Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS JURNAL

MERAJUT KERUKUNAN DALAM KERAGAMAN AGAMA


DI INDONESIA
(Perspektif Nilai-Nilai Al-Quran)

MATA KULIAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DOSEN PEMBIMBING
FARIJ BASTIAN IBRAHIM ST

DI SUSUN OLEH
ACIKA INDIRA MUH ALI

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT DAN FAKULTAS


TEKNIK
UNIVERSITASTADULAKO 2017
ANALISI JURNAL
A.Identitas jurnal

Judul : Merajut kerukunan dalam keragaman agama di


indonesia
Jurnal : PROFETIKA
Penulis : Moh abdul kholiq hasan
Tahun : 2013
Volume dan halaman : Vol.14 No.1 Hal: 66-77
Reviewer : ACIKA INDIRA MUH ALI
Bulan : Juni
Abstrak
Keragaman beragama merupakan sunnatullah,
sesuatu yang sifatnya given.
Sebagai halnya keragaman dalam bahasa, suka dan
budaya.Hal ini diakui oleh Al-
Quran secara jelas.Untuk itu,Al-Quran telah
memberikan petunjuk kepada umatnya
dalam menyikapi keragaman beragama dalam
wujud dua sikap yang jelas dan
tegas.Yaitu sikapeksklusif (al-inghilaq) dalam hal-hal
yang bersifat aqidah dan ‘ubudiah
dan sikap Inklusif (al-infitah) dalam ranah sosial
interaktif.Dalam tataran aplikatif,
ajaran Islam yang bersumber kepada Al-Quran dan
as-Sunnah telah mengajarkan
kepada umatnya bagaimana hidup berdampingan
dengan anggota masyarakat yang
berbeda kenyakinan. PiagamMadinah adalah
diantara bukti sejarah bagaimana Islam
sejak awal menginginkan terwujutnya kerukunan
antarumat beragama.Dalam konteks
ke-Indonesia-an, nilai-nilai luhur Al-Quran tersebut
dapat dikembangkan dalam rangka
mengakkan berbagai pilar yang perlu disepakati
bersamadan diaktualisasikan untuk
membangun kerukunan antarumat
beragama.Diantara pilar-pilar tersebut adalah
dengan meningkatkan sikap toleran yang benar,
saling menghormati dengan penuh
B.RANGKUMAN JUDUL
 Keberagaman beragama merupakan sunnatullah,sesuatu yang sifatnya
given. Sebagai halnya keberagaman dalam bahasa suka dan
budaya.karenanya setiap usaha-usaha untuk melawan sebuah entitas
agama adalah usaha yang sia-sia dan sama dengan melawan
ketentuan tuhan.sebagaimana melawan ketentuan tuhan tentang
keberagaman watak,suku,bahasa dan budaya. Hal ini telah dijelaskan
dalam AL-Quran secara jelas. Sikap yang harus dibangun dalam
menyikapi kenyataan keberagaman beragama adalah dengan
meningkatkan sikap toleran yang benar, saling menghargai dan
menghormati dengan penuh sikap kedewasaan dalam beragama.serta
meningkatkan kerjasama dalam hal-hal yang menjadi tujuan bersama
dalam beragama,tanpa harus saling mencurigai.disamping perlunya
memperkokoh tiga pilar kenegaraan (pancasila, UUD 45 dan Binneka
Tunggal Ika) , pemerintah memiliki peran yang sangat strategis untuk
menjaga kerukunan antar umat beragama. Karenanya, penegaan
kewibawaan hukum secara adil dan konsisten merupakan diantara pilar
kerukunan umat beragama yang sangat penting.
C.ANALISIS

 Beberapa tahun terakhir ini kerukunan dan keharmonisan antarumat


beragama mendapat cobaan atau minimal sebuah tes case. Dalam
skala nasional terbaru adalah kasus golongan siah di sampang yang
mengakibatkan jatuhnya bebarapa korban dan ratusan orang
mengungsi. Dalam skala internasioanal adalah tragedi yang minimpa
umat islam yang terjadi di Myanmar, sudah banyak teori yang digunakan
para ahli untuk mengungkap kedua kasus tersebut. Sebagian, mereka
menyimpulkan bahwa kedua kasus tersebut tidaklah ada hubungannya
dengan masalah agama. Alasannya, bahwa mereka yang “bersatu”
telah mereka yang “berseteru” telah bertahun tahun hidup
berdampingan secara damai dan saling menghormati sesama pemeluk
agama,yang terjadi adalah gesekan-gesekan biasa yang tidak ada
hubungannya dengan agama.mereka menggunakan agama sebagai
dasar untuk memerangi dan mengusir bahkan membunuh lawannya.
Alasannya adalah dipergunakannya berbagai simbol agama dalam
perseturuan tersebut .1

 Sejarah islam telah mencatat tentang para sahabat rasulullah saw yang
menerapkan hukum secara adil,baik kepada kawan maupun lawan,
miskin atau kaya, atau antara muslim dengan non muslim.dalam hal ini
abu bakar berkata dalam khutbah pelatikannya,”orang yang kuat
diantara kalian adalah lemah sehingga aku mengambil hak darinya dan
orang yang lemah dari kalian adalah kuat”.2
 Dan umar ketika mengangkat seorang hakim,abu musa al-asy’ari ia
berpesan,”semakan dan hukummu,sehingga orang lemah tidak putus
asa dari keadilanmu,dan orang mulia tidak mengharap
kecuranganmu”.(HR.Ad- Daaruquthni).3

 Kisahnya nyata adalah kejadian tentang perselisihan hukum yang terjadi


antara seorang khalifah Ali bin Abi Thalib dengan seorang yahudi,
namun pada akhirnya hakim memberikan kemenangan kepada orang
yahudi, karena Ali bin Abi Thalib tidak mampu menghadirkan saksi atas
klaimannya.4

 Sikap inklusif (al-infitah) akan melahirkan sikap untuk menghormati dan


menghargai keberadaan umat agama lain. Karena dalam ajaran
agamanya sendiri menuntut untuk menghormati keberadaan agama lain
yang diakui oleh penganutnya sebagai kebenaran juga, maka ini
merupakan menifestasi sikap inklusifisme. Sikap ini selalu diikuti oleh
pemberian kesempatan dan kebebasan terhadap penganut agama
untuk melakukan ritual dan pribadatannya sesuai apa yang mereka
yakini. Di dalam mengakui klaim orang lain atas kebenaran
agamanya,apapun bentuk pengakuan itu seoarang inklusif tidak pernah
kehilangan karakter dan jati dirinya sebagai seorang yang mentaati dan
membela kebenaran agamanya dia justru menunjukan identitas
agamanya sebagai pelaksanaan nilai luhur agamanya sendiri atas
pengakuan orang lain terhadap agamanya sendiri,dan dengan
semangat keberagamaanya dia dapat bergaul dan berkomunikasi
secara elegan dengan penganut agama lain dengan tetap memegang
prinsip kebenaran universal agamanya.5

 Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin (rahmat bagi seluruh alam


semesta), sejak awal meskipun telah menegaskan bahwa agama yang
benar adalah islam (ali imran /3:19 dan 85) , namun secara prinsip dan
kehidupan sosial bermasyarakat, islam mengakui entitas agama-agama
lain dan membiarkan pemeluknya untuk melakukan dan menjalankan
pribadatan masing-masing islam tidak pernah memaksa seseorang
untuk masuk islam.karena keimanan sesorang dapat diterima jika hal itu
dilakukan dengan sukarela tanpa ada sedikitpun pemaksaan . untuk apa
islam dipaksakan, padahal kebenaran dan petunjuknya sudah sangat
jelas bagi siapapun yang menginginkan kebenaran islam.6

 Sayyid thanthawi al-tafsir al-wasith jilid 1,(maktabah


syamilah.t,t),hlm,473.7

 Ibnu katsir,tafsir alqur’anul’adhim(saudi arabia:dar


thoibah,1999),hlm.682.8
 Dalam hadits yang diriwayatkan al-khathib dengan sanad yang
baik,rasullullah saw,bersabda,”barang siapa menyakiti orang
dzimmi,maka aku kan menjadi seterunya. Dan siapa yang aku menjadi
seterunya daia pasti kalah dihari kiamat”. Namun demikian ,Al-Quran
secara tegas telah menolak paham pluralisme yang mencampur adukan
keimanan dan ritual antar agama (QS.Al-kafirun/109 : 1-6 ).9

 Sikap eksklusif dan inklusif yang begitu jelas dan tegas, islam mengajak
umatnya untuk selalu istiqomah dalam kenyakinannya dan menjadi
pemeluk agama yang baik mampu menciptakan kerukunan antarumat
beragama bukan sebatas dimaknai bagaimana perilaku keagamaan
umat beragama tidak memicu lahirnya “konflik agama ‘,tetapi memicu
lahirnya “konflik agama” tetapi kerukunan dalam hidup bergama dalam
artian bahwa pemeluk agama non-Islam adalah bagian dari saudara
sebangsa setanah air dan semanusia. Kerukunan ini teraktualisai dalam
konsep ukhwah wathaniyah dan ukhwah insaniah,sebagaimana diatur
dalam piagam madinah pasal 25 dan 37.10

 Kerukunan umat beragama merupakan pilar kerukunan nasional dan


dinamis harus terus dipelihara dari waktu ke waktu. Kerukunan umat
beragama dapat diartikan sebuah keadaan hubungan sesama umat
beragama yang dilandasi toleransi,saling pengertian,saling
menghormati,menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran
agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa
dan bernegara.11

 Hal tersebut dilandasi atas kesadaran bahwa dalam kehidupan


bermasyarakat terjadi apa yang disebut dengan interidependensi, saling
membutuhkan dan saling ada ketergantungan. Jika interindependensi
menjadi sebuah prinsip dalam kehidupan bermasyarakat, maka
kerukunan hidup beragama adalah bagaimana antarumat beragama
dapat saling melindungi, memelihara dan mengamankan, bahkan dalam
kondisi-kondisi tertentu mungkin dapat meningkatkan sesuatu yang
bersifat psikologis,sosiologis,profanmaterial diniawi yang dimiliki oleh
setiap umat beragama dalam tngkat optimis,kerukunan tersebut dapat
menyentuh persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi oleh setiap
umat beragama,seperti membangun struktur dan tata nilai kehidupan
yang lebih beradab dan humanis.12

 Kedewasaan dalam beragama sangat dibutuhkan dalam menghadapi


berbagai isu agama atau keagamaan.13

 Penegaan kewibawaan hukum secara adil dan konsisten banyak


perselisihan antar warga yang kebetulan berbeda agama karena tidak
ditangani dengan tuntas dan adil, memicu lahirnya konflik harizontal
yang sulit terselesaikan.berbagai konflik SARA justru meningkat karena
lemahnya penegakan hukum dan rendahnya apresiasi etika dalam
penyelesaian masalah sosial berbangsa dan bernegara. Sebagai
Contoh adalah konflik poso bisa jadi konflik ini dipicu oleh masalah kecil
antara dua warga yang kebetulan berbeda agama.akan tetapi karena
secara hukum masalahnya tak pernah diusut tuntas, maka problemnya
menjadi rumit dan liar. Perselisihan kecil antarwarga akhirnya memicu
munculnya konflik besar bisa terjadi karena publik atau massa tidak
percaya pada hukum. Ketika tibo cs dituding menyerang dan membantai
penghuni sebuah pesantren disuatu pagi buta, semestinya tragedi itu
tidak terjadi jika saja aparat keamanan dapat mengantisipasi dengan
mengusut para pelau perselisihan kecil sebelumnya dimana pihak
kristen atau muslim menjadi korban. Akhirnya konflik SARA berujung
pada siklus balas dendam yang sulit dihentikan.14
DAFTAR PUSTAKA
Gunarno, Ahmad, 2012.”Realitas Kehidupan antar Iman di Indonesia,
membumikan
Pelaksanaan Bhinika Tunggal Ika”, 2012.Makalah Seminar di Hotel Lor In
Surakarta, 18-20 Juni.
Hasan, Shahihul, 2012. The Art of Islamic War, Rahasia Kemenangan Generasi
Pertama,
Surakarta: Muhammadiyyah University Press.
Hamidullah, Muhammad, 1978.Majmu’ah al-Wasa’iq al-Siyasiyyah li al-A’hd al-
Nabawyy
wa al-Khalifah al-Rasyidah, Damaskus: Darun Nafais.
http://depag.go.id/index.php, diakses pada tanggal 23 April 2013.
http://lfiah-18.blogspot.com/2011/03/kerukunan-umat-beragama, diakses
tanggal 10
April 2013.
http://paiunud.blogspot.com/2011/10/kerukunan-hidup-beragama-, diakses
pada
tanggal 5 April 2013.
Ibnu Hibban, 1975. Al-Tsiqot, Beirut: Dar al-Fikr.
Ibnu Katsir,1999. Tafsir Al-Quranul ‘Adhim, Dar Thoibah.
al-Qardawi, Yusuf, 2008. Khithabuna al-Islami fii Asyril ‘Aulamah, Dar Asy-
Syuruq, Kairo.
_________, 1985.Minoritas Non Muslim di dalam Masyarakat Islam, terj.,
Muhammad Baqir,
Bandung: Mizan.
_________,2003.Merasakan Kehadiran Tuhan, terj., Mitra Pustaka, Yokyakarta.
Thanthawi,Sayyid, t.t. Al-Tafsir al-Wasith, al-Maktabah al-Syamilah, Ishdar 3.5.
Zidan, Abdul Karim, t.t. Ushul al-Da‘wah, , al-Maktabah al-Syamilah Ishdar 3.5.
Zulkarnain Iskandar, 2012.”Realitas Keagamaan di Indonesia dan Inklusifitas
Islam”,Makalah Seminar, di Lor In Solo, 18-20 Jun.

Anda mungkin juga menyukai