SISTEM MUSKULOSKELETAL
Tutor:
dr. Eddy
Kelompok: 8
Akhmad Syaiful Halim 2016730005
Estu Paramadina 2016730032
Achmad Reza Syamsulade 2016730001
Farah Fadhilah Fadjry 2016730035
Herdianty Zahira 2016730046
Rexa Priandini 2016730091
Aulia Putri Hendiyani Ramadhan 2016730019
Intan Hardianti Savitri 2016730051
Yolanda Rezky Pradani 2016730107
Annisa Nur Rahmalia 2016730013
Puspita Madina 2016730084
I. TUJUAN PEMBELAJARAN
III. SKENARIO 3
Nyona Mirna (39 tahun) seorang penjaga kantin di asrama datang berobat ke
dokter dengan keluhan nyeri pada jari-jari tangan kanan dan kiri, yeri dirasakan sejak
1 tahun yang lalu, hilang-timbul terutama pada cuaca dingin dan pagi hari. Pagi hari
jari-jari tangan juga sering terasa kaku. Ny. Mirna juga mengeluh kesulitan bila ingin
mencuci baju dan memakai pakaian.
3
C. MEMBUAT PERTANYAAN:
1. Apa yang dimaksud dengan nyeri?
2. Apa ang dimaksud dengan ambang nyeri? Jelaskan
3. Apa saja penyebab dari nyeri dan apa perbedaan nyeri yang ditimbulkan oleh
inflamasi dan gangguan mekanik?
4. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis nyeri
5. Bagaimana mekanisme timbulnya nyeri?
6. Apa dampak yang ditimbulkan dari nyeri?
7. Apa saja faktor yang mempengaruhi timbulnya nyeri? Dan apa pengaruhnya?
8. Buatlah tabel perbandingan diagnosis! (Differential Diagnosis-DD)
9. Berdasarkan skenario, jenis pemeriksaan apa yang paling tepat untuk
menentukan diagnosis penyakit tersebut?
10. Bagaimana penatalaksanaan terhadap WD(Working Diagnosis)?
D. PEMBAHASAN
1. NYERI
Definisi
Nyeri Inflamasi adalah nyeri karena proses radang. Jaringan yang rusak akan
mengeluarkan mediator kimiawi seperti bradikinin, prostaglandin, dll. Mediator
tersebutlah yang akan menyebabkan nyeri.
Nyeri kronik adalah nyeri yang di sebabkan karena pengaruh mekanik seperti tekanan,
tusukan jarum, irisan pisau dan lain-lain.
Serat yang berasal dari nosiseptor yang berespons terhadap kerusakan mekanis seperti
terpotong atau kerusakan suhu seperti terbakar disalurkan melalui serat A-delta (jalur
nyeri cepat). Impuls dari nosiseptor polimodal yang berespons terhadap bahan kimia yang
dilepaskan ke CES dari jaringan yang rusak disalurkan oleh serat C (jalur nyeri lambat)
Pada Umumnya nyeri akan terasa bila seseorang menerima panas dengan
suhu diatas 45oC, ini juga merupakan suhu dimana jaringan mulai mengalami
kerusakan akibat panas. Sebenarnya jaringan akan seluruhnya rusak jika
suhu menetap diatas nilai ini. Oleh karena itu, jelaslah sekarang bahwa rasa
nyeri yang disebabkan oleh panas sangat erat hubungannya dengan
kemampuan panas untuk merusak jaringan.
3. AMBANG NYERI
Ambang nyeri adalah Intensitas rangsang terendah yang menimbulkan persepsi
nyeri
Toleransi nyeri adalah Tingkat nyeri tertinggi yang dapat diterima oleh seseorang.
Toleransi nyeri setiap individu berbeda & dapat dipengaruhi oleh pengobatan.
Dalam praktek sehari-hari toleransi nyeri lebih penting dari pada ambang nyeri.
Nosiseptor adalah aferen primer di neuron-neuron gaglion sensorik yang
berespon terhadap stimulus yang berbahaya, dan merupakan tahap pertama
yang mengawali rasa nyeri, Reseptor ini merupakan syaraf aferen primer
untuk menerima dan menyalurkan rangsangan nyeri.
6
1. Nyeri nosiseptif
Nyeri yang timbul sebagai akibat perangsangan pada nosiseptor
(serabut a-delta dan serabut c) oleh rangsang mekanik, termal atau kemikal.
Nyeri somatic: nyeri yang timbul pada organ non visceral seperti kulit,
tulang, otot dan sendi. Misal: nyeri pasca bedah, nyeri tulang, dsb
Nyeri viseral: nyeri yang berasal dari organ visceral, biasanya akibat distensi
organ yang berongga, misal: usus, kandung empedu, pancreas dan jantung.
Nyeri visceral seringkali diikuti oleh mual dan muntah
Nyeri Nosiseptif
(kesimpulan) Nosiseptor (reseptor nyeri) adalah serabut saraf aferen primer dengan
terminal perifer (reseptor) yang mempunyai respons berbeda terhadap rangsang
noksius. Nosiseptor ini mempunyai dua fungsi utama: transduksi dan transmisi. Pada
proses transduksi atau aktivasi reseptor terjadi pengubahan suatu bentuk energi
(kimiawi, mekanik, atau termal) menjadi bentuk energi lain, dalam hal ini impuls
elektrokimiawi saraf di aferen primer. Dengan proses ini informasi mengenai stimulus
diubah ke bentuk yang dapat diterima oleh otak. Sedang transmisi adalah proses di
mana informasi tadi diteruskan ke struktur-struktur saraf pusat yang aktivitasnya
menimbulkan sensasi nyeri.
Saat ini telah diketahui bahwa ada 2 jenis serabut aferen dari akson neuron sensorik
primer yang memberikan respons terhadap rangsang noksius (yaitu rangsang yang
mempunyai potensi merusak jaringan). Yang pertama adalah serabut kecil, tak
bermielin, konduksinya lambat yaitu serabut C (diameter 0,4-1,1 mm) sedang yang
kedua adalah serabut tebal, bermielin, konduksinya lebih cepat disebut serabut A-
delta (diameter 1,0-5,0 mm). Kedua serabut ini di ujung distalnya berakhir sebagai
reseptor free nerve endings. Dikenal 3 macam reseptor free nerve endings:
mekanoreseptor, termoreseptor dan polimodal reseptor.
Dua jenis pertama (mekano dan termoreseptor) diaktifkan oleh rangsang mekanik dan
7
termal yang tidak merusak jaringan. Efek mekanik disalurkan melalui serabut A-delta
dan serabut C sedang efek termal hanya disalurkan oleh serabut C. Sedang jenis
ketiga (polimodal reseptor) diaktifkan oleh stimulus atau rangsang noksius. Stimulus
noksius tadi dapat berupa mekanik, termal atau kimiawi seperti misalnya pada
inflamasi.
Badan sel neuron serabut aferen perifer ini terletak di ganglion radiks dorsalis.
Kemudian juluran sentralnya melalui radiks dorsalis menuju kornu dorsalis medula
spinalis (yang pada daerah wajah menuju ke nucleus nervus trigeminus di medulla
oblongata). Serabut nyeri ini terletak di bagian lateral dari root entry zone.
Pada proses transduksi, terminal nosiseptor peka terhadap zat kimia tertentu yang
diproduksi oleh sel yang mengalami kerusakan akibat rangsang noksius. Ada tiga
sumber senyawa kimia. Secara sederhana, senyawa tersebut berasal dari sel yang
rusak. Atau disintesa secara lokal oleh ensim yang berasal dari substrat yang
dilepaskan oleh sel yang rusak atau substrat yang masuk ke area yang rusak karena
terjadi ekstravasasi plasma atau migrasi limfosit. Dan yang terakhir senyawa kimia
tadi dilepaskan oleh aktivitas di dalam nosiseptor itu sendiri.
Senyawa kimia yang dilepaskan oleh jaringan yang rusak misalnya potassium dan
histamin, keduanya merangsang nosiseptor polimodal. Senyawa lain adalah
asetilkolin, serotonin dan adenosin trifosfat. Pada kenyataannya terdapat bukti-bukti
bahwa senyawa-senyawa tersebut dapat bekerja secara kombinasi untuk
mensensitisasi nosiseptor. Salah satu substansi paling potensial yang dilepas oleh
jaringan yang rusak adalah bradikinin. Bradikinin diproduksi di tempat yang
mengalami rangsang noksius, terutama bila terjadi eksudasi radang. Bradikinin
mengaktivasi nosiseptor polimodal sehingga reseptor tersebut peka terhadap rangsang
termal. Senyawa lain yang diproduksi pada jaringan yang rusak adalah hasil
metabolisme asam arakidonik yaitu prostaglandin. Senyawa ini sangat potensial
8
Sub stansi P menyebabkan pelepasan histamin dari sel mast. Histamin juga
mengaktivasi nosiseptor dan menimbulkan vasodilatasi serta edema. Vasodilatasi
(panas, kemerahan), bengkak (edema) dan nyeri merupakan tanda utama dari
inflamasi, semua hal tersebut diproduksi pada aktivasi serabut aferen primer tak
bermielin.
2. Nyeri non-nosiseptif
Nyeri yang tidak timbul sebagai akibat perangsangan pada nosiseptor
(serabut a-delta dan serabut c) oleh rangsang mekanik, termal atau kemikal.
Nyeri neuropatik: timbul akibat iritasi atau trauma pada saraf. Nyeri seringkali
persisten, walaupun penyebabnya sudah tidak ada. ( biasanya pasien merasakan
rasa seperti terbakar/tersengat listrik ).
Nyeri psikogenik: nyeri yang tidak memenuhi kriteria nyeri somatic dan nyeri
neuropatik, dan memenuhi kriteria untuk depresi/kelainan psikosomatik.
Nyeri Kronik: nyeri yang tetap berlanjut walaupun di beri pengobatan dan nyeri tidak
memiliki makna biologic. Nyeri kronik merupakan suatu sindrom kompleks yang
memerlukan pendekatan multidisiplin untuk penanganan
Nyeri Setempat: terjadi karena iritasi pada ujung saraf penghantar impuls nyeri. Biasanya
terus menerus atau hilang timbul (intermiten). Nyeri bertambah pada sikap tertentu atau
9
karena gerakan. Pada penekanan nyeri dapat bertambah hebat atau diluar masa dapat
ditimbulkan nyeri tekan
Referred Pain (nyeri pindah): nyeri yang dirasakan ditempat lain bukan di tempat
kerusakan jaringan penyebab nyeri. Misal pada infark miokard, nyeri dirasa di bahu kiri;
pada kolesistitis, nyeri dirasa di bahu kanan
Nyeri Radikular: serupa referred pain, tapi nyeri radikular berbatas tegas, terbatas pada
dermatomnya, sifat nyeri lebih keras dan terasa pada permukaan tubuh. Nyeri timbul
karena perangsangan pada radiks (baik tekanan, terjepit, sentuhan, regangan, tarikan)
Nyeri akibat spasmus otot (pegal): terjadi ketika otot dalam keadaan tegang (akibat kerja
berat), keadaan tegang mental juga berperan terjadinya ketegangan pada otot
asam arakidonat mempunyai peranan yang besar pada proses inflamasi. Terdapat dua
isoform jalur COX yang disebut COX-1 dan COX-2. Jalur COX-1 mempunyai fungsi
fisiologis yang aktifasinya aka membebaskan eikosanoid yang terlibat dalam proses
fisiologis seperti prostasiklin, tromboksan-A2 dan prostaglandin-E2 (PGE2). Sebaliknyna,
jalur COX-2 akan menghasilkan prostaglandin proinflamatif yagn akan bekerja sama
dengan berbagai enizm protease dan mediator inflamasi lainnya dalam proses inflamasi.
Dalam proses inflamasi, jenis prostaglandin seperti PGE 1, PGE2, PGI2, PGD2, dan PGA2
dapat menimbulkan vasodilatasi dan demam. Diantara berbagai jenis prostaglandin
tersebut, PGI2 merupakan vasodilator terkuat.
Bukti prostaglandin dapat menimbulkan kerusakan jaringan secaara langsung. Sebagian
kerusakan jaringan pada proses inflamasi disebabkan oleh radikal hidroksi bebas yang
terbentuk selama konversi enzimatik dari PGG2 menjadi PGH2 atau pada proses
fagositosis.
Pada proses inflamasi, terjadi interaksi 4 system, yaitu system pembekuan darah, system
kinin, system fibrinolisis dan system komplemen, yang akan membebaskan berbagai
protein inflamatif baik aminfasoaktif maupun zat kemotaktik yang akan menarik lebih
banyak sel radang ke daerah inflamasi.
Pada proses fagositosis oleh sel polimorfonukear, terjadi peningkatan konsumsi O 2 dan
produksi radikal oksigen bebas seperti anionsuperoksida (O 2-) dan hydrogen peroksidase
(H2O2). Kedua radikal oksigen bebas ini akan membentuk radikal hidroksilreakif yang
dapat menyebabkan depolimerisasi hialuronat sehingga dapat merusak rawan sendi dan
menurunkan viskositas cairan sendi.
Masing-masing mediator secara sendiri atau bersamaan merangsang nosiseptor yang
merupakan reseptor nyeri nosiseptik. Stimulasi nosiseptor ini kemudian diikuti proses
transduksi yaitu pengalihan stimulus menjadi proses neuronal, yang kemudian diteruskan
sepanjang serabut saraf eferen ke ganglion radiks dorsalis medulla spinalis membentuk
sinaps tempat signal rasa sakit mulai diproses dan kemudian ditransmisikan ke korteks
serebri, menghasilkan rasa nyeri.
Nyeri yang di sebabkan karena pengaruh mekanik seperti tekanan, tusukan jarum, irisan
pisau dan lain-lain. Nyeri tersebut akan merangsang stimulus nociceptor oleh stimulus
noxius pada jaringan yang kemudian akan mengakibatkan stimulus nosiseptor dimana
stimulus noxius tersebut akan diubah menjadi potensial aksi. Proses ini disebut transduksi
atau aktivasi reseptor. Selanjutnya potensial aksi tersebut akan ditansmisikan menuju
neuron saraf pusat yang berhubungan dengan nyeri. Tahap pertama transmisi adalah
konduksi impuls dari neuron aferen primer ke kornu dorsalis medulla spinalis pada kornu
ini neuron afferent primer bersinaps dengan neuron susunan saraf pusat. Dari sini
jaringan neuron tersebut akan naik keatas medulla spinalis menuju batang otak dan
thalamus. Selanjutnya terjadi hubungan timbal balik antara thalamus dan pusat- pusat
yang lebih tinggi di otak yang mengurusi respon persepsi dan afektif yang berhubungan
dengan nyeri. Tetapi rangsangan nosiseptik tidak selalu menimbulkan persepsi nyeri dan
sebaliknya persepsi nyeri bisa terjadi tanpa stimulasi dari nosisepti. Terdapat modulasi
sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri tersebut, tempat modulasi sinyal yang
paling diketahui adalah pada kornu dorsalis medulla spinalis . Proses terakhir adalah
11
persepsi, dimana pesan nyeri di relay menuju ke otak dan menghasilkan pengalaman
yang tidak menyenangkan.
1. Usia
Usia mempengaruhi kesehatan sendi, karena usia yang semakin lanjut maka
ada bagian tubuh yang fungsinya pun mulai menurun. Untuk menggerakan
tulang dibutuhkan sendi, dan juga suatu pelumas (synovial) sehingga akan
lancer digerakkan. Namun pelumas tersebut dapat berkurang, sehingga
berkurangnya pelumas akan menyebabkan tulang dengan tulang dapat
bergesekan. Semakin lanjut usia seseorang, sendi akan mengalami
pengapuran. Kondisi Orsteoarthritis ada seperti ini, dimana terdapat gesekan
antara tulang dengan tulang. Gesekan seperti ini akan menimbulkan rasa
sakit atau nyeri sendi yang terjadi pada bagian tulang rawan.
2. Jenis Kelamin
Perempuan lebih sering terkena nyeri sendi, karena perempuan memliki
hormone esterogen. Estrogen berpotensi untuk menimbulkan sistem imun
yang tidak baik, jadi yang harusnya normal menjadi tidak normal. Auto-imun
sendiri merupakan kondisi di mana sistem imun salah mengenal dan justru
menyerang jaringan tubuh sendiri. Imun yang seharusnya melindungi tubuh,
dia justru menyerang balik, termasuk ke sendi. Sehingga sendi bereaksi
dengan peradangan seperti bengkak, merah, panas, dan nyeri. (dr Andry Reza
Rahmadi, SpPD, MKes, dokter spesialis penyakit dalam RS Hasan Sadikin
Bandung.)
Selain karena faktor hormonal, munculnya penyakit ini pada perempuan juga
sering dipicu oleh penggunaan high heels atau sepatu hak tinggi. Ketika
berjalan menggunakan high heels, lutut biasanya akan bergetar atau goyang
akibat posisi tubuh yang tidak stabil. Lama-kelamaan bisa terjadi kerusakan
pada tulang rawan sendi yang menimbulkan rasa nyeri. (dr. Rizal Chaidir,
dokter spesialis orthopaedi dan traumatologi dari Rumah Sakit Hasan
Sadikin Bandung)
3. Makanan
Pemicu nyeri sendi salah satunya adalah makanan yang mengandung purin.
Pada saat makanan yang mengandung purin masuk kedalam tubuh kita
13
8. DIAGNOSIS BANDING
1. Osteoartritis
Osetoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan
dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra panggul, lutut, dan pergeangan kaki
palingsering terkena OA. Pasien OA biasanya mengeluh nyeri pada waktu
melakukan aktivitasatau jika ada pembebanan sendi yang terkena. Pada derajat
yang lebih berat, nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga sangat
mengganggu mobilitas pasien.
Gejala utama ialah nyeri pada sendi yang terkena, sulit untuk bergerak.
Gejala utama timbu secara perlahan, teruama terasa kaku, kemudian timbul rasa
nyeriynag dapat berkurang dengan istirahat. Tanda-tanda peradangan ada sendi
tidak menonjol dan mucul belakangan, mungkin dijumpai karena adanya
sinovitis, terdiri dari nyeri tekan, gangguan gerak, rasa ahngat yang merata dan
kemerahan.
14
2. Artritis reumatoid
Merupakan penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sisteik kronik dan
progresif. Dimana sendi merupakan target utama. Manifestasiklinik klasik AR adalah
poliartritis simetrik yang terutama mengenai sendi-sendi kecil pada tangan dan kaki.
15
Selain. Lapisan sinovial sendi, AR juga bisa mengenai organ-organ diluar persendian
seperti kulit, jantung, paru-paru dan mata. Mortalitasnya meningkat akibat akibat adanya
komplikasi kardiovaskular, infeksi dan penyakit ginjal.
Gejala-gejala yang dapat terjadi antara lain:
Pembengkakan jaringan lunak/persendian
Artritis pada pergelangan tangan
Artritis asimetris
Kaku pada pagi hari (Morning stiffness)
Faktor penyebab :
Heat shock protein adalah keluarga protein yang diproduksi oleh sel pada
semua spesies sebagai respon terhadap stress.
Hormonal
Infeksi
Genetik
Jenis Kelamin (lebih banyak pada wanita)
10. PATOLOGI
AR adalah penyakit autoimun yang masih kurang di pahami, berupa
kompleks factor risiko interaksi genetik, lingkungan dan sistem imun . perubahan
patologis terutama disebabkan oleh inflamasi yang dimediasi sitokin, di mana
sumber utama sitokin tersebut adalah dari sel limfosit T CD4+.
Seperti penyakit autoimun lainnya AR merupakan kelainan di mana faktor
genetik dan lingkungan berperan pada kerusakan toleransi terhadap antigen
sendiri .
Faktor genetik
50% AR di perkirakan berasal dari factor genetik . Terdapat hubungan
yang kuat dengan polimorfisme pada gen PTPN22 yang mengkode tirosin fosfat
yang telah di terima sebagai penghambat pengaktifan sel T
Faktor lingkungan
16
10. TATALAKSANA AR
AR menyebabkan nyeri dan kerusakan tulang dan tulang rawan yang dapat
menyebabkan disabilitas berat dan dapat terjadi perubahan sistemik yang memperpendek
usia.
Terapi pasien dengan peradangan melibatkan dua sasaran utama:
1. Meredakan gejala dan mempertahankan fungsi
2. Memperlambat atau menghentikan proses yang merusak jaringan
Metode terapi yang dianut saat ini adalah pendekatan piramid terbalik (reverse pyramid),
yaitu pemberian DMARD sedini mungkin untuk menghambat perburukan penyakit.
Perubahan pendekatan ini merupakan hasil yang didapat dari beberapa penelitian yaitu:
- Kerusakan sendi sudah terjadi sejak awal penyakit
- DMARD memberikan manfaat yang bermakna bila diberikan sedini mungkin
- Manfaat DMARD bertambah bila diberikan secara kombinasi
- Sejumlah DMARD yang baru sudah tersedia dan terbukti memberikan efek
menguntungkan.
Bila tidak mendapat terapi yang adekuat, akan terjadi destruksi sendi, deformitas, dan
disabilitas.
Pembedahan bila:
- Terdapat nyeri berat yang berhubungan dengan kerusakan sendi yang
ekstensif.
- Keterbatasan gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang berat
- Ruptur tendon
b. Terapi farmakologik
- OAINS/NSAID
Terapi awal untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan. Oleh karena
obat-obat ini tidak merubah perjalanan penyakit maka tidak boleh
digunakan secara tunggal.
Pengurangan peradangan dengan OAINS/NSAID sering meredakan nyeri
untuk waktu yang signifikan. Selain itu, sebagian besar dari analgesik non
opioid (aspirin) memiliki efek anti inflamasi sehingga mereka dapat
digunakan untuk mengobati penyakit peradangan akut atau kronik. Obat
golongan OAINS menghambat COX-1 dan COX-2. COX-1 merupakan enzim
normal yang vital untuk proteksi lambung dan ginjal. Sedangkan COX-2
yang menghasilkan prostaglandin sehingga tidak terbentuk prostaglandin
dan tromboksan.
Efek samping:
1. Meningkatkan resiko kekambuhan asma : karena jalur siklooksigenasi
dihambat, metabolisme jalur lipoksigenase menjadi meningkat dan
produksi leukotrine meningkat. Leukotrine dapat menjadi
bronkokonstriksi.
2. Pendarahan: darah lebih encer dab tidak ada yang bertugas untuk
membekukan darah (tromboksan yang dihasilkan COX)
3. Gangguan ginjal, gangguan lambung:
- GLUKOKORTIKOID
Memiliki efek anti inflamasi yang kuat dan ketika diperkenalkan pertama
kali dianggap sebagai jawaban akhir bagi pengobatan artritis
inflamatorik. Toksisitas mereka menyebabkan obat golongan ini kurang
disukai dibandingkan dengan obat lain. Namun, glukokortikoid tetap
memiliki peran signifikan dalam pengobatan artritis.
18