Anda di halaman 1dari 13

MENYEMAI PAHAM MODERAT DI INDONESIA:

Ikhtiar Merekat Jalinan Agama dan Negara


A. Prolog
Dewasa ini, riak-riak keretakan hubungan agama dan negara kian terlihat
jelas. Melalui media masa, berbagai narasi yang mempertentangkan keduanya
telah menjangkau setiap lini kehidupan. Racun permusuhan seolah disuntikkan
tanpa henti, demi merobek ikatan erat yang telah menopang setiap gerak
perjuangan bangsa sejak tiga abad silam.
Dari sisi kanan, sebagian pihak yang terlalu bertumpu kepada teks secara
harfiah, menempatkan negara sebagai musuh dari agamanya. Pemahaman yang
amat tekstualis, telah menggiring mereka melakukan berbagai tindak kekerasan
dan terorisme dengan mengatasnamakan firman ilahi. Sungguh ironis ketika
agama dipenuhi kasih sayang, dijadikan alasan merenggut nyawa manusia tanpa
belas kasih.
Demikian pula dari sisi kiri, segelintir anak bangsa menempatkan ajaran
agamanya sebagai momok menakutkan bagi integrasi bangsa. Sikap yang terlalu
mendewakan nasionalisme barat telah menjerumuskan mereka pada sekulerisme
ekstrem. Ajaran agama yang telah menginspirasi keluhuran budi bangsa,
dipandang mengancam dan harus dipisahkan dari kehidupan bernegara.
Dua kutub ekstrem di atas terus menebar pengaruhnya di tengah persoalan
yang menimpa bangsa Indonesia. Penyebaran yang terus meluas dan sulit
dibendung, menjelma ibarat sel kanker yang menggerogoti jalinan erat agama dan
negara yang telah lama terbina. Generasi muda yang didamba menjadi penopang
kemajuan bangsa, tampaknya menjadi sasaran empuk dari paham ekstrem yang
ada. Tanpa langkah pencegahan yang tepat, pengaruh paham ekstrem berpotensi
menempatkan bangsa ini dalam kondisi genting.
Ikhtiar menyebarkan pemahaman agama yang moderat, tak dapat
terelakkan demi membungkam pemahaman ekstrem yang kian menjamur. Ikatan
erat yang telah terjalin lama antara agama dan negara harus dirawat dan kian
diperteguh. Melalui tulisan ini, penulis akan mengkaji tentang keselarasan
hubungan agama dan negara dalam Al Quran. Sebagai upaya untuk membuktikan
bahwa agama dan negara adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
B. MENGGALI NILAI-NILAI MODERASI DALAM AL QURAN
1. Terminologi Moderasi
Moderasi berasal dari bahasa Yunani moderatio yang berarti ke-sedang-an
(tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Moderatio kemudian diserap dalam
bahasa Inggris dengan kata moderation yang sering digunakan dalam pengertian
average (rata-rata), core (inti), standard (baku), atau non-aligned (tidak
berpihak)1. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), moderasi
dimaknai sebagai pengurangan kekerasan dan penghindaran keekstreman 2.
Dengan demikian, moderasi merupakan sikap pertengahan yang tidak berlebihan
dan menjauhi kekerasan.
Padanan kata moderasi dalam bahasa Arab adalah wasathiyah3, yang
berasal dari kata wasath (sesuatu yang ada di tengah). Berada di tengah artinya
menempati posisi sentral (titik tumpu) yang memiliki dua belah ujung dengan
ukuran sebanding di setiap sisinya4. Dengan demikian, posisi wasath mencakup
sikap adil (i’tidal) yang berada di posisi pertengahan tanpa memihak dan condong
ke salah satu sisi. Selain adil sikap pertengahan berarti menjaga posisi diantara
batasan yang ada, sehingga menghindarkan pelakunya dari melampaui batas
(ifrath) maupun ekstrem (tatharruf). Ketika kata wasath diberi tambahan ya
nisbah diujunganya menjadi wasathiyah, maka maknanya berubah menjadi
sebuah paham yang didasarkan atas sikap pertengahan 5. Yaitu pemahaman
moderat yang dipenuhi sikap adil dan menghindari sikap ekstrem maupun
kekerasan.

2. Semangat Moderasi dalam Al Quran


1
Jhon Echol dan Hasan Syadzili, Kamus Bahasa Inggris , (Jakarta: Gramedia, 2010).
346.
2
https://kbbi.kemdikbud.go.id.
3
Faculty of English and Language Literature, The Oxford English-Arabic Dictionary,
(New York: Oxford University Press, 1972). 783.
4
Ibnu Al Manzhur, Lisan Al ‘Arobi, (Beirut: Dar Shodir, th). 7: 427.
5
Mahmud Yunus, Kamus Mahmud Yunus, (Jakarta: PT Mahmud Yunus wa Zurriyah,
2003). 500.
Wasathiyah (moderasi) merupakan jalan yang harus ditapaki umat Islam
dalam beragama. Nilai-nilai moderasi akan membimbing setiap muslim tetap
berada pada jalur yang benar sehingga terhindar dari faham ekstrem maupun
tindak kekerasan. Sebagaimana yang diterangkan dalam firman Allah SWT
berikut ini:

      


      ..........
143. Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat
pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.
Sesuai dengan topiknya, Allah SWT memposisikan ayat tersebut di
pertengahan surah Al Baqarah, tepatnya pada urutan 143 dari 286 ayat yang ada.
Dengan demikian, sebelum ayat tersebut menjelaskan tentang moderasi, posisinya
telah menginspirasi sikap moderat kepada setiap pembaca Al Quran. Selain bukti
akan kemukjizatan Al Quran yang memukau, posisi ayat di atas mengisyaratkan
urgensi sikap wasathan bagi seluruh umat Islam.
At Thabari menjelaskan bahwa wasathan (moderat) merupakan jalan
hidup yang paling terpuji dan dipenuhi keadilan 6. Moderat dalam beragama
maknanya tidak membumbung tinggi dalam spirit beragama sehingga terjatuh
dalam paham ekstrem dan tindak kekerasan7. Namun tidak pula tenggelam dalam
materialisme sehingga tergelincir dari batasan yang telah digariskan agama. Al
Quran mengajarkan manusia untuk menapaki jalan pertengahan sehingga tetap
berpijak pada shirath al mustaqim (jalan yang lurus)8.
Moderasi beragama acapkali dipahami sebagai bentuk tidak berpendirian
atau tidak serius dalam beragama 9. Seorang yang moderat kerap dicap tidak
6
At-Thabari, Jami’ al-Bayan ‘an at-Ta’wil Ayat al-Quran, (Beirut: Yayasan ar-Risalah,
1994). 1: 412. Lihat juga Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, (Beirut: Dar Ibnu Hazm, 2000).
217.
7
M. Quraisy Shihab, Tafsir Al Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian AL Quran) , ( Jakarta:
Lentera Hati, 2017). 1: 347.
8
Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munir fi al-‘Aqidah wa as-Syari’ah wa al-Manhaj, (Beirut:
Dar Fikr, 2003). 1: 269.
9
Tim Penyusun Kementrian Agama RI, Moderasi Beragama, ( Jakarta: Badan Litbang dan
Diklat Kementrian Agama RI, 2019). 15.
menjadikan keseluruhan ajaran agama sebagai jalan hidup, serta tidak menjadikan
laku pemimpin agamanya sebagai teladan dalam seluruh aspek kehidupan. Umat
beragama yang moderat juga sering dianggap tidak sensitif, tidak memiliki
kepedulian atau tidak memberikan pembelaan ketika simbol-simbol agamanya
direndahkan.
Pandangan di atas tentu bertolak belakang dengan hakikat moderasi yang
telah digariskan Al Quran. Seorang yang moderat harus memegang teguh
keyakinan agamanya serta mengimaninya sebagai jalan hidup terbaik. Namun
dalam menjalankan keyakinannya, umat beragama harus menjaga kedamaian
masyarakat serta mematuhi koridor yang telah disepakati di negaranya.
Sebagaimana yang diterangkan oleh K.H Hasyim Muzadi bahwa moderasi adalah
keseimbangan antara keyakinan yang kokoh dengan toleransi10.
Di negara yang Indonesia yang tidak sepenuhnya berpijak pada ajaran
Islam, moderasi beragama merupakan perkara esensial yang harus diperteguh. Di
tengah kebhinekaan yang telah mengakar di negeri ini, moderasi merupakan
langkah tepat dalam menangkis berbagai paham ekstrem ada. Terlebih di era
reformasi yang sarat akan kebebasan, pemahaman yang mempertentangkan agama
dan negara kian menjamur dan sulit dibendung.

C. HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA DI INDONESIA


1. Awal Perjuangan Kemerdekaan
Penindasan yang dilakukan penjajah telah membawa penderitaan yang
mendalam bagi bangsa ini. Bangsa yang awalnya terdiri dari banyak kerajaan,
dirampas haknya, disiksa dan diadu domba satu sama lain. Selain itu, penjajah
juga membatasi pemberlakuan syari’at Islam yang telah diberlakukan kerajaan-
kerajaan Islam. Padahal, kerajaan Islam telah menjalankan syari’at islam secara
kaffah (menyeluruh), bahkan mencakup persolan pidana 11. Namun, kedatangan
penjajah merengagut semua pencapaian itu. Mereka menjajah aspek kemanusiaan
dan aspek keagamaan bangsa Indonesia.
10
Moh Dahlan, Moderasi Islam dalam Pemikiran Ahmad Hasyim Muzadi, Jurnal Al Ihkam
V o l . 1 1 N o . 2 D es e m b e r 2 0 1 6.
11
Tresna, Peradilan di Indonesia dari Abad ke Abad, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1978) .
17.
Penindasan terhadap sisi agama bangsa Indonesia, menjadikan Islam
sebagai landasan pergerakan para patriot bangsa ini. Dimana semangat membela
tanah air bertujuan untuk menjalankan ketaatan pada aturan Ilahi. Semangat ini
berbeda dengan patriotisme di Eropa. Di benua biru itu, patriotisme ditujukan
pada bela negara semata tanpa semangat beragama. Bahkan, awal kemunculan
patriotisme di Eropa beriringan dengan semangat sekulerisme. Yaitu semangat
mereka untuk melepaskan negara dari kediktatoran gereja yang cenderung
bertentangan dengan Ilmu pengetahuan modern12. Oleh sebab itu, di banyak
wilayah Eropa, agama dan negara dijalankan secara terpisah.
Akan tetapi dalam perjalanan patriotisme di Indonesia, ada beberapa pihak
yang menyuarakan sekulerisme. Mereka mendirikan berbagai organisasi bahkan
mencapai badan persiapan kemerdekaan. Akibatnya, dasar Negara Indonesia
harus menghiangkan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya.
Dasar negara ini kemudian dikenal dengan Pancasila yang menampung seluruh
aspirasi dan pemikiran pendiri bangsa.

2. Potret Keretakan Hubungan Agama dan Negara

Masa awal kemerdekaan adalah masa yang sulit ibarat anak yang baru
lahir dari kandungan. Namun negara yang masih seumur jagung diterpa dengan
berbagai pemberontakan kelompok radikal, mulai dari Negara Islam Indonesia
(NII), Daulah Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII) dan Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia PRRI. Rentetan ujian berat yang mengawali
perjuangan mengisi setiap sendi kemerdekaan.
Melalui berbagai operasi, pemberontakan di atas berhasil ditumpas dan
negara mulai merasakan stabilitas. Namun, bangsa ini kembali disibukkan dengan
menjamurnya gerakan komunisme yang menyatu dalam Partai Komunisme
Indonesia (PKI). Sayangnya sekalipun komunisme menolak eksistensi tuhan dan
meresahkan masyarakat, Presiden Soekarno memberi paham ini tempat melalui
jargon Nasakom (Nasionalis, agama dan komunis). Setelah kejatuhan bung Karno,
Presiden Soeharto tidak memberi ruang sedikitpun bagi komunis di negeri ini.

12
F. D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: Gunung Mulia, Cet. I, 1994), 101.
Namun, beliau menggunakan pancasila sebagai alat gebuk untuk menghantam
lawan politik yang bersebrangan dengannya. Di samping itu, beliau mereduksi
kekuatan politik umat Islam dengan membatasi hanya satu partai Islam dan
melarang penggunaan jilbab dengan dalih anti pancasila.
Di era reformasi, Pancasila tidak lagi menjadi tafsir tunggal bagi
pemerintah. Kebebasan berpendapat sangat dihargai di era ini. Namun, kebebasan
berpendapat justru dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk menyalurkan suara-
suara pertentangan agama dan negara. Mereka melakukannya dengan terorganisir
layaknya agen inteligen dalam mempengaruhi pikiran masyarakat. Propaganda ini
didukung dengan kemajuan teknologi informasi, sehingga mereka dapat menyewa
jasa para buzzer dalam menyebar propagandanya.
Radikalisme yang sarat akan kekerasan menyebar melalui media digital
secara masif. Dengan jargon-jargon yang memukau, generasi muda sukses
direkrut secara gelap tanpa terdeteksi. Hasilnya aksi-aksi terorisme yang
mengtasnamakan agama marak terjadi seperti bom Bali, JW Marriot dan Bom
Thamrin yang menyayat hati dengan merenggut banyak jiwa13.
Sekulerisme juga mewarnai dinamika kehiduan bangsa. Bukan hanya
bersumber dari rakyat biasa, pemangku kekuasaan juga ikut menyuarakannya.
Seperti menyatakan agama musuh Pancasila, konstitusi di atas kitab suci dan
mengganti assalamu’alaikum dengan salam Pancasila14. Sungguh ironis ketika kita
membandingkan antara pahlawan yang meneriakkan takbir untuk melawan
penjajah dengan pejabat yang mempertentangkan Islam dan patriotisme.
Di sisi lain, penegakan hukum cenderung mendiskreditkan kaum
agamawan. Mulai dari penetapan Al Quran sebagai barang bukti terorisme oleh
jaksa pada kasus Aman Abdurrahman15. Penetapan tersangka terorisme hanya
berbukti buku pelajaran Bahasa Arab16. Namun pemberontakan yang dilakukan
oleh kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang teroganisir menggunakan
13

14
https://www.kompas.tv/article/67262/klarifikasi-kepala-bpip-usai-sebut-agama-musuh-
pancasila?page=all
15
Eka Yunita Sari, Upaya Paksa terhadap Tersangka Terorisme dalam Perspektif
Perlindungan Hukum, Volume 3 No. 3, Mei 2020. 89.
16
https://news.detik.com/berita/d-3380635/barang-bukti-yang-disita-dari-kontrakan-
teroris-ada-timbangan-dan-paku
senjata dan seragam butuh waktu yang sangat lama untuk mendapat cap teroris
dari penegak hukum17.
Penegakan hukum yang cenderung diskriminatif ini, menurunkan
kepercayaan rakyat kepada pemerintah. Akibatnya posisi pemerintah akan
melemah di mata rakyat. Hal ini tentu berbahaya bagi stabilitas nasional yang
seharusnya dijaga demi mensejahterakan kehidupan bangsa.
Jika suara keadaan ini terus dibiarkan berkembang, maka patriotisme
bangsa Indonesia yang sejak awal berlandaskan agama berada dalam ancaman.
Bangsa ini akan dipenuhi kecurigaan dan tindakan terorisme akan berkembang.
Oleh karena itu, diperlukan kajian tentang tuntunan Al quran dalam menjawab
upaya mempertentangkan Islam dan patriotisme di Indonesia.

D. Membungkam Upaya Mempertentangkan Agama dan Negara di


Indonesia

Seluruh upaya mempertentangkan antara agama dan negara, sejatinya


didasarkan pada persepsi yang salah terhadap ajaran Islam. Baik sengaja disetting
atau memang kekhawatiran yang alami, akan tetapi tuduhan ini telah dijawab oleh
orang-orang yang tidak lagi perlu diragukan semangat nasionalismenya. Sebut
saja Jenderal Besar (purn) Dr. A.H. Nasution yang merupakan satu-satunya
sasaran G 30 S/ PKI yang selamat. Beliau mengatakan bahwa tuduhan semacam
itu hanya settingan Orde lama dan PKI untuk menipu rakyat dan menyudutkan
umat Islam18. Hal senada dicetuskan oleh ulama terkemukan K.H Hasyim Asy’ari.
Mellaui resolusi jihadnya, sang hadratus syaikh mengatakan “hubbul wathan
minal iman (cinta tanah air sebagian dari imana)19.
Kedua pernyataan di atas telah cukup jelas menampik segala persepsi yang
keliru terhadap ajaran Islam. Akan tetapi, penulis merasa perlu memberikan
penjelasan gamblang untuk menjawab segala pandangan ekstrem dalam

17
https://monitor.co.id/2018/12/05/warganet-kok-namanya-kkb-bukan-teroris/
18
https://www.teropongsenayan.com/99083-jenderal-nasution-mempertentangkan-
pancasila-dan-islam-adalah-proyek-pki
19
https://aceh.tribunnews.com/2018/07/20/singgung-piagam-madinah-dan-pancasila-
gatot-nurmantyo-ingatkan-pihak-yang-sudutkan-ulama
menyikapi hubungan agama dan negara di Indonesia. Untuk memudahkan
pemahaman pembaca, penulis menyajikannya dalam beberapa poin berikut ini:

1. Bernegara Kewajiban Setiap Muslim

Islam merupakan agama paripurna yang mengatur seluruh aspek


kehidupan manusia. Bukan hanya aspek privat, namun persoalan kemasyarakatan
tidak luput dari perhatian Islam. Oleh sebab itu, dalam menjalankan ajaran agama,
umat Islam membutuhkan institusi Negara. Misalnya dalam kasus pernikahan
anak perempuan yang lahir dari perzinahan, Berdarkan hadits nabi hanya
negaralah yang dapat menjadi wali. Demikian pula halnya dengan kewarisan
seseorang yang tidak memiliki ahli waris atau bahkan melaksanakan hukuman
bagi pelaku kejahatan. Keseluruhannya menuntut eksistesi negara di tengah-
tengah masyarakat muslim.
Berdasarakan kaidah ma la yatimmu al wajib illa bihi fa huwa al wajib
( segala sesuatu yang tidak dapat terpenuhi kewajiban kecuali dengan
kehadirannya, maka kehadirannya merupakan kewajiabn pula) 20. Ulama
menyepakati bahwa bernegara merupakan kewajiban seluruh umat Islam. Karena
tanpa kehadiran negara, banyak kewajiban yang tidak dapat terlaksana.
Keharusan untuk memiliki negara tentu mengharuskan pula umat Islam
untuk menjaga serta merawat negaranya. Tidak mungkin umat Islam berdasarkan
ajaran yang benar melakukan perusakan bahkan kudeta terhadap negara atau
pemerintah yang sah. Sekalipun pemerintah itu tidak menjalankan hokum Allah
SWT secara kaffah ( menyeluruh ). Hal ini ditegaskan bagin Nabi Muhammad
SAW dalam haditsnya yang berbunyi:

‫َيُك وُن َبْع ِد ى َأِئَّم ٌة َال َيْهَتُد وَن ِبُهَد اَى َو َال َيْس َتُّنوَن ِبُس َّنِتى َو َس َيُقوُم‬
‫ َق اَل ُقْلُت‬.‫ِفيِهْم ِر َج اٌل ُقُل وُبُهْم ُقُل وُب الَّش َياِط يِن ِفى ُج ْثَم اِن ِإْنٍس‬
‫َك ْيَف َأْص َنُع َي ا َر ُس وَل ِهَّللا ِإْن َأْد َر ْك ُت َذ ِل َك َق اَل َتْس َم ُع َو ُتِط يُع‬
. ‫ِلَألِم يِر‬
21

20
‘Athâ‘ bin Khalîl, Taysîr al-Wushûl ilâ al-Ushûl,( Beirut: Dâr al-Ummah, cet. III,
2000). 43.
21
Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim, ( Riyadh: Dar Ibnu Katsir, 2011). 897.
“Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat
petunjukku (dalam ilmu, pen) dan tidak pula melaksanakan sunnahku
(dalam amal, pen). Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-
orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad
manusia. “Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku
lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?Beliau bersabda,
”Dengarlah dan ta’at kepada pemimpinmu.”
Hadits di atas menunjukkan bahwa Islam adalah agama damai yang
meninginkan kemaslahatan bagi seluruh umatnya. Berdasarkan hadits ini para
ulama tetap menerima pemimpin yang tidak berhukum dengan hokum Allah
SWT. Hal ini ditegaskan oleh Imam Ibnu Taimiyah yang mengatakan bahwa 60
tahun hidup bersama pemimpin zhalim lebih baik dibanding sehari tanpa
penguasa22. Pandangan tersebut dikarenakan besarnya mafsadat yang timbul
ketika sebuah masyarakat tidak memiliki penguasa yang sah.
2. Kewajiban Memenuhi Kesepakatan
Sebuah negara tidak lahir dengan sendirinya. Namun lahir melalui proses
panjang sampai para pendiri bangsa menyepakati gagasan tentang sebuah negara.
Begitu pula halnya dengan Negara Indonesia, negeri ini lahir dari perdebatan
panjang yang kemudian menghasilkan titik temu pada kesepakatan yang kita
kenal dengan pancasila.
Pancasila pada hakikatnya merupakan nilai-nilai yang memang telah
hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Sehingga dapat
diterima oleh semua kalangan termasuk umat Islam khususnya yang diwakili para
ulama dalam merumuskan dasar negara. Kesepakatan yang telah dicatat dalam
sejarah ini, tentu mengharuskan umat Islam menepatinya. Hal ini telah dijelaskan
dalam QS Al Maidah [5] : 1 sebagai berikut:
‫َٰٓيَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنٓو ۟ا َأْو ُفو۟ا ِبٱْلُع ُقوِد ۚ ُأِح َّلْت َلُك م َبِهيَم ُة ٱَأْلْنَٰع ِم ِإاَّل َم ا ُيْتَلٰى َع َلْيُك ْم َغْيَر‬
‫ُمِح ِّلى ٱلَّصْيِد َو َأنُتْم ُحُر ٌم ۗ ِإَّن ٱَهَّلل َيْح ُك ُم َم ا ُيِر يُد‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.


Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan
kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu
ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah
menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.

22
Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa, (Madinah: Pustaka Raja Fahd, 2004). 28: 290-291.
Kata al-‘uqud dalam ayat ini bermakna jamak yang mufradnya adalah
al-‘aqdu yang secara bahasa bermakna ikatan. Namun secara istilah, al-aqdu
bermkna kesepakatan yang mengikat dua pihak atau lebih 23. Kesepakatan itu baik
berkaitan dengan aspek keluarga, masyarakat, politik dan ekonomi. Seperti akad
nikah, akad jual beli ataupun perjanjian dan kesepakatan kenegaraan.
Ayat di atas memerintahkan umat Islam untuk memenuhi kesepakatan
selama kesepakatan itu tidak bertentangan dengan syari’at 24. Sebagaimana nabi
Muhammad SAW pernah menyatakan bahwa umat Islam wajib memenuhi
kesepakatan yang mereka buat, selama kesepaktan itu tidak bertentangan dengan
Al Quran dan As Sunnah25.
Berdasarkan keterangan di atas, dapat dipahami bahwa kesepakatan yang
tidak bertentangan dengan syari’at akan dipenuhi oleh umat Islam. Terlebih lagi
kesepakatan mengenai dasar negara Indonesia yaitu pancasila. Lima sila yang
kesemuanya bersumber kepada intisari Al Quran yang merupakan firman Allah
SWT. Di samping itu, pancasila lahir dari kebijaksanaan para ulama. Sehinga
tidak mungkin umat Islam akan mengkhianatinya.

3. Langkah Nyata Merawat Keselarasan Agama dan Negara


Ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin telah mengilhami segala sikap
toleran dan moderat bagi umat Islam. Di samping itu semangat jihad yang
terdapat dalam Al Quran telah menginspirasi kaum agamawan untuk menjaga
serta merawat negeri ini. Namun, sikap dan semangat yang baik dari umat Islam
perlu dijaga dan dirawat, agar tidak ada ruang bagi pemikiran yang hendak
mengadu-domba antara Islam dan patriotisme. Oleh sebab itu, diperlukan langkah
nyata dalam merawat keselarasan tersebut yang akan penulis paparkan berikut ini.

23
Ibnu al Manzhur, Op.Cit. 3: 297.
24
Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, ( Riyadh: Dar At Thaibah, 1999). 3: 7.
25
Albani, Shahih Sunan Tirmizdzi, ( Riyadh: Pustaka Ma’arif, 2000). 2: 77.
Pertama, pemerintah harus menjalankan kekuasannya dengan adil dan
amanah ( An nisa [4]: 58). Dua hal ini adalah syarat terciptanya masyarakat yang
damai dan sejahtera. Keadilan akan melahirkan ketenangan dan kesejukan di
tengah masyarakat dan sikap amanah akan menciptakan masyarakat yang
sejahtera. Ketika kedamaian dan kesejahteraan terwujud maka pemerintah akan
memiliki wibawa di tengah masyarakat. Sebaliknya jika penegakan hukum
tampak diskriminatif, maka negara akan dianggap sebagai pihak yang zhalim
terhadap rakyatnya. Anggapan ini sangat memberi ruang bagi paham radikalisme
yang kemudian berbuah gerakan terorisme.

Kedua, sikap moderat dan toleran harus dipupuk di tengah masyarakat (Al
Baqarah [2]: 143). Sikap moderasi dalam beragama amat diperlukan dalam
membendung segala pemahaman ekstrim dan radikalisme yang dapat
menginspirasi tindakan terorisme. Adapun sikap toleransi sangat diperlukan dlam
membina kerukukan dan persatuan anrtar umat seagama maupun antar- agama.
Kedua sikap ini harus dirawat oleh semua pihak untuk menjaga keselarasan Islam
dan patriotisme.

Dua langkah ini adalah tawaran penulis dalam merawat keselarasan agama
dan negara di Indonesia. Penulis yakin masih banyak langkah lain yang
diperlukan, namun dua langkah ini adalah yang paling penting menurut penulis.
Dengan tercapainya kedua langkah ini maka upaya merawat agama dan negara
dapat dengan mudah diwujudkan.

E. Kesimpulan

Agama dan negara ibarat dua saudara yang berjalan beriringan. Agama
adalah pondasi negara, yang apabila runtuh maka negara akan mengalami
kehancuran. Sedangkan negara merupakan penjaga agama, yang apabila hilang
mengakibatkan sulitnya mempertahankan eksistensi agama. Keduanya tidak
bertentangan satu sama lain, akan tetapi saling membutuhkan dan saling mengisi.

DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
A.M. Romly, Agama Menentang Komunisme. (1997) Jakarta: Bina Rena
Pariwara.
Albani, Shahih Sunan Tirmizdzi. (2000). Riyadh: Pustaka Ma’arif.
Al Bukhari, Shahih Bukhari. (2002). Damaskus: Dar Ibnu Katsir.
Al Jurjani, At Ta’rifat. (1405 H). Beirut, Dar Al-Kitab Al-Arabi.
Al-Zuhaily, Wahbah Tafsir al-Wasith. (2009). Beirut, Dar Al-Fikr.
Al Qurthubi, Jami’ Ahkam Al Quran. (2006). Beirut: Muassasah Ar Risalah.
At Thabari, Jami’ Al bayan fi Tafsir Al Quran. (2010). Kairo: Hijr.
Athâ‘ bin Khalîl, Taysîr al-Wushûl ilâ al-Ushûl (2000) Beirut: Dâr al-Ummah,
cet. III.
Echol, Jhon dan Hasan Syadzili. (2010). Kamus Bahasa Inggris , Jakarta:
Gramedia
F. Steingass, English-Arabic Dictionary. (1982). London: WH. Allen and CO.
F. D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja. (1994) Jakarta: Gunung Mulia, Cet. I.
Ibnu al Manzhur, Lisan al ‘Arobi. (tth). Beirut: Dar Shodir.
Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim. (1999). Riyadh: Dar At Thaibah.
Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa. (2004). Madinah: Pustaka Raja Fahd.
Mubarok, Jaih, Sejarah Peradaban Islam (2004). Bandung : Pustaka Bani
Quraisy.
Mufrodi, Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. (1999). Jakarta: Logos. Cet I.
Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim. (2011). Riyadh: Dar Ibnu Katsir.
Rifa‟i, M, K.H. Hasyim Asy‟ari; Biografi Singkat 1871- 1947. (2009).
Yogyakarta: Penerbit Garansi.
Tresna, Peradilan di Indonesia dari Abad ke Abad. (1978) Jakarta: Pradnya
Paramita.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam. (2003). Jakarta: PT Gravindo Persada.
Zamharir, Muhammad Hari, Agama dan Negara. (2004). Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.

B. JURNAL
Eldad Davidov, Nationalism and Constructive Patriotism: A Longitudinal Test of
Comparability in 22 Countries with the ISSP, International Journal of Public
Opinion Research, 23(1):88-103. Winterthurerstr. 190 CH-8057 Zurich.
Mohamad Latief, Islam dan Sekularisasi Politik di Indonesia, Jurnal Tsaqafah.
Vol. 13, No. 1, Mei 2017
Eka Yunita Sari, Upaya Paksa terhadap Tersangka Terorisme dalam Perspektif
Perlindungan Hukum, Volume 3 No. 3, Mei 2020.

C. INTERNET

https://www.tribunnews.com/nasional/2021/05/30/sederet-pertanyaan-twk-
pegawai-kpk-pilih-alquran-atau-pancasila-hingga-lepas-kerudung-demi-
negara
https://news.detik.com/berita/d-4895595/kepala-bpip-sebut-agama-jadi-musuh-
terbesar-pancasila
https://news.detik.com/berita/d-3380635/barang-bukti-yang-disita-dari-kontrakan-
teroris-ada-timbangan-dan-paku
https://monitor.co.id/2018/12/05/warganet-kok-namanya-kkb-bukan-teroris/
https://www.teropongsenayan.com/99083-jenderal-nasution-mempertentangkan-
pancasila-dan-islam-adalah-proyek-pki
https://aceh.tribunnews.com/2018/07/20/singgung-piagam-madinah-dan-
pancasila-gatot-nurmantyo-ingatkan-pihak-yang-sudutkan-ulama

Anda mungkin juga menyukai