Anda di halaman 1dari 30

SEJARAH MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

DI INDONESIA PRAKEMERDEKAAN DAN


PASCAKEMERDEKAAN
Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sejarah Manajemen Pendidikan Islam

Dosen Pengampu: AHMAD FAIZ, Dr. Lc, M.A

Disusun Oleh:

1. MUHAMMAD NURUL FURQON (202610000761)

2. AHMADUN (202610000767)

3. AHMAD SHOLAHUDDIN RIZAL (202610000805)

4. SYAIFUDDIN NAJIB (202610000787)

5. NAILIR ROHMAH (202610000804)

PROGRAM PASCASARJANA

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA JEPARA

TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan Islam


yang tertua di Indonesia. Secara terminologis pesantren
didefinisikan sebagai lembaga pendidikan tradisional Islam
untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan
mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya
moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.
Unsur-unsur pesantren yaitu pelaku (kyai, ustadz, santri
dan pengurus), sarana perangkat keras (masjid, rumah kyai,
pondok, gedung perpustakaan, aula), sarana perangkat lunak
(tujuan, kurikulum, kitab, buku-buku, cara belajar, evaluasi
belajar mengajar.
Ditinjau dari keterbukaan terhadap perubahan yang
terjadi dari luar, pesantren dibagi menjadi 2, pesantren
tradisional/salafi yang bersifat konservatif dan pesantren
khalafi/modern yang besifat adaptif.
Tebuireng adalah nama sebuah perdukuhan yang termasuk
wilayah administratif Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten
Jombang, berada pada kilometer 8 dari kota Jombang ke arah
selatan. Nama pedukuhan seluas 25,311 hektar ini kemudian
dijadikan nama pesantren yang didirikan oleh Kiai Hasyim.
Merupakan salah satu pesantren terbesar di Kabupaten
Jombang, Jawa Timur. Pesantren ini didirikan oleh KH. Hasyim
Asy'ari pada tahun 1899.
Pondok Pesantren Tebuireng yang pada awal berdirinya
adalah bertipe salaf, dalam dinamikanya dan untuk sekarang ini
tidak lagi dapat disebut dengan Pondok Pesantren Salaf sama
sekali. Akan tetapi, pesantren ini di samping masih
mempertahankan sistem pendidikan salaf, dengan mengikuti
perkembangan zaman, menerapkan juga sistem pendidikan
modern.
Menapaki akhir abad ke-20, Pesantren Tebuireng
menambah beberapa unit pendidikan, seperti Madrasah
Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah
Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), hingga
Universitas Hasyim Asy’ari (UNHASY, kini IKAHA). Bahkan
unit-unit tersebut kini ditambah lagi dengan Madrasah Diniyah,
Madrasah Mu’allimin, dan Ma’had Aly, disamping unit-unit
penunjang lainnya seperti Unit Penerbitan Buku dan Majalah,
Unit Koperasi, Unit Pengolahan Sampah, Poliklinik, Unit
Penjamin Mutu, unit perpustakaan, dan lain sebagainya (akan
dijelaskan kemudian). Semua unit tersebut (selain UNHASY),
merupakan ikon dari eksistensi Pesantren Tebuireng sekarang.
Berdasarkan dari uraian di atas kami mengambil judul
penelitian “SEJARAH MANAGEMENT PENDIDIKAN
ISLAM DI PONDOK PESANTREN TEBUIRENG”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diambil
rumusan masalah di Pondok Pesantren Tebuireng sebagai berikut
ini.
1. Bagaimana sistem pendidikan di Pondok Pesantren
Tebuireng Jombang dari pra kemerdekaan sampai pasca
kemerdekaan ?
2. Bagaimana kebijakan pengasuh pondok pesantren
tebuireng dari pra kemerdekaan sampai pasca
kemerdekaan ?
3. Bagaimana perkembangan pondok pesantren tebuireng di
setiap masa pergantian pengasuh dari mulai pra
kemerdekaan sampai pasca kemerdekaan ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH KEPEMIMPINAN PESANTREN TEBUIRENG


1. PRA KEMERDEKAAN (KH. M. Hasyim Asy’ari)
Pertama kali Pesantren Tebuireng didirikan oleh KH. Hasyim
Asy’ari pada tahun 1899 M. Pesantren ini didirikan setelah beliau pulang
dari pengembaraannya diberbagai lembaga pendidikan terkemuka dan di
tanah Makkah. Tebuireng dahulu namanya dari sebuah dusun kecil yang
masuk ke wilayah Cukir Kecamatan Diwek. Tapi menurut cerita
masyarakat setempat nama Tebuireng berasal dari “kebo ireng”.
Sedangkan versi lain menuturkan bahwa Tebuireng diambil dari nama
punggawa Kerajaan Majapahit yang masuk islam dan kemudian tinggal di
sekitar dusun tersebut. Awal kegiatan dakwah KH. Hasyim Asy’ari
dipusatkan disebuah bangunan yang terdiri dari 2 buah ruangan kecil dari
anyaman bambu bekas sebuah warung yang dibelinya dari seorang dalang.
Satu ruangan untuk kegiatan pengajian dan yang lainnya untuk tempat
tinggal. Materi pelajaran yang diajarkan pertama kali adalah pengetahuan
agama islam, ilmu syari’at dan bahasa arab. Sistem pengajaran awal yang
digunakan adalah metode Sorogan (santri membaca sendiri materi
pelajaran kitab kuning di hadapan guru) dan metode Weton atau
Bandongan atau Halqah (Kyai membaca kitab dan santri memberi makna)
semua bentuk pengajaran tersebut tifak dibedakan dalam jenjang kelas.
Semakin bertambahnya santri di Pesantren Tebuireng beberapa kali telah
melakukan perubahan kebijakan yang terkait dengan pendidikan.
Perubahan sistem pendidikan di pesantren ini pertama kali diadakan KH.
Hasyim Asy’ari pada tahun 1919 M dengan penerapan sistem Madrasi
(Klasikal) dengan mendirikan Madrasah Salafiyah Syafi’iyah. Sistem
pengajaran disajikan secara berjenjang dalam 2 tingkatan yaitu shifir awal
dan shifir tsani.
KH. M. Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren di Tebuireng karena
pada saat itu masyarakat masih memiliki ketergantungan terhadap pabrik –
pabrik yang dimiliki oleh orang – orang asing terutama pabrik gula.
Pabrik – pabrik tersebut memunculkan ketidakadilan sosial, kemiskinan
dan berbagai macam kriminalitas. Selain itu, gaya hidup masyarakat
Tebuireng juga jauh dari nilai – nilai agama. Jadi, Kyai Hasyim
mendirikan pesantren tersebut karena berharap bisa mengubah keadaan
masyarakat menjadi lebih baik. Dusun Tebuireng dulu dikenal sebagai
sarang perjudian, perampokan, pencurian, pelacuran, dan semua perilaku
negatif lainnya. Namun, sejak kedatangan Hadratus Syaikh Kiai Hasyim
Asy’ari bersama beberapa santri yang beliau bawa dari pesantren
kakeknya (Gedang) pada tahun 1899 M, secara bertahap pola kehidupan
masyarakat dusun tersebut mulai berubah semakin baik.
Pada awal berdirinya pesantren tersebut Kyai Hasyim baru
memiliki santri 8 orang dan tiga bulan kemudian bertambah menjadi 28
orang santri. Keahlian Kyai Hasyim dalam hadist dan tafsir menjadi daya
tarik utama pesantren yang dirintisnya itu. Pada tahun 1910, santri di
Pesantren Tebuireng terus mengalami pertumbuhan menjadi 200 orang dan
terus meningkat menjadi kurang lebih sekitar 2.000 orang santri.
Berdasarkan data dari Pemerintah Jepang pada tahun 1942 jumlah
santri dan ulama di Pulau Jawa sebanyak 25.000 orang, yang mana
semuanya pernah menyantri di Pesantren Tebuireng. Diantara para santri
di Tebuireng yang menjadi ulama besar adalah KH. Wahab Hasbullah, KH.
Bisri Syansuri, KH. Chudori, KH. Abdul Karim, KH. As’ad Syamsul
Arifin, KH. Maksum Ali, KH. Adlan Ali, dan lain sebagainya.
KH. Hasyim Asy’ari dikenal masyarakat Tebuireng sebagai Kyai
ternama, melainkan juga dikenal sebagai petani dan pedagang yang sukses
karena memiliki tanah puluhan hektar. Dua hari dalam sepekan Kyai
Hasyim tidak mengajar santrinya karena beliau mengurusi sawah – sawah
dan kebunnya bahkan beliau juga pergi ke Surabaya untuk berdagang kuda,
besi dan menjual hasil pertaniannya. Dari bertani dan berdagang Kyai
Hasyim bisa menghidupi keluarga dan pesantrennya.
Dalam kepemimpinan Kyai Hasyim pada tahun 1899 Pondok
Pesantren Tebuireng masih menggunakan sistem tradisional, baik dari segi
mengajar santri, daftar hadir santri sampai dengan belum adanya suatu
struktur organisasi pada Pondok Pesantren Tebuireng.

Berikut ini adalah periode kepemimpinan Pondok Pesantren


Tebuireng yaitu KH. M. Hasyim Asy’ari (1899 - 1947 M), KH. Abdul
Wahid Hasyim (1947 - 1950 M), KH. Abdul Karim Hasyim (1950 - 1951
M), KH. Achmad Baidhawi Asro (1951 - 1952 M), KH. Abdul Kholik
Hasyim (1952 - 1965 M), KH. M. Yusuf Hasyim (1965 - 2006 M), KH.
Salahuddin Wahid (2006 - 2020), dan KH. Abdul Hakim Mahfudz (2020 -
sekarang).

2. PASCA KEMERDEKAAN
 KH. Abdul Wahid Hasyim (1947 – 1950 M)
KH. Wahid Hasyim adalah salah satu putra bangsa yang
turut mengukir sejarah negeri pada masa awal kemerdekaan
Republik Indonesia. Beliau juga anak dari KH. Hasyim Asy’ari.
Terlahir Jumat Legi, 5 Rabi’ul Awal 1333 Hijriyah atau 1 Juni
1914, Wahid mengawali kiprah kemasyarakatannya pada usia
relatif muda. Setelah menimba ilmu agama ke berbagai pondok
pesantren di Jawa Timur dan Mekah, ketika usianya menginjak
20-an tahun, Kyai Wahid mulai membantu ayahnya menyusun
kurikulum pesantren, menulis surat balasan dari para ulama atas
nama ayahnya dalam Bahasa Arab, mewakili sang ayah dalam
berbagai pertemuan dengan para tokoh. Bahkan ketika ayahnya
sakit, ia menggantikan membaca kitab Shahih Bukhari, yakni
pengajian tahunan yang diikuti oleh para ulama dari berbagai
penjuru tanah Jawa dan Madura.
Pada usia 21 tahun Kyai Wahid membuat “gebrakan”
baru dalam dunia pendidikan pada zamannya. Dengan semangat
memajukan pesantren, Kyai Wahid memadukan pola pengajaran
pesantren yang menitikberatkan pada ajaran agama dengan
pelajaran ilmu umum. Sistem klasikal diubah menjadi sistem
tutorial. Selain pelajaran Bahasa Arab, murid juga diajari Bahasa
Inggris dan Belanda. Itulah madrasah nidzamiyah. Madrasah
Nidzamiyah bertempat di serambi masjid Tebuireng. Siswa
pertamanya berjumlah 29 orang, termasuk adiknya sendiri,
Abdul Karim Hasyim. Dalam bidang bahasa, selain materi
pelajaran Bahasa Arab, di Madrasah Nidzamiyah juga diberi
pelajaran Bahasa Inggris dan Belanda. Untuk melengkapi
khazanah keilmuan santri, pada tahun 1936, Kyai Wahid
mendirikan Ikatan Pelajar Islam yang kemudian diikuti dengan
pendirian taman bacaan (perpustakaan) yang menyediakan lebih
dari seribu judul buku. Perpustakaan Tebuireng juga
berlangganan majalah seperti Panji Islam, Dewan Islam, Berita
Nahdlatul Ulama, Adil, Nurul Iman, Penyebar Semangat, Panji
Pustaka, Pujangga Baru, dan lain sebagainya. Langkah ini
merupakan terobosan besar yang saat itu belum pernah dilakukan
pesantren manapun di Indonesia. Semakin perkembangan zaman
setelah terjadi penyerahan kedaulatan RI dan berdirinya RIS,
dalam Kabinet Hatta pada tahun 1950 beliau diangkat menjadi
Menteri Agama. Jabatan Menteri Agama terus dipercayakan
kepadanya selama tiga kali kabinet, yakni Kabinet Hatta, Natsir,
dan Kabinet Sukiman.
Selama menjabat sebagai Menteri AgamaRI, Kiai Wahid
mengeluarkan tiga keputusan yang sangat mepengaruhi sistem
pendidikan Indonesia di masa kini, yaitu :

1. Mengeluarkan Peraturan Pemerintah tertanggal 20 Januari 1950, yang


mewajibkan pendidikan dan pengajaran agama di lingkungan sekolah
umum, baik negeri maupun swasta.
2. Mendirikan Sekolah Guru dan Hakim Agama di Malang, Banda-Aceh,
Bandung, Bukittinggi, dan Yogyakarta.
3. Mendirikan Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) di
Tanjungpinang, Banda-Aceh, Padang, Jakarta, Banjarmasin,
Tanjungkarang, Bandung, Pamekasan, dan Salatiga.
 KH. Abdul Karim Hasyim (1950 – 1951 M)
Ketika KH. Wahid Hasyim diangkat manjadi seorang
Menteri Agama Republik Indonesia, kepemimpinan
Pondok Pesantren Tebuireng manjadi kosong sehingga keluarga
besar Bani Hasyim memilih KH. Abdul Karim Hasyim sebagai
penggantinya. KH. Abdul Karim Hasyim resmi menjadi
pengasuh Tebuireng sejak tanggal 1 Januari 1950 M.

Selama satu tahun memimpin Tebuireng, Kyai Karim


banyak melakukan reorganisasi dan revitalisasi sistem madrasah.
Pada masa kepemimpinannya, madrasah-madrasah di berbagai
pesantren sedang mengalami masa-masa suram. Dikatakan
suram karena sejak penyerahan Kedaulatan RI dari pemerintah
Belanda kepada pemerintah RI tahun 1949, Pemerintah lebih
memprioritastan sistem persekolahan formal (schooling)
daripada madrasah. Sebuah perlakuan diskriminatif yang tidak
adil. Perlakuan diskriminatif lainnya terlihat dari keputusan
bahwa yang boleh menjadi pegawai negeri hanya mereka yang
lulus sekolah umum. Oleh sebab itu, madrasah-madrasah
di Tebuireng pun akhirnya diformalkan sesuai dengan sistem
persekolahan. Jika sebelumnya jenjang madrasah hanya dua
tingkat, yakni Shifir dan Ibtidaiyah, pada masa Kyai Karim
ditambah menjadi tiga tingkat yaitu Shifir dua tahun, Ibtidaiyah
enam tahun, dan Tsanawiyah tiga tahun. Periode Kyai Karim
merupakan masa transisi menuju intregasi sistem salaf dan
sistem formal. Inilah tonggak awal dimulainya era pendidikan
formal di Pesantren Tebuireng, yang kemudian diikuti oleh
sejumlah pondok pesantren lainnya, khususnya di tanah Jawa.
Pada masa KH. Abdul Karim Hasyim, didirikan pula Madrasah
Mu’allimin enam tahun. Jenjang ini lebih berorientasi pada
pencetakan calon guru yang memilki kelayakan mengajar. Selain
pelajaran agama dan umum, para siswa Mu’allimin juga dibekali
keahlian mengajar seperti didaktik-metodik dan ilmu psikologi.
Setelah satu tahun mengasuh Tebuireng, KH. Abdul
Karim Hasyim menyerahkan estafet kepemimpinan kepada Kyai
Baidlawi, yang merupakan kakak iparnya sendiri. Pergantian
jabatan pengasuh Tebuireng dari Kiai Karim kepada Kyai
Baidlawi, merupakan hal yang baru dari sistem
kepemimpnan Tebuireng, karena seorang menantu dapat
menggantikan kedudukan anak kandung di saat si anak kandung
masih hidup.
 KH. Achmad Baidhawi Asro ( 1951 – 1952 M)
Kyai Baidhawi lahir di Banyumas pada tahun 1898 M.
Ayahnya, Kyai Asro merupakan sosok kiai yang tersohor di
Banyumas. Kyai Baidhawi terkenal dengan ketekunan dan sifat
rajin yang dimilikinya dalam belajar. Kedahagaannya akan ilmu
mempesona hati kiainya, wajar saja beliau selalu menjadi tangan
kanan kiainya di manapun beliau berada.
Kiai Baidhawi merupakan sosok yang fokus dalam
bidang pendidikan. Beliau merupakan sosok pendidik yang tekun,
rajin, ahli ibadah, dan tak memiliki ambisi apapun. Salah satu
peran penting beliau bagi Tebuireng adalah pengenalan sistem
madrasah yang terjadi pada tahun 1919 M yang mana semulanya
Tebuireng masih dengan menggunakan
metode sorogan dan bandongan. Karena pada suatu ketika Kyai
Baidhawi mengajar santri dengan cara tangan kanan menulis
tulisan arab sedangkan di tangan kirinya, beliau menulis tulisan
latin Kyai Hasyim tertarik melihat hal ini. Lalu dimualailah
sistem madrasah yang dimulai dari kelas 1 hingga 6. Madrasah
itu dinamai dengan Madrasah Salafiyah Syafi’iyah. Adapun yang
merumuskan kurikulum adalah Pengasuh kedua, yaitu Kyai
Abdul Wahid Hasyim.
Di masa kepemimpinannya yang berjumlah 1 tahun
(1951-1952), Kyai Baidhawi tidak mengubah sistem yang ada,
hanya melanjutkan serta memelihara sistem yang ada. Ketika
kepemimpinan pindah ke adik iparnya, beliau tetap
membantunya dengan cara mengajar para santri.

 KH. Abdul Kholik Hasyim (1952 – 1965 M)


KH. Adul Kholik Hasyim, lahir pada tahun 1916 putra
keeanam dari Hadrautussyaikh Hasyim Asy’ari dan Nyai
Nafiqah. Abdul Hafidz merupakan nama kecil KH. Abdul
Kholik Hasyim. Sejak kecil kelebihan Gus Kholik sudah mulai
tampak. KH. Kholik Hasyim dikenal dengan ilmu kanuragan
yang cukup tinggi, selain itu beliau merupakn seorang yang
dikenal dengan kedisiplinannya sehingga disegani oleh
masyarakat.
Saat kepemimpinannya di Tebuireng KH. Kholik Hasyim
banyak melakukan pembenahan pada sistem pendidikan dan
pengajaran kitab kuning, yang pada tahun-tahun sebelumnya
digantikan dengan sistem klasikal. Langkah pertama yang
diambilnya ialah meminta bantuan kakak iparnya, Kyai Idris
Kamali (tahun 1953), untuk mengajar di Tebuireng. Kyai Idris
diminta untuk mengajarkan kembali kitab-kitab kuning guna
mempertahankan sistem salaf, serta melakukan revitalisasi
sistem pengajaran.
Dalam memimpin Tebuireng, Kyai Kholik terkenal
sangat disiplin. Ini mungkin merupakan pengaruh tidak langsung
dari jiwa militernya. Meskipun demikian, Kyai Kholik sangat
hormat kepada Kyai yang telah membantu beliau mengajar di
Pesantren Tebuireng, seperti Kyai Idris, Kyai Adlan Ali, Kyai
Shobirin, Kyai Mansur, dan Kyai Manan. Sedangkan Kyai
Kholik mengajar kitab-kitab dalam hal tasawwuf.
Sedangkan Kyai Kholik sangat disegani masyarakat,
karena memiliki ilmu kanuragan yang cukup tinggi. Hampir
setiap hari tamu-tamu berdatangan ke rumahnya, baik meminta
doa-doa atau meminta syarat kesembuhan. Masyarakat percaya
bahwa Kyai Kholik mewarisi kesufian dan kekaromahan Kyai
Hasyim, sehingga beliau sering melakukan keajaiban-keajaiban
tertentu. Kyai Kholik juga memiliki kebiasaan mengoleksi
kitab-kitab syair berbahasa Arab (semacam ontologi). Hal ini
dapat dilihat dari kitab-kitab peninggalannya yang masih
tersimpan rapi di Perpustakaan Tebuireng.
 KH. M. Yusuf Hasyim (1965 – 2006 M)
KH. Muhammad Yusuf Hasyim atau yang kerap
dipanggil dengan Pak Ud. Beliau merupakan anak terakhir dari
sepuluh bersaudara, dari pasangan Hadratussyekh KH. Hasyim
Asy’ari dan Nyai Nafiqoh. Dalam kepemimpinan KH. Yusuf
Hasyim pesantren Tebuireng mengalami beberapa kemajuan
diantaranya membuka Universitas Hasyim Asy’ari (1967),
mendirikan Madrasah Huffadz al-Qur’an sekarang Madrasatul
Qur’an/MQ (1971), mendirikan SMP dan SMA (1975). Pada
tahun 1972 dibentuklah madrasah persiapan Tsanawiyah
sebagai jawaban atas kebutuhan santri lulusan sekolah dasar dan
lanjutan umum untuk dapat memasuki madrasah
Tsanawiyah Tebuireng yang sarat dengan pelajaran agama.
Pada tahun 1974 KH. Yusuf Hasyim mendirikan
perpustakaan yang sekarang dikenal dengan perpustakaan Wahid
Hasyim. KH. Yusuf Hasyim adalah
pemerkasa berdirinya perpustakaan Wahid Hasyim yang
berada di gedung KH. Yusuf Hasyim. Kemudian pada tahun
1975 didirikan SMP dan SMA Wahid Hasyim. Disamping
sebagai lembaga pendidikan umum SMP dan SMA Wahid
Hasyim mendirikan kelas yang menampung
laki-laki dan perempuan dalam satu kelas. Pemberlakuan kelas
ini mendapatkan reaksi keras dikalangan masyarakat karena
merupakan suatu budaya yang belum ada pada dunia pesantren
saat itu. Namun, lambat laun hal itu menghilang dengan
sendirinya dikarenakan semakin banyaknya siswa yg berminat.
Pada tahun 2000an kurang lebih 1000 siswa yang berminat
bersekolah disana. Pada tahun 1989 KH. Yusuf Hasyim juga
mendirikan koperasi jasa boga sebagai antisipasi semakin
padatnya kegiatan belajar santri. Koperasi ini khusus melayani
dan menangani kebutuhan makan santri sehari – hari dan
diharapkan dengan adanya koperasi para santri tidak perlu
khawatir akan kebutuhan pokoknya serta para santri bisa
berkonsebtrasi dalam belajarnya.
Saat KH. Yusuf Hasyim atau Pak Ud menjadi pemimpin
di Pondok Pesantren Tebuireng, Kyai Yusuf Hasyim tidak mau
meminta sumbangan kepada siapapun dan dari pihak manapun.
Sehingga kebutuhan pondok dicukupi dengan cara sendiri dan
dari sumber dana mandiri, baik dari lahan dan sawah yang
dimiliki pondok serta dari iuran SPP santri. Hal itu yang
menyebabkan dalam pembangunan perbaikan pondok pesantren
terkesan lama dan tidak monumental.
KH. Yusuf Hasyim (Pak Ud) juga mendirikan Yayasan
Hasyim Asy’ari atas usulan Nyai Choiriyah Hasyim (Seblak),
putri tertua Kyai Hasyim Asy’ari. Beliau menyarankan agar
didirikan sebuah badan hukum sebagai penanggungjawab
tunggal atas kelancaran proses belajar-mengajar di lingkungan
Pesantren Tebuireng. Pak Ud merespon usulan tersebut dengan
mengadakan konsultasi dan meminta masukan
dari dzurriyah Bani Hasyim lainnya. Setelah mendapat
persetujuan, maka diadakanlah pertemuan dan dibentuk
kepengurusan pertama. Komposisi pengurus Yayasan Hasyim
Asy’ari terdiri dari Ketua dan tiga Wakil Ketua, Sekretaris dan
Bendahara beserta wakil-wakilnya, ditambah anggota-anggota
yang umumnya diisi oleh dzurriyah Bani Hasyim. Selain wajib
mejalankan pekerjaan sehari-hari, mereka juga berhak menunjuk
dan memberhentikan kepala sekolah atau pengurus di seluruh
unit pendidikan di Tebuireng. Mereka juga bertugas membuat
program, menentukan policy, serta menghitung anggaran belanja.
Ketua Yayasan yang pertama adalah Pak Ud, dengan Wakil
Ketua-I KH Syansuri Badawi, Wakil Ketua-II Hj. Djamilah
Ma’shum, Wakil Ketua-III Abdurrahman Wahid, dan Sekretaris
Drs. Lukman Hakim (Seblak).
Dalam salah satu alinea surat akta pendirian Yayasan,
disebutkan bahwa : “ Pendirian Yayasan ini tidak boleh
mengurangi dan atau menghilangkan sistem
pengajian sorogan dan wetonan ” ala Pesantren Tebuireng.
Agar pembentukan Yayasan memiliki kekuatan hukum,
maka pada hari Kamis, 28 April 1983, Pak Ud bersama Nyai
Jamilah Ma’shum (Seblak) berangkat ke Surabaya untuk
membuat surat akta pendirian Yayasan. Selain berindak selaku
pribadi, keduanya juga mewakili Nyai Choiriyah Hasyim dan
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang berhalangan hadir.
Keduanya menemui notaris Abdul Kohar yang beralamat di Jl.
Embong Wungu No. 47B Surabaya.
Dalam perjalanannya, keberadaan Yayasan Hasyim
Asy’ari tidak hanya memperlancar proses belajar-mengajar di
Pesantren Tebuireng, melainkan juga membuka banyak lapangan
kerja. Tanah-tanah milik pesantren dan aset-aset produktif
lainnya dipekerjakan kepada masyarakat sekitar. Para guru,
pekerja, dan abdi pesantren juga mendapat tunjangan bulanan
dari Yayasan.
Yayasan Hasyim Asy’ari memiliki badan hukum yang
bersifat formal. Yayasan ini dijalankan secara kepengurusan
yang dikendalikan oleh pimpinan yayasan dan karyawan lainnya
yang membidangi pada bidang tertentu. Dalam menjalankan
penyelenggaraan pendidikan di Pesantren Tebuireng, Yayasan
Hasyim Asy’ari melakukan upaya penggalian dana secara
mandiri, tidak tergantung pada pihak lain baik swasta maupun
pemerintah. Aggaran rumah tangga yayasan digerakan dengan
sumber dana yang diambil dari sumbangan pendidikan siswa dan
dari aset yang dimiliki (tanah waqaf dan bidang usaha).
Pada tanggal 19 Maret 1990, Pengurus Yayasan Hasyim
Asy’ari mengadakan rapat dan menyetujui diadakannya
pembaharuan komposisi pengurus. Dalam struktur tersebut
tencantum nama Pendiri, Penasehat, dan Pengawas, disamping
nama-nama Pengurus Harian. Penambahan struktur
kepengurusan ini merupakan upaya meningkatkan kinerja
pengurus, serta menghargai jasa para pendiri dan sesepuh Bani
Hasyim yang telah banyak membantu lancarnya proses
belajar-mengajar di Pesantren Tebuireng. Akta kepengurusan
yang baru didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri
Jombang nomor 27/1990/YYS, dengan Notaris Bazron Human,
SH.s.
 KH. Salahuddin Wahid (2006 – 2020 M)
KH. Salahuddin Wahid atau yang biasa dipanggil dengan
sapaan Gus Solah adalah putra ketiga dari pasangan KH. Wahid
Hasyim dengan Nyai Sholichah. Ketika KH. Salahuddin Wahid
memangku jabatan Pengasuh Pesantren Tebuireng, beliau
banyak melakukan perombakan dan pembaharuan di pesantren.
Perombakaan dan pembahruan tersebut bukan tanpa alasan.
Tujuan pembaharuan itu adalah agar Pesantren Tebuireng dapat
bersaing dengan tuntutan zaman yang semakin maju dan modern.
Di tangan KH. Salahuddin Wahid Pesantren Tebuireng telah
menjadi cerminan pesantren tua yang selalu siap mengikuti
perkembangan zaman. Langkah pertama yang diambil Gus Solah
dalam memimpin Tebuireng adalah melakukan ”diagnosa” atau
mendeteksi ”penyakit” yang sedang menimpa Tebuireng. Sejak
bulan April hingga akhir tahun 2007, Gus Solah secara berkala
mengadakan rapat bersama unit-unit yang ada di bawah naungan
Yayasan Hasyim Asy’ari. Dia meminta laporan tentang kendala
yang dihadapi, disamping meminta masukan dan kritik dari
mereka. Gus Solah juga menurunkan “mata-mata” yang turun
langsung ke kamar-kamar untuk menanyai para santri tentang
kinerja pengurus pondok.
Selama memimpin Tebuireng, Gus Solah berupaya
menggugah kesadaran para guru, Pembina santri, dan
karyawan Tebuireng untuk memperbaiki diri dan meningkatkan
kinerja berdasar keikhlasan dan kerjasama. Langkah kongkritnya
adalah mengadakan pelatihan terhadap para guru dengan
mendatangkan konsultan pendidikan Konsorsium Pendidikan
Islam (KPI), yang juga membantu para kepala sekolah untuk
menyusun SOP (Standard Operating Procedure) bagi kegiatan
belajar mengajar (KBM). Mulai awal tahun 2007,
di Tebuireng diterapkan sistem full day school di semua unit
pendidikan. Para pembina dibekali dengan latihan khusus, baik
latihan kedisiplinan dan psikologi, sehingga dapat menjalankan
tugas dengan baik.
Sejak awal kepemimpinannya, Gus Solah berupaya
memperbaiki sarana fisik secara bertahap dan juga beliau
melakukan kerjasama dengan berbagai pihak untuk memajukan
pesantrennya. Misalnya klinik kesehatan dibangun di dekat
kompleks SMA, masjid diperluas dan ditingkatkan mutunya
dengan tetap mempertahankan bangunan lama, ruang makan
juga diperbaiki, dan gedung-gedung tua direnovasi. Seluruh
proses pembangunan fisik ini ditargetkan selesai dalam 5 - 7
tahun.
Salah satu yang beliau bangun adalah unit penerbitan.
Unit Penerbitan Tebuireng (UPT) ini didirikan pada tanggal 1
Januari 2007, merupakan lembaga yang bertugas dibidang
pengembangan intelektual santri melalui penerbitan majalah,
bulletin, dan buku. Pada mulanya, unit penerbitan hanya
menerbitkan (kembali) Majalah Tebuireng; majalah yang pernah
ada di tahun 1980-an dan berhenti terbit akibat kendala teknis.
Tetapi pada masa kepimipinan KH. Salahuddin Wahid, kini unit
penerbitan telah megelola tiga devisi di bawahnya, yaitu Devisi
Majalah, Devisi Buletin, dan Devisi Penerbitan Buku. Penerbitan
Buku diberi nama Putsaka Tebuireng, kini telah menerbitkan
beberapa judul seperti tema sosial, pendidikan, dan keagamaan.
Selain mendirikan unit penerbitan, Gus Sholah juga
mendirikan beberapa unit di Pesantren Tebuireng guna dapat
bersaing dikancah kemajuan zaman. Antara lain ialah
membangun Madrasah Mua’limmin Hasyim As’yari yang
berfokus kepada kurikulum kitab kuning sebagaimana yang
pernah mengalami masa kejayan pada era kepengasuhan KH.
Hasyim Asy’ari, mendirikan dan mengembangkan bidang
perkulihaan Ma’had Aly Hasyim Asy’ari yang diharapkan dapat
mencetak kader-kader ahli Hadist penerus keilmuan KH. Hasyim
Asy’ari yang terkenal sebagai ulama ahli Hadist, memberikan
inovasi untuk Pesantren Tebuireng dengan mendirikan Pusat
Kesehatan Pesantren (PUKESTREN) yang bisa dirasakan
manfaatnya untuk santri dan seluruh warga sekitar, mendirikan
Lembaga Sosial Pesantren Tebuireng (LSPT) yang berfokus
menjadi lembaga sosial masyarakat berupa menyalurkan
bantuan-bantuan kepada masyarakat sekitar pesantren yang
kurang mampu. Untuk LSPT sendiri, pendapatan dananya
ditopang oleh para donatur baik, dari santri, pengurus,
masyarakat dan kotak amal yang berada di lorong makam
keluarga Pesantren Tebuireng dan beliau juga mendirikan
Museum Islam Indonesia KH. M. Hasyim Asy’ari yang berlokasi
didekat Terminal Gus Dur, tepat belakang Pondok Putri
Pesantren Tebuireng. Dengan hadirnya Museum berlantai tiga ini,
para peziarah atau siapapun yang ke Tebuireng dapat
menikmatinya. Saat ini memang sudah resmi dibuka. Hanya saja
isi Museum masih terbatas di lantai dasar. Didirikannya museum
tersebut untuk memperkenalkan ketokohan sang kakek
Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari sebagai ulama ternama di
Indonesia.
Dikisahkan, awal pendirian Museum Islam Indonesia KH.
Hasyim Asya’ari berawal dari pertemuan Gus Sholah dengan
Presiden Susilo Bambang Yudhono pada bulan Maret tahun
2010 lalu. Saat itu putra Kyai Wahid Hasyim ini melaporkan ke
Presiden bahwa jumlah masyarakat yang berziarah ke makam
Gus Dur itu banyak sekali jumlahnya. Sehingga jalannya penuh
dengan kendaraan peziarah. Maka dari itu, diperlukan tempat
parkir untuk para perziarah. Pihak Pesanten Tebuireng tidak
mungkin menyelesaikan sendiri dan karena Gus Dur ini mantan
Presiden Indonesia maka wajar jika pemerintah mau
membangunkan tempat parkir itu. Presiden SBY kemudian
mengutus Agung Laksono yang saat itu menjadi Menteri
Koordinator (Menko) Kesejahteraan Rakyat (Kesra) untuk
menangani masalah ini. Pasca pertemuan tersebut juga dilakukan
perundingan dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur,
Pemerintah Kabupaten Jombang mendapat bagian membeli
tanah seluas 5 hektar. Sementara itu, Pemprov bertugas
mengurung (menimbung tanah) dan memperkeras tanah dengan
paving.
Selanjutnya Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) membangun bangunan yang ada di atas lahan.
Dalam perjalanannya kemudian dilakukan pembebasan lahan
dan dirancanglah bangunan Museum. Hanya saja Presiden saat
ini sudah berganti dan belum sempat diremiskan. Maka setelah
terpilihnya Presiden Joko Widodo dikemudian hari yang
meresmikan Museum Islam Indonesia KH. M. Hasyim Asya’ari,
selas (18/12). Museum ini memiliki tiga lantai. Setelah
diresmikan masyarakat baru bisa melihat isi museum di lantai
dasar.
Setelah membangun berbagai unit dan lainnya.
Nampaknya Gus Sholah belum berhenti dan merasa cukup puas
guna memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar Pesantren
Tebuireng. Maka beliau mendirikan Rumah Sakit KH. M.
Hasyim Asy’ari yang bekerja sama dengan Dompet Dhu’afa.
Rumah Sakit tersebut terletak di kawasan Pesantren Tebuireng di
atas tanah wakaf keluarga Pendiri NU. Untuk peletakan batu
pertama pembangunan dilakukan pada Rabu 19 September 2019.
Harapan Gus Sholah, dengan hadirnya RS. Hasyim
Asy’ari ini di kawasan Pesantren Tebuireng selain membawa
dampak positif kepada masyarakat, juga menjadikan Pesantren
Tebuireng sebagai laboratorium ilmiah bagi siapa saja yang ingin
menelitinya. Bahkan, tidak menutup kemungkinan akan menjadi
inspirasi bagi Universitas Hasyim Asya’ari ke depan membuka
jurusan kedokteran.
Selain menahkodai Tebuireng, aktivitas Gus Solah di
berbagai kegiatan sosial tetap padat. Dia menjadi anggota Forum
Pemantauan Pemberantasan Korupsi (2004), Barisan Rakyat
Sejahtera (Barasetra), Forum Indonesia Satu (FIS), Kajian
Masalah Kepahlawanan yang dibentuk oleh IKPNI (Ikatan
Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia), dan lain-lain.
Pada awal kepengasuhan Gus Solah, Yayasan Hasyim
Asy’ari melakukan pembaharuan pengurus dan restrukturisasi
organisasi untuk ketiga kalinya. Struktur Yayasan terdiri dari
Pembina, Pengawas, dan Pengurus Harian, yang banyak diisi
oleh tenaga-tenaga muda. Dr. Ali Faisal duduk sebagai ketua
Yayasan, dengan Sekretaris Hj. Aisyah Muhammad. Keberadaan
tenaga-tenaga muda itu diharapkan mampu membawa Yayasan
Hasyim Asy’ari menjadi lebih dinamis dan progresif.
Pada kepemimpinannya Gus Sholah, pada awal Januari
2017 Pesantren Tebuireng melakukan uji kompetensi guru secara
mandiri agar pendidik dan tenaga kependidikan lainnya dapat
terus meningkatkan kompetensi, kualitas diri dan profesionalitas
mereka. Uji kompetensi tersebut diikuti oleh 300 guru yang
mengajar di Pesantren Tebuireng dan dilaksanakan selama 2 hari.
Pada ujian hari pertama dimaksudkan untuk memetakan
kompetensi pedagogik dan profesional guru. Pesertanya
sebanyak 245 tenaga pendidik dari semua unit pendidikan di
bawah naungan Yayasan Hasyim Asy'ari. Sedangkan pada hari
kedua, peserta ditambah tenaga kependidikan lainnya. Jumlah
peserta sebanyak 300 orang. Mereka mengikuti kegiatan secara
penuh dengan kurikulum yang sudah disesuaikan. Materinya
sesuai dengan kurikulum nasional yang diampu tiap-tiap guru.
Semua tenaga pendidik dari jenjang SD, SMP, dan SMA
Wahid Hasyim, MTs dan MA Salafiyah Syafi'iyah, SMA
Trensains, SMK Khoiriyah Hasyim dan Muallimin Tebuireng
diwajibkan mengikuti ujian ini. Program ini merupakan bagian
dari evaluasi pelaksanaan proses pendidikan dan pengajaran di
lembaga tersebut. Dalam melaksanakan uji kompetensi dan
kepribadian itu, Pesantren Tebuireng juga menggandeng atau
bekerjasama dengan tim konsultan dari Universitas Negeri
Surabaya (Unesa) dan Universitas Negeri Malang (UM) dan
diharapkan dari hasil pemetaan dan rekomendasi dari kedua
universitas tersebut, nantinya akan menjadi dasar pembinaan dan
pendampingan secara berkelanjutan di Pesantren Tebuireng.
Selain pembinaan dan pendampingan guru, proses
pembinaan peserta didik juga akan diintegrasikan dengan
pendampingan di dalam pesantren. Program pembinaan santri
juga akan lebih diintensifkan. Guru dan santri nantinya dapat
lebih berkualitas, sehingga dapat lebih berkontribusi bagi
masyarakat luas. Keduanya diharapkan dapat memahami
persoalan - persoalan dan tantangan kehidupan di masyarakat
luas. Mereka kemudian dapat menemukan solusi yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Di Pondok Pesantren
Tebuireng para santri diajarkan berbagai hal, seperti mengaji
kitab kuning, tilawatil Al Quran, serta yang terpenting adalah
para santri dilatih supaya memiliki moral yang baik.
Berikut ini adalah lembaga sekolah yang didirikan di
Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.
1) SD Islam Tebuireng Ir. Suedigno
Lokasi lembaga ini berada di Desa Kesamben, Kabupaten
Jombang, 26 km ke arah utara. Pendirian lembaga ini bertolak
dari pentingnya pendidikan di usia dini, pendidikan dasar yang
diarahkan untuk menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai
keimanan, akhlak yang mulia, dan kepribadian yang luhur, serta
mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta Tanah Air.
Struktur kurikulum SDIT Ir. Soedigno menggunakan
pola kurikulum 2013, dengan penguatan pada muatan lokal
seperti membaca dan menulis Al Quran, amaliyah ibadah sunnah,
praktik ibadah, bahasa Arab, serta seni dan budaya. Diharapkan
para lulusan fasih dalam membaca Al Quran, peduli terhadap
lingkungan dan sesama, terampil berbahasa Indonesia, Arab, dan
Inggris, serta punya sikap percaya diri.
2) MTs Salafiyah Syafi’iyyah Tebuireng
Merupakan unit tertua di Tebuireng dan telah berdiri
sejak masa kepemimpinan Kiai Abdul Wahid Hasyim. Pada
tahun 1951, lembaga ini mendapatkan pengakuan formal di masa
kepemimpinan Kiai Abdul Karim Hasyim. Berdasarkan SK No.
001250/BAN-S/M/2009, MTs Salafiyah Syafi’iyah Teb telah
mendapatkan status Disamakan dan Terakreditasi A.
3) Madrasah Aliyah Salafiyah Syafi’iyyah Tebuireng
Biasa disingkat MASS Tebuireng, ini merupakan salah
satu unit pendidikan formal swasta di bawah naungan Pesantren
Tebuireng Jombang, yang merupakan kurikulum terpadu
antar-kurikulum pesantren dan kurikulum nasional. Hingga kini,
MASS Tebuireng diklaim sudah melahirkan lulusan-lulusan
berprestasi di berbagai bidang dan tersebar luas di seluruh
pelosok Nusantara.
4) SMP Abdul Wahid Hasyim Tebuireng
Lembaga yang menyelenggarakan program Advance
Learning Class (ALC) sebagai program unggulan, yang
dinaungi oleh Pesantren Tebuireng International Standard
School (PTISS) dan bekerja sama dengan lembaga University of
Cambridge International Examinations (CIE). Ini diklaim
sebagai salah satu sekolah yang telah meraih predikat Sekolah
Adiwiyata Kabupaten.
5) SMA Abdul Wahid Hasyim Tebuireng
Secara struktural, SMA AWH berada di bawah naungan
Yayasan Hasyim Asy’ari Pesantren Tebuireng dan dalam
pembinaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa
Timur. Berdiri pada tahun 1975 silam, SMA AWH saat ini
menerapkan kurikulum nasional dan menambah kurikulum
pesantren seperti akidah akhlaq, hadis, fiqh, bahasa Arab,
aswaja, dan sejarah kebudayaan Islam.
6) SMA Trensains Tebuireng
Disebut juga Pesantren Sains, ini adalah salah satu unit
pendidikan yang mengkombinasikan pesantren dengan sekolah
umum di bidang sains. SMA ini tidak menggabungkan materi
pesantren dengan ilmu-ilmu umum sebagaimana pesantren
modern, tetapi mengambil kekhususan pada pemahaman Al
Quran dan hadis, sains alam, serta interaksinya.
7) Madrasah Mua’alimin Hasyim Asy’ari
Merupakan lembaga yang lahir atas dasar keinginan
mengembalikan nilai-nilai dasar pesantren sebagai lembaga
Tafaqquh fi al-din. Materi pelajaran di tempat ini 90 persen
adalah materi agama (kitab salaf) dan 10 persen sisanya adalah
ilmu umum, serta pendalaman materi pelajaran yang
menggunakan metode diskusi atau musyawarah kelas.
8) Ma’had ‘Aly Hasyim Asy’ari
Didirikan pada tanggal 6 September 2006 lalu. Lembaga
ini berusaha membangun paradigma baru dengan
mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan agama maupun
pengetahuan umum secara bersama, sebagai satu kesatuan yang
terpadu, dengan menempatkan Al Quran dan hadis sebagai
sumber pengembangan keilmuan.
9) SMK Khoriyah Hasyim Tebuireng
Berlokasi di Jalan KH Hasyim Asy’ari No. 13, Balong
Besuk, Diwek, Kabupaten Jombang. Lembaga ini menonjolkan
program multimedia, yang bekerja sama dengan beberapa
institusi seperti ITS Surabaya, Universitas Negeri Surabaya, dan
UIN Maliki Malang. Peluang kerja atau usaha yang dibidik
adalah pengembangan website, multimedia, game, rumah
produksi, dan industri periklanan.

10) SMP Sains Tebuireng


Lembaga ini beralamat di Jalan Jombang-Pare KM 19,
Jombok, Ngoro, Kabupaten Jombang. SMP Sains Tebuireng
didirikan oleh KH Salahuddin Wahid, yang bertujuan untuk
mengembangkan kepedulian terhadap keagungan Al Quran,
agar seluruh perkembangan ilmu pengetahuan selalu dalam
bingkai-Nya dan tidak melenceng dari ajaran agama.
Sayangnya, ketika artikel ini ditayangkan, pihak Pondok
Pesantren Tebuireng belum mengumumkan secara resmi biaya
pendidikan untuk tahun akademik 2020/2021. Namun, sebagai
referensi, berikut kami sampaikan informasi biaya pendidikan
di pondok pesantren ini pada tahun akademik 2019/2020
kemarin.
Biaya Pesantren Tebuireng Tahun 2020 / 2021

Komponen Biaya Biaya Biaya Biaya Biaya


SMP / SMP SMA SMK SMA /
MTS SAINS Trensains Khoiriyah MASS

Pondok Putri Tebuireng

Infaq Sarana Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.


Pondok dan 7.000.000 7.000.000 8.000.000 3.000.000 7.500.000
Sekolah

Seragam Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.


Pondok 220.000 220.000 220.000 220.000 220.000

Tas, Sandal Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.


20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

MOS Pondok Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.


dan Sekolah 100.000 100.000 150.000 100.000 100.000

Sprei dan Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.


Sarung Bantal 160.000 160.000 160.000 160.000 160.000

Buku Panduan Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.


dan Buku Ijin 40.000 40.000 50.000 40.000 40.000
Seragam Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
Sekolah dan 700.000 700.000 700.000 700.000 700.000
Olahraga

Administrasi Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.


Sekolah 50.000 50.000 50.000 75.000 50.000

SPP Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.


1.250.000 1.500.000 1.650.000 980.000 1.260.000

Komponen Biaya SMP / Biaya SMP Biaya SMA Biaya SMK Biaya SMA /
MTS SAINS Trensains Khoiriyah MASS

Pondok Putra Tebuireng

Infaq Sarana Rp. 7.000.000 Rp. 7.000.000 Rp. 8.000.000 Rp. 3.000.000 Rp. 7.500.000
Pondok dan
Sekolah

Seragam Rp. 150.000 Rp. 150.000 Rp. 150.000 Rp. 150.000 Rp. 150.000
Pondok

Tas, Sandal Rp. 20.000 Rp. 20.000 Rp. 20.000 Rp. 20.000 Rp. 20.000

MOS Rp. 100.000 Rp. 100.000 Rp. 150.000 Rp. 100.000 Rp. 100.000
Pondok dan
Sekolah

Sprei dan Rp. 160.000 Rp. 160.000 Rp. 160.000 Rp. 160.000 Rp. 160.000
Sarung
Bantal

Buku Rp. 35.000 Rp. 35.000 Rp. 50.000 Rp. 35.000 Rp. 35.000
Panduan dan
Buku Ijin

Seragam Rp. 650.000 Rp. 650.000 Rp. 650.000 Rp. 650.000 Rp. 650.000
Sekolah dan
Olahraga

Administras Rp. 50.000 Rp. 50.000 Rp. 50.000 Rp. 75.000 Rp. 50.000
i Sekolah

SPP Rp. 1.250.000 Rp. 1.500.000 Rp. 1.650.000 Rp. 980.000 Rp. 1.260.000
Dibawah ini adalaha susunan kepengurusan Yasayan
KH. M. Hasyim Asy’ari pada Pondok Pesantren Tebuireng.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pendidikan merupakan suatu hal yang terpenting untuk


dimiliki oleh setiap orang. Dalam periode kepemimpinan di
Pondok Pesantren Tebuireng beberapa kali mengalami
perubahan kebijakan dalam hal pendidikan dan manajerialnya.
Misalnya pada periode kepemimpinan Kyai Hasyim Asy’ari,
beliau memberikan mata pelajaran pengetahuan agama islam,
ilmu syari’at dan bahasa arab, beliau juga menggunakan sistem
pengajaran awal dengan metode sorogan dan metode weton atau
bandongan. Periode kepemimpinan Kyai Abdul Wahid Hasyim,
beliau memadukan pola pengajaran pesantren yang
menitikberatkan pada ajaran agama dengan pelajaran ilmu umum.
Sistem klasikal diubah menjadi sistem tutorial. Selain pelajaran
Bahasa Arab, murid juga diajari Bahasa Inggris dan Belanda.
Pada periode Kyai Karim sebelumnya jenjang madrasah
memiliki dua tingkatan yaitu Shifir dan Ibtidaiyah, pada masa
Kyai Karim ditambah menjadi tiga tingkat yaitu Shifir dua tahun,
Ibtidaiyah enam tahun, dan Tsanawiyah tiga tahun.
Pada saat kepemimpinan Kyai Karim merupakan masa
transisi menuju intregasi sistem salaf dan sistem formal. Periode
Kyai Achmad Baidhawi, pada kepemimpinan Kyai Baidhawi
tidak mengubah sistem yang ada, hanya melanjutkan serta
memelihara sistem yang sudah ada. Pada periode kepemimpinan
Kyai Abdul Kholik, beliau banyak melakukan pembenahan pada
sistem pendidikan dan pengajaran kitab kuning yang pada
tahun-tahun sebelumnya digantikan dengan sistem klasikal. Kyai
Kholik juga mengajar kitab-kitab dalam hal tasawwuf. Periode
kepemimpinan Kyai Yusuf Hasyim, beliau membuka Universitas
Hasyim Asy’ari (1967), mendirikan Madrasah Huffadz
al-Qur’an sekarang Madrasatul Qur’an/MQ (1971),
mendirikan SMP dan SMA (1975). Pada tahun
1972 dibentuklah madrasah persiapan Tsanawiyah sebagai
jawaban atas kebutuhan santri lulusan sekolah dasar dan lanjutan
umum untuk dapat memasuki madrasah
Tsanawiyah Tebuireng yang sarat dengan pelajaran agama serta
beliau juga mendirikan koperasi jasa boga (1989). Pada periode
Kyai Salahuddin atau Gus Solah, beliau menyadarkan para guru,
Pembina santri, dan karyawan Tebuireng untuk memperbaiki diri
dan meningkatkan kinerja berdasar keikhlasan dan kerjasama,
mengadakan pelatihan terhadap para guru dengan mendatangkan
konsultan pendidikan Konsorsium Pendidikan Islam (KPI),
membantu para kepala sekolah untuk menyusun SOP (Standard
Operating Procedure) bagi kegiatan belajar mengajar (KBM).
Pada awal tahun 2007, di Tebuireng diterapkan sistem full day
school di semua unit pendidikan serta para pembina dibekali
dengan latihan khusus, baik latihan kedisiplinan maupun
psikologi.
DAFTAR PUSTAKA

https://tebuireng.online/biografi-kh-salahuddin-wahid-1/
https://tebuireng.online/yayasan-hasyim-asyari/
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pondok_Pesantren_Tebuireng
https://tebuireng.online/pengasuh-tebuireng-periode-kedua-kh-abdul-wahid-hasyi
m-1947-1950-bagian-1/ di upload oleh Tebuireng Media Group8 April 2014
https://tebuireng.online/pengasuh-tebuireng-periode-kedua-kh-abdul-wahid-hasyi
m-1947-1950-bagian-2/ di upload oleh Tebuireng Media Group10 April 2014
https://jawatimuran.wordpress.com/2015/08/03/kh-abdul-karim-hasyim-pengurus-
pp-tebuireng-periode-ketiga
https://www.laduni.id/post/read/55990/biografi-kh-ahmad-baidhawi-asro di
upload tanggal Kamis, 12 November 2020
https://tebuireng.online/kh-abdul-choliq-hasyim-pahlawan-yang-terlupakan/ di
upload oleh Tebuireng Online [M. Abror Rosyidin] 10 November 2019

https://www.laduni.id/post/read/56147/biografi-kh-muhammad-yusuf-hasyim di
upload tanggal Kamis, 12 November 2020

https://quran.laduni.id/post/read/56217/biografi-kh-salahuddin-wahid-gus-shola
h di upload tanggal Selasa, 1 September 2020
https://www.jogloabang.com/kyai-haji-hasyim-asyari/kh-hasyim-asyari-sang-ula
ma-pemikir-dan-pejuang di upload tanggal 16 Desember 2017

https://m.republika.co.id/berita/pybbs2320/kisah-kh-hasyim-asyari-dirikan-tebuire
ng-di-kawasan-preman di upload tanggal 24 September 2019

https://radarjombang.jawapos.com/read/2019/03/07/123552/kh-m-yusuf-hasyim-s
osok-kiai-pejuang-dan-politisi-asal-tebuireng di upload tanggal 7 Maret 2019

https://m.republika.co.id/berita/ojarkv368/pesantren-tebuireng-lakukan-uji-kompe
tensi-guru-mandiri di upload 5 Jan 2017
https://m.republika.co.id/berita/ojcjg619/tebuireng-uji-kompetensi-guru di upload
tanggal 06 Jan 2017
https://harga.web.id/biaya-pendidikan-pondok-pesantren-tebuireng-jombang-tahu
n-2018-2019.info di upload tanggal 13 Januari 2020

Anda mungkin juga menyukai