Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH USHUL FIQIH

TENTANG AMAR DAN NAHI

DIBUAT OLEH :

MADINATUZZAHRA
MUHAMMAD ALIF
MUHAMMAD BAHRAN
NABILATUN HUWAIDA

MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 TAPIN


DAFTAR ISI
BAB.........................................................................................................
PENDAHULUAN......................................................................................
Latar Belakang ......................................................................................
Rumusan Masalah .................................................................................
Tujuan.....................................................................................................
BAB II.......................................................................................................
PEMBAHASAN ........................................................................................
AMAR ....................................................................................................
Pengertian Amar ...................................................................................
Bentuk – bentuk Amar ..........................................................................
Kaidah – kaidah Amar ...........................................................................
Macam – macam Amar..........................................................................
Syarat – syarat pada kata Amar ............................................................
NAHI ......................................................................................................
Pengertian Nahi ....................................................................................
Bentuk– bentuk Nahi ............................................................................
Macam – macam Nahi ..........................................................................
Syarat – syarat Nahi ..............................................................................
BAB III .....................................................................................................
PENUTUP.................................................................................................
Kesimpulan .............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Ushul fiqih sebagai ilmu metodologi penggalian hukum
mempunyaiperanan penting dalam ranah keilmuan agama Islam
khususnya dalam ilmu hukum islam atau ilmu fiqih. Pembahasan dari
segi kebahasaan atau kajian lughawiyah, sangat penting sekali ditelaah
karena sumber hukum islam yaitu al-Qur‟an dan al-Hadist menggunakan
bahasa arab yang mempunyai banyakmakna yang terkandung
didalamnya. Ilmu Ushul Fiqih adalah ilmu yang sangat diperlukan bagi
setiap muslim yang ingin mengetahui dan mengistimbathkan hukum dari
dalil-dalil syar‟i, terutama untuk mengetahui hukum-hukum dari
peristiwa atau hal baru yang tidak terjadi pada masaRasulullah SAW.
Karena zaman selalu berkembang, sedangkan Al-Qur‟an dan Hadits
sudah tidak akan ada penambahan dan perubahan karena memang
segalanya sudah tercakup di dalam Al-Qur‟an.

Sehingga banyak para ulama atau tokoh-tokoh agama islam yang


berijtihad bersama dalam memecahkan banyaknya permasalahan yang
semakin hari kian banyak dan memengaruhi kemantapan hati umat
islam dalam beribadah kepada Allah SWT. Sudah tentu, para ulama
dalam berijtihad tidak hanya menggunakan akal pikiran semata namun,
semua pemikiran itu dilandaskan pada Al-Qur‟an dan As sunnah.

Kemudian halnya, hasil ijtihad para ulama ditetapkan sebagai hukum


syara‟, yang disesuaikan dengan berbagai sebab dan keadaannya.
Sehingga dapat membantu meringankan para mukallaf dalam beribadah
kepada Allah secara mutlak, seiring berbagai macam persoalan zaman
yang semakin berkembang. Bagitupun juga terkait dalil-dalil antara
perintah dan larangan.Maka, dalam makalah ini kami akan membahas
tentang Amar (perintah) dan Nahi (larangan).

B.Rumusan Masalah
1.Apakah pengertian Amar, dan jelaskan yang berkaitan dengan Amar?
2.Apakah pengertian Nahi, dan jelaskan yang berkaitan dengan Nahi ?
C.Tujuan
1.Untuk mengetahui pengertian Amar dan jelaskan yang berkaitan
denganAmar ?
2.Untuk mengetahui pengertian Nahi dan jelaskan yang berkaitan
denganNahi ?

BAB II
PEMBAHASAN
A.AMAR
1.Pengertian Amar
Menurut bahasa arab, Amar artinya perintah, menurut istilah Amar
adalah suatu lafadz yang didalamnya menunjukkan tuntutan untuk
megerjakan suatu perkerjaan dari atasan kepada bawahan. Dari definisi
tersebut dapat dipahami bahwa Amar itu tidak hanya ditunjukkan pada
lafadz-lafadz yang memakai sighat (bentuk kata) Amar saja, tetapi
ditunjukkan pula oleh semua bentuk kata yang didalamnya
mengandungarti perintah. Jadi Amar merupakan suatu permintaan
untuk mengerjakan sesuatu yang sifatnya mewajibkan/mengharuskan.

“Amar (perintah) dari yang lebih tinggi tingkatannya kepada yang


lebihrendah”

Hakikat pengertian amar (perintah) ialah Lafal yang dikehendaki supaya


orang mengerjakan perintah apa yang dimaksudkan. Menurut Ali
Hasbullah menyatakan bahwa amar berarti suatu tuntutan perbuatan
dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih
rendah kedudukannya. Dalam hal ini, tidak diharuskan bahwa orang
yang menyuruh lebih tinggi derajatnya dari orang yang disuruh,
walaupun perintah tersebut tidak akan ditaati oleh yang disuruh itu,
karena derajatnya lebih tinggi daripada yang menyuruh. Sebagian ulama
mensyaratkan bahwa orang yang menyuruh harus lebih tinggi
derajatnyadaripada orang yang disuruh, yakni dalam hal ini Allah
kepadahambanya.
2.Bentuk – Bentuk Amar (Perintah)
Amar merupakan lafal yang mengandung pengertianperintah.
Sighat Amar berbentuk sebagai berikut
a.Berbentuk Fi’il Amar / perintah langsung.

“Dan dirikanlah shalat,”

Apabila lafadz yang khusus dalam nash syar‟i datang dalam


bentuk amar atau perintah, maka lafadz itu menunjukkan kewajiban.
Artinyamenuntut perbuatan yang diperintah itu secara penetapan
dankepastian. Allah swt berfirman:

“wahai wanita yang ditalak menahan diri (menunggu) …..”.

Firman tersebut menunjukkan kewajiban wanita yang ditalaq untuk


menahan diri atau beriddah selama tiga kali quru‟ (suci). Sebab
menurut pendapat yang rajih (unggul) bahwasannya shighat amardan
shighat lain yang bermakna sama dengannya ditetapkan
untukmewajibkan. Sedangkan suatu lafadz ketika di mutlakkan, maka
iamenunjukkan terhadap maknanya yang hakiki yang telah
ditetapkanuntuknya. Ia tidak boleh dipalingkan dari maknanya yang
hakiki,kecuali dengan adanya suatu qarinah (hubungan/keterkaitan
katasebelum dan sesudahnya).

Selanjutnya jika ditemukan suatu qarinah (keterkaitan / hubungan)yang


dapat memalingkan shighat perintah dari makna kewajibankepada
makna lainnya, maka ia dipahami sesuai dengan apa yangditunjuki oleh
qarinah itu, seperti ibahah (pembolehan).

b.Berbentuk Fi’il mudhari’ yang didahului oleh Iam Amar Misalnya,


firman Allah:

“dan hendaklah thawaf sekeliling rumah tua itu (Baitullah)”.


(QS.AlHaj: 29)
c.Isim Fi’il Amr,

‘ Jagalah dirimu”.
(QS. Al Maidah: 105)

d.Masdar pengganti fi‟il, seperti:

“dan berbuat baiklah kepada Ibu Bapak”.


(QS. Al Baqarah: 83)

e.Bentuk lainnya yang semakna, seperti lafal faradla, kutiba


dan lain sebagainya.

“sesungguhnya kami telah mengetahui apa yang kami wajibkan


kepada mereka tentang istri istri mereka”.
(QS. Al Ahzab: 50).

“ Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu


berpuasa”.
(QS. Al Baqarah: 183)
ِ
“sesungguhnya Allah memerintahkan kamu untuk menyampaikan
amanah”.
(QS. An Nisa‟: 58)

Bentuk amar kadang-kadang keluar dari maknanya yang asli dandigunakan


untuk makna yang bermacam-macam yang dapat kita ketahuidari susunan
kalimatnya.
3.Kaidah-kaidah Amar (Perintah)
Amr (perintah) memiliki kaidah yaitu ketentuan-ketentuan yangdipergunakan
para mutjahid dalam mengistinbatkan hukum. Ulama ushulmerumuskan
kaidah-kaidah amar dalam lima bentuk, yaitu :
a.Pada dasarnya „amar (perintah) itu menunjukan kepada wajib dan tidak
menunjukan kepada selain wajib kecuali dengan adanya qarinah (hubungan
keterkaitan). Maksud dari kaidah tersebut adalahbahwa mengerjakan sesuatu
pekerjaan yang dituntut oleh suatuperintah adalah wajib diperbuat.
b.Perintah setelah larangan menunjukan kepada kebolehan. Maksuddari
kaidah ini ialah, apabila ada perbuatan-perbuatan yang semula dilarang, lalu
datang perintah mengerjakan, maka perintah tersebutbukan perintah wajib
tetapi bersifat membolehkan. Seperti FirmanAllah swt:
“apabila shalat telah dilaksanakan , maka bertebaranlah kamu
di bumi, carilah karunia allah”
( QS.al-jumu‟ah 62:10).
Dengan demikian perintah bertebaran dimuka bumi, seperti kata ayatdiatas,
hukumnya tidak wajib, tapi diperbolehkan.
C.Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki segera dilaksanakan.Misalnya
tentang haji. Jumhur ulama sepakat bahwa perintah mengerjakan sesuatu yang
berhubungan dengan waktu, maka harusdikerjakan sesuai dengan waktu yang
telah ditetapkan dan tidakboleh di luar waktu. Bila dilakukan diluar waktu,
tanpa sebab yang dibenarkan oleh syara‟ maka hukumnya akan berdosa.

d.Pada dasarnya perintah ini tidak menghendaki pengulangan (berkali-kali


mengerjakan perintah). Misalnya dalam ibadah haji, yaitu satukali seumur
hidup namun bila perintah itu dimaksudkan pengulangan, maka harus ada
qarinah atau kalimat yang menunjukanpada pengulangan.Allah berfirman:
“dan Sempurnakan haji dan umrah karena Allah”
(QS. Al Baqarah:196).
Kewajiban haji dan umrah hanya sekali seumur hidup. Jadi bila dikerjakan
sekali saja sudah cukup.
e.Kaidah ini menjelaskan bahwa perbuatan yang diperintahkan itu tidak bisa
terwujud tanpa disertai dengan sesuatu perbuatan lain yang dapat
mewujudkan perbuatan yang diperintah itu. Misalnya,kewajiban melaksanakan
sholat, sholat ini tidak sah untuk dikerjakan tanpa suci (wudhu) terlebih
dahulu. Maka para ulama menetapkan bahwa “Tiap-tiap perkara yang
kewajiban tidak sempurna kecuali dengannya, maka perkara itu wajib pula”.
4.Macam– macam Amar (Perintah)
Bentuk amar (perintah) itu adakalanya keluar dari makna yang asli dengan
ucapan kerjakanlah dan digunakan untuk makna yang bermacam-macam.
Macam-macam amar adalah sebagai berikut :
A.wajib.
B. Nadb (anjuran).
C.Takdzib (Mendustakan).
D.Irsyad (Membimbing atau Menunjukkan)
E.Ibahah (kebolehan)
F.Tahdid (Ancaman)
G.Inzhar (peringatan)
H.Ikram (Memuliakan)
I.Tashkir (Penghinaan)
J.Ta’jiz (melemahkan)
k.Taswiyah (mempersamakan)
I.Tammanni (Angan-angan)
M.Doa
N.Ihanah (Merehkan)
O.Imtinan

perbuatan yang diminta, seperti berdiri, duduk. Apabila disatukan kedua sisi
tersebut dalam amar, maka maksudnya tidak lebih dari padahanya menuntut
perbuatan yang disebutnya, dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan
berulang-ulanya perbuatan itu. Memenuhi tuntunan suruhan tersebut cukup
dengan dikerjakan sekali saja, karena
menurut qaidah “tidak ada kewajiban lebih dari pada tanggungan
yangsebenarnya (sesuai kemampuan seorang hamba)”.

B.NAHI
1.Pengertian Nahi
Nahi menurut bahasa artinya mencegah, melarang (al-man‟u),sedangkan
Menurut istilah adalah lafadz yang meminta untuk meninggalkan sesuatu
perbuatan kepada orang lain dengan menggunakan ucapan yang sifatnya
mengharuskan, atau lafadz yang menyuruh kita untuk meninggalkan suatu
pekerjaan yang diperintahkan oleh orang yanglebih tinggi dari kita. Akal juga
disebut nuhyah (nahyu), karena dia dapat mencegah orang yang berakal itu
untuk tidak berbuat salah.
“Memerintah meninggalkan sesuatu dari yang lebih tinggi tingkatannya
kepada orang yang lebih rendah tingkatannya”
Menurut Abdul Hamid Hakim menyebutkan bahwa nahi adalah perintah untuk
meninggalkan sesuatu dari atasan kepada bawahan. JadiNahi adalah suatu
larangan yang harus ditaati yang datangnya dari atasankepada bawahan, yakni
dari Allah SWT kepada hamba-Nya.
Adapun maksud nahi yang sebenarnya adalah menunjukkan haram,seperti
dalam firman Allah:
“dan janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda”.
(QS. AliImran: 130)
Karena Lata’kulu berbentuk nahi sedangkan ketentuan nahi adalah haram,
maka makan harta riba hukumnya haram, karena tidak diridhai Allah swt. Inilah
hukum asli dari nahi.Kecuali apabila ada qarinah yang memengaruhinya, maka
nahi tersebut tidak lagi menunjukkan hukum haram, tetapi menunjukkan
hukum makruh, mubah,dan sebagainya. Sesuai dengan qarinah yang
memengaruhinya itu. Ada ulama yang berpendapat bahwa nahi yang masih asli
itu menunjukkan hukum makruh.Namun, pendapat yang lebihkuat, bahwa
nahi adalah haram.
2.Bentuk-bentuk Nahi (Larangan)
Kalimat larangan yang tidak memiliki qarinah menunjukkan hakikat larangan
yang mutlak. Seperti firman Allah:
“hai orang -orang yang beriman, jangan kamu kerjakan shalat dalam keadaan
mabuk”. (QS.An Nisa : 43)
Ungkapan yang menunjukkan kepada nahi (larangan) itu ada beberapa bentuk
diantaranya:
a.Fi‟il Mudhari‟ yang disertai dengan la nahi, seperti:
“ janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”.
(QS. AlBaqarah: 11).
b.Lafadz-lafadz yang member pengertian haram atau perintah meninggalkan
sesuatu perbuatan, seperti:
“dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
(QS. AlBaqarah: 275).

3.Macam-macam Nahi (Larangan)


a.Untuk do‟a
b.Untuk pelajaran
c.Putus asa
d.Untuk menyenangkan (menghibur)

4.Syarat-syarat Nahi
a.Menunjukkan haramAlasannya, apabila ada kata-kata larangan yang tidak
disertaiqarinah, akal kita dapat mengerti keharusan yang diminta larangan
itu,yang segera dapat dimengerti menunjukkan pengertian yangsebenarnya.
Demikian pula pemahaman lama salaf.Qarinah ialah kata-kata yang
menyerupai larangan, yangmenyebabkan larangan itu tidak menyebabkan
haram.
b.Menunjukan makruh Alasannya, larangan itu hanya menunjukkan buruknya
(tidak baiknya) perbuatan yang dilarang. Keburukan ini tidak berarti haram
atau larangan menunjukkan rusaknya perbuatan yang dilarang

c.Melarang sesuatu mengakibatkan perbuatan yang dilarang hukumnya


menjadi rusak dan tidak sah.Larangan melakukan suatu perbuatan itu akan
mengakibatkan perbuatan yang dilarang tadi apabila dilakukan hukumnya
menjadi tidak sah. Contoh zina. Sebagian ulama termasuk imam Ghazali dan
ar-Razi berpendapat bahwa “nahi itu tidak menyebabkan tidak sahnyasuatu
perbuatan yang dilakukan, kecuali hanya dalam soal ibadah saja, tidak dalam
muamalah”. Sebagian ulama Syafi‟iyyah, hanafiah,dan muktazilah
berpendapat bahwa “nahi itu tidak menyebabkan tidak sahnya perbuatan yang
dilarang, tidak pada lughah / bahasanya,tidak pada syara’, dan tidak pula
dalam soal -soal ibadah dan muamalah”.
Sementara Imam Syaukani berkata di dalam kitabshulnya Irsyadul Fuhul bahwa
“tiap-tiap nahi yang tidak membedakan antara ibadah dan muamalah
menyebabkan perbuatan yang dilarang itu haram hukumnya, dan tidak sahnya
hukum menurut syara’ berarti batal (tidak sah).

BAB III
PENUTUP
A.Simpulan
Amr (perintah) adalah lafaz yang dikehendaki supaya orang mengerjakan apa
yang dimaksudkan. Bentuk lafaz amar bermacam-macam diantaranya, fiil
amar, fiil mudhari‟ yang diawali lam amar, masdar pengganti fiil, dan beberapa
lafaz yang mengandung makna perintah seperti, kutiba,amara, faradha.
Kaidah-kaidah amar dalam Al-Qur‟an yaitu seperti kaidah pertama seperti
pada dasarnya amar (perintah) itu menunjukkan kepada wajibdan tidak
menunjukkan kepada selain wajib kecuali dengan qarinah-qarinah tersebut.
Qarinah-qarinah tersebut seperti ibahah, nadb, irsyad, tahdid, ta‟jizyang
memalingkan makna asalnya yaitu wajib.Kaidah kedua amar adalah Amr atau
perintah terhadap sesuatu berartilarangan akan kebalikannya. Kaidah ketiga
amar yaitu perintah itu menghendaki segera dilaksanakan kecuali ada qarinah-
qarinah tertentu yang menyatakan jika suatu perbuatan tersebut tidak segera
dilaksanakan. Kaidah keempat adalah Pada dasarnya perintah itu tidak
menghendaki pengulangan (berkali-kali mengerjakan perintah), kecuali adanya
qarinah atau kalimat yangmenunjukkan kepada pengulangan. Para ulama
mengelompokkan menjadi 3 perintah tersebut dikaitkan dengan syarat,
perintah dikaitkan dengan illat,perintah dikaitkan dengan sifat atau keadaan
yang bersifat illat.Sedangkan Nahi adalah suatu lafaz yang mengandung makna
tuntutan meninggalkan sesuatu yang datangnya dari orang yang lebih tinggi
tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya. Bentuknya yaitu
fiil yang didahului oleh lanahiyah, beberapa lafaz yang mengandung
maknanahi. Kaidah nahi yaitu pada dasarnya larangan itu menunjukkan kepada
haram kecuali ada qarinah-qarinah tertentu. Pada dasarnya larangan
itumenghendaki fasad ( rusak) secara mutlak. Pada dasarnya larangan yang
mutlak menghendaki pengulangan larangan dalam setiap waktu. Bagi
paramufassir sangat penting untuk mengetahui kaidah-kaidah tersebut karena
memudahkan dalam menafsirkan Al-Quran terutama ayat-ayat yang
berhubungan dengn penggalian suatu hukum.

Anda mungkin juga menyukai