Anda di halaman 1dari 12

MUHAMMADIYAH DAN PEMBERDAYAAN

PEREMPUAN

Author 1

Fahul Khair, M. Pd
fathulkhair@itekesmukalbar.ac.id

Author 2
Ananda Puspitasari, S.Kep, Ns
ananda@untan.ac.id

Author 3
Sri Murthi Lestari, S.Kep, Ns
Lsri7467@gmail.com

Abstract: Aisyiyah is a Muhammadiyah women's movement that has been


recognized and felt its role in society. Aisyiyah is one of the first
autonomous organizations (Ortom) born from the womb of
Muhammadiyah, which has the same goals as Muhammadiyah. Aisyiyah
has a visionary strategic special program, namely towards women. The
role and function of women is the most important part in the movement of
life, this field is the area that Sunnah has been working on until now. The
Aisyiyah movement since its inception and over time has continued to
develop and benefit the improvement and advancement of the dignity of
Indonesian women. In 1919, it established.

Keyword: Aisyiyah, an autonomous organization of Muhammadiyah

Abstrak: Aisyiyah merupakan gerakan perempuan Muhammadiyah yang


telah diakui dan dirasakan perannya di dalam masyarakat. Aisyiyah
sebagai salah satu organisasi otonom (Ortom) pertama yang dilahirkan
dari rahim Muhammadiyah, yang memiliki tujuan yang sama dengan
Muhammadiyah. Aisyiyah memiliki program khusus strategis yang
visioner, yaitu terhadap perempuan. Peran dan fungsi perempuan
merupakan bagian terpenting dalam gerak roda kehidupan, bidang ini
adalah wilayah yang geluti dan ditekuni Sunnah sampai sekarang. Gerakan
Aisyiyah sejak awal berdiri dan dari waktu ke waktu terus berkembang dan
memberi manfaat bagi peningkatan dan kemajuan harkat dan martabat
perempuan Indonesia. Pada tahun 1919 mendirikan Frobel, sekolah,
taman kanak-kanak pertama milik peribumi di Indonesia. Bersama
organisasi wanita lain pada tahun 1928 mempelopori dan
memprakarsai terbentuknya pederasi organisasi wanita yang
kemudian sampai sekarang di kenal dengan KOWANI (Kongres
Wanita Indonesia).

Kata kunci : Aisyiyah, organisasi otonom Muhammadiyah

Pendahuluan
Secara konseptual, pemberdayaan masyarakat mencakup
tiga dimensi, yaitu kemampuan kerakyatan, kemampuan
sosiopolitik, dan kemampuan partisipatif. Selain itu, pemberdayaan
juga merujuk pada tigal hal. Pertama sebuah proses Pembangunan
yang bermula dari pertumbuhan individual kemudian berkembang
menjadi perubahan sosial yang lebih besar. Kedua sebuah keadaan
psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna, dan mampu
mengendalikan diri dan orang lain. Ketiga, pembebasan yang
dihasilkan dari sebuah Gerakan sosial. Pembebasan ini dimulai dari
pendidikan terhadap orang-orang lemah dan selanjutnya melibatkan
upaya-upaya kolektif dari orang-orang lemah tersebut untuk
memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih
menekan (Sofia, 2021).
Pemberdayaan dapat dilakukan dengan adanya sebuah
modal sosial yang terdapat dalam masyarakat. Modal sosial itu
merupakan hubungan-hubungan antara manusia, yaitu orang-orang
yang melakukan aksi kepada sesamanya karena adanya kewajiban
sosial dan timbal balik, solidaritas sosial, dan komunitas. Modal
sosial ini merupakan perekat yang menyatukan masyarakat. Oleh
karena itu, suatu pemberdayaan akan berhasil jika memperkuat
Fathul Khair,M.Pd, Ananda Puspitasari, S.Kep, Ns, Ns Sri murthi Lestari,
S.Kep : Muhamaddiyah dan Pemberdayaan Perempuan | 3

masyarakat madani atau masyarakat sipil, yaitu struktur-struktur


formal maupun semiformal yang dibentuk masyarakat secara
sukarela dengan inisiatif mereka sendiri, bukan sebagai konsekuensi
dari program maupun arahan tertentu dari masyarakat (Sofia, 2021).
Salah satu modal sosial sebagaimana yang diuraikan di atas
adalah Muhammadiyah dengan berbagai organisasi otonom di
bawahnya. Pendirian Muhammadiyah berawal dari kegelisahan serta
keprihatinan social religious dan moral yang disebabkan oleh
pendidikan yang rendah, kemiskinan, maupun keterbelakngan.
Pendiri Muhammadiyah saat itu sangat prihatin terhadap kondisi
bangsa Indonesia, seperti belum memadainya lembaga pendidikan,
lemahnya kepemimpinan, serta tekanan bangsa Belanda yang
bersikap acuh hingga merendahkan masyarakat. Untuk memperkuat
gerakannya, Muhammadiyah membentuk organisasi otonom,
diantaranya ‘Aisyiyah, Pemuda Muhammadiyah, Ikatan Pelajar
Muhammadiyah, Tapak Suci Putera Muhammadiyah, serta Hizbul
Wathan (Suharto, 2006).

Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode
kepustakaan yaitu metode yang sumber datanya berasal dari buku, artikel
ilmiah maupun dokumen yang berkaitan dengan topik permasalahan.
Metode kepustakaan merupakan penelitian dengan melakukan
pegumpulan data-data melalui data atau karya ilmiah yang isinya relevan
dengan topik permasalahan khususnya berkaitan dengan kepribadian
Muhammadiyah. Dimana didalamnya terfokus pada penjabaran tentang
kemuhamadiyaan dan pemberdayaan perempuan.
Hasil dan Pembahasan Penelitian
A. Cara KH Ahmad Dahlan Memberdayakan Perempuan
KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah yang hingga
kini masih eksis sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di
tanah air, adalah salah satu dari sedikit ulama terkemuka di awal
abad ke 20 yang sangat memperhatikan kepentingan Perempuan.
Jauh sebelum isu kesetaraan gender atau feminisme berkembang di
tanah air, Ahmad Dahlan sudah bekerja untuk menempatkan kaum
Perempuan dalam posisi yang setara dengan pria meskipun dengan
tugas yang berbeda (Mulkhan, 2010).
“Apakah tidak malu jika aurat kalian dilihat oleh kaum
lelaki?” Tanya Kiai Ahmad Dahlan dihadapan anak-anak
Perempuan didikan Muhammadiyah pada suatu kali. Yang ditanya
serempak menjawab bahwa mereka akan sangat malu jika itu
terjadi. Sang kiai pun berkata, “Jika malu, mengapa ketika kalian
sakit lalu pergi ke dokter laki-laki? Apalagi bila hendak melahirkan
anak. Jika kalian benar-benar malu, hendaknya terus belajar dan
belajar dan jadilah dokter, sehingga akan ada dokter Perempuan
untuk kaum Perempuan.” Fragmen yang dikutp dari buku Pesan &
Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam Hikmah Muhammadiyah itu
hanya secuil dari jejak langkah sang pencerah dalam upayanya
untuk memuliakan serta menaikkan harkat dan martabat kaum
Perempuan (Raditya, 2018).
Pemberdayaan Perempuan menjadi strategi penting dalam
meningkatkan potensi dan peran Perempuan agar lebih mampu,
mandiri, dan berkarya. Sejak awal Muhammadiyah berdiri, Ahmad
Dahlan memposisikan Perempuan sebagai pilar penting untuk
mendukung organisasinya tersebut. Ahmad Dahlan dibantu Nyai
Walidah menggerakkan Perempuan untuk memperoleh ilmu,
Fathul Khair,M.Pd, Ananda Puspitasari, S.Kep, Ns, Ns Sri murthi Lestari,
S.Kep : Muhamaddiyah dan Pemberdayaan Perempuan | 5

melakukan aksi sosial di luar rumah yang bisa disebut radikal dan
revolusioner saat itu. kaum Perempuan didorong meningkatkan
kecerdasan melalui pendiidkan formal dan nonformal seperti
pengajian dan kursus-kursus. Mereka berdua sudah melakukan
pembinaan pada Perempuan kampung kauman Yogyakarta untuk
terjun dan ikut ambil bagian dalam memurnikan persoalan sosial
kemasyarakatan (Yuliati, 2023).
Pada tahun 1911, yaitu setahun sebelum Muhammadiyah
berdiri, didirikan Madrasah Diniyah. Tahun 1913, yakni setahun
setelah Muhammadiyah berdiri, Ahmad Dahlan menganjurkan
kepada tetangga-tetangganya untuk menyekolahkan anak-anak
Perempuan mereka di sekolah Belanda Neutraal Meisjes School di
Ngupasan. Tiga orang gadis yang saat itu berhasil masuk ke
sekolah itu ada Siti Bariyah, Siti Wadingah, dan Siti Dawimah
(Yuliati, 2023).
Tahun 1914, Ahmad Dahlan dan istrinya Nyai Walidah
mengadakan kursus-kursus agama atau pengajian khusus untuk
kaum Perempuan yang dilaksanakan sesudah waktu ashar yang
diberi nama Wal’asri, kursus itu diikuti pula oleh siswi-siswi
Sekolah Netral Belanda. Pemberdayaan Perempuan dapat
dilakukan melalui organisasi keperempuanan. Muhammadiyah
memandang bahwa Perempuan juga berpotensi untuk aktif dalam
menggerakkan organisasi yang kala itu didominasi oleh kaum laki-
laki (Yuliati, 2023).
Berdasarkan usulan KH Ahmad Dahlan, pada tahun 1917
terbentuklah organisasi yang secara khusus bertujuan untuk
memajukan kaum Perempuan yang kemudian diberi nama
‘Aisyiyah yang merupakan nama usulan diberikan oleh KH
Fachruddin, salah seorang murid KH Ahmad Dahlan. ‘Aisyiyah
berawal dari sebuah pertemuan yang berlangsung di rumah KH
Ahmad Dahlan yang dihadiri oleh KH Fachruddin, KH Mochtar,
Ki Bagus Hadi Kusumo, dan enam orang gadis Muslimah yang
memang telah dikader sebelumnya melalui Sopo Tresno, yakni Siti
Bariyah, Siti Dawimah, Siti Dalalah, Siti Busjro, Siti Wadingah,
dan Siti Badilah. Hasil rapat memutuskan bahwa organisasi
Perempuan yang Bernama ‘Aisyiyah akan segera dibentuk bukan
untuk membedakan posisi antara laki-laki dan Perempuan. Justru
Ahmad Dahlan menyadari bahwa Muhammadiyah sangat
memerlukan peran dari kaum hawa. ‘Aisyiyah merupakan tangan
kanan Muhammadiyah untuk merespon isu-isu Perempuan dan
sekaligus memberdayakannya melalui jalur pendidikan dan
pelayanan sosial (Raditya, 2018).
Bersama ‘Aisyiyah, Ahmad Dahlan memobilisasi
Perempuan untuk memasuki peradaban yang modern, termasuk
menjadi pelopor bermunculannya juru dakwah Perempuan yang
sebelumnya masih sangat langka. ‘Aisyiyah menjadi salah satu
warisan Ahmad Dahlan yang paling berharga, tentu saja dengan
peran krusial sang istri, Siti Walidah (Sofia, 2021). ‘Aisyiyah
tercatat sebagai organisasi kewanitaan pertama yang berdiri di
Indonesia dan telah membuka lembaran Sejarah baru tentang
peranan Perempuan dalam keikutsertaan pembangunan negara
(Arifin, 2017). Kepada para Wanita, Ahmad Dahlan berpesan
“Urusan dapur janganlah dijadikan halangan untuk menjalankan
tugas dalam menghadapi masyarakat.”
B. Kesetaraan Gender dalam Muhammadiyah
Ajaran KH Ahmad Dahlan melalui Muhammadiyah
memandang bahwa laki-laki dan Perempuan adalah setara. Ahmad
Fathul Khair,M.Pd, Ananda Puspitasari, S.Kep, Ns, Ns Sri murthi Lestari,
S.Kep : Muhamaddiyah dan Pemberdayaan Perempuan | 7

Dahlan sangat memperhatikan Perempuan sebagi generasi penerus


umat islam, karena itulah Ahmad Dahlan menyuruh agar Perempuan
juga harus belajar dan bersekolah selayaknya para kaum laki-laki.
Salah satu bukti bahwa Ahmad Dahlan tidak menjadikan perbedaan
jenis kelamin sebagai masalah terlihat dalam penempatan daftar
pendakwah Muhammadiyah yang tidak melulu didominasi oleh
kaum lelaki.
Muhammadiyah memiliki tujuan utama untuk menciptakan
masyarakat yang berkeadilan terhadap gender, berjuang dan
merespon isu-isu terkait Perempuan (Arifin, 2017). Muhammadiyah
dan ‘Aisyiyah sampai sekarang tetap berkomitmen dalam
pemberdayaan perempuan untuk kesetaraan dan keadilan gender.
Hal ini dapat dilihat dari hasil muktamar Muhammadiyah ke 45
tahun 2010 di Yogyakarta mengenai program Bidang Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak yang terdiri dari visi
pengembangan dan program pengembangan. ‘Aisyiyah memiliki
Garapan program kerja yang sangat khusus, strategis, dan visioner,
yaitu perempuan. Peran dan fungsi Perempuan merupakan bagian
terpenting dalam gerak roda kehidupan (Yusuf, 2020).
Dalam pembentukannya, ‘Aisyiyah banyak merefleksikan
kepada perintah-perintah al Quran, diantaranya QS An-Nisa ayat 124
yang berbunyi:

Artinya:
“Dan barang siapa mengerjakan amal kebajikan, baik laki-
laki maupun Perempuan sedang dia beriman, maka mereka itu akan
masuk ke dalam surga dan mereka tidak dizalimi sedikitpun.”
Menurut tokoh Muhammadiyah, ayat ini mengandung
kesetaraan gender antara laki-laki dan Perempuan untuk membentuk
suatu perkumpulan umat untuk menjalankan dakwah Islam secara
terorgananisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung
penegasan tentang hidup berorganisasi (Yusuf, 2020).

C. Peran Perempuan Muhammadiyah dalam Kehidupan


Berbangsa dan Bernegara
‘Aisyiyah selama kurun waktu seratus enam tahun (1917-
2023) memiliki banyak kegiatan yang dilakukan. Walaupun dalam
awal kegiatannya terlihat sederhana tetapi secara substansi telah
membuka pikiran para Wanita dan memberikan pencerahan
pandangan yang luar biasa. ‘Aisyiyah telah menjadi role model bagi
organisasi pergerakan Wanita lain. Diambil dari nama istri
Rasulullah yang Bernama Aisyah tentu menjadikan harapan besar
dibalik dipilihnya nama ‘Aisyiyah yang berarti pengikut Aisyah,
yang diharapkan akan menjadi sosok Wanita shalehah yang tangguh
mendampingi suaminya berjuang di perserikatan Muhammadiyah.
Peranan organisasi ‘Aisyiyah untuk pemberdayaan
Perempuan dan masyarakat mulai dari bidang pendidikan, kesehatan,
dan ekonomi. Menurut Yusuf (2020) peran perempuan
Muhammadiyah adalah:
1. Bidang Pendidikan
Fathul Khair,M.Pd, Ananda Puspitasari, S.Kep, Ns, Ns Sri murthi Lestari,
S.Kep : Muhamaddiyah dan Pemberdayaan Perempuan | 9

‘Aisyiyah mengawali perjuangannya dengan merintis


berdirinya pendidikan untuk anak-anak yang pertama di
Indonesia pada tahun 1919 dengan nama Frobel School, yang
saat ini Bernama TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal. Dalam
perjalanannya, ‘Aisyiyah juga mencanangkan pemberantasan
buta huruf serta memberikan pendidikan keagamaan bagi para
buruh batik.
Dalam bidang pendidikan sejalan dengan
pengembangan yang menjadi salah satu pilar utama Gerakan
‘Aisyiyah, melalui Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
serta Manjelis Pendidikan Tinggi, ‘Aisyiyah mengembangkan
visi “Pendidikan yang berakhlak mulia untuk umat dan bangsa”.
Dengan tujuan memajukan pendidikan (formal maupun non
formal) serta mencerdaskan kehidupan bangsa hingga terwujud
manusia muslim yang bertakwa, berakhlak mulia, cakap,
percaya pada diri sendiri, cinta tanah air dan berguna bagi
masyarakat serta diridhai Allah SWT, berbagai program mulai
dikembangkan untuk menangani masalah pendidikan dari usia
pra TK hingga sekolah tinggi. seperti pendirian taman kanak-
kanak, frobel dan program keluarga Sakinah juga memberi
pengetahuan tentang adab berpakaian musimah dalam Islam.
2. Bidang Kesehatan
Dalam bidang kesehatan ‘Aisyiyah berupa rumah sakit,
rumah bersalin, badan kesehatan ibu dan anak, balai pengobatan
dan posyandu secara keseluruhan berjumlah 280 yang tersebar
di seluruh wilayah Indonesia. ‘Aisyiyah melalui majelis
kesehatan dan lingkungan hidup juga melakukan kampanye
peningkatan kesadaran masyarakat dan penanggulanan penyakit
berbahaya dan menular, penanggulangan HIV/ AIDS dan
NAPZA, bahaya merokok dan minuman keras, dengan
menggunakan berbagai pendekatan dan bekerjasama dengan
berbagai pihat. Selain itu ‘Aisyiyah juga meningkatkan
perlindungan kesehatan reproduksi Perempuan,
menyelenggarakan pilot project sistem pelayanan terpadu antara
lembaga kesehatan, dakwah sosial dan terapi prikologi Islami
(Yusuf, 2020).
3. Bidang Ekonomi
Dengan visi “Tertatanya kemampuan organisasi dan
jaringan aktivitas pemberdayaan ekonomi keluarga untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat”, ‘Aisyiyah melalui
majelis ekonomi bergerak di bidang pemberdayaan ekonomi
rakyat kecil dan menengah serta pengembangan-pengembangan
ekonomi kerakyatan. Beberapa program pemberdayaan
diantaranya mengembangkan Bina Usaha Ekonomi Keluarga
‘Aisyiyah (BUEKA) dan Usaha Mikro Kecil Menengah
(UMKM). Saat ini ‘Aisyiyah memiliki dan membina Badan
Usaha Ekonomi sebanyak 1426 buah di wilayah, daerah, dan
cabang yang serupa badan usaha koperasi, pertanian, industri
rumah tangga, pedagang kecil atau toko.
4. Syiar Islam
Pada tahun 1926, ‘Aisyiyah menerbitkan majalah
organisasi yang Bernama Suara ‘Aisyiyah dan masih terus terbit
hingga saat ini.
Fathul Khair,M.Pd, Ananda Puspitasari, S.Kep, Ns, Ns Sri murthi Lestari,
S.Kep : Muhamaddiyah dan Pemberdayaan Perempuan | 11

Kesimpulan
Pemberdayaan Perempuan menjadi strategi penting dalam
meningkatkan potensi dan peran Perempuan agar lebih mampu, mandiri,
dan berkarya. Sejak awal Muhammadiyah berdiri, Ahmad Dahlan
memposisikan Perempuan sebagai pilar penting untuk mendukung
organisasinya tersebut. Berdasarkan usulan KH Ahmad Dahlan, pada
tahun 1917 terbentuklah organisasi yang secara khusus bertujuan untuk
memajukan kaum Perempuan yang kemudian diberi nama ‘Aisyiyah
yang merupakan nama usulan diberikan oleh KH Fachruddin, salah
seorang murid KH Ahmad Dahlan.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. (2017). Aisyiyah dan Pembinaan Pemberdayaan


Perempuan sebagai Upaya Mencapai Kesetaraan Gander.
Forum Ilmu Sosial, 44(1), 68–71.
Raditya, I. N. (2018). Cara Ahmad Dahlan Memuliakan
Perempuan. Tirto.Id. https://tirto.id/cara-ahmad-dahlan-
memuliakan-perempuan-cjxg
Sofia, A. (2021). Konsep Awal Pemberdayaan Masyarakat Oleh
‘Aisyiyah. Aplikasia: Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama,
21(1), 45–58. https://doi.org/10.14421/aplikasia.v21i1.2492
Yuliati, S. (2023). Muhammadiyah dalam Pemberdayaan
Perempuan. Tajdid.Id.
https://tajdid.id/2023/01/03/muhammadiyah-dalam-
pemberdayaan-perempuan/
Yusuf. (2020). Dakwah Perempuan : Pemberdayaan Perempuan
Muhammadiyah Sulawesi Tenggara. Al-Munzir, 13(2), 231–
252.

Anda mungkin juga menyukai