Dengan seiringi kesadaran perempuan yang mempertanyakan tentang sejauh
manakah peran agama dalam memberikan rasa aman dari berbagai tekanan, ketakutan dan ketidakadilan persoalan agama dan perempuan menjadi marak. Dan sekarang agama mendapat suatu tantangan baru dengan di anggapnya agama sebagai salah satu unsur yang melanggengkan suatu ketidakadilan bagi perempuan, oleh karena itu pada agamawan baik individu atau kelompok di tuntut untuk melihat secara lebih jelas, apakah persoalan itu inheren dalam agama itu sendiri ataukah persoalan terletak pada tafsir keagamaan, bisa jadi terpengaruh oleh kultural tertentu. Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah selagi tidak muncul suatu ketidakadilan dan diskriminasi, baik laki-laki dan perempuan, ketidakadilan gender termanisfestasi dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yakni marjinalisasi subordinasi (anggapan tidak penting), stereotype (pelabelan negative), violesence (kekerasan), beban kerja ganda atau lebih, dan sosialisasi ideologi nilai peran gender, perbedaan gender yang menimbulkan ketidakadilan ini menyebabkan kerugian bagi laki-laki maupun perempuan. Muhammadiyah sebagai organisasi islam yang cukup besar dan berpengaruh di Indonesia harus ikut serta menyumbangkan pemikiranya dalam masalah pemberdayaan perempuan ini, tuntutan ini sebenarnya sejalan dengan semangat tajdid (perubahan) Muhammadiyah yang sudah di gagaskan oleh KH Ahmad Dahlan. Dengan pendirian KH.Ahmad Dahlan yang keras terhadap taqlid dan keterbukaannya terhadap perubahan menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi yang dinamis dan bisa menyesuaikan diri dengan perubahan. Dengan semboyan kembali kepada Al-Qur‟an dan Sunnah, KH. Ahmad Dahlan bersikap keras terhadap aspek-aspek kultural yang disebut bid‟ah dan sikap taqlid yang membelenggu umat pada hal-hal yang tidak bermanfaat. Penguburan yang sederhana merupakan suatu contohnya mengajarkan kepada umat islam agar berhemat tanpa menghilangkan unsur-unsur yang di ajarkan islam. Di sisi yang lain ini juga membuat Muhammadiyah untuk terbuka dan fleksibel terhadap unsur-unsur inovasi baru yang membawa mashlahat, walau dari manapun asalnya inovasi itu asalkan tidak bertentangan dengan kedua prinsip di atas yaitu Qur‟an dan Sunnah, ini seperti keterbukaan KH. Ahmad Dahlan yang beradaptasi terhadap pemikiran dan institusi yang berasal dari kolonial barat dan kristen seperti sistem pendidikan, kurikulum, pakaian, panti asuhan dll a. Peran perempuan muhammadiyah dalam kehidupan bangsa dan Negara Dengan tugas dan peran (fungsi) sederhana ini Aisyiyah telah banyak memiliki amal usaha diberbagai bidang diantaranya adalah; pendidikan, kewanitaan, PKK, kesehatan dan organisasi wanita. Pimpinan Pusat Aisyiyah berusaha memberi didikan dikalangan wanita islam untuk berpakaian muslimah yang baik, bermoral, dan bermental luhur, memberikan bimbingan perkawinan dan kerumahtanggaan, tanggung jawab istri dalam dan di luar rumah tangga, memberikan motivasi keluarga sejahtera, keluarga bahagia, memberikan bimbingan pemeliharaan bayi sehat, keluarga berencana, berislam dan sebagainya. Peran dan Kontribusi Nasyiatul Aisyiyah (NA), bergerak dalam bidang dan organisasi gerakan putri islam, bidang keagamaan, kemasyarakatan dan keputrian. Nasyiatul Aisyiyah memberikan terobosan baru yang inovatif yaitu mengadakan kegiatan SP (Siswa Praja) Wanita. Mendomestifikasi wanita dalam kegiatan-kegiatan rumah tangga. Membekali wanita dan putri-putri Muhammadiyah dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan. Dalam organisasi Nasyiatul Aisyiyah (NA) mengadakan tablig ke luar kota dan kampung-kampung, mengadakan kursus administrasi, dan ikut memasyarakatkan organisasi Muhammadiyah. Kegiatan SP (Siswa Praja) Wanita merupakan terobosan yang inovatif dalam metakukan emansipasi wanita di tengah kultur masyarakat feodal saat itu. Kultur patriarkhis saat itu benar-benar mendomestifikasi wanita dalam kegiatan- kegiatan rumah tangga. Para orang tua seringkali melarang anak perempuannya keluar rumah untuk aktifitas-aktifitas yang emansipatif. Namun dengan munculnya SP (Siawa Praja) Wanita, kultur patriarkhis dan feodal tersebut bisa didobrak. Hadirnya SP (Siswa Praja) Wanita sangat dirasakan manfaatnya, karena SP (Siswa Praja) Wanita membekali wanita dan putri-putri Muhammadiyah dengan berbagai pengetahuan dan ketrampilan. Prinsip Gerakan Nasyiatul Aisyiyah (NA), sering juga disebut Nasyiah, adalah organisasi otonom dan kader Muhammadiyah yang merupakan gerakan putri islam yang bergerak di bidang keagamaan, kemasyarakatan dan keputrian. Tujuan organisasi ini ialah membentuk pribadi putri islam yang berarti bagi agama, keluarga dan bangsa menuju terwujudnya masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridhai oleh Allah SWT.