambon, maka
akan terjadi gelombang demonstrasi yang besar
Pemerintah tidak menggusur PKL di Pasar Mardika Ambon, maka
gelombang demonstrasi yang besar tidak terjadi.
4. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian
konsekuennya.
Contoh:
Bila terjadi banjir, penduduk di bantaran kaki Batumerah akan gelisah;
Penduduk di bantaran Batumerah tidak akan gelisah;
Banjir tidak terjadi.
3) Silogisme kondisional
o Silogisme kondisional adalah silogisme yang premis mayornya berupa
proporsi kondisional, sedangkan premis minornya dan kesimpulannya
berupa proporsi kategoris.
o Dalam silogisme ini, ada ketergantungan antara dua kausa, yaitu anteseden
(bagian yang mengandung syarat, proporsi setelah jika) dan konsekuen
(proporsi setelah, maka atau jadi).
o Format standarnya adalah jika P, maka Q.
Contoh:
Jika telah larut malam, saya akan tidur dan tidak pergi ke mana-mana.
Anteseden (P) adalah larut malam.
Konsekuen (Q) adalah saya akan tidur dan tidak pergi ke mana-mana.
Dalam konteks itu ada 4 kemungkinan:
1. Jika P benar, maka Q juga benar;
2. Jika P salah, maka Q juga salah;
3. Jika P benar, maka Q bisa salah, tetapi juga bisa benar;
4. Jika Q benar, maka P bisa salah, namun juga bisa benar.
4) Silogisme Disjugtif
o Silogisme disjungtif adalah silogisme yang memiliki premis mayor dalam
bentuk proposisi disjungtif.
o Silogisme ini terdiri atas anteseden (terletak di depan kata dan) dan
konsekuen (terletak di belakang kata dan).
o Formatnya adalah p^q (baca: p dan q).
Contoh:
Mayor: Tidak mungkin Direktur Perum Perikani Ambon adalah Victor
Rahabav dan sekaligus Direktur PLN Ambon.
Minor: Victor Rahabav adalah Direktur Perum Prikan Ambon.
Kesimpulan: Jadi, Victor Rahabav bukan Direktur PLN Ambon.
5) Silogisme alternatif
o Silogisme alternatif adalah silogisme yang terjadi atas premis mayor
berupa proporsi alternatif.
o Proporsi alternatif terjadi manakala premis minornya membenarkan salah
satu alternatifnya. Dalam kondisi demikian, simpulan akan menolak
alternative lain.
Contoh:
Di Kota Ambon atau Masohi,
Om John ada di Kota Masohi,
Jadi Om John tidak ada di Kota Ambon,
 Dalam logika dikenal pula dua macam penalaran:
1. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif adalah penalaran yang didasarkan pada premis-premis yang dianggap
benar untuk menarik suatu kesimpulan dengan mengikuti pola penalaran tertentu.
Contoh:
Premis 1: Semua warga Desa Galala Kota Ambon adalah nelayan;
Premis 2: Johan Joseph adalah warga Desa Galala Kota Ambon;
Kesimpulan: Johan Joseph adalah nelayan.
2. Penalaran Induktif
Penalaran induktif adalah penalaran yang didasarkan pada premis-premis yang bersifat
faktual, untuk menarik suatu kesimpulan yang berlaku umum.
Contoh:
Premis 1: Kuda 1 suka makan rumput;
Premis 2: Kuda 2 suka makan rumput;
Premis 3: Kuda 3 suka makan rumput;
Premis 4: Kuda 4 suka makan rumput;
Premis 5: Kuda 30 suka makan rumput;
Kesimpulan: Semua kuda suka makan rumput.

Anda mungkin juga menyukai