Oleh
A. PENDAHULUAN
Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang berkemajuan, yang ketika penggunaan
bangku masih dianggap warisan Belanda yang nota bene disebut kafir oleh ulama pada
masa itu, Kiai Ahmad Dahlan membuat terobosan dengan pemakaian bangku di sekolah-
sekolah Muhammadiyah. Ketika Khutbah Jumat masih menggunakan bahasa Arab,
Muhammadiyah berani menganjurkan penggunaan bahasa Indonesia dan tidak jarang
menggunakan bahasa setempat agar isi khutbah tersebut bisa dipahami oleh masyarakat.
KH. Ahmad Dahlan dikenal sebagai Kiai yang moderat dan cenderung melawan arus
pada zamannya banyak mengkritik pemahaman masyarakat tentang Islam pada masa itu.
Islam sering dituduh telah memberi legitimasi terhadap penyempitan peran perempuan
hingga kekerasan terhadap perempuan. Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang
cukup mapan menempatkan perempuan setara dengan laki-laki. Kiai Ahmad Dahlan
dibantu Nyai Walidah menggerakkan perempuan untuk memperoleh ilmu, melakukan
aksi sosial di luar rumah yang bisa disebut radikal dan revolusioner saat itu. Kaum
perempuan didorong meningkatkan kecerdasan melalui pendidikan informal dan
nonformal seperti pengajian dan kursus-kursus.
Gerakan sosial sebagai kebaharuan dalam praksis sosial berkemajuan ini harus dilakukan
melalui jaringan kerja sama dengan gerakan perempuan lain, baik di tingkat lokal,
nasional maupun internasional. Masalah perempuan merupakan masalah yang sangat
kompleks karena itu membutuhkan kerjasama yang baik agar kehidupan perempuan
menjadi lebih baik. Didirikannya organisasi gerakan perempuan tentulah dimaksudkan
untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi kaum perempuan sebagaimana
dikemukakan Syafiq Hasyim dalam buku “Bebas dari Patriarkisme Islam” bahwa gerakan
perempuan baik di Barat ataupun di dunia Islam memiliki tujuan yang sama, yaitu
membebaskan perempuan dari kedudukan yang tersubordinasi, terepresi dan
termarginalisasi menuju kedudukan yang seimbang dengan kaum laki-laki. ‘Aisyiyah
sebagai organisasi Islam dengan paham keagamaan yang moderat telah mencontohkan
bagaimana seharusnya perempuan berkiprah di ruang publik, yang menempatkan
perempuan sebagaimana nilai-nilai Islam yang memuliakan dan menjunjung tinggi
martabat perempuan. Bahwa perempuan tidak sepantasnya hanya mengurusi rumah
tangga, namun perempuan memiliki tanggung jawab yang sama dalam tugas-tugas sosial
untuk pencerahan dan kesejahteraan ummat manusia dan membawa pandangan bahwa
perempuan Islam tidak hanya berada di ranah domestik tetapi juga ke ranah publik, yang
sejalan dengan prinsip dan misi Islam sebagai agama yang membawa risalah rahmatan
lil-‘alamin.
Dalam kondisi kini, gerakan perempuan ‘Aisyiyah masih sangat dibutuhkan dan
dikembangkan keberadaanya khususnya di Indonesia, dengan melihat tantangan dan
kondisi sosial politik yang ada saat ini. Berbagai problema yang teramati dan dialami saat
ini yang dihadapi perempuan Indonesia juga semakin multiaspek seperti ketidakadilan
gender, kekerasan, perdagangan perempuan dan anak, kualitas kesehatan perempuan dan
anak yang masih memprihatinkan, kemiskinan, dan berbagai permasalahan sosial lainnya.
Selain itu, berbagai pandangan keagamaan yang bias gender masih dihadapi dalam
realitas kehidupan masyarakat sehingga berdampak luas bagi kehidupan perempuan.
‘Aisyiyah perlu melakukan revitalisasi yang bertujuan untuk mewujudkan terbentuknya
Keluarga Sakinah dan Qaryah Thayyibah (masyarakat utama), yang telah dikenalkan
sebagai praksis sosial, dengan strategi community development. Dalam konteks
Muhammadiyah penguatan gerakan perempuan dalam Persyarikatan melekat dengan misi
dan dinamika gerakan Muhammadiyah dalam mewujudkan masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya. Revitalisasi gerakan perempuan muslim juga sejalan dengan misi
Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi kemuliaan perempuan dan kemanusiaan
untuk menjadi kholifah dimuka bumi ini dan sebagai perwujudan risalah rahamatan
lil’alamin.
B. PEMBAHASAN
Pengajian Sopo Tresno belum merupakan suatu nama organisasi hanya sebuah
perkumpulan pengajian biasa, untuk memberi suatu nama yang konkrit suatu
perkumpulan, beberapa tokoh Muhammadiyah seperti KH.Ahmad Dahlan, KH. Mokhtar,
KH.Fachruddin dan Ki Bagus Hadi Kusuma serta pengurus Muhammadiyah yang
lainmengadakan pertemuan dirumah Nyai Ahmad Dahlan. Waktu itu diusulkan nama
Fatimah, namun tidak disetujui Oleh KH. Fachruddin. Dicetuskan nama Aisyiyah, yang
kemudian dipandang tepat dengan harapan perjuangan perkumpulan itu meniru
perjuangan Aisyah, Istri NabiMuhammad SAW yang selalu membantu berdakwah.
Peresmian Aisyiyah dilaksanakan bersamaan peringatan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad
pada tanggal 27 rajab 1335 H, bertepatan 19 Mei 1917 M dan diketuai oleh Siti Bariyah.
Peringatan Isra' Mi'raj tersebut merupakan peringatan yang diadakan Muhammadiyah
untuk pertama kalinya. Selanjutnya, KH.Mukhtar memberi bimbingan administrasi dan
organisasi, untuk bimbingan jiwa keagamaannya dibimbing langsung oleh KH.Ahmad
Dahlan.Setelah organisasi ini sudah terbentuk maka KH Ahmad Dahlan memberikan
suatu pesan untuk para pengurus yang memperjuangkan Islam, pesan itu berbunyi:
1) Dengan keikhlasan hati menunaikan tugasnya sebagai wanita Islam sesuai dengan
bakat dan percakapannya, tidak menghendaki sanjung puji dan tidak mundur selangkah
karena dicela.
2)Penuh keinsyafan, bahwa beramalitu harus berilmu.
3)Jangan mengadakan alasan yang tidak dianggap sah oleh Tuhan Allah hanya untuk
menghindari suatu tugas yang diserahkan.
4) Membulatkan tekad untuk membela kesucianagama Islam.
5) Menjaga persaudaraan dan kesatuan kawansekerja dan seperjuangan. Lembaga ini
sejak kehadirannya merupakan bagian horizontal dari Muhammadiyah yang membidangi
kegiatan untuk kalangan putri atau kaum wanita Muhammadiyah.
A.Kesimpulan