Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH AIK 3

MUHAMMADIYAH DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

DOSEN PENGAMPUH: WA ODE MUSRIYATI M.BUNARFA S.Pd.I., M.Pd.I

KELOMPOK 10

Penyusun:

DESMANUR TSALATSA (152201009)

LM RICHARD SABRIKA VRISWAN (152201031)

PRODI ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah kami tentang "Muhammadiyah dan
Pemberdayaan Perempuan".

Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui cara
KHA.Dahlan memberdayakan perempuan, kesetaraan gender dalam Muhammadiyah dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih terdapat
beberapa kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.

Baubau, Oktober 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB II PENDAHULUAN.......................................................................................................4
A. Latar Belakang................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................6
A. Cara KHA Dahlan Dalam Memberdayakan Perempuan................................................6
B. Kesetaraan Gender dalam Muhammadiyah....................................................................8
C. Peran Perempuan Muhammadiyah dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara..........9
BAB III PENUTUP................................................................................................................11
Kesimpulan...........................................................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pandangan Islam terhadap wanita mencerminkan kesetaraan dan penghormatan terhadap


hak-hak mereka. Agama Islam mengajarkan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama
diciptakan oleh Allah dan memiliki kedudukan yang setara di hadapan-Nya. Al-Qur’an,
sebagai sumber ajaran utama dalam Islam, memberikan arahan tentang pentingnya
menghormati dan melindungi hak-hak wanita. Al-Qur’an menegaskan kesetaraan gender
dalam beberapa ayatnya. Misalnya, dalam Surah An-Nisa (4:32), Allah menyatakan bahwa
laki-laki dan perempuan adalah teman sejati dan pelindung satu sama lain. Selain itu, dalam
Surah Al-Ahzab (33:35), Al-Qur’an menggarisbawahi bahwa laki-laki dan perempuan yang
beriman dan bertakwa akan menerima pahala yang sama dari Allah.

Agama Islam juga memberikan panduan tentang tanggung jawab dan peran wanita dalam
masyarakat. Wanita dalam Islam diberikan hak-hak yang meliputi hak pendidikan, hak
kepemilikan, hak berperan dalam kehidupan sosial dan politik, serta hak ekonomi. Mereka
dianjurkan untuk mencari pengetahuan, berkontribusi dalam masyarakat, dan berperan
sebagai ibu, istri, atau anggota masyarakat yang berdaya. Pentingnya kesetaraan gender
dalam Islam juga tercermin dalam contoh-contoh dari kehidupan Nabi Muhammad saw.
Beliau menjunjung tinggi peran dan kontribusi wanita dalam masyarakat, seperti Khadijah
binti Khuwailid sebagai pedagang sukses dan Aisyah binti Abu Bakar sebagai ulama dan
penjaga tradisi Islam.

Peran agama dalam mempromosikan kesetaraan gender adalah dengan menyampaikan


ajaran-ajaran Islam yang inklusif dan memerangi ketidakadilan atau diskriminasi terhadap
wanita. Pemahaman yang benar tentang ajaran Islam dan penekanan pada nilai-nilai
kesetaraan gender dapat membantu mengatasi budaya patriarki atau tradisi yang melanggar
hak-hak wanita. Selain itu, agama juga berperan dalam mengedukasi masyarakat tentang
pentingnya menghormati dan memberdayakan wanita. Melalui khutbah, ceramah, dan
pengajaran agama yang inklusif, pandangan yang sejalan dengan kesetaraan gender dapat
ditekankan. Dalam konteks Islam, berbagai organisasi seperti Kemuhammadiyahan berperan
dalam mengedukasi masyarakat tentang nilai-nilai kesetaraan gender yang diajarkan oleh
Islam.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara KHA Dahlan memberdayakan perempuan


2. Seperti apa kesetaraan gender dalam Muhammadiyah
3. Apa peran perempuan Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
BAB II

PEMBAHASAN

A. Cara KHA Dahlan Dalam Memberdayakan Perempuan

Kemuhammadiyahan adalah organisasi Islam yang didirikan oleh KH Ahmad


Dahlan pada tahun 1912 di Yogyakarta, Indonesia. Organisasi ini memiliki peran
penting dalam memperjuangkan hak-hak wanita serta mempromosikan kesetaraan
gender di dalam masyarakat. Kemuhammadiyahan memiliki sejarah panjang dalam
memberdayakan wanita dan melawan diskriminasi terhadap mereka.

Sejak awal berdirinya, Kemuhammadiyahan telah menekankan pentingnya


pendidikan bagi perempuan. KH Ahmad Dahlan memandang bahwa pendidikan
merupakan fondasi penting dalam pemberdayaan wanita. Oleh karena itu,
Kemuhammadiyahan mendirikan sekolah-sekolah untuk perempuan yang
memberikan akses mereka ke pendidikan formal. Hal ini memungkinkan perempuan
untuk mengembangkan potensi mereka dalam bidang pendidikan, budaya, dan sosial.

Selain pendidikan dan pelatihan, Kemuhammadiyahan juga berfokus pada


pemberdayaan wanita melalui kegiatan sosial dan kesejahteraan. Organisasi ini
mendirikan lembaga-lembaga seperti panti asuhan dan rumah sakit yang memberikan
perhatian khusus kepada wanita dan anak-anak. Kemuhammadiyahan juga
mendorong partisipasi aktif wanita dalam kegiatan keagamaan dan sosial, seperti
pengajaran agama, kegiatan sosial kemasyarakatan, dan pengembangan
kewirausahaan. Nilai-nilai yang dianut oleh Kemuhammadiyahan terkait wanita
meliputi kesetaraan gender, penghormatan, keadilan, dan pemberdayaan. Organisasi
ini memegang teguh prinsip bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak-hak dan
tanggung jawab yang sama dalam masyarakat. Kemuhammadiyahan menolak segala
bentuk diskriminasi dan penindasan terhadap wanita, serta berupaya menghilangkan
stereotip negatif terhadap mereka.

Kemuhammadiyahan juga menekankan pentingnya kemandirian wanita dalam


berbagai aspek kehidupan. Melalui pendidikan, pelatihan, dan pemberdayaan
ekonomi, organisasi ini berusaha untuk memberikan wanita akses dan kesempatan
yang setara untuk berkembang dan berkontribusi dalam masyarakat.
Kemuhammadiyahan juga mendorong wanita untuk mengambil peran kepemimpinan
dan berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan di tingkat lokal maupun
nasional.

Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang cukup mapan menempatkan


perempuan setara dengan laki-laki. KHA Dahlan dibantu Nyai Walidah
menggerakkan perempuan untuk memperoleh ilmu, melakukan aksi sosial di luar
rumah yang bisa disebut radikal dan revolusioner saat itu. Kaum perempuan didorong
meningkatkan kecerdasan melalui pendidikan informal dan nonformal seperti
pengajian dan kursus-kursus, serta didirikannya organisasi Aisyiyah.

Aisyiyah menjadi salah satu organisasi wanita yang berada di dalam


Kemuhammadiyahan. Organisasi ini didirikan pada tahun 1917 oleh Nyai Ahmad
Dahlan, istri dari pendiri Kemuhammadiyahan, KH Ahmad Dahlan. Aisyiyah
memiliki peran yang sangat penting dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan
mendorong pemberdayaan perempuan di dalam lingkungan Kemuhammadiyahan.
Sebagai organisasi wanita, Aisyiyah memiliki visi dan misi yang kuat dalam
meningkatkan kualitas hidup perempuan melalui berbagai bidang, termasuk
pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi. Mereka mengakui pentingnya
peran perempuan dalam membangun masyarakat yang lebih baik dan berkomitmen
untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses yang setara terhadap pendidikan,
kesehatan, dan kesempatan ekonomi.

Awalnya, Aisyiyah berfokus pada pendidikan perempuan. Mereka mendirikan


sekolah-sekolah untuk perempuan, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Aisyiyah memandang bahwa pendidikan adalah kunci penting dalam memajukan
perempuan dan memberikan akses kepada mereka untuk mengembangkan potensi diri
serta berkontribusi dalam masyarakat. Selanjutnya, Aisyiyah juga mengembangkan
bidang kesehatan. Mereka mendirikan rumah sakit, klinik, dan pusat kesehatan untuk
memberikan pelayanan medis dan kesehatan kepada perempuan dan keluarga.
Organisasi ini mengadvokasi pentingnya perawatan kesehatan yang berkualitas dan
aksesibilitas yang merata bagi perempuan. Pemberdayaan ekonomi perempuan juga
menjadi perhatian utama Aisyiyah. Mereka memberikan pelatihan keterampilan,
pendampingan usaha, dan akses ke modal usaha bagi perempuan agar dapat mandiri
secara ekonomi. Organisasi ini mendukung pengembangan koperasi perempuan dan
usaha mikro untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi perempuan.

Selama perkembangannya, Aisyiyah juga aktif dalam kegiatan sosial


kemasyarakatan. Mereka menginisiasi program-program pengentasan kemiskinan,
bantuan kepada korban bencana, dan pelayanan sosial lainnya yang memberikan
dampak positif bagi masyarakat. Selain itu, Aisyiyah juga menjadi pusat pemikiran
dan penelitian tentang isu-isu perempuan dalam konteks agama dan masyarakat.
Mereka menghasilkan karya-karya literatur, riset, dan diskusi yang membahas peran
perempuan dalam Islam serta menawarkan interpretasi yang inklusif dan progresif
terhadap ajaran agama terkait perempuan. Sejak didirikan hingga saat ini, Aisyiyah
terus berjuang untuk meningkatkan peran perempuan dalam masyarakat,
menghapuskan diskriminasi, dan memperjuangkan hak-hak perempuan. Organisasi ini
terus berkembang dan memiliki cabang-cabang di seluruh Indonesia, menjadi salah
satu kekuatan yang signifikan dalam pemberdayaan perempuan dan peningkatan
kualitas kehidupan mereka.

B. Kesetaraan Gender dalam Muhammadiyah

Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah selagi tidak muncul


suatu ketidakadilan dan diskriminasi, baik laki-laki dan perempuan, ketidakadilan
gender termanisfestasi dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yakni marjinalisasi
subordinasi (anggapan tidak penting), stereotype (pelabelan negative), violesence
(kekerasan), beban kerja ganda atau lebih, dan sosialisasi ideologi nilai peran gender,
perbedaan gender yang menimbulkan ketidakadilan ini menyebabkan kerugian bagi
laki-laki maupun perempuan. Muhammadiyah sebagai organisasi islam yang cukup
besar dan berpengaruh di Indonesia harus ikut serta menyumbangkan pemikiranya
dalam masalah pemberdayaan perempuan ini, tuntutan ini sebenarnya sejalan dengan
semangat tajdid (perubahan) Muhammadiyah yang sudah di gagaskan oleh KH
Ahmad Dahlan.
KH. Ahmad Dahlan, pendiri organisasi Muhammadiyah, adalah sosok yang
memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan perempuan. Beliau menempatkan
perempuan dan laki-laki pada posisi yang setara dalam segala urusan. Kiai Dahlan
bahkan juga mempersiapkan calon-calon pemimpin perempuan yang telah dibekali
ilmu yang sama dengan laki-laki. Sesuai dengan Firman Allah Swt. sebagai berikut:
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” QS. An-
Nahl ayat 97.

Prinsip persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam Islam justru
memiliki keunikan tersendiri jika, dibandingkan dengan paradigma yang berkembang
di Barat. Misalnya, dalam konteks budaya Indonesia, kaum perempuan bisa
berpartisipasi di ranah publik dengan menjabat posisi struktural pemerintahan.
Bahkan, dengan disahkannya UU Pemilu yang mewajibkan kuota 30% bagi kaum
perempuan di Indonesia, merupakan bukti bahwa mereka juga bisa berbuat seperti apa
yang dikerjakan olah kaum laki-laki. Namun sekali lagi perlu diingat, perempuan
dengan kodrat yang telah diberikan kepadanya jelas memiliki kelemahan tersendiri,
seperti halnya kaum laki-laki. Secara kodrati, antara laki-laki dan perempuan tidaklah
sama. Atas pertimbangan rasional dengan memperhatikan kodratnya yang demikian,
maka muncul batasan-batasan etik yang khas bagi kaum perempuan. Kita kemudian
mengenal fiqih kontekstual yang membahas tentang etika pergaulan bagi kaum
perempuan. Dalam hal ini, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam modernis telah
mengagendakan fiqih kontekstual tersebut dalam Kitab Adabul Mar’ah Fil Islam
(Etika Perempuan dalam Islam).

C. Peran Perempuan Muhammadiyah dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Dengan tugas dan peran (fungsi) sederhana ini Aisyiyah telah banyak
memiliki amal usaha diberbagai bidang diantaranya adalah; pendidikan, kewanitaan,
PKK, kesehatan dan organisasi wanita. Pimpinan Pusat Aisyiyah berusaha memberi
didikan dikalangan wanita islam untuk berpakaian muslimah yang baik, bermoral, dan
bermental luhur, memberikan bimbingan perkawinan dan kerumahtanggaan, tanggung
jawab istri dalam dan di luar rumah tangga, memberikan motivasi keluarga sejahtera,
keluarga bahagia, memberikan bimbingan pemeliharaan bayi sehat, keluarga
berencana, berislam dan sebagainya.
Masuknya perempuan untuk berpartisipasi dalam bidang politik merupakan
salah satu indikasi kemajuan dan kualitasdemokrasi sebuah bangsa. Dalam perspektif
gender yang diusungoleh kalangan feminis adapun yang menyatakan bahwa
perempuan harus dilibatkan dalam kedudukan yang sejajardengan laki-laki di seluruh
bidang pembangunan termasuk dalam bidang politik.Menurut Bahsin dan Khan
(Muthali’in,2001:41), munculnyafeminism merupakan suatu kesadaran akan
penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, ditempat kerjadan
dalam keluarga, serta tindakan sadar oleh perempuan maupunlaki-laki untuk
mengubah keadaan tersebut.
Pandangan Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiyah tentang peran politik perempuan
dapat dicermati berdasarkan keputusan yang telah dibuat oleh Muhammadiyah
melalui lembaga yang berkenaan dengan itu dalam hal ini Majelis Tarjih dan
Tajdid.Ketika pandangan patriaki masih sangat kental dalam kultur masyarakat
Indonesia dan diskursus-diskursus gender belum mengemuka saat ini.
Keputusan Majelis Tarjih yang terhimpun dalam Adabul Mar’ah fil Islam
memberikan apresiasi dan afirmasi bahwasanya perempuan boleh menjadi pemimpin.
Perempuan boleh menjadi hakim, direktur sekolah, menteri, walikota dansebagainya.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Posisi Aisyiyah dalam Muhammadiyah adalah sebagai suatu organisasi


otonom Muhammadiyah yang di peruntukan untuk perjuangan para wanita muslimah.
Karena lembaga ini adalah bagian horizontal dari organisasi Muhammadiyah maka
fungsi dari lembagaa ini sebagai partner gerak langkah Muhammadiyah, di mana asas
dan tujuannya tidak terpisah dari induk persyarikatan. Aisyiyah adalah organisasi
persyarikatan Muhammadiyah yang berazaskan amar ma ruf nahi munkar dan
berpedoman kepada Al-Qur’an dan Sunnah.

Anda mungkin juga menyukai