Anda di halaman 1dari 227

PERANCANGAN SISTEM PENGKONDISIAN UDARA

UNTUK STUDIO 21 DI PLAZA AMBARRUKMO


YOGYAKARTA

TUGAS AKHIR
No: 704 / TA / FT-USD / TM / September / 2006

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S1

Program Studi Teknik Mesin


Jurusan Teknik Mesin

Yoyakarta
2006

Diajukan Oleh :
DANI FABIAN MARTHENIA
NIM : 035214021

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
AIR CONDITIONING SYSTEM DESIGN OF STUDIO 21
IN AMBARRUKMO PLAZA
YOGYAKARTA

TUGAS AKHIR
No: 704 / TA / FT-USD / TM / September / 2006

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S1

Program Studi Teknik Mesin


Jurusan Teknik Mesin

Yoyakarta
2006

Diajukan Oleh :
DANI FABIAN MARTHENIA
NIM : 035214021

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
PERNYATAAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Tugas Akhir ini belum pernah ada

dan belum pernah diajukan di suatu Perguruan Tinggi manapun. Penulis dapat

mempertanggung jawabkan bahwa Tugas Akhir ini merupakan hasil karya penulis

yang otentik dan belum pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali

yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, Januari 2007

Penulis

v
HALAMAN PERSEMBAHAN

Tugas Akhir ini kupersembahkan untuk

Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberkati aku dan keluargaku

Kedua Orang Tua yang selalu menyayangiku

untuk Ato dan Ape

untuk saudara-saudaraku

dan untuk sahabat-sahabatku

vi
MOTO

Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh

Hidup adalah untuk mengolah hidup

Bekerja membalik tanah,

Memasuki rahasia langit dan samudera.

Serta mencipta dan mengukir dunia.

Kita menyandang tugas

Karena tugas adalah tugas,

Bukan demi sorga atau neraka.

Tetapi demi kehormatan seorang manusia.

(sajak-sajak sepatu tua, Rendra)

vii
KATA PENGANTAR

Syukur dan sembah kepada Tuhan Yesus Kristus, karena berkat

pertolongan dan kekuatan-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir.

Tugas Akhir ini merupakan salah satu mata kuliah yang wajib ditempuh

setiap Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta. Tugas Akhir ini merupakan sarana penuangan pengetahuan

yang telah diterima penulis dari perkuliahan awal semester hingga akhir semester.

Tugas Akhir ini membahas mengenai perancangan, pemilihan alat, dan

perhitungan beban pendinginan dari Studio 21 yang akan digunakan dalam

perancangan sistem pengkondisian udara di Studio 21 yang terletak di gedung

Plaza Ambarrukmo Yogyakarta.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas

segala bantuan, saran, dan fasilitas yang telah diberikan sehingga penulis dapat

menyelesaikan Tugas Akhir ini. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Ir. Gregorius Heliarko, SJ, S.S., B.ST., M.A., M.Sc., selaku Dekan

Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma

2. Bapak Ir. PK. Purwadi, M.T. selaku Dosen Pembimbing dalam

menyelesaikan Tugas Akhir

3. Bapak Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik

Mesin Universitas Sanata Dharma

viii
4. Seluruh rekan dosen Teknik Mesin dan sekretariat yang telah memberikan

semangat dan dorongan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. Khususnya

kepada Bpk Ir Y B Lukiyanto, M.T. dan Ign. Tri Widaryanto

5. Management Studio 21 yang telah mengijinkan penulis mengambil data di

Studio 21. Khususnya pada Pak Erry dan Pak Ilham.

6. Papih, Mamih, Ato, Ape, Ci Dian, Ci Dina, dan Anton yang selalu

memberikan dorongan dan semangat dalam mengerjakan Tugas Akhir

7. Seluruh rekan mahasiswa Teknik Mesin angkatan 2003, khususnya

Yohanes (apek), Endro, Yosafat, Suliongto (iyong), Yandy, Purnomo, Fo

Sin yang telah memberikan dorongan sehingga penulis dapat

menyelesaikan Tugas Akhir

Juga kepada seluruh rekan-rekan yang secara langsung maupun tidak langsung

membantu saya selama perkuliahan di kampus hijau Universitas Sanata Dharma.

Penulis sungguh bangga bisa diterima dan menimba ilmu dengan baik di kampus

ini. Penulis juga memohon maaf apabila ada nama yang tidak tersebutkan.

Usaha yang penulis lakukan sudah semaksimal mungkin, namun penulis

menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu

penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam

penulisan ini. Saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis

harapkan demi perbaikan dikemudian hari.

Akhir kata, penulis berharap semoga Tugas Akhir ini memberikan manfaat

bagi pembaca.

Penulis

ix
ABSTRACT

System condition of air are treatment process to air to arrange temperature,


dampness, hygiene, and air distribution at a time utilize to reach balmy condition
which required. An system of air condition of air is usually used for the
requirement of freshment and for requirement an industry. Election an system of
air condition have to precisely pursuant to its usefulness, so that the overall of
used system and institution unit of air condition of which used can give result of
maximal.
System of air condition of air basically there are four important treatment
to refrigeran, that is compression, condensation, degradation of pressure, and
evaporation. In evaporator happened absorbtion of heat of room to condition,
while in condenser, that heat is thrown to environment. Level of accepted by
refrigeration burden is evaporator come from two burden type of heat, that is
burden of sensible heat, and burden of latent heat. Level of burden of this heat can
be calculated pursuant to different temperature, difference of dampness of air, also
other factors which influence

x
INTISARI

Sistem pengkondisian udara merupakan suatu sistem perlakuan terhadap


udara untuk mengatur suhu, kelembaban, kebersihan, dan pendistribusiannya
secara serentak guna mencapai kondisi nyaman yang dibutuhkan. Suatu sistem
pengkondisian udara biasanya digunakan untuk kebutuhan kenyamanan dan untuk
kebutuhan suatu industri. Pemilihan suatu sistem pengkondisian udara harus tepat
berdasarkan kegunaannya, sehingga keseluruhan sistem yang digunakan dan unit
instansi pengkondisian yang digunakan bisa memberikan hasil yang maksimal.
Sistem pengkondisian udara pada dasarnya terdapat empat perlakuan
penting terhadap refrigeran, yaitu pemampatan, pengembunan, penurunan
tekanan, dan penguapan. Di evaporator terjadi penyerapan kalor dari ruangan
yang akan di kondisikan, sedangkan di kondenser, kalor itu dibuang ke
lingkungan. Besarnya beban pendinginan yang diterima evaporator berasal dari
dua jenis beban kalor, yaitu beban kalor sensibel, dan beban kalor laten. Besarnya
beban kalor ini dapat dihitung berdasarkan perbedaan temperatur, perbedaan
kelembaban udara, juga faktor-faktor lain yang mempengaruhi.
Pada perancangan suatu sistem pengkondisian udara harus terlebih dahulu
dihitung total beban pendingnan, setelah itu dapat dipilih dan di pasang kapasitas
mesin pendiginan yang sesuai dengan ruangan yang akan dikondisikan.

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .....................................……………...………………………i

HALAMAN JUDUL BAHASA INGGRIS.............................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING......................................................iii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI DAN DEKAN.......................................iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.............................................v

HALAMAN PERSEMBAHAN………...…..............………………………...….vi

MOTO....................................................................................................................vii

KATA PENGANTAR..........................................................................................viii

ABSTRACT.............................................................................................................x

INTISARI................................................................................................................xi

DAFTAR ISI..........................................................................................................xii

DAFTAR TABEL.................................................................................................xvi

DAFTAR GAMBAR...........................................................................................xvii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

I.1. Pengantar Sistem Air Conditioning……….………………………......1

I.2. Batasan Masalah..…………………....………………………………..3

I.3. Asumsi...................................................................................................3

I.4. Tujuan Perancangan...............................................................................4

I.5. Manfaat Perancangan.............................................................................4

xii
I.6. Langkah-langkah Perancangan..............................................................5

BAB II DASAR TEORI...........................................................................................6

II.1. Definisi Sistem Penyegaran Udara.......................................................6

II.2. Sistem Kerja dan Siklus Refrigerasi Kompresi Uap Dalam Sistem

Pengkondisian Udara............................................................................7

II.3. Faktor Pertimbangan Dalam Pemilihan Sistem Penyegaran Udara.....8

II.4. Aplikasi Sistem Pengkondisian Udara...............................................18

II.5. Macam-Macam Sistem Pengkondisian Udara....................................20

II.6. Pengertian Water Chiller Dalam Pengkondisian Udara.....................26

II.7. Aplikasi Penggunaan Pengkondisian Udara.......................................27

II.8. Jenis-Jenis Instalasi Pengkondisian Udara........................................29

II.9. Komponen Utama Pada Mesin Refrigerasi........................................34

II.10. Alat-Alat Pendukung Lain................................................................46

BAB III PERHITUNGAN BEBAN PENDINGINAN..........................................63

III.1. Kondisi Umum bangunan..................................................................65

II.2. Perhitungan Beban Pendinginan.........................................................72

III.2.1. Perhitungan Perpindahan Kalor Melalui Tembok Dan

Atap.....................................................................................72

III.2.2. Perhitungan Perpindahan Kalor melalui lantai, kaca, langit-

langit, partisi dan infiltrasi..................................................76

III.2.3. Perhitungan Beban Kalor Karena Adanya Sumber Kalor di

Dalam Ruangan..................................................................80

xiii
BAB IV PEMILIHAN KOMPONEN UTAMA..................................................101

IV.1. Siklus Refrigerasi............................................................................101

IV.2. Diagram Mollier..............................................................................105

IV.2.1. Diagram Mollier untuk R-22...........................................108

IV.2.2. Diagram Mollier untuk HFC-134a...................................113

IV.2.3. Diagram Mollier untuk Karbon dioksida (CO2)

R-744................................................................................117

IV.3. Pemilihan Komponen Utama..........................................................121

IV.3.1. Refrigeran.........................................................................121

IV.3.2. Kompresor........................................................................122

IV.3.3. Evaporator........................................................................126

IV.3.3.1.Perhitungan Perancangan Evaporator................129

IV.3.4. Kondenser........................................................................135

IV.3.4.1. Pemilihan Kondenser........................................135

IV.3.4.2 Perancangan Kondenser.....................................136

IV.3.5. Katup Ekspansi................................................................142

IV.3.5.1.Pemilihan Katup ekspansi..................................142

IV.3.5.2. Perancangan Katup Ekspansi............................145

BAB V PEMILIHAN KOMPONEN PENDUKUNG.........................................148

V.1. Menara Pendingin………….……………………………………....148

V.2. Pompa dan Perpipaan.......................................................................151

V.3. Perancangan Blower/Fan Evaporator...............................................163

V.4. Perancangan saluran udara (ducting)...............................................165

xiv
V.5. Peralatan Pendukung lain.................................................................171

BAB VI PENGOPERASIAN, PEMELIHARAAN DAN PERAWATAN WATER

CHILLER.................................................................................................174

VI.1. Operasianal Water Chiller...............................................................174

VI.1.1 Petunjuk Pengoperasian Menjalankan Water Chiller.......174

VI.1.2. Petunjuk Pengoperasian Mematikan Water Chiller.........175

VI.1.3. Sistem Kontrol.................................................................176

VI.2. Pemeliharaan dan Perawatan Unit Water Chiller..........................179

BAB VII KESIMPULAN....................................................................................183

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................187

LAMPIRAN.........................................................................................................188

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Temperatur pengembunan dan tekanan pengembunan beberapa

Refrigerant…………………………………………………………….9

Tabel 2.2. Temperatur penguapan dan tekanan penguapan dari beberapa

Refrigeran.............................................................................................11

Tabel 2.3. Kondisi temperatur dan kelembaban untuk penyegaran udara

industri...................................................................................................20

Tabel 3.1. Dimensi Bangunan Studio 21................................................................67

Tabel 3.2. Luas Bangunan yang bersebelahan dengan ruangan yang di

kondisikan.............................................................................................74

Tabel 3.3 Besar Heat Gain (Beban Kalor) dari masing-masing

tembok...................................................................................................74

Tabel 3.4. Data - data dari Studio 21, Gedung Plaza Ambarrukmo

Yogyakarta............................................................................................79

Tabel 3.5. Tabel Hasil Perhitungan........................................................................94

Tabel 5.1. Ukuran ducting....................................................................................171

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Siklus refrigerasi……………………………………………………..7

Gambar 2.2 (a). Keterangan tentang diagram Mollier...........................................12

(b). Garis Isobar dan garis isoentalpi ................................................13

(c). Garis Isotermal dan garis isovolume spesifik..............................13

(d). Garis iso kering............................................................................13

(e). Garis isentropis...........................................................................13

Gambar 2.3. Diagram mollier dan siklus refrigerasi..............................................15

Gambar 2.4. Sistem Udara penuh...........................................................................21

Gambar 2.5. Damper, pengatur kapasitas udara.....................................................22

Gambar 2.6. Sistem air-udara.................................................................................23

Gambar 2.7. Sistem air-penuh................................................................................24

Gambar 2.8. Sistem udara tunggal, jenis window..................................................25

Gambar 2.9. Mesin Water Chiller..........................................................................27

Gambar 2.10. Air Handling Unit (AHU)...............................................................30

Gambar 2.11. Fan Coil Unit (FCU)........................................................................31

Gambar 2.12. Unit induksi.....................................................................................32

Gambar 2.13. Unit pengkondisian udara jenis paket.............................................33

Gambar 2.14. Jenis lantai, Jenis langit-langit, dan jenis window..........................34

Gambar 2.15. Sebuah kompresor torak 16 silinder untuk amoniak.......................35

xvii
Gambar 2.16. Pandangan urai dari bagian-bagian utama kompresor sekrup.........36

Gambar 2.17. Sebuah sistem kompresor sentrifugal. Kondensor berada di bagian

atas, dan evaporator pendingin air berada di bagianbawah.............37

Gambar 2.18. Pompa Sentrifugal air ke kondenser, pada Plaza Ambarrukmo…..47

Gambar 2.19. Skema kerja menara pendingin.......................................................49

Gambar 2.20. (a). Contoh Menara pendingin jenis aliran berlawanan…………..49

Gambar 2.20. (b). Contoh menara pendingin jenis aliran melintang…………….50

Gambar 2.21. Gate valve pada gedung Plaza Ambarrukmo Yogyakarta………...60

Gambar 2.22. Pressure Gauge……………………………………………………61

Gambar 3.1. Denah Studio 21……………………………………………………66

Gambar 4.1. Hubungan antara AHU – Mesin Pendingin – Menara

Pendingin…………………………………………………………107

Gambar 4.2 Diagram Mollier Untuk R-22……………………………………...112

Gambar 4.3. Diagram Mollier untuk Refrigeran HFC-14a..................................116

Gambar 4.4. Diagram Mollier untuk refrigeran CO2 (R-744).............................120

Gambar 4.5. Evaporator dengan arah aliran berlawanan 1-1 pass.......................127

Gambar 4.6. Susunan pipa....................................................................................128

Gambar 4.7 Penampang kondenser pipa tembaga...............................................137

Gambar 4.7. Katup Ekspansi tekanan konstan.....................................................143

Gambar 4.8. Skema katup ekspansi termostatik..................................................144

Gambar 5.1. Pompa Sentrifugal untuk Air Dingin menuju AHU.......................158

Gambar 5.2. Contoh ducting pada gedung Kantor Dirjen Pajak, Yogyakarta.....166

Gambar 5.3. Skema suply ducting yang melayani lobby....................................167

xviii
Gambar 5.4. Komponen pendukung Air Handling Unit.....................................172

Gambar 5.5. Flexible ducting pada Plaza Ambarrukmo, Yogyakarta…….……173

xix
1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Pengantar Sistem Air Conditioning

Sistem pengkondisian udara atau yang lebih dikenal sebagai air

conditioning (AC) merupakan suatu cara untuk mengatur udara yang biasa kita

gunakan untuk beraktifitas atau yang ada di sekitar kita, sehingga udara yang

digunakan memberikan kenyamanan dan keuntungan dalam beraktifitas.

Terdapat berbagai macam instalasi dan sistem untuk mengkondisikan

udara, tetapi umumnya instalasi pengkondisian udara digunakan untuk mengatur

suhu udara, kebersihan udara, kelembaban udara, bau, dan kesegaran udara.

Instalasi pendinginan udara pertama kali ditemukan dan dipatenkan oleh

Joseph Mc Creaty, seorang berkebangsaan Amerika pada tahun 1897. Pada saat

itu Instalasi tersebut dinamakan mesin pencuci udara (air washer), yaitu sistem

dengan menggunakan percikan air. Sedangkan Instalasi pengatur temperatur dan

kelembaban udara ditemukan oleh Dr Willis Haviland dari Amerika Serikat pada

tahun 1906, pada waktu itu beliau berhasil menyegarkan udara dari sebuah

percetakan dengan menggunakan sistem pencuci udara. Dalam hal itu beliau

mendinginkan dan menjenuhkan udara sampai mencapai titik embunnya.

Penemuan siklus refrigerasi dan perkembangan mesin refrigerasi / mesin

pendingin merintis jalan bagi pembuatan dan penggunaan mesin pengkondisian


2

udara sampai saat ini. Komponen utama dari sistem refrigerasi adalah kompresor,

kondenser, katup ekspansi dan evaporator. Dalam hal tersebut kompresor

berfungsi mengalirkan dan menaikan tekanan gas refrigeran, yang selanjutnya

dicairkan di dalam kondenser. Dari kondenser refrigeran cair diuapkan dengan

cara menyemprotkannya melalui katup ekspansi ke dalam evaporator yang

bertekanan rendah. Refrigeran yang menguap di dalam evaporator menyerap kalor

yang ada di udara sekitarnya, sehingga udara yang terserap kalornya akan terasa

dingin.

Sistem pengkondisian udara dibagi ke dalam beberapa golongan, antara

lain:

1. Sistem udara penuh

Sistem udara penuh diperlukan untuk mengkondisikan gedung-gedung

atau ruangan yang luas. Seperti aula, auditorium, super-market, gedung

pertunjukan dan bioskop.

2. Sistem air udara

Sistem air udara digunakan untuk mengkondisikan tempat yang besar,

tetapi terdapat counter-counter di dalamnya. Contohnya Studio dan Plaza.

3. Sistem Air-penuh

Sistem ini digunakan pada gedung yang tidak terlalu besar, seperti toko,

ruang pertemuan.

4. Sistem udara tunggal

Sistem udara tunggal digunakan pada ruangan yang memiliki luas yang

kecil, seperti pada kamar, ruang kerja pribadi, home-theatere.


3

I.2. Batasan Masalah

Perancangan yang penulis lakukan dalam tulisan ini adalah perancangan

sistem pengkondisian udara untuk Studio 21 yang terletak di Plaza Ambarrukmo,

jalan Laksda Adisucipto Yogyakarta. Untuk menghemat biaya perawatan dan

penghematan dikemudian hari, maka penulis memilih perancangan alat

pengkondisian udara dengan menggunakan pendingin air (water chiller),

disamping itu, untuk penghematan karena beban kalor dari dalam dan dari luar

ruangan, maka penulis merancang pengkondisian udara pada Studio 21 dengan

sistem air penuh, unit koil-kipas udara; karena dengan sistem tersebut udara

primer akan dicampur dengan udara sekunder sehingga beban kalor tidak terlalu

besar.

I.3. Asumsi

Mempertimbangkan skema ruang dan lokasi Studio 21 di gedung Plaza

Ambarrukmo Yogyakarta, maka penulis menetapkan beberapa batasan dalam

perhitungan dan perancangan, antara lain:

a. Tidak ada perpindahan kalor dari dalam lokasi Studio 21 ke luar lokasi

Studio 21, kecuali dinding yang bersentuhan dengan tempat parkir. Hal

ini ditetapkan karena lokasi Studio 21 berada hampir di tengah-tengah

gedung Plaza Ambarrukmo yang juga telah dikondisikan (diberi alat

pendingin ruangan), sehingga diasumsikan temperatur udara di luar

Studio 21 sama dengan temperatur udara di dalam lokasi Studio 21.


4

b. Kelembaban udara di dalam lokasi Studio 21 sama dengan kelembaban

udara di luar lokasi Studio 21

c. Perancangan dilakukan pada bulan Agustus, dengan cuaca cerah.

d. Perancangan dilakukan pada jam 2 siang dan pada pengunjung

terbanyak.

I.4. Tujuan Perancangan

Tujuan dari perancangan alat pengkondisian udara yang penulis lakukan

pada Studio 21 adalah:

a. Memahami perbedaan dan pengaruh dari setiap benda/alat yang ada dalam

ruangan yang dikondisikan.

b. Memahami dan dapat menghitung besar beban pendinginan yang harus di

terima mesin pendingin.

c. Memahami cara kerja dan dapat memilih masing-masing komponen utama

dari mesin pendingin.

d. Memahami cara kerja dan dapat memilih komponen pendukung pada

sistem pengkondisian udara.

I.5. Manfaat Perancangan

Berdasarkan tujuan perancangan yang tertulis di atas, maka manfaat

perancangan ini adalah sebagai tolak ukur dalam pemilihan alat, agar sesuai

dengan tujuan yang hendak dicapai.


5

I.6. Langkah-langkah Perancangan

a. Menghitung beban pendinginan

a.1. Beban kalor Sensibel

a.2. Beban kalor Laten

b. Merancang mesin pendingin

b.1. Perancangan Kompresor

b.2. Perancangan Kondenser

b.3. Perancangan Evaporator

b.4. Perancangan Katup Ekspansi

c. Perancangan sistem Hidronik

c.1. Pemilihan Sistem perpipaan

c.2. Perancangan Pompa Air

d. Perancangan sistem ducting

d.1. Perancangan Saluran udara primer (fresh air)

e. Pemilihan alat-alat tambahan dan alat-alat kontrol


6

BAB II

DASAR TEORI

II.1 Definisi Sistem Penyegaran Udara

Suhu udara yang panas, lembab, bau dan miskin oksigen sering kali

membuat manusia merasa kurang nyaman melakukan berbagai aktifitas. Udara

yang kurang nyaman dapat menyebabkan lingkungan kerja yang tidak nyaman,

istriahat tidak maksimal, pikiran tidak segar, dan tubuh yang mudah lelah serta

tidak fit. Melihat kebutuhan manusia akan udara yang segar dan terjaga, maka

diciptakanlah suatu sistem Penyegaran udara atau Air conditioning system untuk

menghasilkan udara dengan suhu yang terjaga, kaya akan oksigen, serta bersih.

Sistem pengkondisian udara yang ada dewasa ini sudah sangat

berkembang penggunaanya mengikuti kebutuhan manusia akan udara yang segar,

kaya oksigen serta bersih (baca: udara terkondisi). Hal ini terjadi karena melihat

berbagai kebutuhan manusia untuk memperbaiki kualitas dari produk yang

dihasilkan. Contohnya dalam suatu industri, untuk meningkatkan efisiensi kerja

karyawan dan untuk menjaga mesin tetap terjaga dalam kondisi yang baik serta

untuk menjaga agar produk hasil industri tetap dalam kondisi yang baik, maka

sudah banyak industri yang menggunakan sistem pengkondisian udara.


7

II.2 Sistem Kerja Dan Siklus Refrigerasi Kompresi Uap Dalam Sistem

Pengkondisian Udara

Untuk menghasilkan udara yang terkondisi dengan baik, dibutuhkan suatu

cara (perlakuan) dan suatu alat yang akan membuat udara akan terkondisikan

dengan baik. Cara yang digunakan dalam sistem refrigerasi adalah dengan

memanfaatkan sifat-sifat dari suatu cairan refrigeran dan dari hukum perpindahan

kalor. Pemanfaatan dari sifat-sifat cairan refrigeran dan dari hukum perpindahan

kalor akan mudah dijelaskan dengan siklus refrigerasi.

Pada siklus refrigerasi terdapat empat proses penting yaitu pemampatan,

pengembunan, penurunan tekanan dan penguapan. Seperti pada diagram di bawah

ini (Gambar 2.1), maka akan dijelaskan masing-masing dari proses tersebut.

KONDENSOR
KOMPRESOR
pengembunan pemampatan

EKSPANSI
Penurunan
tekanan

EVAPORATOR

penguapan

Gambar 2.1. Siklus refrigerasi


8

1. Pemampatan (kompresi)

Alat yang digunakan dalam proses ini adalah kompresor. Kompresor

menghisap uap refrigeran dari ruang penampung uap. Di dalam ruang tersebut

tekanannya diusahakan supaya tetap rendah, hal tersebut supaya refrigeran

selalu berada dalam keadaan uap dan bertemperatur rendah. Dalam kompresor

tekanan refrigeran dinaikan sehingga memudahkan pencairannya kembali.

Energi yang dibutuhkan untuk kompresi diberikan oleh motor listrik yang

menggerakan kompresor. Jadi dalam proses kompresi energi diberikan kepada

uap refrigeran.

Saat uap refrigeran diisap masuk ke dalam kompresor, temperatur

refrigeran masih rendah; tetapi selama proses kompresi berlangsung,

temperaturnya naik. Jumlah refrigeran yang bersirkulasi dalam siklus

refrigerasi tergantung pada jumlah uap yang diisap masuk ke dalam

kompresor (seluruh refrigeran yang ada dalam mesin refrigerasi melewati

kompresor).

2. Pengembunan (kondensasi)

Pada proses ini kondensor digunakan sebagai alat pengembun

refrigeran. Uap refrigeran yang bertekanan dan bertemperatur tinggi pada

akhir kompresi dapat dengan mudah dicairkan dengan mendinginkannya

dengan fluida pendingin (menggunakan air atau udara sebagai pendingin)

yang berada pada temperatur normal. Dengan kata lain, uap refrigeran

menyerahkan panasnya (kalor laten pengembunan) kepada fluida pendingin di

dalam kondensor, sehingga mengembun dan menjadi cair. Jadi karena fluida
9

menyerap panas dari refrigeran, maka fluida pendingin akan menjadi panas

ketika keluar dari kondensor.

Selama refrigeran mengalami perubahan dari fasa uap ke fasa cair,

dimana terdapat campuran refrigeran dalam fasa uap dan cair, tekanan

pengembunan dan temperatur pengembunannya konstan. Oleh karena itu

temperatur refrigeran dapat dicari dengan mengukur tekanannya, Tabel 2.1

menunjukan hubungan antara temperatur pengembunan (kondensasi) dan

tekanan pengembunan (kondensasi).

Tabel 2.1.Temperatur pengembunan dan tekanan pengembunan beberapa


refrigeran

(Sumber : Heizo Saito dan Wiranto Arismunandar, “penyegaran udara”, 2005.)

Kalor yang dikeluarkan dari kondensor adalah besarnya kalor yang

diperoleh dari udara yang mengalir melalui evaporator (kapasitas

pendinginan), dan kerja (energi) yang diberikan oleh kompresor kepada fluida

kerja. Dalam hal penyegaran udara, jumlah kalor tersebut kira-kira sama

dengan 1,2 kali kapasitas pendinginannya.

Uap refrigeran menjadi cair sempurna di dalam kondensor, kemudian

dialirkan kedalam pipa evaporator melalui katup ekspansi. Dalam hal ini,
10

temperatur refrigeran cair biasanya 2-3°C lebih rendah daripada temperatur

refrigeran cair jenuh pada tekanan kondensasinya. Temperatur tersebut

menyatakan besarnya derajat pendinginan lanjut (degree of subcooling).

3. Ekspansi (menurunkan tekanan)

Untuk menurunkan tekanan dari refrigeran cair (tekanan tinggi) yang

dicairkan di dalam kondensor, supaya dapat mudah menguap, maka

dipergunakan alat yang dinamakan katup ekspansi atau pipa kapiler.

Setiap alat tersebut terakhir dirancang untuk menurunkan tekanan

tertentu. Katup ekspansi yang biasa dipergunakan adalah katup ekspansi

termostatik yang dapat mengatur laju aliran refrigeran, yaitu agar derajat super

panas uap refrigeran di dalam evaporator dapat diusahakan konstan. Dalam

penyegar udara yang kecil, dipergunakan pipa kapilar sebagai pengganti katup

ekspansi. Diameter dalam dan panjang dari pipa kapilar ditentukan

berdasarkan besarnya perbedaan tekanan yang diinginkan, antara bagian yang

bertekanan tinggi dan bertekanan rendah, dan jumlah refrigeran yang

bersirkulasi.

Cairan refrigeran mengalir ke dalam evaporator, tekanannya turun dan

menerima kalor penguapan dari udara, sehingga menguap secara berangsur-

angsur. Selanjutnya, proses siklus di atas terjadi berulang-ulang.

4. Penguapan

Evaporator (penguap) yang digunakan berbentuk pipa bersirip pelat.

Tekanan cairan refrigeran yang diturunkan dari katup ekspansi di distribusikan

secara merata ke dalam pipa evaporator oleh distributor refrigeran. Dalam hal
11

tersebut refrigeran akan menguap dan menyerap kalor dari udara ruangan yang

dialirkan (untuk water chiller, yang di dinginkan adalah air yang di

distribusikan ke AHU) melalui permukaan evaporator. Apabila udara

didinginkan (di bawah titik embun), maka air yang ada dalam udara akan

mengembun pada permukaan evaporator, kemudian ditampung dan dialirkan

keluar. Jadi cairan refrigeran diuapkan secara berangsur-angsur karena

menerima kalor sebanyak kalor laten penguapan, selama mengalir di dalam

setiap pipa dari koil evaporator. Selama proses penguapan itu, di dalam pipa

akan terdapat campuran refrigeran dalam fasa cair dan gas. Dalam keadaan

tersebut, tekanan (tekanan penguapan) dan temperaturnya (temperatur

penguapan) adalah konstan. Oleh karena itu temperatur refrigeran dapat dicari

dengan mengukur tekanan refrigeran di dalam evaporator. Tabel 2.2

menunjukan hubungan antara temperatur penguapan dan tekanan penguapan.

Uap refrigeran (uap jenuh kering) yang terjadi karena penguapan sempurna di

dalam pipa, dikumpulkan di dalam sebuah penampung (header). Selanjutnya,

uap tersebut diisap oleh kompresor.

Tabel 2.2. Temperatur penguapan dan tekanan penguapan dari beberapa


refrigeran

(Sumber : Heizo Saito dan Wiranto Arismunandar, “penyegaran udara”, 2005)


12

Pada setiap siklus refrigerasi seperti yang telah dijelaskan di atas,

selalu terdapat perubahan fasa dari refrigeran yang digunakan. Perubahan fasa

selalu menandakan adanya perubahan temperatur dan tekanan. Maka dari

diagram mollier (diagram tekanan-entalphi) bisa memperjelas pemahaman

mengenai perubahan fasa tersebut.

Diagram mollier menunjukan karakteristik dari gas refrigeran,

sehingga dapat menyatakan hubungan antara tekanan (P) pada ordinat dan

entalpi (i) pada absis dari siklus refrigerasi. Diagram tersebut juga dinamai

diagram tekanan-entalpi atau diagram P-i.

Seperti terlukis pada Gambar 2.2 (a), diagram mollier dibagi menjadi

tiga bagian untuk membedakan tingkat keadaan cairan super dingin (sub-

cooled), uap basah dan uap super panas (superheated vapor), oleh garis cair

jenuh dan garis uap jenuh. Pada Gambar 2.2 (b) sampai Gambar 2.2 (c),

dilukiskan garis-garis yang menghubungkan titik-titik yang sama tekanan,

entalpi, temperatur, volume spesifik, derajat kekeringan dan entropi.

Gambar 2.2 (a). Keterangan tentang diagram Mollier


(Sumber : Heizo saito dan Wiranto arismunandar, “penyegaran udara”, 2005)
13

Gambar 2.2. (b) Gambar 2.2 (c)

Gambar 2.2 (d) Gambar 2.2 (e)

(b). Garis Isobar dan garis isoentalpi


(c). Garis Isotermal dan garis isovolume spesifik
(d). Garis iso kering
(e) garis isentropis

(Sumber : Heizo saito dan Wiranto arismunandar, “penyegaran udara”, 2005)

Berikut pengertian dari masing-masing istilah yang digunakan :

(1). Garis cair jenuh

Garis cair jenuh adalah bagian garis lengkung mulai dari sebelah kiri

bawah sampai kanan atas. Tingkat keadaan di mana cairan refrigeran mulai
14

menguap dinyatakan terjadi pada garis tersebut. Daerah cairan super dingin yang

temperaturnya lebih rendah daripada cairan jenuh terletak di bagian sebelah kiri

garis cairan jenuh. Daerah uap basah, yang terdiri dari campuran fasa cair jenuh

menyatakan adanya hubungan antara temperatur jenuh dan tekanan yang

bersangkutan.

(2). Garis uap jenuh

Garis uap jenuh adalah bagian kanan dari garis lengkung. Garis uap jenuh

dan garis cair jenuh bertemu pada titik kritis. Refrigeran pada garis uap jenuh ada

pada tingkat keadaan uap jenuh kering. Daerah uap super panas yang

temperaturnya lebih tinggi daripada uap jenuh ada di sebelah kanan dari garis uap

jenuh. Jadi, daerah uap basah adalah di antara garis uap jenuh dan garis cair jenuh.

(3). Tekanan (P, kg/cm2abs)

Tekanan dinyatakan pada ordinat yang berskala logaritma. Garis isobar

menghubungkan titik-titik keadaan yang bertekanan sama, yaitu garis horizontal.

Tekanan dinyatakan dalam tekanan absolut.

(4). Entalpi (i, kcal/kg)

Entalpi dinyatakan dalam absis, oleh karena itu garis isoentalpi adalah

garis vertikal.

(5). Temperatur (t, oC)

Di dalam daerah cair, garis isothermal boleh dikatakan vertikal. Garis

isothermal seringkali tidak diperlihatkan, dalam daerah uap basah, oleh karena

garis isothermal adalah horizontal berimpit dengan garis isobar yang


15

bersangkutan. Di dalam daerah super panas, garis-garis isothermal itu agak

melengkung menuju arah kanan bawah.

(6). Volume spesifik (v, m3/kg)

Garis iso-volume spesifik menghubungkan titik-titik keadaan dengan

volume spesifik sama. Arahnya sedikit miring ke kanan atas.

(7). Derajat kekeringan (x)

Garis-garis iso-derajat kekeringan merupakan garis-garis bagi dari garis-

garis datar antara garis cair jenuh dan garis uap jenuh. Pada garis iso-derajat.

(8). Entropi (s, kcal/kgoK)

Garis entropi yang menghubungkan titik-titik keadaan dengan entropi

yang sama merupakan garis miring dari kiri bawah ke kanan atas. Besarnya

entropi yang bersangkutan dinyatakan dengan angka pada garis tersebut.

Gambar 2.3 menggambarkan diagram mollier yang sama, tetapi disini

digambarkan secara terpisah untuk memudahkan penjelasannya.

Gambar 2.3. Diagram mollier dan siklus refrigerasi


(Sumber : Heizo saito dan Wiranto arismunandar, “penyegaran udara”, 2005)
16

II.3 Faktor Pertimbangan Dalam Pemilihan Sistem Penyegaran Udara.

Tujuan dari penyegaran udara adalah supaya temperatur, kelembaban,

kebersihan, dan distribusi udara dalam ruangan dapat dipertahankan pada tingkat

keadaan yang diinginkan. Untuk mencapai hal tersebut, dapat dirancang dan

digunakan beberapa macam sistem pendinginan, pemanasan, dan ventilasi yang

sesuai. Maka dalam proses pemilihan sistem penyegaran udara, pemakai dan

perancang haruslah bersepakat supaya tingkat keadaan dan persyaratan yang

ditetapkan dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya.

Beberapa faktor pertimbangan pemilihan sistem penyegaran udara

meliputi:

1. Faktor Kenyamanan

Kenyamanan dalam ruangan pada umumnya ditentukan oleh beberapa

parameter tersebut dibawah ini:

a) Temperatur bola kering dan temperatur bola basah dari udara

b) Temperatur radiasi rata-rata

c) Aliran udara

d) Kebersihan udara

e) Bau

f) Kualitas ventilasi

g) Tingkat kebisingan

Parameter tersebut di atas tergantung dari kondisi kerja, jenis kelamin, suku

bangsa, dan lainnya. Tingkat keadaan tersebut dapat diatur dengan sistem

pengaturan yang ada pada mesin penyegaran udara. Namun perlu diperhatikan
17

bahwa perbedaan atau kecepatan perubahan temperatur yang terjadi besar

pengaruhnya terhadap kenyamanan bagi orang yang ada di dalam ruangan.

2. Faktor Ekonomi

Dalam proses pemasangan, operasi dan perawatan, serta sistem

pengaturan yang akan digunakan, haruslah diperhitungkan pula segi-segi

ekonominya. Oleh karena itu dalam perencanaan dan perancangan sistem

penyegaran udara, harus dipertimbangakan faktor ekonomi dibawah ini.

a) Biaya awal.

Biaya awal tergantung pada investasi yang akan menjadi

beban pembeli dan menjadi faktor penentu dalam pemilihan sistem

penyegaran udara.

b) Biaya operasi dan perawatan.

Biaya operasi dan perawatan termasuk biaya tetap, seperti

depresiasi peralatan, pengembalian investasi dan bunga, ditambah

biaya tak tetap seperti biaya listrik dan bahan bakar, biaya

perawatan, biaya reparasi, dan biaya personil. Maka sistem

penyegaran udara yang terbaik adalah yang dapat beroperasi

dengan biaya yang serendah-rendahnya.

3. Beberapa faktor operasi dan perawatan

Tentu saja sistem penyagaran udara yang disukai adalah sistem yang

mudah dipahami konstruksinya dan cara menjalankannya. Beberapa faktor

pertimbangan operasi dan perawatan meliputi :

a) Konstruksi sederhana
18

b) Tahan lama

c) Mudah direparasi apabila ada kerusakan

d) Lokasi penempatan mudah dicapai

e) Mudah perawatannya

f) Dapat melayani perubahan kondisi operasi

g) Efisiensi tinggi

II.4 Aplikasi Sistem Pengkondisian Udara

Alat pengkondisian udara yang ada sampai saat ini tentu saja berkembang

karena ada banyak kebutuhan manusia terhadap alat pengkondisian udara. Pada

dasarnya kebutuhan manusia akan kenyamanan dalam beraktifitas sangatlah

banyak, akan tetapi kebutuhan manusia akan alat pengkondisian udara

dikelompokan menjadi dua tujuan, yaitu:

1. Penyegaran udara untuk kenyamanan

Menyegarkan udara ruangan untuk memberikan kenyamanan kerja

bagi orang yang melakukan kegiatan tertentu. Hal ini dilakukan karena jika

seseorang berada di ruangan tertutup untuk jangka waktu yang lama, maka

pada suatu saat orang itu akan merasa kurang nyaman, hal ini bisa

disebabkan karena berkurangnya oksigen, atau karena kalor yang di

keluarkan oleh tubuh orang tersebut bersirkulasi di ruangan, sehingga

menyebabkan ruangan tersebut menjadi sumpek dan panas.


19

2. Penyegaran udara untuk Industri

Menyegarkan udara dari ruangan karena diperlukan oleh proses

industri, bahan, peralatan atau barang yang ada di dalam suatu industri. Hal

ini dilakukan agar proses dalam suatu industri berjalan tanpa gangguan yang

disebabkan oleh kondisi udara yang kurang menguntungkan. Gangguan

yang akan timbul jika udara dalam ruangan industri tidak dikondisikan

contohnya mesin cepat panas sehingga performa mesin tidak optimal, bahan

untuk proses produksi rusak karena kelembaban atau temperatur udara yang

tidak mendukung, proses reaksi kimiawi berjalan tidak semestinya karena

temperatur dan kelembaban udara tidak mendukung, barang hasil produksi

dalam proses penyimpanan rusak karena kondisi udara yang tidak

mendukung.

Sistem pengkondisian udara untuk industri dirancang untuk

memperoleh temperatur, kelembaban, serta distribusi udara sesuai dengan

yang dipersyaratkan oleh proses serta peralatan yang dipergunakan di dalam

ruangan yang bersangkutan (Lihat Tabel 2.3). Dalam hal tersebut juga

tercakup persyaratan yang diperlukan untuk memberikan kenyamanan

lingkungan kerja bagi karyawan. Hasil penelitian tentang tenaga kerja

menunjukan bahwa di dalam ruang kerja berudara segar, karyawan dapat

bekerja lebih baik dan jumlah kesalahan dapat dikurangi, sehingga efisiensi

kerja dapat ditingkatkan.


20

Tabel 2.3. Kondisi temperatur dan kelembaban untuk penyegaran udara industri

(Sumber : Heizo saito dan Wiranto arismunandar, “penyegaran udara”, 2005)

II.5 Macam-Macam Sistem Pengkondisian Udara

Untuk menjamin pengaturan dalam mengkondisikan udara ruangan yang

teliti, maka sesuai dengan kemajuan teknik pengkondisian udara yang telah

dicapai sampai pada saat ini, sistem pengkondisian udara dapat dikembangkan

menjadi beberapa macam sistem. Hal tersebut terutama menyangkut

perkembangan elemen pendinginnya, antara lain:


21

1. Sistem udara penuh

Udara luar / udara primer dikondisikan pada instalasi yang terletak

di luar gedung/ruangan, setelah itu udara primer hasil pengkondisian di

distribusikan melalui saluran-saluran udara ke tiap-tiap ruangan; sehingga

udara dalam ruangan menjadi terkondisikan oleh udara tersebut. Jadi dapat

dikatakan bahwa kondisi ruangan sepenuhnya diatur oleh udara primer

yang telah dikondisikan. Lihat Gambar 2.4.

Untuk mengatur suhu dan kelembaban yang diinginkan ada dua

cara, yaitu dengan mengatur aliran refrigerant tanpa mengubah aliran

udara (sistem volume konstan-temperatur variabel); dan dengan cara

mengatur besar aliran udara dengan memasang damper (lihat Gambar 2.5)

tanpa mengubah aliran refrigeran (sistem volume variabel-temperatur

konstan).

Gambar 2.4. Sistem Udara penuh


(Sumber : Heizo saito dan Wiranto arismunandar, “penyegaran udara”, 2005)
22

Gambar 2.5. Damper, pengatur kapasitas udara


(Sumber : Heizo saito dan Wiranto arismunandar, “penyegaran udara”, 2005)

Sistem udara penuh biasanya digunakan untuk ruangan-ruangan

yang luas, seperti aula, auditorium, super-market, gedung pertunjukan dan

bioskop. Pendingin dari sistem ini adalah refrigeran.

Keuntungan dari sistem ini adalah perancangan ,pemasangan,

pemakaian dan perawatannya sederhana, selain itu biaya awalnya relatif

murah. Sedangkan kekurangannya adalah kesulitan mengatur temperatur

dan kelembaban yang berbeda di setiap ruangan, juga penempatannya

yang memakan tempat. Contoh dari Sistem ini adalah AC Central.

2. Sistem air-udara

Pada sistem air-udara, seperti terlihat pada Gambar 2.6, unit koil

kipas udara atau unit induksi dipasang pada ruangan yang akan

dikondisikan. Air dingin (dalam hal pendinginan) atau air panas (dalam hal

pemanasan) dialirkan kedalam unit tersebut, sedangkan udara ruangan

dialirkan melalui unit tersebut sehingga udara tersebut menjadi dingin atau

panas. Selanjutnya udara tersebut bersirkulasi di dalam ruangan. Demikian

pula dengan keperluan ventilasi, udara luar yang telah didinginkan dan
23

dikeringkan atau udara luar yang telah dipanaskan dan dilembabkan

dialirkan dari mesin pengkondisian /unit penyegar udara primer ke

ruangan yang akan dikondisikan. Jadi pada sistem ini terdapat dua mesin

pengkondisian, satu terdapat di luar ruangan sebagai pendingin udara

primer, dan yang lainya terdapat dalam ruangan sebagai pendingin udara

sekunder.

Gambar 2.6. Sistem air-udara

(A). Dengan unit induksi


(B). Dengan unit koil kipas-udara

(Sumber : Heizo saito dan Wiranto arismunandar, “penyegaran udara”, 2005)

Oleh karena berat jenis dan kalor spesifik air lebih besar dari pada

udara, maka baik daya yang diperlukan untuk mengalirkan maupun ukuran

pipa yang diperlukan untuk memindahkan kalor yang sama, adalah lebih

kecil. Dengan demikian untuk mengatasi beban kalor dari ruangan yang

akan disegarkan, banyaknya udara yang mengalir dari mesin penyegar

udara sentral adalah lebih kecil. Keuntungan dari sistem ini adalah ruang
24

yang digunakan untuk menempatkan saluran udara relatif kecil, sehingga

tidak memakan banyak tempat. Disamping itu, sistem ini sangat hemat

karena apabila tidak dibutuhkan maka mesin untuk pendingin udara

sekunder bisa dimatikan. Contoh dari sistem ini adalah AHU (Air

Handling Unit) dan FCU (Fan Coil Unit)

3. Sistem air-penuh

Pada sistem ini, alat pengkondisian udara diletakan di dalam

ruangan yang akan dikondisikan, dalam alat ini tedapat koil udara, kipas

udara dan pemanas. Udara ruangan yang akan dikondisikan dilewatkan

pada koil-koil yang terdapat pada sistem instalasi, kemudian udara yang

telah terkondisikan ditiupkan ke ruangan (berbeda dengan sistem air-udara

yang menggunakan udara primer/udara luar). Sedangkan udara primer

dimasukan melalui celah pintu, jendela, ventilasi dengan saluran terpisah

dari instalasi dan tidak dikondisikan terlebih dahulu, tetapi pada kasus lain,

udara primer bisa dilewatkan melalui alat pengkondisian. Lihat Gambar

2.7.

Gambar 2.7. Sistem air-penuh


(Sumber : Heizo saito dan Wiranto arismunandar, “penyegaran udara”, 2005)
25

Keuntungan dari sistem ini adalah harga awalnya murah,

sedangkan kekurangan dari sistem ini adalah kesulitan pengaturan

ventilasi dan pengaturan kelembaban. Contoh sistem ini adalah AC jenis

paket yang ditambahkan saluran udara primer, AHU (Air Handling Unit),

FCU ( Fan Coil Unit).

4. Sistem penyegar udara tunggal

Sistem ini terdiri dari kipas udara, koil udara pendingin dan mesin

refrigerasi yang berada pada satu kotak, dengan terminal pipa air

pendingin dan daya listrik dibagian luarnya. Dengan demikian, kerja mesin

hanya akan tergantung dari pemasukan air dan daya listrik. Udara ruangan

yang akan dikondisikan dilewatkan pada instalasi, kemudian ditiupkan

kembali ke ruangan. Sedangkan udara primer dimasukan melalui celah

pintu, jendela, ventilasi dengan saluran terpisah dari instalasi dan tidak

dikondisikan terlebih dahulu, tetapi pada kasus lain, udara primer bisa

dilewatkan melalui alat pengkondisian. Pada sistem ini umumnya

pendinginan menggunakan refrigeran. Contoh dari sistem ini adalah AC

jenis window, jenis lantai, jenis atap, dan jenis paket. Lihat Gambar 2.8.

Gambar 2.8. Sistem udara tunggal, jenis window


(Sumber : Heizo saito dan Wiranto arismunandar, “penyegaran udara”, 2005)
26

II.6 Pengertian Water Chiller Dalam Pengkondisian Udara

Water chiller atau biasa disebut air pendingin adalah salah satu alat

pendingin ruangan / gedung dengan kapasitas sangat besar. Water chiller

merupakan suatu sebutan bagi alat pendingin ruangan dengan refrigeran sekunder

berupa air dingin. Untuk penghematan dan effektifitas kerja mesin pendingin,

maka dalam perencanaan sistem pendingin mall dan gedung-gedung besar

lainnya, perencana biasanya menjatuhkan pilihan pada water chiller sebagai

pendingin ruangan.

Water chiller dianggap hemat karena dalam penggunaan untuk suatu mall

atau gedung besar, hanya diperlukan satu sampai dengan tiga mesin pendingin

saja dan dianggap efektif karena apabila mesin pendingin dihidupkan, udara

dingin bisa didapatkan di seluruh ruangan gedung.

Sistem kerja water chiller pada dasarnya tidak berbeda dengan sistem

kerja mesin pendingin lainnya, yang berbeda hanya pada penggunaan refrigeran

sekunder untuk mendinginkan koil udara pada instalasi pendingin yang bekerja di

setiap ruangan pada gedung.

Refrigeran sekunder merupakan air bersih yang telah didinginkan oleh

evaporator dalam mesin water chiller, air yang telah dingin tersebut kemudian di

distribusikan melalui pipa-pipa ke setiap koil udara pada instalasi pendingin di

setiap ruangan, koil udara yang telah dingin kemudian bisa digunakan untuk

mendinginkan udara.
27

Gambar 2.9. Mesin Water Chiller


(Sumber : Water Chiller Plaza Ambarrukmo, Yogyakarta.)
(Sumber : Heizo saito dan Wiranto arismunandar, “penyegaran udara”, 2005)

Instalasi pendingin yang biasa digunakan sebagai pendukung kerja water

chiller adalah Air Handling Unit (AHU) dan Fan Coil Unit (FCU).

II.7 Aplikasi Penggunaan Pengkondisian Udara

Penggunaan instalasi pengkondisian udara sangat beragam berdasarkan

kebutuhan dan manfaat yang hendak dicapai, sehingga di bawah ini dijelaskan

beberapa perbedaan berdasarkan tempatnya.


28

a. Gedung Kantor

Pengkondisian udara pada gedung kantor diperlukan untuk

memberikan kenyamanan lingkungan kerja bagi para karyawan, agar

efisiensi kerja dapat ditingkatkan.

b. Hotel

Pengkondisian udara pada Hotel sangat penting, karena selain

untuk memberikan kenyamana pada tamu hotel, pengkondisian udara

sangat penting untuk meningkatkan pelayanan pada tamu hotel.

c. Rumah sakit

Kondisi udara di rumah sakit harus dijaga agar tetap bersih untuk

mencegah penyebaran dan berkembangnya bakteria patogenik. Oleh

karena itu pendistribusian udara harus dijaga agar tidak terjadi

pencampuran udara yang mengandung kuman penyakit.

Penyegaran udara pun sangat penting untuk rumah sakit, bukan

saja memberikan ketenangan dan mengurangi penderitaan pasien, tetapi

juga untuk memberikan kesegaran kerja bagi para dokter dan perawat, agar

dapat melakukan tugasnya dengan sebaik-baiknya lebih teliti dan efisien.

d. Pertokoan

Pusat pertokoan memerlukan pengkondisian udara dengan baik

untuk memberikan kenyamanan kepada para pembeli dan meningkatkan

efisiensi kerja karyawan; disamping untuk menjaga agar barang yang

dijual tidak mudah rusak karena kelembaban yang tidak terjaga, terlebih

barang elektronik.
29

e. Gedung Bioskop, Cinema, gedung pertunjukan

Disamping pencahayaan dan kualitas audio yang baik, ketenangan

dan kenyamanan pasti sangat diperlukan dalam menikmati sebuah

tontonan. Oleh karena itu pengkondisian udara merupakan bagian yang

sangat penting dalam gedung pertunjukan/bioskop, karena memberikan

kenyamanan pada penonton /pengunjung.

f. Industri

Sistem pengkondisian udara untuk keprluan industri dibagi menjadi

dua golongan, yaitu penyegaran udara untuk kenyamanan kerja bagi para

karyawan ;dan pengkondisian udara industri, untuk mengatur temperatur

dan kelembaban udara yang digunakan untuk proses produksi,

penyimpanan, lingkungan kerja dan mesin.

g. Tempat tinggal

Pengkondisian udara pada tempat tinggal semata-mata hanya untuk

memberikan kenyamanan bagi pemilik tempat tinggal dalam beraktifitas di

dalam tempat tinggalnya.

II.8. Jenis-Jenis Instalasi Pengkondisian Udara

Berdasarkan cara kerja, kapasitas kerja, dan komponen pendukungnya,

maka instalasi pengkondisian udara dapat dibagi beberapa jenis, antara lain:

a. Pengkondisian udara Sentral

Instalasi ini biasa disebut AHU (Air Handling Unit), alat ini terdiri

dari motor listrik, blower, koil udara dan saringan udara; semuanya
30

terletak pada satu kotak. Instalasi ini biasanya digunakan pada ruangan

yang memiliki luasan yang besar dan menggunakan pendinginan dengan

air pendingin (Water Chiller). Lihat Gambar 2.10. Instalasi ini diletakan di

dalam ruangan yang akan dikondisikan. Pendistribusian udara telah

terkondisikan dengan menggunakan saluran-saluran atau biasa disebut

ducting.

Koil
Refrigeran

Blower

Blower
Koil Refrigeran

Gambar 2.10. Air Handling Unit (AHU)


(Sumber : Heizo saito dan Wiranto arismunandar, “penyegaran udara”, 2005)
(Sumber : AHU yang belum dipasang ducting. Kantor Dirjen Pajak Yogyakarta.)
31

b. Unit Koil-kipas udara

Instalasi ini biasa disebut FCU (Fan Coil Unit), merupakan unit

pengkondisi udara berbentuk kecil yang digunakan pada ruangan yang

memiliki luasan tidak terlalu besar. Alat ini terdiri dari kipas udara, motor

listrik, koil udara, dan saringan udara yang terletak pada satu kotak, alat ini

menggunakan pendinginan air pendingin (Water Chiller). Lihat Gambar

2.11. Instalasi ini diletakan di dalam ruangan yang akan dikondisikan.

Pendistribusian udara telah terkondisikan dengan menggunakan saluran-

saluran atau biasa disebut ducting.

Gambar 2.11. Fan Coil Unit (FCU)


(Sumber : Heizo saito dan Wiranto arismunandar, “penyegaran udara”, 2005)
(Sumber : FCU yang telah dipasang ducting. Plaza Ambarrukmo Yogyakarta.)
32

c. Unit Induksi / AC Split

Seperti unit koil-kipas udara, unit induksi yang terdiri dari

evaporator dan kipas udara dipasang langsung didalam ruangan,

sedangakan kondensor, kipas udara dan kompresor dipasang terpisah di

luar ruangan. Tidak ada saluran khusus untuk udara primer; udara primer

diambil langsung dari ventilasi, jendela, dan sekat pada pintu. Unit induksi

mengunakan pendinginan dengan pendingin refrigeran dari evaporator.

Lihat Gambar 2.12.

Gambar 2.12. Unit induksi


(Sumber : Heizo saito dan Wiranto arismunandar, “penyegaran udara”, 2005)

d. Pengkondisian udara Jenis paket

Pengkondisian udara jenis paket terdiri dari peralatan penyegar dan

refrigerator yang terletak dalam satu kotak. Gambar 2.13 menunjukan

sebuah konstruksi kotak dimana komponen dari alat ini terdiri dari kipas

udara, evaporator, saringan udara, dan panci penampung terletak di bagian

atas kotak, sedangkan kompresor, kondensor dan alat pengontrol terletak


33

dibagian bawah kotak. Pada sistem ini udara primer bisa di hisap langsung

ke instalasi atau masuk lewat lubang ventilasi.

Gambar 2.13. Unit pengkondisian udara jenis paket


(Sumber : Heizo saito dan Wiranto arismunandar, “penyegaran udara”, 2005)
34

e. Pengkondisi udara kamar

Pengkondisi udara kamar adalah pengkondisi udara jenis paket

yang berukuran kecil; tersedia dalam jenis lantai, langit-langit, jenis

dinding, dan jenis jendela. Lihat Gambar 2.14.

Jenis Window

Gambar 2.14. Jenis lantai, Jenis langit-langit, dan jenis window.


(Sumber : Heizo saito dan Wiranto arismunandar, “penyegaran udara”, 2005)

II.9. Komponen Utama Pada Mesin Refrigerasi

1. Kompresor

Kompresor adalah jantung dari sistem refrigerasi. Empat jenis

kompresor refrigerasi yang paling umum adalah kompresor torak

(reciprocating compressor), sekrup (screw), sentrifugal, dan sudu (vane).

Keempat perbedaan jenis kompresor ini akan dijelaskan dibawah ini:

a) Kompresor Torak

Kompresor torak terdiri dari sebuah piston yang bergerak ke

depan dan ke belakang didalam suatu silinder yang memiliki katup-

katup hisap dan katup buang (sucion valve and discharge valve)

sehingga berlangsung proses pemompaan. Pada saat berlangsung


35

langkas hisap piston, gas refrigeran yang bertekanan rendah ditarik

masuk melalui katup hisap yang terletak pada piston atau di kepala

kompresor. pada saat langkah buang, piston menekan refrigeran dan

mendorongnya keluar melalui katup buang, yang biasanya terletak

pada kepala silinder. Gambar 2.15 memperlihatkan contoh sebuah

kompresor torak.

Gambar 2.15. Sebuah kompresor torak 16 silinder untuk amoniak


(Sumber : W.F.Stoecker.“Refrigerasi dan pengkondisian udara”, 1989.)

b) Kompresor Sekrup/ulir putar (rotary screw compressors)

Cara kerja kompresor sekrup. Dalam Gambar 2.16

menggambarkan pandangan urai dari bagian-bagian utama kompresor

sekrup. uap refrigeran memasuki satu ujung kompresor (di puncak)

dan meninggalkkan kompresor dari ujung yang lain (di bawah). Pada

pisisi isap, terbentuk ruang hampa sehingga uap mengalir ke dalamnya.

sesaat sebelum ruang interlobe tersebut meninggalkan lobang

pemasukan, rongga tersebut telah dipenuhi oleh gas. Bila putaran terus
36

berlanjut, gas yang terkurung digerakan mengelilingi rumah

kompresor. Pada putaran selanjutnya terjadi penangkapan (mesing)

kuping rotor jantan oleh lekuk rotor betina, sehingga memperkecil

volume rongga dan menekan gas tersebut. Pada saat tertentu dalam

proses kompresi, lubang buang terbuka, sehingga dengan penangkapan

kuping lebih lanjut, gas yang tertekan keluar melalui lubang tersebut.

Gambar 2.16. Pandangan urai dari bagian-bagian utama kompresor sekrup


(Sumber : W.F.Stoecker.“Refrigerasi dan pengkondisian udara”, 1989.)

c) Kompresor sudu

Kompresor sudu kebanyakan digunakan untuk lemari es,

freezer, dan pengkondisian udara rumah tangga, walaupun dapat juga

digunakan sebagai kompresor booster (kompresor pembantu) pada

bagian tekanan rendah sistem kompresi bertingkat yang besar. Pada

jenis roller, garis sumbu poros sama dengan garis sumbu silinder. akan

tetapi garis sumbu poros tersebut terletak secara eksentrik Pada rotor,

sehingga bila rotor tersebut berputar, akan menyentuh dinding silinder.

Kompresor ini mempunyai suatu pembagi yang diberi pegas untuk

memisahkan rongga isap dan rongga buang.


37

Kompresor bersudu banyak rotor beredar terhadap garis

sumbunya sendiri, tetapi garis sumbu silinder dan rotor tidak

bersamaan. Disini rotor mempunyai dua atau lebih sudu geser (sliding

vane) yang selalu menyentuh silinder dengan gaya sentrifugal. Untuk

kompresor jenis dua sudu, volume langkah per-edar sebanding dengan

dua kali daerah yang digaris silang hingga batas tertentu volume

langkah terbesar terdapat pada kompresor yang mempunyai banyak

sudu.

d) Kompresor Sentrifugal

Kompresor sentrifugal melayani sistem-sistem refrigerasi yang

berkapasitas antara 200 hingga 10.000 kW. Suhu evaporator pada

mesin-mesin bertingkat ganda dapat diturunkan hingga 50 sampai

100ºC, walaupun penggunaannya yang terbanyak adalah untuk

mendinginkam air hingga kira-kira 6º atau 8ºC di dalam sistem-sistem

pengkondisian udara. Pandangan potong suatu sistem refrigerasi

lengkap dengan kompresor sentrifugal dapat dilihat dari Gambar 2.17.

Gambar 2.17. Sebuah sistem kompresor sentrifugal. Kondensor berada di bagian


atas, dan evaporator pendingin air berada di bagianbawah.
(Sumber : W.F.Stoecker.“Refrigerasi dan pengkondisian udara”, 1989.)
38

2. Kondensor

Kondensor adalah suatu alat yang berfungsi untuk memindahkan panas

dari sistem refrigerasi ke media pendingin (dalam hal ini air) sehingga timbul

pengembunan pada uap refrigeran dan berubah bentuknya menjadi cairan

refrigeran. Jumlah panas yang dibuang oleh kondensor ke media

pendinginannya merupakan jumlah panas yang diterima dari evaporator dan

juga panas akibat kompresi. Kerja kompresi tiap satuan kapasitas pendinginan

(BTU/TR) tergantung pada kompresi ratio. Beban panas di kondensor

tergantung pada kondisi sistem pendinginannya.

Kondenser berpendingin air terdiri dari tiga jenis, yaitu :

a) Pipa rangkap (pipa ganda)

Kondensor pipa rangkap terdiri dari pipa yang dibuat

sedemikian sehingga pipa satu didalam pipa yang lain. Air mengalir

di dalam pipa bagian dalam, sementara refrigeran mengalir ke arah

berlawanan diantara kedua dinding pipa luar dan pipa dalam. Di

bagian luarnya udara bebas mengalir membantu mendinginkan air.

Kedua aliran sengaja dibuat berlawanan arah dengan tujuan agar

dicapainya perpindahan panas sebesar mungkin. Beberapa jenis pipa

rangkap sebagai berikut:

1) Double pipe condenser with mechanical cleanable tube atau

dapat dibersihkan secara mekanik dengan membuka tutup

pinggirnya.
39

2) Kondensor double pipe yang dapat dibersihkan dengan

mengalirkan cairan yang diberi larutan kimia diantara pipa-

pipanya. Pemakaian air pada jenis kondensor ini relatif sedikit

karena dengan dipasangkannya kran air, maka jumlah aliran

air dapat dibatasi. Kran air dibuka hanya pada saat tekanan

kondensasi telah mencapai batas yang telah ditetapkan.

b) Kondensor tabung dan gabungan pipa (shell and coil)

Kondensor tabung dan gabungan pipa terdiri dari satu atau

lebih gulungan bare tube atau finned tube dan dimasukan ke dalam

satu tabung baja dan di las air mengalir sepanjang pipa. Uap

refrigeran panas masuk dari bagian atas dan akan mengembun

setelah berhubungan dengan pipa-pipa air pendingin. Embun-embun

refrigeran akan menetes jatuh ke bawah tabung dan ditampung dalam

wadah tampungan. Pada umumnya condenser shell dan coil

dilengkapi dengan alur aliran air terpisah (split water circuit). Dua

alur aliran air dihubungkan secara seri untuk saluran pembuang dan

secara pararel untuk saluran resirkulasi. Secara umum kondender

shell dan coil digunakan hanya pada isolasi kecil sampai dengan

kapasitas sepuluh TR. Jenis kondensor ini dibersihkan dengan jalan

mengalirkan air yang telah dibubuhi zat kimia diantara pipa-pipanya.

c) Kondenser tabung dan pipa horisontal (shell and tube)

Kondenser tabung dan pipa terdiri dari suatu tabung silinder

baja dan didalamnya terdapat sejumlah pipa-pipa lurus yang


40

dirangkai secara pararel dan pada ujungnya dibatasi plat, sehingga

ruang menjadi terbatas. Air pendingin disirkulasikan melalui pipa-

pipa yang dibuat dari baja atau tembaga. Sedangkan refrigerannya

ditampung pada tabung baja, diantara pipa-pipa. Air bersirkulasi di

ruangan antara dinding pemisah, dinding pemisah juga berfungsi

juga berfungsi untuk mengatur aliran air.

Jalur aliran air di sini bisa 2 atau lebih dari 20 jalur. Sebagai

contoh, jika kondensor mempunyai 40 pipa dan terdiri atas dua jalur,

maka setiap jalur terdiri dari 20 pipa; jika 4 jalur tentu setiap jalur

terdiri atas 10 pipa. Kondensor jenis shell and tube digunakan untuk

kapasitas 2 ton ke atas sampai beberapa ratus ton. Untuk

pembersihan pipa-pipanya dapat dibersihkan secara mekanik.

Memilih kondenser berpendingin air dengan melihat beberapa

pertimbangan-pertimbangan. Kondenser yang kecepatan aliran

airnya di dalam pipa kurang dari 0,5 gpm, seharusnya tidak dipilih

karena air akan mengalir secara tenang (stream line), padahal yang

diinginkan adalah aliran turbulent. menurut ketentuan ARI,

kecepatan air tidak boleh menlebihi 8 fps atau artinya 5,75 gpm tiap-

tiap pipa.

Untuk kondenser sebaiknya diikuti keterangan sebagai berikut:

1. Total kapasitas (TR) pada sisi rendah

2. Temperatur evaporator

3. Temperatur kondensasi
41

4. Temperatur air masuk

5. Temperatur air keluar

6. Jenis air atau faktor skala yang diperlukan

Pada unit AC perangcangan menggunakan water cooled condenser jenis

shell and tube (tabung dan pipa). Sehingga bisa dibersihkan dengan cara

disirkulasikan dengan bahan kimia atau secara mekanis. Pada kondenser

dilengkapi pengaman pressure relife valve.

3. Katup ekspansi

Katup ekspansi berfungsi untuk mengekspansikan secara adiabatik

cairan refrigeran yang bertekanan dan bertemperatur tinggi sampai mencapai

tingkat keadaan tekanan dan temperatur rendah

Untuk mengatur jumlah refrigaran yang masuk ke dalam evaporator

agar sesuai dengan beban pendinginan yang harus di layani oleh evaporator

tersebut. Jadi katup ekspansi mengatur supaya evaporator dapat selalu bekerja

sehingga diperoleh effisiensi siklus refrigerasi yang maksimal. Refrigeran

menguap sempurna pada waktu keluar dari evaporator. Katup ekspansi yang

banyak digunakan adalah :

a. Katup ekspansi otomatik termostatik

b. Katup ekspansi manual

c. Katup ekspansi tekanan konstan

d. Pipa kapilar
42

4. Evaporator

Evaporator atau cooling coil adalah suatu peralatan penyerap panas

dari udara ruangan yang akan dikondisikan atau udara yang dikondisikan atau

dengan kata lain udara yang akan dikondisikan dialirkan melewati evaporator

lalu dialirkan ke ruangan.udara normal mengandung jumlah uap air yang

berbeda-beda tergantung dari kondisi cuaca. Perbandingan jumlah uap air

yang ada di dalam udara segar dengan jumlah uap air maksimum yang dapat

dimiliki udara pada temperatur disebut sebagai kandungan uap air relatif.

Evaporator dikelompokan dalam beberapa kelompok tergantung pada

pemakaiannya,bentuk dan ukuran.

a) Atas dasar pemakaian

a.1.Evaporator jenis bare tube atau plate

Evaporator jenis ini banyak dipakai pada lemari es atau ruang

pendingin, tetapi untuk saat sekarang dibatasi hanya pada ruang

atau kotak yang temperaturnya dibawah 32°F dan juga untuk

pendinginan yang menggunakan cara tidak langsung. Evaporator

jenis plat tidak akan memerlukan adanya pencairan bunga es

(defrost) karena dapat digunakan alat penggerak (scrapper) untuk

menghilangkan bunga es-nya.

a.2. Evaporator bersirip (finned evaporator)

Evaporator bersirip terdiri dari pipa-pipa telanjang (bare tube

atau pipe) yang dibuat melingkar (coil) atau berjajar dan diatasnya

diletakan plat atau batang logam kecil, agar pipa tersebut bersatu.
43

Selain batang logam kecil dimaksudkan untuk memperluas

permukaan evaporator, agar dapat terjadi perpindahan panas yang

lebih baik. Evaporator jenis ini dimaksudkan untuk pengkondisian

udara yang temperaturnya di atas 32°F. Karena perpindahan panas

dipercepat maka uap-uap air akan menempel dan membeku jika

temperatur sudah mencapai 32°F dan tidak boleh dibiarkan

berlanjut, karena akan menghambat laju perpindahan panas dan

mengakibatkan kerja mesin refrigerasi tidak sempurna.

b) Berdasarkan kondisi kerja

b.1. Frosting Evaporator

Merupakan jenis evaporator yang mempunya temperatur

dalam yang tidak melebihi 32°F pada saat bekerja normal. Pada

jenis evaporator dapat dicairkan bunga es-nya dengan cara manual

ataupun dengan jalan otomatis untuk operasi yang efektif.

b.2.Evaporator jenis defrost (defrosting coil)

Defrosting coil dipersiapkan untuk bekerja pada temperatur

diantara 32°F (bisa diatas atau di bawah 32°F). Untuk jenis ini bisa

dipilih evaporator bersirip (finned coil), karena diperlukan suatu

perpindahan panas yang lebih cepat pada saat sistem berhenti.

Biasanya digunakan untuk kotak-kotak pendingin yang

bertemperatur antara 35 – 40°F dan menggunakan kipas untuk

mensirkulasikan udara.
44

b.3. Evaporator tanpa bunga es (Non frosting coil)

Evaporator ini digunakan untuk sistem yang selalu bekerja

pada temperatur di atas 32°F, biasanya dipakai pada sistem AC,

pendinginan roti dan premen.

c) Berdasarkan kontrol aliran refrigeran

c.1.Expantion coil

Terdapat dua ujung penghubung yang satu untuk ke katup

ekspansi dan yang lain ke saluran masuk kompresor. Jika

digunakan pada posisi berdiri, ujung yang lebih tinggi

disambungkan ke katup ekspansi, walaupun kadang-kadang

digunakan ujung yang lainnya. Koil untuk sistem AC yang besar

biasanya menggunakan pipa-pipa pengatur. Evaporator jenis ini

terdiri dari pipa-pipa pendek yang disambung pada sisi-sisinya

dengan menggunakan penyambung, aliran refrigerannya diatur

oleh katup ekspansi. Kelebihan evaporator jenis ini adalah

permukaan dalam pipa lebih luas sehingga distribusi refrigeran

lebih baik dan perpindahan panasnya tentu semakin baik.

c.2.Evaporator berpelampung pada sisi tekan rendah (low-side float

coils)

Pada evaporator ini, bagian atas koil terdapat pelampung

yang mengatur aliran refrigeran ke dalam koil.


45

c.3.Evaporator berpelampung pada sisi tekan tinggi (high-side float

coils).

Pada evaporator jenis ini, sambungan cairan dapat dilihat

pada sisi bawah coil. Katup pelampung untuk coil jenis ini

ditempatkan pada sisi luar coil dan dimasukan ke dalam cairan

pada bagian bawah coil agar dapat kecocokan yang baik.

Pembesaran alur pipa pada kedua sisi atas dimaksudkan sebagai

header dan juga untuk mencegah banjir di kompresor, dengan

mengunakan pipa kapiler dengan pengontrolan.

d) Evaporator Khusus

d.1. Tank type cooler

Jenis ini terdiri dari coil yang direndam di dalam larutan air

garam (brine) biasanya digunakan pada pabrik pembuatan es

buatan, juga digunakan untuk pendinginan susu.

d.2. Pendinginan yang mempunyai lubang-lubang alur dimana air susu

mengalir sepanjang evaporator dan nantinya ditampung dalam

wadah lain yang diletakan di bawahnya.

d.3. Plate evaporator

Terbuat dari pipa yang digabungkan jadi satu dengan

menggunakan plat-plat pada kedua sisinya. Plat evaporator disusun

seperti rak dan makanan diatur diatasnya secara langsung, biasanya

digunakan untuk temperatur dibawah 32°F.


46

d.4. Shell and coil cooler

Pendinginan dengan sebuah tabung pada bagian luar dan

pipa-pipa kecil yang dibuat melingkar dari atas ke bawah sehingga

dapat dikeluarkan dari tabung pembungkusnya.

d.5. Forced convention unit

Evaoprator ini terdiri dari coil yang bersirip dilengkapi

dengan fan yang diletakan pada bagian depan atau bagian belakang

koil. Keseluruhan unit tertutup rapat, rumah terbuat dari baja dan

dipasang di langit-langit atau di pojok ruangan yang sempit.

II.10. Alat-Alat Pendukung Lain

Alat pendukung sistem pengkondisian udara sangat banyak dan saling

berkaitan, tetapi di bawah ini dijelaskan beberapa alat pendukung saja, antara lain:

a. Pompa

Pompa adalah mesin yang berfungsi mengakirkan fluida melaui pipa,

dari satu tempat ke tempat yang lain. spesifikasi pompa dinyatakan dengan

jumlah fluida yang dapat dialirkan per satuan waktu dan tinggienergi angkat.

factor tersebut terakhir menyatakan kemampuan pompa untuk menaikan fluida

dari tempat yang lebih rendah ke tempat yang lebih tinggi, serta mengatasi

tahanan aliran dalam pipa.

Dalam pengkondisian udara, khususnya pada mesin water chiller,

pompa sangat penting digunakan untuk mendistribusikan air dingin dari

evaporator menuju instalasi pendingin seperti Air Handling Unit (AHU) dan
47

Fan Coil Unit (FCU), selanjutnya pompa digunakan untuk mengalirkan air

dingin dari instalasi pendingin menuju ke kondensor di menara pendingin.

Pompa yang biasa digunakan untuk mendistribusikan air dingin adalah pompa

sentrifugal dengan impeller tertutup. Pompa ini digunakan karena mudah

penggunaannya, murah perawatan dan effektif dalam penggunaan untuk air

bersih. Gambar 2.18 menggambarkan pompa sentrifugal.

Gambar 2.18. Pompa Sentrifugal air ke kondenser, pada Plaza Ambarrukmo

b. Menara Pendingin

Untuk melepaskan kalor yang ada di kondensor pada mesin pendingin

maka dibutuhkan suatu fluida untuk menyerap kalor tersebut; pada water

chiller fluida tersebut menggunakan air (disebut air pendingin), tetapi karena

air yang digunakan harus selalu bertemperatur lebih rendah dari kondensor,

harus selalu kontinyu, murah, dan mudah, maka air pendingin yang telah

digunakan tidak dibuang melainkan disirkulasikan ke menara pendingin untuk


48

didinginkan. setelah itu dialirkan kembali ke mesin pendingin. Air pendingin

yang menguap harus diganti agar air pendingin selalu kontinyu, yaitu dengan

memasukan air tambahan (make up water) ke dalam sistem air pendingin.

Menara pendingin merupakan ruangan dimana air pendingin yang

telah menjadi panas (karena membawa kalor dari kondensor) disemprotkan

atau dipancarkan ke bawah, sementara itu udara atmosfer dialirkan melalui

atau berlawanan dengan arah jatuh air pendingin. Dengan cara demikianlah air

pendingin didinginkan kembali.

Jenis menara pendingin yang biasa digunakan adalah menara

pendingin jenis paksa, karena pada jenis ini kipas udara digunakan untuk

mengalirkan udara cukup banyak sehingga dapat berkontak secara efektif

dengan pancaran air sehingga perpindahan kalornya baik.

Gambar 2.19 memperlihatkan dua jenis menara pendingin, Gambar (a)

memperlihatkan skema kerja menara pendingin jenis aliran berlawanan dan

gambar (b) memperlihatkan skema kerja menara pendingin jenis aliran

melintang. Jenis aliran vertikal berlawanan umumnya memiliki bentuk yang

lebih kecil dibandingkan dengan jenis melintang. Sedangkan jenis menara

pendingin aliran melintang memiliki ciri-ciri bahwa udara dan air pendingin

mengalir dalam arah tegak lurus satu sama lain dan menara pendingin

berukuran besar. Gambar 2.20(a) dan (b) menujukan contoh menara pendingin

jenis aliran berlawanan dan aliran melintang.


49

Gambar 2.19. Skema kerja menara pendingin


(Sumber : Heizo saito dan Wiranto arismunandar, “penyegaran udara”, 2005)

Gambar 2.20. (a). Contoh Menara pendingin jenis aliran berlawanan


(Sumber : Heizo saito dan Wiranto arismunandar, “penyegaran udara”, 2005)
50

Gambar 2.20. (b). Contoh menara pendingin jenis aliran melintang


(Sumber : Heizo saito dan Wiranto arismunandar, “penyegaran udara”, 2005)
(Sumber : Colling Tower Plaza Ambarrukmo, Yogyakarta.)
51

c. Refrigeran

Refrigeran adalah fluida yang digunakan untuk memindahkan panas

dari suatu tempat atau suatu benda. Jika bertitik tolak pada pendinginan yang

menggunakan siklus uap bertekanan (vapor compression cycle), refrigeran

merupakan media kerja yang bobotnya tidak berkontaminasi dengan bahan

makanan maupun produk yang disimpan jika terjadi kebocoran.

Macam-macam refrigeran antara lain :

a) Amonia

Amonia adalah refrigeran yang tertua dan masih banyak digunakan

untuk refrigeran, bersifat racun dan mudah terbakar. Titik didih ammonia

adalah -28oC, berat jenisnya 0.684 pada tekanan 1 atmosfir. Banyak

digunakan pada industri yang besar dimana sifat-sifat racun tidak begitu

berbahaya.

Beberapa pertimbangan yang digunakan amonia pada industri:

1) Volumetric displasment rendah

2) Harga relatif murah dibandingkan dengan refrigerant lain

3) Bobot per ton pendinginan sirkulasi rendah

4) Effisiensi cukup rendah

5) Digunakan juga untuk sisitem absorbsi

b) Karbon dioksida (CO2)

Gas ini tidak berwarna, tidak berbau, lebih berat dari udara, titik

didihnya mencapai – 109,3 °F, berat jenis cairan 1,56. Karbon dioksida

hanya dapat beroperasi pada tekanan tinggi, ini menyebabkan daya per ton
52

pendinginan besar, pemakaian refrigeran ini sangat terbatas, mengingat

kondisi padat dan cair suhunya sangat berdekatan, sehingga karbon

dioksida dapat dipadatkan dan diproses menjadi dry ice.

c) Freon dan Genetron

Freon merupakan kelompok refrigeran yang paling umum

digunakan untuk jenis lemari es rumah tangga (sekarang menggunakan

HFC-134a karena Freon dianggap dapat merusak lapisan ozon). Pada

mulanya Freon dipilih karena titik didihnya, tekanannya dan kestabilannya

selama digunakan dalam sistem pendinginan.

d) Methylchloride

Cairan tidak berwarna, rasanya manis, bau, dan tidak merangsang,

sebagai pengganti refrigeran amonia dan CO2, dengan titik didih -106°F

dan berat jenis 1,002 untuk kapasitas 10 ton dengan kompresor torak.

e) Sulphur Dioxide

Cairan dan uap tidak berwarna, sangat beracun dan baunya sangat

menyengat, tetapi tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak. Titik

didih mencapai 13,8 °F dan berat jenis 1,36 dengan menggunakan

kompresor torak dan rotari.

f) Hydrocarbon

Digunakan pada industri karena harganya relatif murah, tetapi

refrigeran ini mudah terbakar, mudah meledak, dan banyak digunakan

pada industri minyak atau petrokimia. Petrozon adalah refrigeran


53

hidrokarbon dari pertamina yang terdiri dari campuran beberapa

hidrokarbon.

Tabel 2.4. Jenis hydrocarbon

Jenis Unsur Kimia


Butane / isobutene C4H10
Propane C3H8
Propylen C3H6
Ethane C3H6
Metane CH4
Ethylen C2H6
Sumber: G. Harjanto, Dasar Teknik Pendingin, Universitas Sanata Dharma.

Refrigeran ini juga digunakan untuk MCR (Multi Component

Refrigerant) untuk pencairan gas alam.

g) Uap air atau air

Uap air adalah refrigeran yang murah dan paling aman.

Pemakaiannya sangat terbatas yaitu untuk suhu diatas 32 °F agar tidak

membeku. Digunakan pada steam jet refrigeran dan Centrifugal

Compresion Refrigeration

h) Azeotropes

Merupakan campuran beberapa refrigeran yang memiliki sifat

benda. Jenis ini yang paling sering digunakan adalah Carrene-7 yang

terdiri atas 73,8 % Freon-12 dan 26,2 % genetron-100. Dengan kompresor

yang sama carrene-7 mempunyai kapasitas dan tenaga 18% lebih besar

dari Freon-12.

Refrigeran sekunder adalah fluida yang mengangkut kalor dari bahan

yang sedang didinginkan ke evaporator pada sistem refrigerasi. Refrigeran


54

sekunder mengalami perubahan suhu apabila menyerap kalor, dan

membebaskannya pada evaporator, tetapi tidak mengalami perubahan fasa.

Secara teknik air dapat berfungsi sebagai refrigeran sekunder, tetapi larutan

garam (brine) dan larutan anti beku (anti-freezes) lebih baik dari pada air,

karena dapat membeku di bawah suhu 0°C. Larutan anti beku yang banyak

digunakan adalah larutan air dan glikol etilen, glikol propilen, atau kalsium

klorida.

Pada pemilihan refrigeran yang akan digunakan sebaiknya diingat

bahwa terdapat refrigeran yang dapat bekerja sempurna (ideal) pada semua

keadaan dan ada yang tidak. Refrigaeran tertentu lebih baik menggunakan

reciprocation compressor dan jenis lain baik menggunakan kompresor

sentrifugal dan rotari. Sifat keracunan pada industri boleh diabaikan, tetapi

pada pemakaian lain seperti AC harus sangat diperhatikan sekali. Refrigeran

untuk suhu rendah berbeda dengan refrigeran untuk suhu tinggi, karena itu

perlu dipelajari sifat-sifat refrigeran dalam pemilihan cairan refrigeran, antara

lain berdasarkan :

a) Tekanan evaporator dan kondensor

Tekanan pada evaporator dan pada kondensor diusahakan

positif, sedikit lebih besar dari tekanan 1 atmosfir. Tekanan positif

mencegah udara masuk dan memudahkan mencari kebocoran, tetapi

tekanan yang terlalu tinggi memerlukan konstruksi yang lebih berat

dan membutuhkan tenaga yang lebh besar. Reciprocation compressor

baik untuk refrigeran yang mempunyai volume jenis rendah dengan


55

tekanan kerja yang tinggi dan perbedaan tekanan yang cukup besar.

Refrigeran yang sesuai harus memiliki titik didih dibawah 30°F

dengan perbedaan tekanan 50 psi atau lebih. Kompresor sentrifugal

baik untuk tekanan yang rendah dan beda tekanan tidak terlalu tinggi.

Kompresor rotari baik untuk tekanan kerja menengah dan beda tekanan

sebesar 20–30 psi.

b) Daya dan coefficient of performance (COP)

Dalam proses carnot, refrigeran ideal bekerja antara suhu

evaporator 5°F dan suhu kondeser 86°F dicapai COP 5,47 dengan daya

0,82 Hp/ton. Untuk pemakaian umum, semua refrigeran mempunyai

COP dan daya hampir sama, kecuali CO2.

c) Density refrigeration (Cair dan uap)

Refrigeran dan densitas rendah lebih baik, karena hanya

memerlukan pipa-pipa suction dan discharge yang lebih kecil. Pada

kompresor sentrifugal diperlukan densitas uap yang cukup tinggi,

karena gaya sentrifugal harus sebanding dengan densitas.

d) Panas laten

Panas laten refrigeran yang tinggi sangat dikehendaki sebab

akan menghasilkan refrigeran effect yang besar. Aliran refrigeran yang

disirkulasikan akan lebih rendah bila refrigeran effect tinggi sehingga

akan lebih ekonomis.


56

e) Volume jenis (Specific volume)

Volume refrigeran yang mengalir pada kompresor tergantung

dengan volume jenis uap dari evaporator. Aliran uap per ton

pendinginan yang rendah lebih baik dengan reciprocation compressor.

Aliran uap tinggi yang menggunakan kompresor sentrifugal dan aliran

uap menengah menggunakan kompresor rotari.

f) Stabilitas refrigeran

Refrigeran tidak boleh berubah struktur kimianya pada suhu

normal atau akibat yang terjadi adalah polimerisasi dan disintegrasi.

Disintegrasi terjadi karena adanya disiosiasi akibat reaksi dengan

logam. Refrigeran tidak boleh kontak dengan bahan yang dapat

bereaksi dengannya, karena itu bahan pipa dan gasket harus

diperhatikan.

g) Sifat korosif

Sifat korosif harus diperhatikan agar instalasi tidak termakan

oleh refrigeran. Refrigeran yang korosif dan banyak digunakan adalah:

• Amonia : Korosif terhadap tembaga

• Carbone dioxide : Korosif terhadap besi dan tembaga

apabila temperatur oksigen dan udara

basah

• Methylen Chloride : Korosif terhadap seng, alumunium, dan

magnesium bila temperatur sedikit air

• Sulfur dioxide : Korosif terhadap logam bila tercampur


57

air

• Freon : Tidak bersifat korosif terhadap logam,

tetapi korosif terhadap karet alam.

h) Viscosity refrigeran

Dikehendaki refrigeran yang memiliki viskositas refrigeran

rendah pada fase cairan maupun uap agar kerugian tekanan rendah.

Kecuali perpindahan panas pada condenser dan evaporator juga baik

pada harga viskositas rendah.

i) Konduktifitas panas

Refrigeran yang memiliki konduktifitas panas lebih besar, akan

lebih efisien dalam pemakaian kondedser dan evaporatornya. Keadaan

yang tidak kalah pentingnya adalah kecepatan aliran dan kontak

dengan permukaan.

j) Sifat racun pada refrigeran

Sifat beracun pada refrigeran harus diperhatikan berhubungan

dengan keselamatan kerja dan rasa nyaman. Pada pesawat pendingin

kecil, sifat racun tidak berbahaya karena jumlahnya kecil. Selain sifat

racun, bau yang merangsang juga perlu diperhatikan demi

kenyamanan. Amonia dan SO2 merupaka refrigeran yang beracun dan

berbau merangsang sehingga tidak baik untuk pengkondisian udara

ruangan. Sebaliknya Freon dan CO2 yang tidak tidak berbau dan tidak

beracun sangat baik untuk pengkondisian udara ruangan. CO2

menggangu pernapasan pada konsentrasi 3% dan dapat membuat


58

pusing pada 5%. Adanya kebocoran pada refrigeran yang beracun

harus segera diketahui, karena itu pada refrigeran yang tidak berbau

tetapi beracun perlu ditambahkan zat berbau seperti pada methyl

chloride.

k) Sifat Eksplosif (meledak)

Refrigeran yang tidak bersifat eksplosif adalah SO2, methalyn

chloride, CO2, dan Freon. Selain itu refrigeran bersifat meledak pada

konsentrasi tertentu adalah petrozon dan hidrokarbon.

l) Pengaruh terhadap tanaman, bahan-bahan, dan lainnya

Pengaruh amonia terhadap textile, buah-buahan, dan sayuran

tidak begitu berbahaya, akan tetapi apabila konsentrasinya tinggi dapat

membusukan dan membuat kebakaran. Refrigeran SO2 dapat

mematikan tanaman dan bunga, terhadap bahan berwarna dapat

merusak warnanya tetapi tidak merusak serat serta tektilennya, akan

tetapi tidak berbahaya bagi makanan. Freon, methyl chloride, petrozon,

tidak berpengaruh buruk terhadap tanaman, bahan makanan dan tekstil.

m) Pertimbangan harga

Pada sistem yang besar, harga refrigeran harus

dipertimbangkan, sebab biaya awal dan biaya perawatan dipengaruhi

oleh kensentrasi dan kebocoran refrigeran. NH3 dan petrozon berharga

sangat murah, Freon-12 agak mahal, Freon-22, HFC-134a termasuk

refrigeran yang paling mahal.


59

n) Pencemaran lingkungan

Lapisan ozon digunakan untuk perlindungan bumi terhadap

sinar ultraviolet, karena untuk konsentrasi yang kecil ultraviolet

berguna bagi manusia, tetapi akan menjadi sumber penyakit apabila

konsentrasinya besar. Semua refrigeran yang memiliki unsur chlor

pada komposisinya memiliki potensi untuk mengikis ozon, hampir

semua Freon terutama Freon-11 dan Freon-12 dapat merusak ozon.

Pada Freon-22 mengandung paling sedikit unsur chlor, Freon-22

peling kecil merusak ozon dibandingkan dengan jenis Freon yang

lainnya. Selama tidak terjadi kebocoran pada rangkaian pipa refrigerasi

dan tidak kontak dengan udara luar, maka Freon tidak berpotensi

merusak ozon.

Pada water ciller digunakan refrigeran jenis Freon-22 (R-22)

dengan sifat-sifat tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun, tidak

korosif, tidak mudah terbakar, dan tidak mudah meledak. Refrigeran-

22 adalah jenis Freon atau genetron 141 dengan rumus kimia CHCIF

dengan titik didih -41,4°F. Refrigeran-22 bertemperatur rendah sampai

dengan 150°F dan digunakan untuk unit pengkondisian udara sentral

maupun unit AC window dan ruangan dingin tempat penyimpanan.

Refrigeran ini lebih efisien apabila digunakan untuk instalasi

bertemperatur rendah.
60

d. Gate valve

Gate valve berfungsi untuk membuka, menutup, dan mengatur jumlah

aliran air yang mengalir ke dalam kondenser unit AC.

Gambar 2.21. Gate valve pada gedung Plaza Ambarrukmo Yogyakarta


(Sumber : Studi lapangan di Plaza Ambarukmo Yogyakarta)

e. Check valve

Check valve berfungsi untuk mencegah aliran balik ke pompa kondenser

atau sering disebut katup satu arah.

f. Baterfly valve

Baterfly valve berfungsi untuk mengatur jumlah aliran air yang akan

disirkulasikan oleh pompa kondenser.

g. Water flow switch

Water flow switch adalah suatu peralatan tambahan yang dipasang di pipa

kondenser dan berfungsi untuk mengamankan kompresor apabila tidak ada aliran

air di dalam pipa kondenser (jika tidak terdapat air dalam kondenser, maka

kompresor tidak akan bekerja). Bagian yang berhubungan dengan air dibuat dari
61

kuningan dan phosphor bronze. Saklar aliran cairan memiliki tiga kabel dan tiga

terminal dengan kontak SPTD (Single Pole Double Throw), yaitu dua kontak

diam dan sebuah kontak gerak. Menutup dan membukanya kontak tersebut

dipengaruhi oleh laju aliran air yang mengalir dalam pipa.

h. Thermometer

Thermometer adalah suatu peralatan yang berfungsi sebagai indikator

temperatur air dalam pipa kondenser (pipa in/out pada unit AC).

i. Pressure gauge

Pressure gauge adalah suatu peralatan tambahan yang berfungsi untuk

mengetahui tekanan air di dalam pipa.

Gambar 2.22. Pressure Gauge


(Sumber : Kerja Praktek pada pembangunan gedung Kantor Dirjen Pajak, Yogyakarta)

j. Rangkaian pipa drainage

Rangkaian pipa drainage berfungsi untuk mengalirkan air pada waktu

terjadi pengembunan pada evaporator unit AC (pipa pembuangan air hasil

pengembunan).
62

k. Rangkaian pipa pengisian

Rangkaian pipa pengisian berfungsi untuk mengalirkan air dari tendon air

ke bak menara pendingin.

l. Rangkaian pipa overflow dan drainage menara pendingin

Rangkaian pipa overflow berfungsi untuk membuang air di bak menara

pendingin apabila ketinggian air hampir melebihi ketinggian bak menara

pendingin. Rangkaian pipa drainage berfungsi untuk membuang air di bak

menara pendingin pada waktu diadakan pembersihan kotoran-kotoran dari bak

menara pendingin.
63

BAB III

PERHITUNGAN BEBAN PENDINGINAN

Tujuan perancangan dan perhitungan air conditioning adalah untuk

mengkondisikan udara yang ada di dalam ruangan agar udara terasa sejuk, bersih,

dan memiliki kelembaban yang baik bagi bagi kesehatan. Proses pengkondisian

tersebut memerlukan alat untuk menyerap kalor dan uap air dari dalam ruangan

dan membuangnya ke luar ruangan. Agar penggunaan alat pengkondisian udara

udara tersebut tepat guna, effisien, dan tidak boros, maka besarnya beban kalor

dan karakteristik kalor yang akan dibuang keluar ruangan harus tepat atau

mendekati tepat.

Dalam perhitungan beban pendinginan, digunakan perhitungan

perpindahan kalor baik secara konduksi, konveksi, maupun secara radiasi. Beban

pendinginan dalam ruangan ada dua macam, yaitu kalor sensibel dan kalor laten.

Kalor sensibel adalah jumlah kalor akibat perubahan suhu saja, sedangkan kalor

laten adalah kalor karena perubahan fase. Perbandingan kalor sensibel dan kalor

laten dikenal sebagai “sensible-latent heat ratio”. Angka tersebut berpengaruh

dalam menentukan peralatan yang diperlukan.

Pada dasarnya terdapat dua cara yang dapat dilakukan untuk melakukan

perhitungan beban kalor, yaitu :


64

a) Perhitungan beban kalor puncak, untuk menentukan besarnya instalasi

b) Perhitungan beban kalor sesaat, untuk mengetahui biaya operasi jangka

pendek dan jangka panjang, serta untuk mengetahui karakteristik dinamik dari

instalasi yang bersangkutan.

Untuk itu diperlukan perhitungan yang panjang dan komplek. Seperti dalam

perhitungan beban kalor puncak digunakan anggapan bahwa kondisi ekstrim

sering terjadi, dimana kalor yang masuk ke dalam ruangan dinamakan heat gain.

Dalam teknik pendinginan pada umumnya kalor yang tidak dikehendaki

datang dari berbagai sumber, masing-masing berubah secara kontinyu dan

periodis serta berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Karena

perhitungan beban pendinginan hanya pendekatan saja, disamping kita harus

mengetahui periode mana yang harus diperhitungkan, periode penuh pengunjung

atau periode rendah pengunjung, periode cuaca sekitar kalor atau cuaca sekitar

gedung dingin, maka demi kenyamanan pengunjung dan nama baik perusahaan,

perhitungan beban kalor menggunakan anggapan bahwa kondisi ekstrim sering

terjadi.

Kondisi yang di perlukan untuk pengkondisian udara dalam gedung Studio

yang cocok dengan cuaca di Indonesia adalah 22-24 o C, dengan kelembaban

relatif 55 %. Perencanaan dan pemilihan suatu AC juga dipengaruhi oleh faktor

ekonomi.

Sumber beban pendinginan dalam perancangan mesin pengkondisian

udara meliputi :
65

a. Kalor sensibel

1. Perpindahan kalor melalui bangunan

2. Penyinaran matahari

3. Perembesan dan kebocoran udara luar ke dalam ruangan

4. Kalor akibat lampu penerangan

5. Kalor dari benda yang dibawa masuk suhunya lebih tinggi

6. Kalor penghuni

7. Kalor dari motor listrik, proses kimia, gas uap, air kalor, alat-alat listrik

dan lain-lain

b. Kalor laten

1. Pengembunan dan kebocoran udara dengan tekanan uap yang berbeda

2. “Moisture” dari penghuni

3. “Moisture” bahan-bahan yang disimpan

4. “Moisture” permukaan basah, proses kimia, gas, air kalor, uap, dan lain-

lain

III.1. Kondisi Umum Bangunan

Perancangan air conditioning untuk Studio 21 yang terletak di gedung

Plaza Ambarrukmo Yogyakarta ini terletak pada letak astronomis 7 o -8 o Lintang

Selatan, namun pada perhitungan ini digunakan kota Jakarta sebagai acuan dalam

memperoleh data yang diperlukan, yaitu terletak pada 6 o LS. Denah dan data-data

bangunan dari Studio 21 yang akan dihitung seperti di bawah ini:


66

B C D

Studio 1 Studio 3 Studio 5 F

A w w
c c
Kantor Koridor

Koridor

G
C
a
f
f Studio 4
e
Lobby
Studio 2

U
Pintu H
Masuk
S
J Gambar 3.1. Denah Studio 21 I

Keterangan :

A = 47,65 m

B = 16,2 m

C = 26,5 m

D = 8,5 m

E = 1,5 m
67

F = 14,7 m

G = 24,3 m

H = 8,1 m

I = 30,3 m

J = 24,3 m

Tabel 3.1. Dimensi Bangunan Studio 21

Bagian Panjang Lebar Tinggi Luas


(m) (m) (m) (m2)
Utara A 26,5 + 8,5 - 16 560
Utara B 16,2 - 16 259,2
Timur 1,5 + 14,7 + 24,3 +8,1 - 16 777,6
Selatan 30,3 + 24,3 - 16 873,6
Barat 47,65 - 16 762,4
Lantai - - - 2092,98
Atap - - - 2092,98
Kaca 8,1 - 3 24,3

Selain dari pada itu, data-data lain yang diperoleh dari keadaan Studio 21 adalah

sebagai berikut:

Ruangan dalam Studio 21 dibagi menjadi beberapa bagian, antara lain:

1. Studio 1

2. Studio 2

3. Studio 3

4. Studio 4

5. Studio 5

6. Koridor, Caffe dan Kantor

7. WC
68

Pada masing-masing tempat dipaparkan sebagai berikut:

1. Studio 1

Luas Studio p × l × t = 23,37 m × 15,5 m × 16 m

Kapasitas penonton = 310 orang

Jumlah lampu dengan kapasitas 75 Watt = 24 buah

Jumlah lampu dengan kapasitas 40 Watt = 2 buah

Jumlah lampu dengan kapasitas 5 Watt = 75 buah

Jumlah Proyektor dengan kapasitas 3000 Watt = 2 buah*

Tebal tembok 12,5 cm, dengan bahan batu apung, kayu, glasswoll, dan

karpet

Suhu udara dalam Studio dipertahankan 22 o C dan kelembaban relatif 55%

2. Studio 2

Luas Studio p × l × t = 20,175 m × 13,875 m × 16 m

Kapasitas penonton = 224 orang

Jumlah lampu dengan kapasitas 75 Watt = 20 buah

Jumlah lampu dengan kapasitas 40 Watt = 2 buah

Jumlah lampu dengan kapasitas 5 Watt = 34 buah

Jumlah Proyektor dengan kapasitas 3000 Watt = 2 buah*

Tebal tembok 12,5 cm, dengan bahan batu apung, kayu, glasswoll, dan

karpet

Suhu udara dalam Studio dipertahankan 22 o C dan kelembaban relatif 55%

3. Studio 3

Luas Studio p × l × t = 18,5 m × 12,6 m × 16 m


69

Kapasitas penonton = 191 orang

Jumlah lampu dengan kapasitas 75 Watt = 15 buah

Jumlah lampu dengan kapasitas 40 Watt = 2 buah

Jumlah lampu dengan kapasitas 5 Watt = 36 buah

Jumlah Proyektor dengan kapasitas 2000 Watt = 2 buah*

Tebal tembok 12,5 cm, dengan bahan batu apung, kayu, glasswoll, dan

karpet

Suhu udara dalam Studio dipertahankan 22 o C dan kelembaban relatif 55%

4. Studio 4

Luas Studio p × l × t = 23,95 m × 15,5 m × 16 m

Kapasitas penonton = 310 orang

Jumlah lampu dengan kapasitas 75 Watt = 24 buah

Jumlah lampu dengan kapasitas 40 Watt = 2 buah

Jumlah lampu dengan kapasitas 5 Watt = 60 buah

Jumlah Proyektor dengan kapasitas 3000 Watt = 2 buah*

Tebal tembok 12,5 cm, dengan bahan batu apung, kayu, glasswoll, dan

karpet

Suhu udara dalam Studio dipertahankan 22 o C dan kelembaban relatif 55%

5. Studio 5

Luas Studio p × l × t = 18,5 m × 12,6 m × 16 m

Kapasitas penonton = 191 orang

Jumlah lampu dengan kapasitas 75 Watt = 15 buah

Jumlah lampu dengan kapasitas 40 Watt = 2 buah


70

Jumlah lampu dengan kapasitas 5 Watt = 36 buah

Jumlah Proyektor dengan kapasitas 3000 Watt = 2 buah*

Tebal tembok 12,5 cm, dengan bahan batu apung, kayu, glasswoll, dan

karpet

Suhu udara dalam Studio dipertahankan 22 o C dan kelembaban relatif 55%

6. Koridor, caffe dan Kantor

Luas

Jumlah lampu bohlam dengan kapasitas 75 Watt = 64 buah

Jumlah lampu bohlam dengan kapasitas 50 Watt = 30 buah

Jumlah lampu bohlam dengan kapasitas 5 Watt = 36 buah

Jumlah lampu neon dengan kapasitas 18 Watt = 98 buah

Jumlah lampu neon dengan kapasitas 36 Watt = 13 buah

Jumlah TV dengan kapasitas 300 Watt = 2 buah

Jumlah Monitor dengan kapasitas 300 Watt = 5 buah

Jumlah Printer = 1 buah*

Jumlah CPU dengan kapasitas 300 Watt = 2 buah

Jumlah permainan (Video Game ) dengan kapasitas:

625 Watt = 1 buah

370 Watt = 1 buah

623 Watt = 1 buah

215 Watt = 1 buah

380 Watt = 1 buah

325 Watt = 1 buah


71

690 Watt = 1 buah

770 Watt = 1 buah

120 Watt = 5 buah

Jumlah pendingin makanan (refrigerator) dengan kapasitas 180 Watt = 3

buah

Jumlah pengolah makanan (stoves) dengan kapasitas 220 Watt = 1 buah

Jumlah pengolah minuman (pepsi cooker) dengan kapasitas 220 Watt = 2

buah

Jumlah Karyawan = 28 orang dengan usia rata-rata 22 – 35 tahun

Suhu dalam ruangan dipertahankan 24 o C dan kelembaban relatif 55 %

7. WC Pria dan Wanita

Jumlah lampu bohlam dengan kapasitas 75 Watt = 15 buah

Kapasitas pengunjung yang menggunakan = 14 orang

Keterangan :

1. Jumlah pengunjung terbanyak pada hari Sabtu, Minggu, dan Senin mencapai

2500 orang / hari

2. Jam pengunjung terbanyak adalah pukul : 18.15 – 22.30 WIB, sekitar 1000

orang

3. Tanda bintang (*) pada data di atas berarti bahwa beban kalor alat tersebut

tidak diperhitungkan karena berada pada ruangan yang tidak dikondisikan,

terdapat saluran exhaust langsung atau benda tersebut tidak mengeluarkan

kalor
72

4. Tinggi bangunan 16 m

5. Dinding / tembok terluar terbuat dari batu-bata dan semen, dengan tebal kira-

kira 13 cm, den+gan dilapisi glasswoll dan karpet.

6. Atap langsung bersentuhan dengan udara luar dan terkena sinar matahari

III.2. Perhitungan Beban Pendinginan

Perhitungan beban pendinginan melalui bangunan, mengacu pada

Handbook of air conditioning system, dengan rumus umum beban pendinginan

(heat gain) adalah sebagai berikut:

HG = A × U × ∆t ....………………………(3.1)

Keterangan :

HG = Heat Gain (beban pendinginan), Btu/hr

A = Area (luasan), ft2

U = Koefisien perpindahan kalor, Btu/hr.ft2.F

∆t = Perbedaan temperatur udara, (temperatur udara luar – temperatur

udara dalam ) o F

III.2.1. Perhitungan Perpindahan Kalor Melalui Tembok Dan Atap

a. Perhitungan Perpindahan Kalor Melalui Tembok

Perhitungan beban pendinginan yang melalui tembok/dinding dapat

dihitung dengan mengacu pada data-data dan asumsi yang ditetapkan, seperti :

Data fisik yang ada dari bangunan Studio 21 adalah :


73

1. Tebal dinding 15 - 20 cm atau sekitar 7,8 inchi

2. Terbuat dari batu bata dengan semen

3. Tembok di plester dengan ketebalan 1,5 cm atau sekitar 0,5 inchi.

Diplester dengan semen diasumsikan sama dengan gypsum.

4. Tembok kemudian dilapisi dengan karpet atau diasumsikan sama dengan

bulu (furring)

Asumsi bahwa ketebalan tembok 8 inchi dan berat batu bata 87 lb/ft2

maka dari buku Handbook of Air Conditioning System halaman I-66 ,Tabel 2.1

(lampiran A-1) diperoleh bahwa koefisien perpindahan kalornya diambil

sebesar U = 0,29 Btu/hr.ft2 o F.

Dari data yang ada bahwa temperatur udara rancangan adalah 22°C,

sedangkan temperatur udara di gedung Plaza Ambarrukmo adalah 22°C, maka

perbedaan temperaturnya ∆t = 22 o C – 22 o C

= 71,6 o F – 71,6 o F

= 0 oF

Tetapi pada dinding utara B yang bersentuhan langsung dengan jalan

untuk mobil masuk menuju ruang parkir, perbedaan temperaturnya dapat

dihitung :

∆t = 32 o C – 22 o C

= 89,6 o F – 71,6 o F

= 18 o F
74

Luasan tembok yang mengalami perpindahan kalor secara konduksi

dengan Plaza Ambarrukmo adalah yang telah diketahui seperti di bawah ini

(dalam square foot):

Tabel 3.2. Luas Bangunan yang bersebelahan dengan ruangan yang di

kondisikan.

Luas Luas
Bagian (m2) (ft2)

Utara A 560 6027,28


Timur 777,6 8369,309
Selatan 873,6 9402557
Barat 762,4 8205,711

Sedangkan tembok Utara B yang dindingnya bersebelahan dengan

ruangan yang tidak dikondisikan dan mengalami perpindahan kalor dengan

jalan mobil memiliki luas = 2789,77 ft2

Maka dari rumus (3.1) perhitungannya menjadi :

HG = 2789,77 ft2 × 0,29 Btu/hr.ft2 o F × 18 o F

= 14562,6 Btu/hr

Tabel 3.3 Besar Heat Gain (Beban Kalor) dari masing-masing tembok

Bagian Luas Luas Koefisien ∆t Heat Gain


(m2) (ft2) (Btu/hr.ft2 o F) o
( F) (Btu/hr)
Utara A 560 6027,28 0,29 0 0
Utara B 259,2 2789,77 0,29 18 14562,6
Timur 777,6 8369,309 0,29 0 0
Selatan 873,6 9402,557 0,29 0 0
Barat 762,4 8205,711 0,29 0 0
75

b. Atap

Untuk atap yang langsung bersentuhan dengan udara luar, dan dengan

asumsi bahwa perhitungan dilakukan pada pukul 18:00 WIB (pengunjung

terbanyak), langsung tersinari matahari dan memiliki berat atap 80 lb/ft2, maka

dari buku Handbook of Air Conditioning System halaman I-63,Tabel 19

(lampiran A-2) perbedaan temperaturnya ∆t = 37 o F

Koefisien perpindahan kalor untuk atap dapat dicari di Handbook of Air

Conditioning System halaman I-71,Tabel 27 (lampiran A-3) dan dilanjutkan

pada hal I-75, Tabel 31 (lampiran A-4), dengan ketentuan bahwa pada atap

gedung Studio 21 dibuat dengan beton, memiliki ketebalan antara 15 – 20 cm

atau sekitar 6 inchi dan tidak ada isolasi (penyekatan) di atasnya, dari lampiran

A-3 didapat bahwa U = 0.51 Btu/hr.ft2 o F, akan tetapi karena ada penyekatan di

bagian bawah atap dengan menggunakan udara yang memiliki ketebalan 30 -

40 cm sebagai ruang untuk pemasangan ducting dan AHU. Dari lampiran A-4

ditemukan U = 0,345 Btu/hr.ft2 o F

Maka dengan luas 22526,74 ft2, dapat dicari berdasarkan rumus (3.1)

besar Heat Gain untuk atap sebesar :

HG = 22526,74 ft2 × 0,345 Btu/hr.ft2 o F × 37 o F

= 287553,83 Btu/hr (terjadi perpindahan kalor dari luar ruangan ke

dalam)
76

III.2.2. Perhitungan Perpindahan Kalor melalui lantai, kaca, langit-langit,

partisi dan infiltrasi

a. Lantai

Perhitungan untuk beban yang dikonduksikan dari lantai dapat dicari

juga dari buku Handbook of Air Conditioning System halaman I-73, Tabel 29

(lampiran A-5). Dengan asumsi bahwa lantai terbuat dari beton dengan tebal 20

cm (8 inchi), permukaan atas dilapisi dengan karpet tebal. Sehingga didapat

koefisien perpindahan kalornya adalah U = 0,17 Btu/hr.ft2F.

Sedangkan perbedaan suhu dengan lantai di bawahnya adalah

∆t = 0 o C – 22 o C

= 71,6 o F – 71,6 o F

= 0oF

Maka besarnya perpindahan kalor dari lantai dianggap tidak ada atau = 0.

b. Kaca

Kaca yang ada dalam Studio 21 adalah sebagai pintu masuk ke Studio

21. karena temperatur udara dalam ruangan Studio 21 sama dengan temperatur

udara di luar Studio 21 (di Plaza Ambarrukmo) maka perbedaan suhunya ∆t =

0 o F, sehingga perpindahan kalor dianggap tidak ada atau HG = 0 Btu/hr.

c. Langit-langit dan Partisi

Pada kasus ini beban kalor partisi diabaikan, karena perhitungan beban

kalor yang dilakukan menyeluruh untuk satu ruangan Studio 21, dan tidak
77

terdapat partisi atau sekat terhadap ruangan lain yang tidak dikondisikan.

Sedangkan untuk perhitungan beban kalor langit-langit, beban pendinginannya

telah diperhitungkan langsung dengan perhitungan untuk atap.

d. Infiltrasi

Infiltrasi adalah masuknya udara luar melalui lubang yang ada. Udara

yang masuk merupakan udara yang tidak diinginkan dari luar ruangan yang

dikondisikan, sehingga mempengaruhi temperatur dan kelembaban udara di

dalam ruangan yang dikondisikan. Infiltrasi yang masuk dari gedung

PlazaAmbarrukmo tidak diperhitungkan karena kecepatan udara di gedung

PlazaAmbarrukmo dianggap 0 CFM, dan terlebih memiliki temperatur udara

yang sama dengan udara di Plaza Ambarrukmo yaitu 22 o C sehingga,

perbedaan suhu 0 o F.

HG = CFM × diff Temp ( o F) × (1,08) …………………………(3.2)

Keterangan:

CFM : Kecepatan udara (CFM)

diff Temp : Perbedaan temperatur ( o F)

1,08 : Faktor Koreksi


78

Perhitungan beban kalor dalam ruangan sangat besar pengaruhnya

terhadap beban kalor yang akan diterima oleh mesin pendingin / kapasitas

mesin pendingin. Maka, dalam perhitungan beban pendinginan di dalam

ruangan harus di perhitungkan seluruh alat/benda yang mengeluarkan

panas/kalor.

Alat-alat dalam ruangan yang mengeluarkan kalor seringkali dianggap

tidak perlu diperhitungkan atau seringkali dianggap tidak berpengaruh

terhadap kinerja mesin pendingin. Kalor-kalor tersebut justru berasal dari

beberapa mesin penunjang kenyamanan kegiatan, seperti :

1. Kalor kerena gesekan di dalam mesin game,

2. Kalor akibat pemanasan mesin penggorengan,

3. Panas dari motor listrik yang berputar dalam mesin game,

4. Panas dari lampu yang menyala, baik lampu yang digunakan untuk

penerangan maupun lampu untuk media iklan (neon box),

5. Panas dari televisi,

6. Panas karena komputer,

7. Dan yang penting adalah kalor akibat panas dari tubuh manusia atau biasa

disebut kalor laten. Sebab ketika manusia melakukan suatu aktivitas, maka

menusia tersebut mengeluarkan kalor dari dalam tubuhnya akibat dari

metabolisme tubuh.

Beban kalor yang berasal dari dalam ruangan ditunjukan dalam tabel 3.4

agar mudah memahaminya.


79

Tabel 3.4. Data-data dari Studio 21, Gedung Plaza Ambarrukmo Yogyakarta
Lokasi Lampu Bohlam Manusia Alat elektronik Mesin / motor

(Watt) Jmlh Total (orang) Macam (Watt) Jmlh Total Alat (Watt) Jmlh Total

Studio1 75 24 1800 310

40 2 80

5 75 375

Studio2 75 20 1500 224

40 2 80

5 34 170

Studio3 75 15 1125 191

40 2 80

5 36 180

Studio4 75 24 1800 310


40 2 80

5 60 300

Studio5 75 15 1125 191


40 2 80

5 36 180
Koridor
75 64 4800 28 TV 300 2 600 Game 770 1 770
,
Caffe
50 30 1500 Monitor 300 5 1500 Game 690 1 690
&
Kantor 5 36 180 CPU 300 2 600 Game 625 1 625
Game 623 1 623
Game 380 1 380
L.Neon 36 13 468 Game 370 1 370
L.Neon 18 98 1764 Game 325 1 325
Game 215 1 215
Game 120 5 600
Refrig 380 3 1140
Stoves 550 1 550

Pepsi 180 2 360

WC 75 15 1125 14 0

Total 18792 1268 2700 6648


80

III.2.3. Perhitungan Beban Kalor Karena Adanya Sumber Kalor di Dalam

Ruangan

a. Beban Kalor Karena Manusia

Beban kalor karena manusia terbagi menjadi 2 bagian, yaitu beban

kalor sensibel dan beban kalor laten. Kedua bagian tersebut memiliki cara

perhitungan yang sama, yaitu dengan data-data yang ada seperti temperatur

udara dalam Studio di kondisikan sebesar 22 o C atau 71,6 o F dan banyaknya

penonton maksimal per-jam adalah 1268 orang dan sehingga pada Handbook

of Air Conditioning System halaman I-4, diperoleh bahwa

HG = banyaknya orang × HG from people ………………………....(3.3)

Sedangkan HG from people untuk kalor sensibel dan laten didapat

pada Handbook of Air Conditioning System halaman I-100, Tabel 48 (lampiran

A-6) sebesar 275 Btu/hr untuk kalor sensibel dan 175 Btu/hr untuk kalor laten.

Keduanya dipilih dengan asumsi bahwa kesemuannya penontonnya adalah

dewasa dan bahwa kegiatan menonton mengeluarkan besar kalor yang sama

dengan para murid yang sedang belajar di High School.

Maka besar kalor untuk beban Sensibel adalah:

HG = 1268 orang × 275 Btu/hr

= 348700 Btu/hr
81

Maka besar kalor untuk beban Laten adalah :

HG = 1268 orang × 175 Btu/hr

= 221900 Btu/hr

b. Beban Kalor Karena Motor Listrik Dan Mesin Yang Digerakan

Beban kalor yang muncul dari alat-alat permainan (game) muncul dari

kalor motor listrik atau dari mesinnya itu sendiri yang mengeluarkan kalor.

Perkiraan beban kalor untuk mesin-bermotor dapat dilihat pada Handbook of

Air Conditioning System halaman I-105.Yaitu dengan rumus :

HG = Daya motor-mesin (Watt) × 3,4 Btu/Watt.hr ……………..…(3.4)

Sehingga dari daya mesin game seluruhnya sebesar 4598 Watt, dapat

dihitung besar beban dari alat-alat bermotor :

HG = 4598 Watt × 3,4 Btu/Watt.hr

= 15633,2 Btu/hr

Selain dari alat permainan (game), peralatan yang menggunakan motor

sebagai sumber geraknya adalah refrigerator dan pengolah minuman,

sehingga karena motor dan mesinnya terdapat pada ruangan Studio 21,

rumusnya menjadi sama seperti di atas. Sehingga besarnya beban kalor:


82

Pendingin makanan (refrigerator) dengan kapasitas 180 Watt = 3 buah

HG = 380 Watt × 3 buah × 3,4 Btu/Watt.hr

= 3876 Btu/hr

Pengolah minuman (pepsi cooker) dengan kapasitas 220 Watt = 2 buah

HG = 180 Watt × 2 buah × 3,4 Btu/Watt.hr

= 1224 Btu/hr

c. Beban Kalor Karena Alat-Alat Restaurant (caffe)

Banyak peralatan dapur / restaurant menyebabkan terjadinya beban

kalor sensibel dan beban kalor laten pada ruangan. Alat-alat listriknya

menyebabkan kalor laten, sedangkan ketika alat-alat itu mengeluarkan atau

menghasilkan uap hasil pembakaran, maka terjadilah beban kalor sensibel.

Berdasarkan Handbook of Air Conditioning System halaman I-101

sampai dengan I-104,Tabel 50 (lampiran A-7). Sebuah pengolah makanan

(stoves) dengan kapasitas 550 Watt diasumsikan bahwa pengolah makanan

tersebut tidak diberi penutup (not hooded), dan setara dengan Egg boiler 550

Watt, maka beban kalor masing-masing peralatan dapat ditentukan sebagai

berikut:

Maka besar kalor untuk beban Sensibel adalah:

HG = 1200 Btu/hr

Maka besar kalor untuk beban Laten adalah:

HG = 800 Btu/hr
83

d. Beban Kalor Karena Lampu

Walaupun lampu memberikan manfaat yang sangat berarti bagi

berlangsungnya kegiatan manusia khususnya di malam hari, tetapi tanpa

disadari bahwa lampu ternyata mengeluarkan kalor, sehingga dalam

perancangan sebuah Air Conditioning, beban lampu harus diperhitungkan.

Adapun rumus mencari Heat Gain berdasarkan Handbook of Air Conditioning

System halaman I-101, Tabel 49 (lampiran A-8) adalah :

Untuk Lampu Bohlam :

HG = Jumlah Watt × 3,4 Btu/hr ……...…………………(3.5)

Untuk Lampu Neon :

HG = Jumlah Watt × 1,25 × 3,4 Btu/hr …………………(3.6)

Maka besarnya beban pendinginan akibat lampu adalah :

Bohlam :

HG = 16560 Watt × 3,4 Btu/Watt.hr

= 56304 Btu/hr

Neon :

HG = 2232 Watt × 1,25 × 3,4 Btu/Watt.hr

= 9486 Btu/hr
84

e. Beban Kalor Karena Alat-Alat Lain

Alat-alat pendukung lainnya yang dapat menghasilkan kalor dan

menjadi beban pendinginan adalah peralatan monitor, televisi, dan CPU. Alat-

alat elektronik tersebut diasumsikan sama dengan lampu neon (rumus 3.6).

Sehingga berdasarkan Handbook of Air Conditioning System halaman I-101

(lampiran A-8).Dapat dihitung besarnya ketiga alat elektronik tersebut adalah :

HG = 2700 Watt × 1,25 × 3,4 Btu/Watt.hr

= 11475 Btu/hr

f. Beban Kalor Karena Kalor Yang Disimpan Oleh Bangunan.

Beban kalor yang terpancar kedalam bangunan pada temperatur

konstan akan tersimpan pada stuktur bangunan. Kalor yang tersimpan pada

stuktur bangunan tersebut akan menyesuaikan dengan temperatur ruangan

terkondisikan.

Apabila kapasitas pendinginan yang dialirkan sama dengan beban

pendinginannya, maka temperatur pada ruangan seluruhnya tetap konstan pada

waktu yang sama. Tetapi apabila kapasitas pendinginan yang dialirkan lebih

rendah dari beban pendinginan yang ada pada setiap ruangan, maka di ruangan

yang beban kalornya lebih besar temperaturnya akan terus meningkat dan

akan tersimpan pada struktur bangunan.


85

Berdasarkan Handbook of Air Conditioning System halaman I-20,

Tabel 4 (lampiran A-9) dan halaman I-37, Tabel 13 (lampiran A-10). Dapat

dihitung besarnya beban pendinginan tersebut sebagai berikut :

HG = Floor Area × Temp swing × Storage factor …………….…(3.7)

Pada lampiran A-9 ditentukan bahwa besarnya temperatur swing

sebesar 1 o F, dengan asumsi bahwa kegiatan yang dilakukan di bioskop sama

dengan kegiatan di gereja (church), pada waktu musim kalor (summer) dan

dipilih untuk kegiatan komersial. Sehingga pada lampiran A-10 ditemukan

bahwa storage factor sebesar 1,35 dengan asumsi bahwa gedung ber-tipe

interior zones dengan berat 150 lb/ft2 , dan lamanya pengoperasian 10 jam ≈

12 jam. Maka dapat dihitung besarnya beban pendinginan dengan luas lantai

22526,74 ft2 adalah sebagai berikut:

HG = 22526,74 ft2 × 1 o F × 1,35 Btu/hr. o F.ft2

= 30411,09 Btu/hr

g. Faktor keamanan (safety factor)

Faktor keamanan yang ditambahkan pada sub-total kalor sensibel

ruangan seharusnya betul-betul diperhitungkan secara teliti sama dengan

faktor kemungkinan kesalahan pada pengamatan dan perkiraan. Faktor

keamanan seharusnya berkisar antara 0% - 5 %. Pada perhitungan yang


86

penulis lakukan, safety factor dipilih sebesar 1 % untuk mengurangi beban

kalor yang lebih besar, karena bangunan dipergunakan untuk kegiatan profit.

h. Beban kalor dari ducting udara suplay (supply air)

Beban kalor yang timbul dari ducting udara supply terjadi karena

ducting ditempatkan pada ruangan yang tidak terkondisikan dan ducting tidak

diberi isolator, sehingga menyebabkan kapasitas pendinginan berkurang

(karena menyerap kalor) sebelum mencapai tempat yang dituju.

Pada perancangan yang penulis lakukan, udara supply dari AHU (Air

Handling Unit) disalurkan melalui ducting yang diberi isolator berupa

glasswoll dan kertas alumunium. Sehingga beban kalor akibat hilang di

ducting bisa diabaikan. Supply Heat Gain ducting = 0

i. Beban Kalor Dari Ducting Udara Supply Yang Bocor (Supply Duct

Leakage Loss)

Bocornya supply ducting menyebabkan kehilangan kapasitas

pendinginan yang besar, kecuali apabila kebocoran terjadi pada ruangan yang

dikondisikan. Pengurangan kapasitas pendinginan ini harus ditambahkan pada

beban kalor sensibel dan beban kalor laten.

Pengalaman mengindikasikan bahwa kebocoran pada seluruh saluran

ducting suplay baik untuk sistem yang besar maupun yang kecil rata-rata 10%

dari keseluruhan udara suplay. Dibawah ini petunjuk untuk menilai kebocoran

ducting berdasarkan beberapa kondisi:


87

1. Ducting tanpa isolator yang ditempatkan dalam ruang yang

dikondisikan.

2. Ducting diisolasi dan ditempatkan pada ruang yang dikondisikan, maka

udara yang bocor akan masuk kedalam ruangan.

3. Seluruh ducting tidak berada pada ruangan yang dikondisikan, dan

kebocoran yang terjadi seluruhnya menjadi beban pendinginan.

Karena ducting dirancang dengan menggunakan isolasi dan

ditempatkan pada platfon ruangan yang dikondisikan, maka beban kalor akiba

kebocoran pada saluran supply tidak ada. Suply Duct leakage loss = 0.

j. Beban kalor karena kipas Air Conditioning (Fan)

Motor kipas dan kalor akibat pengkompresian udara dapat menambah

jumlah beban kalor ke sistem dan menyebabkan pendinginan kurang efektif,

hal ini seperti yang diterangkan pada beban kalor akibat motor elektrik. Pada

kasus ini, beban kalor akibat motor kipas harus diperhitungkan menjadi kalor

sensibel.

Persentase beban kalor akibat motor kipas dapat dicari berdasarkan

Handbook of Air Conditioning System halaman I-111, Tabel 59 (lampiran A-

11). Dengan asumsi bahwa kipas motor ditempatkan pada ruangan yang

dikondisikan , dengan konstruksi menggunakan AHU sehingga kipas berada

pada setiap unit AHU (Unitary system). Perbedaan temperatur yang terjadi
88

antara udara dalam dan udara segar yang dimasukan melewati motor kipas

adalah ∆t = 32 o C – 22 o C

= 89,6 o F – 71,6 o F

= 18 o F ≈ 20 o F

Berdasarkan Handbook of Air Conditioning System halaman I-112,

berdasarkan asumsi bahwa ducting dirancang sungguh-sungguh untuk aliran

rendah, total tekanan kipas didapatkan 1,5 inchi of water.

Dengan seluruh keterangan diatas, maka dapat dicari besarnya

persentase kalor sensibel akibat motor kipas dari lampiran A-11 adalah

sebesar 4,6 %.

k. Beban Kalor Akibat Pompa Air Dingin

Sistem water chiller membutuhkan pompa air untuk mendistribusikan

air dingin dari mesin pendingin menuju ke AHU, begitu pula sebaliknya, air

return dari AHU dikembalikan menuju mesin pendingin menggunakan pompa

air.

Pompa air yang digunakan dapat mengurangi kapasitas pendiginannya,

karena selain dari gesekan dengan impeller pompa, pompa yang digerakan

oleh motor listrik dapat menimbulkan kalor. Berdasarkan Handbook of Air

Conditioning System halaman I-113, Tabel 60 (lampiran A-12), maka dapat

dicari besarnya persentase beban kalor akibat pompa. Dengan asumsi bahwa

head pompa sama dengan head pompa rata-rata atau sekitar 70 ft,
89

menggunakan kapasitas pompa yang besar (diatas 100 GPM), dan temperatur

air 15 o F - 20 o F, maka persentase beban kalor akibat pompa adalah 1 %.

l. Beban Kalor Akibat Uap Air Yang Mengalir Melalui Struktur Bangunan

Beban kalor akibat mengalir melalui struktur bangunan dapat

diabaikan untuk kinerja air conditioning yang normal. Kalor laten ini harus

diperhitungkan apabila air conditioning bekerja pada tekanan uap yang tinggi

antara di dalam ruangan dan di luar ruangan.

m. Beban Kalor Karena Udara Luar Ruangan

Beban kalor akibat udara luar baik yang masuk secara tidak terkontrol

maupun yang masuk melalui saluran udara dapat dicari berdasarkan Handbook

of Air Conditioning System halaman I-127, Tabel 62 (lampiran A-13) dan

halaman I-97, Tabel 45 (lampiran A-14).

Udara yang masuk ke ruangan melalui AHU (Air Handling Unit) pasti

akan melewati coil-coil pendingin. Udara yang melewati coil pendingin tidak

seluruhnya menyentuh / bersentuhan dengan coil pendingin, akan tetapi ada

sebagian udara yang tidak melewati coil dan masuk ke ruangan. Perbandingan

antara udara yang menyentuh koil pendigin dengan jumlah udara total disebut

”faktor sentuh” (contact factor,CF,) sedangkan perbandingan antara udara

yang tidak menyentuh koil pendingin dengan jumlah udara total disebut

“faktor simpang” (bypass factor, BF), sehingga CF + BF =1.


90

Terdapat dua macam beban kalor karena udara luar yang masuk

melalui AHU, yaitu beban kalor karena udara luar yang dilewatkan melalui

AHU tidak menyentuh koil, sehingga masih membawa beban kalor (beban

kalor karena BF). Dan yang kedua adalah beban kalor karena udara yang

masuk melalui AHU dan menyentuh koil, tetapi tetap membawa sebagian

beban kalornya (beban kalor karena CF).

Perhitungan beban kalor karena udara luar dihitung karena harus ada

keseimbangan antara biaya awal dan biaya pengoperasian dalam memilih nilai

bypass factor yang tepat untuk penggunaan yang teliti. Lampiran A-13

merupakan anjuran bypass factor untuk berbagai penerapan dan sebagai

penuntun untuk perancang untuk menggunakan bypass factor yang tepat

dalam penghitungan.

Berdasarkan lampiran A-13 dapat dicari bypass factor dengan asumsi

bahwa bangunan memiliki aplikasi untuk kenyamanan (comfort), sehingga

bypass factor dalam perancangan ini sebesar = 0,15.

Berdasarkan lampiran A-14 dapat dicari laju udara dalam gedung

bioskop (theatre) dan diasumsikan tidak ada pengunjung yang merokok. Maka

rata-rata udara masuk yang direkomendasikan adalah sebesar = 7,5

CFM/orang.

Berdasarkan psychrometric chart yang telah dibuat pada lampiran B-1,

maka dengan temperatur udara bola kering di luar ruangan sebesar 89,6 o F dan

temperatur bola basah sebesar 80 o F, sedangkan temperatur bola kering dalam


91

ruangan dikondisikan sebesar 71,6 o F dan RH = 55%. Maka kelembaban

udara luar sebesar 141 gr/lb dan kelembaban udara dalam sebesar 62 gr/lb.

Dapat dituliskan rumus beban kalor dari udara luar karena tidak

menyentuh koil (beban kalor BF), untuk kalor untuk kalor sensibel dan laten

adalah sebagai berikut.

Kalor sensibel:

HG = CFM × ∆t × BF × 1,08 ........……………………(3.8)

Kalor Laten :

HG = CFM × ∆W × BF × 0,68 ........................................(3.9)

Dan rumus beban kalor dari udara luar yang menyentuh koil dan masih

membawa sebagian kalornya (beban kalor CF), untuk kalor untuk kalor

sensibel dan laten adalah sebagai berikut.

Kalor sensibel:

HG = CFM × ∆t × CF × 1,08 ….…………………….(3.10)

Kalor Laten :

HG = CFM × ∆W × CF × 0,68 ……………………….(3.11)

Keterangan :

CFM = jumlah pengunjung x rata-rata udara masuk

= 1268 orang × 7,5 CFM / orang

= 9510 CFM
92

∆t = perbedaan suhu ( o F)

= 18 o F

∆W = perbedaan kelembaban

= 141 gr/lb – 62 gr/lb

= 79 gr/lb

BF = Bypass factor

= 0,15

CF = Contact factor

= 1- 0,15

= 0,85

Maka perhitungannya :

Kalor sensibel BF:

HG = CFM × ∆t × BF × 1,08

= 9510 CFM × 18 o F × 0,15 × 1,08

= 27731,16 Btu/hr

Kalor laten BF:

HG = CFM × ∆W × BF × 1,08

= 9510 CFM × 79 gr/lb × 0,15 × 0,68

= 76631,58 Btu/hr

Kalor sensibel CF:

HG = CFM × ∆t × CF × 1,08
93

= 9510 CFM × 18 o F × 0,85 × 1,08

= 157143,24 Btu/hr

Kalor laten CF:

HG = CFM × ∆W × CF × 1,08

= 9510 CFM × 79 gr/lb × 0,85 × 0,68

= 434245,62 Btu/hr

n. Beban Kalor Karena Ventilasi

Dalam perancangan air conditioning, ventilasi sangat penting untuk

mengurangi bau / hawa yang dihasilkan oleh tubuh manusia, bau rokok, dan

polusi udara lainnya yang dibawa ke dalam ruang yang dikondisikan.

Jumlah ventilasi yang dibutuhkan berbeda-beda terutama karena

jumlah total pengunjung, tinggi plafon, dan banyaknya pengunjung yang

merokok. Pengunjung menghasilkan bau badan / hawa, dan membutuhkan

setidaknya 5 cfm per orang untuk mengurangi bau tersebut. Apabila setiap 50

– 75 ft2 dihuni oleh satu orang, maka plafon minimal harus setinggi 8 ft

(berdsarkan Handbook of Air Conditioning System), dengan jumlah

pengunjung yang bertambah banyak maka jumlah ventilasi harus diperbanyak.

Apabila pengunjung merokok, bau dari rokok harus diminimalkan dengan

minimal 15 – 25 cfm per pengunjung.

Untuk mencari besarnya ventilasi yang dibutuhkan, dapat

menggunakan Handbook of Air Conditioning System halaman I-97, Tabel 45

(lampiran A-14). Dari Tabel dapat ditemukan bahwa CFM per orang sebesar
94

7,5 dan CFM per square feet lantai sebesar 0, dengan asumsi bahwa gedung

Studio 21 adalah theatre dan tidak ada pengunjung yang merokok.

Rumus untuk mencari cfm ventilasi adalah :

CFM pengunjung = Jumlah pengunjung × cfm per person ..............(3.12)

CFM ruangan = luas lantai (ft2) × cfm per ft2 ..........................(3.13)

Maka dapat dihitung :

CFM pengunjung = 1268 orang × 7,5 cfm per person

= 9510 cfm

CFM ruangan = 22526,74 ft2 × 0 cfm per ft2

= 0 cfm

Dari perhitungan yang telah dilakukan, maka dapat ditampilkan pada

Tabel 3.19 sebagai berikut:

Tabel 3.5. Tabel Hasil Perhitungan

SUN GAIN
AREA OR OR
TEMP
ITEM QUANTITY DIFF FACTOR BTU/HR
KALOR SENSIBEL
MATAHARI & TRANSFER KALOR, TEMBOK DAN ATAP

Tembok
Utara A 6027,28 sq ft x 0 °F x 0,29 Btu/hr.ft2°F 0
Tembok
Utara B 2789,76 sq ft x 18 °F x 0,29 Btu/hr.ft2°F 14562,59
Tembok
Timur 8369,3 sq ft x 0 °F x 0,29 Btu/hr.ft2°F 0
Tembok
Selatan 9402,5 sq ft x 0 °F x 0,29 Btu/hr.ft2°F 0
95

Tembok
Barat 8205,7 sq ft x 0 °F x 0,29 Btu/hr.ft2°F 0
Lantai 22526,74 sq ft x 0 °F x 0,17 Btu/hr.ft2°F 0
Atap 22526,74 sq ft x 37 °F x0,345Btu/hr.ft2°F 287553,84

BEBAN KALOR KARENA KALOR DALAM RUANGAN

Pengunjung 1268 orang x 275 Btu/hr 348700


Motor Listrik 6098 Watt x 3,4 Btu/Watt.hr 20733,2
Alat-alat
caffe 1200
Lampu Neon 2232 Watt x 1,25 x 3,4 Btu/Watt.hr 9486
Lampu
Bohlam 16560 Watt x 3,4 Btu/Watt.hr 56304
Alat-alat lain 2700 Watt x 1.25 x 3,4 Btu/Watt.hr 11475
Sub Total 750014,63

Bangunan 22526,74 sq ft x 1 °F 1,35 Btu/hr.°F.sqft 30411,09


Sub Total 780425,72

Faktor
keamanan 1% 7804,2572
JADI KALOR SENSIBEL RUANGAN = 788229,97

Kipas motor 4,60% 36258,579


Udara Luar
(BF) 9510 CFM x 18 °F x 0,15 x 1,08 27731,16
KALOR SENSIBEL EFEKTIF = 852219,71

KALOR LATEN
Pengunjung 1268 orang x 175 Btu/hr 221900
Alat-alat
Caffe 800
Sub Total 222700

Faktor
keamanan 0,01 2227
JADI KALOR LATEN RUANGAN = 224927

Udara Luar
(BF) 9510 CFM x 79 gr/lb x 0,15 x 0,68 76631,58
KALOR LATEN EFEKTIF = 301558,58
TOTAL KALOR EFEKTIF RUANGAN = 1153778,3
96

BEBAN UDARA LUAR


Sensibel (CF) 9510 CFM x18°F x 0,85 x 1,08 157143,24
Laten (CF) 9510 CFM x79gr/lbx0,85 x 0,68 434245,62
Sub Total = 591388,86

Pompa air 0,01 5913,8886


Sub Total = 597302,75
GRAND TOTAL BEBAN KALOR = 1751081

Hour of
operation =
Kondisi Temp BK (°F) Temp BB (°F) % RH Kelembaban
Luar Ruangan
(QA) 89.6 80 141 gr/lg
Dalam ruangan
(RM) 71.6 61.4 55% 62 gr/lg

UDARA LUAR
1268 orang x 7.5 cfm/orang = 9510
Ventilasi 22526.74 sq ft x 0 cfm/sq ft = 0
CFM ventilasi = 9510
CFM Udara luar = 9510

APPARATUS DEWPOINT
ESHF (Kalor sensibel
(Effektive ESHF = 852219.71 effektif)
Sensible Heat 1153778.3 (Total kalor effektif
Factor) ruangan)
= 0.7386339

ADP
(APPARATUS ADP yang dipilih = 48.4 °F
DEWPOINT) darir Tabel 3.20

Untuk mengkoreksi apakah perhitungan yang dilakukan sudah sesuai

dengan diagram psikometri, maka dengan data yang diketahui :

Kondisi Udara Luar perancangan :


97

Temperatur udara kering (BK) = 89,6 o F

Temperatur udara basah (BB) = 80 o F

Kelembaban = 141 gr/lb

Kondisi Udara Dalam perancangan:

Temperatur udara kering (BK) = 71,6 o F

Kelembaban relatif = 55 %

Kelembaban = 62 gr/lb

Maka dari Tabel diatas dapat dihitung komponen kalor dari dalam dan luar

ruangan berdasarkan Tabel pada Handbook of Air Conditioning System halaman I-

123 s/d I-125 sebagai berikut:

¾ Room Sensibel Heat (RSH) = 788229,9733 Btu/hr

¾ Room Laten Heat (RLH) = 224927 Btu/hr

¾ Room Total Heat (RTH)

RTH = RSH + RTH ……………....………..(3.14)

= 788229,9733 + 224927

= 1013156,973 Btu/hr

¾ Room Sensibel Heat Factor (RSHF)

RSH
RSHF = …………………..........(3.15)
RSH + RLH

788229,9733
=
788229,9733 + 224927

= 0,77
98

¾ Outdoor Air Sensibel Heat (OASH) = 157143,24 Btu/hr

¾ Outdoor Air Latent Heat (OALH) = 434245,62 Btu/hr

¾ Outdoor Air Total Heat (OATH)

OATH = OASH + OALH ..………………………(3.16)

=157143,24 Btu/hr + 434245,62 Btu/hr

= 591388,86 Btu/hr

¾ Effektive Room Sensible Heat (ERSH) = 852219,712 Btu/hr

¾ Effektive Room Latent Heat (ERLH) = 301558,58 Btu/hr

¾ Effektive Room Total Heat (ERTH) = 1153778,292 Btu/hr

¾ Total Sensibel Heat (TSH)

TSH = ERSH + OASH ….…….………………(3.17)

= 852219,712 Btu/hr + 157143,24 Btu/hr

= 1009362,952 Btu/hr

¾ Grand Total Heat (GTH) = 1751081,041 Btu/hr

¾ Gain Sensible Heat Factor (GSHF)

TSH
GSHF = …………..……………(3.18)
GTH

1009362,952
=
1751081,041

= 0,576422752

¾ Effektive Sensible Heat Factor (ESHF)

ERSH
ESHF = ……………………….(3.19)
ERTH

852219,712
=
1153778,292
99

= 0,738633859

¾ Bypass Factor (BF) = 0,15 dari lampiran A-13, (berdasarkan perhitungan

sebelumnya, mencari Beban Kalor Karena Udara Luar Ruangan, hal 76-77)

¾ Apparatus Dewpoint Temperature (tadp) = dipilih 48,4 o F, dari lampiran A-15,

(Handbook of Air Conditioning System halaman I-146)

¾ Dehumidified Air Quantity Apparatus (CFMda)

ERSH
CFMda = ..………………………(3.20)
1,08.(trm − tadp ).(1 − BF )

852219,712
=
1,08.(71,6 − 48,4).(1 − 0,15)

= 40014,823 CFM

¾ Entering Dry-Bulb Temperature (tedb)

tedb=

(CFM ventilasi × Tmp udara luar) + ((CFMda - CFM ventilasi) × Temp udara dalam)
CFMda

(9510 × 89,6) + ((40014.823 − 9510) × 71,6)


tedb = …….…………(3.21)
40014.823

=75,87 F

¾ Evaporator Sensible Gain (Qs = 1,08 × CFMda × (To-Ti) …..……(3.22)

= 1,08 × 40014,823 CFM × (89,6–71,6) o F

= 777888,175 Btu/hr

¾ Evaporator Latent Gain (Ql) = 0,68 × CFMda × (Wo-Wi) …..……(3.23)

= 0,68 × 40014,823 CFM × (141-62) gr/lb

= 2149596,336 Btu/hr
100

¾ Evaporator Gain Total (Qt) = Qs + Ql .....…………………….(3.24)

= 609696,1374 Btu/hr + 2149596,336 Btu/hr

= 2927484,512 Btu/hr

¾ Total Beban (TR) = Qt / 12000 TR .....................………….(3.25)

= 2927484,512 Btu/hr / 12000 TR

= 243,957 TR

Sehingga kapasitas pendiginan total yang harus diupayakan adalah sebesar

2927484,512 Btu/hr. Karena dirancang dengan menggunakan 8 buah AHU, maka

total kapasitas pendinginan rata-rata per AHU adalah sebesar 2927484,512 Btu/hr

/ 8 = 365935,564 Btu/hr = 30,49 TR = 107,2 kW

Apabila melihat dari pasaran (lampiran A-16, model AHU pada jenis

VERSA), maka dipilih jenis VAH-400-W-DS10, dengan kapasitas pendinginan

400.000 Btu/hr, dengan dimensi AHU sebagai berikut 1.440 mm × 1.095 mm ×

2.014 mm.
101

BAB IV

PEMILIHAN KOMPONEN UTAMA

Komponen utama yang harus dirancang adalah jenis refrigeran, daya

kompresor, katup ekspansi dan menara pendingin. Akan tetapi sebelum

merancang masing-masing komponen utama di atas, dijelaskan terlebih dahulu

siklus refrigerasi dan diagram mollier dari mesin refrigerasi yang dirancang.

IV.1. Siklus Refrigerasi

Siklus refrigerasi yang banyak digunakan dalam mesin pendingin adalah

siklus refrigerasi kompresi uap dan siklus refrigerasi absorpsi. Pada perancangan

ini penulis memilih menggunakan siklus refrigerasi kompresi uap karena penulis

merancang sistem pendiginan udara dengan water chiller.

Pada sistem kompresi uap terdapat empat perlakuan terhadap fluida

refrigeran atau biasa disebut siklus refrigerasi, yaitu penguapan, kompresi,

pengembunan (kondensasi), dan ekspansi. Berikut penjelasan dari masing-masing

siklus.

1. Penguapan

Evaporator (penguap) yang digunakan berbentuk pipa bersirip

pelat. Tekanan cair refrigferan yang diturunkan pada katup ekspansi

didistribusikan secara merata ke dalam pipa evaporator oleh distributor

refrigeran. Dalam hal tersebut refrigeran akan menguap dan menyerap


102

kalor dari udara ruangan yang dialirkan melalui permukaan luar dari pipa

evaporator. Apabila udara yang didinginkan berada dibawah titik embun

maka air yang ada dalam udara akan mengembun pada permukaan

evaporator, kemudian ditampung dan dialirkan keluar. Jadi, cairan

refrigeran diuapkan secara berangsur-angsur karena menerima kalor

sebanyak kalor laten penguapan selama mengalir di dalam setiap pipa dari

koil evaporator. Selama proses penguapan itu didalam pipa akan terdapat

campuran refrigeran pada fase cair dan fase gas. Dalam keadaan tersebut,

tekanan penguapan dan temperatur penguapan dari refrigeran konstan.

Oleh karena itu temperaturnya dapat dicari dengan mengukur tekanan

refrigeran di dalam evaporator. Uap refrigeran (uap jenuh kering) yang

terjadi karena penguapan sempurna di dalam pipa, dikumpulkan pada

sebuah penampung (header), selanjutnya uap tersebut dihisap oleh

kompresor.

Panas lanjut atau superheated biasa terjadi pada siklus ini, hal ini

terjadi disebabkan oleh kalor yang timbul pada motor listrik penggerak

kompresor, refrigeran akan menyerap kalor yang dihasilkan dari

kompresor. Superheated diperlukan dalam penguapan karena dapat

membuat refrigeran yang masuk ke dalam kompresor benar-benar dalam

bentuk uap sehingga volume jenis uap refrigeran bertambah besar dan

tekanan menjadi semakin besar; selain itu juga untuk menaikan entalphi

dan refrigeran efek (RE). Biasanya superheated diambil sebesar 10oC


103

2. Kompresi

Kompresor menghisap uap refrigeran dari ruang penampung uap.

Di dalam penampung uap, tekanannya diusahakan supaya tetap rendah, hal

ini dilakukan agar refrigeran selalu berada dalam keadaan uap dan

bertemperatur rendah. Di dalam kompresor tekanan refrigeran dinaikan

sehingga memudahkan pencairannya kembali. Energi yang diperlukan

untuk kompresi diberikan oleh motor listrik yang menggerakan

kompresor. Jadi pada proses kompresi energi diberikan kepada uap

refrigeran.

Pada waktu uap refrigeran dihisap masuk ke dalam kompresor,

temperatur masih rendah, tetapi selama proses kompresi berlangsung

temperatur uap refrigeran beranjak naik.

Jumlah refrigeran yang bersirkulasi dalam siklus refrigerasi

tergantung pada jumlah uap yang dihisap masuk ke dalam kompresor.

3. Pengembunan

Uap refrigeran yang bertekanan dan bertemperatur tinggi pada

akhir kompresi dapat dengan mudah dicairkan dengan mendinginkannya

dengan air pendingin (atau dengan udara pendingin pada sistem dengan

pendinginan udara) yang ada pada temperatur normal. Dengan kata lain

uap refrigferan menyerahkan panasnya (kalor laten pengembunan) kepada

air pendingin (atau udara pendingin) di dalam kondensor, sehingga

mengembun dan menjadi cair. Jadi, karena air (udara) pendingin menyerap
104

panas dari refrigeran, maka air (udara) pendingin akan menjadi panas pada

waktu keluar dari kondensor.

Selama refrigeran mengalami perubahan fase dari uap ke cair,

dimana terdapat campuran refrigeran dalam fasa uap dan cair, tekanan

pengembunan dan temperatur pengembunan refrigeran akan tetap

(konstan). Oleh karena itu temperatur refrigeran dapat dicari dengan

mengukur tekanannya dengan menggunakan diagram psychometric tiap-

tiap refrigeran.

Kalor yang dikeluarkan di dalam kondensor adalah jumlah kalor

yang diperoleh dari udara yang mengalir melalui evaporator (kapasitas

pendinginan), dan kerja (energi) yang diberikan oleh kompresor kepada

fluida kerja. Dalam hal penyegaran udara, jumlah kalor yang dikeluarkan

di kondensor kira-kira 1,2 kali kapasitas pendinginannya.

Uap refrigeran menjadi cair sempurna di dalam kondensor,

kemudian dialirkan ke dalam pipa evaporator melalui katup ekspansi.

Dalam hal ini temperatur refrigeran cair biasanya 2-3°C lebih rendah dari

pada temperatur refrigeran cair jenuh pada tekanan kondensasinya.

Temperatur tersebut menyatakan besarnya derajat pendiginan lanjut

(degree of subcooling). Subcooling biasanya dilakukan dengan cara

menambah panjang pipa kondensor sehingga terjadi subcooled. Subcooled

dilakukan untuk menaikan refrigeran efek (RE) dan biasanya diambil

sebesar 5°C.
105

4. Ekspansi

Untuk menurunkan tekanan dari refrigeran cair (tekanan tinggi)

yang dicairkan di dalam kondensor, agar mudah menguap, maka

dipergunakan alat yang dinamakan katup ekspansi atau pipa kapilar.

Setiap alat tersebut dirancang untuk satu penurunan tekanan

tertentu. Katup ekspansi yang biasa dugunakan adalah katup ekspansi

termostatik yang dapat mengatur laju aliran refrigeran, yaitu agar derajat

super panas uap refrigeran di dalam evaporator dapat diusahakan konstan.

Dalam penyegar udara yang kecil, dipergunakan pipa kapilar sebagai

pengganti katup ekspansi. Diameter dalam dan panjang dari pipa kapilar

tersebut ditentukan berdasarkan besarnya perbedaan tekanan yang

diinginkan, antara bagian yang bertekanan tinggi dan bagian bertekanan

rendah, dan jumlah refrigeran yang bersirkulasi.

Cairan refrigeran mengalir ke dalam evaporator, tekanannya turun

dan menerima kalor penguapan dari udara, sehingga menguap secara

berangsur-angsur. Selanjutnya proses siklus tersebut di atas terjadi

berulang-ulang.

IV.2. Diagram Mollier

Karakteristik refrigeran dapat dilihat dari diagram mollier. Dalam diagram

mollier proses siklus refrigerasi yang menyangkut keempat proses diatas

(penguapan, kompresi, pengembunan, dan ekspansi) dapat digambarkan sehingga


106

mempermudah perhitungan, perancangan, ataupun pemeriksaan terhadap kondisi

operasinya.

Diagram mollier menunjukan karakteristik dari gas refrigeran, sehingga

dapat menyatakan hubungan antara tekanan (P) pada ordinat dan entalpi (i) pada

absis dari siklus refrigerasi. Diagram tersebut juga dinamai diagram tekanan-

entalpi atau diagram P-i.

Siklus refrigerasi tidak selalu konstan karena dapat berubah sesuai dengan

perubahan yang terjadi pada temperatur air pendingin (atau udara pendingin),

tetapi juga karena adanya perubahan dari beban kalor dan temperatur dari benda

yang akan didinginkan. Namun demikian, dalam hal ini akan dilukiskan siklus

refrigerasi sesuai dengan kondisi rancangannya.

Dalam pembuatan diagram mollier, ada beberapa komponen yang harus

diketahui untuk menggambar siklus refrigerasi, antara lain jenis refrigeran,

temperatur evaporasi, temperatur kondensasi, derajat super panas dari uap

refrigeran yang diserap di dalam evaporator, temperatur refrigeran cair sebelum

masuk katup ekspansi. Akan tetapi karena sistem pengkondisian udara yang

penulis rancang adalah water chiller, maka untuk mencari ke-4 komponen di atas

harus dicari berdasarkan beberapa komponen, antara lain temperatur pada koil

AHU, rugi temperatur karena rugi-rugi pada pipa dan temperatur air pendingin

kondensor. Pada perhitungan pada bab 3 dengan diagram psychometric didapat

bahwa suhu pada AHU adalah sebesar 46,5°F, maka dengan diketahuinya

temperatur pada AHU tersebut, penulis mengasumsikan bahwa temperatur air

setelah keluar dari evaporator adalah sebesar 44,6°F hal ini kerena akan terdapat
107

rugi-rugi pada pipa penghantar. Sedangkan temperatur air pendingin sebelum

masuk evaporator penulis asumsikan sebesar 51,8°F karena menyerap kalor dari

ruangan, sehingga temperatur di evaporator penulis asumsikan sebesar 41°F.

Temperatur di kondensor dipilih sebesar 96,8°F, dan untuk temperatur air

yang akan mendiginkan kondensor pada menara pendingin di pilih sebesar 80,6°F,

maka temperatur air pendingin yang masuk menuju kondensor dipilih sebesar

85°F dan temperatur air pendingin yang keluar dari kondensor dipilih sebesar

92,5°F.

Menara Pendingin =
27°C = 80,6°F

29,4°C = 85°F 33,6°C = 92.5°F

Kondensor
36°C = 96,8°F
Kompresor

Katup
Ekspansi
Evaporator
5°C = 41°F

11°C = 51,8°F 7 °C = 44,6°F


AHU = 8,05°C = 46,5°F

Gambar 4.1. Hubungan antara AHU – Mesin Pendingin – Menara pendingin.

(Berdasarkan studi lapangan di Plaza Ambarrukmo Yogyakarta.)

Gambar 4.1 akan menyederhanakan untuk mencari temperatur pada saat

pengembunan dan penguapan.


108

Untuk pemilihan komponen-komponen utama pada mesin refrigerasi, akan

dipilih berdasarkan jenis refrigeran yang digunakan. Maka dibawah ini akan

dijelaskan diagram mollier untuk pemilihan komponen utama berdasarkan tiga

jenis refrigeran yang berbeda, antara lain R-22, HFC-134a, dan refrigeran CO2.

Dasar pemilihan ketiga jenis refrigeran ini adalah karena Refrigeran 22

adalah refrigeran yang pada beberapa tahun kebelakang merupakan refrigeran

yang banyak digunakan di pasaran, akan tetapi karena beberapa dampak negatif

yang ditimbulkan maka pada saat ini refrigeran 22 mulai banyak ditinggalkan dan

beralih pada refrigeran HFC-134a (sedang banyak digunakan). Mengikuti

perkembangan ilmu dan penelitian, maka banyak perusahaan AC menggunakan

refrigeran lain yang memiliki lebih banyak keunggulan dibandingkan HFC-134a,

refrigeran itu adalah refrigeran jenis CO2 (refrigeran yang akan banyak

digunakan).

IV.2.1. Diagram Mollier untuk R-22

Refrigeran 22 adalah jenis refrigeran yang memiliki beberapa keunggulan,

antara lain tidak berwarna, tidak berbau, tidak menyebabkan korosi, memiliki laju

alir volume yang lebih rendah dari R-12 per unit kapasitasnya, tidak mudah

terbakar dan tidak mudah meledak. Selain beberapa keunggulan, refrigeran 22

memiliki beberapa kekurangan antara lain apabila refrigeran R-22 ini mengalami

kebocoran dari sistem pendingin dan bereaksi dengan udara (O2) maka akan

mengakibatkan pengikisan lapisan ozon (O3) yang berakibat buruk pada lapisan

pelindung bumi (atmosfer). Pengikisan ozon terjadi karena kandungan klor (Cl)
109

dalam refrigeran 22, kalor jika lepas ke ke udara akan mengikat oksigen dan dan

membentuk senyawa yang merusak ozon, selain itu refrigeran ini beracun apabila

terhisap oleh manusia.

Berdasarkan data bahwa :

- Temperatur Pengembunan = 36 °C = 96,8 °F

- Temperatur Penguapan = 5 °C = 41°F

- Besar Subcooled = 9 °F

- Besar Superheated = 18 °F

Dapat digambarkan siklus refrigerasi pada diagram tekanan (P) vs entalphi (h)

pada Gambar 4.2 :

Dari grafik yang telah dibuat maka didapat :

¾ Titik 1 : h1' = 35 Btu/lbm

P1 = 85 psia

¾ Titik 2 : h2' = 112,5 Btu/lbm

P2 = 85 psia

¾ Titik 3 : h3' = 124 Btu/lbm

P3 = 205 psia

¾ Titik 4 : h4' = 35 Btu/lbm

P4 = 205 psia

Dari data-data diatas maka dapat dihitung :

a) Refrigeran Effect (RE)

RE = h2' – h4' ................................................................(4.1)

Keterangan :
110

RE = Refrgerant Effect (Btu/lb)

h2' = Nilai entalpi di titik 2 superheated (Btu/lb)

h4' = Nilai entalpi di titik 4 subcooling (Btu/lb)

maka :

RE = 112,5 Btu/lbm - 35 Btu/lbm

= 77,5 Btu/lbm

b) Massa Aliran Refrigeran ( m& )

Dari perhitungan bab III ditemukan bahwa Qt = Qin = 2927484,512 Btu/hr

=48791,4085 Btu/mnt

Qin
m& = ................................................................(4.2)
RE

Keterangan :

m& = Laju aliran massa refrigeran (lb/menit)

Qin = Besar beban pendinginan (Btu/menit)

RE = Refrigeran Effect (Btu/lb)

maka :

48791,4085 btu/mnt
m& =
77,5 btu/lbm

= 629,566 lbm/mnt

c) Daya Kompresor

Daya = m& × (h3' – h2') ................................................................(4.3)

= 629,566 lbm/mnt × ( 124 Btu/lbm – 112,5 Btu/lbm)

= 7240,015 Btu/mnt

= 127,308 kW
111

d) Panas Yang Dilepas Kondensor (Qout)

Qout = m& × (h4' – h3') ................................................................(4.4)

= 629,566 lbm/mnt × (35 Btu/lbm - 124 Btu/lbm)

= -56031,423 Btu/mnt (melepas kalor)

e) Coefficient of Performance (COP)

(h2 '−h4 ' )


COP = ................................................................(4.5)
(h3 '− h2 ' )

(112,5 Btu/lbm - 35 Btu/lbm)


=
(124 Btu/lbm - 112,5 Btu/lbm)

= 6,7
112

Gambar 4.2 Diagram Mollier Untuk R-22.


113

IV.2.2. Diagram Mollier untuk HFC-134a

Refrigeran 134a adalah jenis refrigeran yang memiliki beberapa

keunggulan yang tidak dimiliki refrigeran 22, antara lain bahwa refrigeran ini

tidak merusak lapisan ozon apabila mengalami kebocoran dan jika refigeran

bersatu dengan udara, HFC-134a memiliki suhu kritis yang cukup jauh dengan

suhu kerja dari kondensor sehingga uap refrigeran mudah diembunkan,

mempunyai tekanan evaporator dan kondensor positif (lebih dari tekanan

atmosfer) sehingga akan mencegah terjadinya udara luar masuk dan dapat

memudahkan mencari sumber kebocoran, selain itu HFC-134a juga memiliki titik

beku yang jauh dibawah suhu kerja evaporator sehingga mencegah terjadinya

sumbatan di evaporator karena pembekuan refrigeran.

Berdasarkan data bahwa :

- Temperatur Pengembunan = 36°C = 96,8°F

- Temperatur Penguapan = 5°C = 41°F

- Besar Subcooled = 9 °F

- Besar Superheated = 18°F

Dapat digambarkan siklus refrigerasi pada diagram tekanan (P) vs entalphi (h)

pada Gambar 4.3 :

Dari grafik yang telah dibuat maka didapat :

¾ Titik 1 : h1' = 40 Btu/lbm

P1 = 55 psia

¾ Titik 2 : h2' = 112,5 Btu/lbm

P2 = 55 psia
114

¾ Titik 3 : h3' = 122,5 Btu/lbm

P3 = 150 psia

¾ Titik 4 : h4' = 40 Btu/lbm

P4 = 150 psia

Dari data-data diatas maka dapat dihitung :

a) Refrigeran Effect (RE)

RE = h2' – h4'

= 112,5 Btu/lbm - 40 Btu/lbm

= 72,5 Btu/lbm

b) Massa Aliran Refrigeran ( m& )

Dari perhitungan bab 3 ditemukan bahwa Qt = Qin = 2927484,512 Btu/hr

=48791,4085 Btu/mnt

Qin
m& =
RE

48791,40853 btu/mnt
=
72,5 btu/lbm

= 672,984 lbm/mnt

= 5,086 kg/s

c) Daya Kompresor ( P )

P = m& × (h3' – h2')

= 672,984 lbm/mnt × ( 122,5 Btu/lbm – 112,5 Btu/lbm)

= 6729,849 Btu/mnt

=118,31 kW
115

d) Panas Yang Dilepas Kondensor (Qout)

Qout = m& × (h4' – h3')

= 672,984 lbm/mnt × (40 Btu/lbm – 122,5 Btu/lbm)

= -55521,257 Btu/mnt (melepas kalor)

e) Coefficient of Performance (COP)

(h2 '−h4 ' )


COP =
(h3 '− h2 ' )

(112,5 btu/lbm - 40 btu/lbm)


=
(122,5 btu/lbm - 112,5 btu/lbm)

= 7,25
116

Gambar 4.3. Diagram Mollier untuk Refrigeran HFC-14a


117

IV.2.3. Diagram Mollier untuk Karbon dioksida (CO2) R-744

Gas ini tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun apabila bocor dan

mengenai makanan, lebih berat dari udara, titik didihnya mencapai – 109,3°F,

berat jenis cairan 1,56. Karbon dioksida hanya dapat beroperasi pada tekanan

tinggi, ini menyebabkan daya per ton pendinginan besar, pemakaian refrigeran ini

sangat terbatas, mengingat kondisi padat dan cair suhunya sangat berdekatan,

sehingga karbon dioksida dapat dipadatkan dan diproses menjadi dry ice.

Berdasarkan data bahwa :

- Temperatur Pengembunan = 36°C = 96,8 °F

- Temperatur Penguapan = 5°C = 41 °F

- Besar Subcooled = 9 °F

- Besar Superheated = 18 °F

Dapat digambarkan siklus refrigerasi pada diagram tekanan (P) vs entalphi (h)

pada Gambar 4.4 :

Dari grafik yang telah dibuat maka didapat :

¾ Titik 1 : h1' = 95 Btu/lbm

P1 = 435,12 psia

¾ Titik 2 : h2' = 147 Btu/lbm

P2 = 435,12 psia

¾ Titik 3 : h3' = 175 Btu/lbm

P3 = 1450,4 psia

¾ Titik 4 : h4' = 95 Btu/lbm

P4 = 1450,4 psia
118

Dari data-data diatas maka dapat dihitung :

a) Refrigeran Effect (RE)

RE = h2' – h4'

= 147 Btu/lbm – 95 Btu/lbm

= 52 Btu/lbm

b) Massa Aliran Refrigeran (m)

Dari perhitungan bab III ditemukan bahwa Qt = Qin = 2927484,512 Btu/hr

=48791,4085 Btu/mnt

Qin
m& =
RE

48791,40853 btu/mnt
=
52 btu/lbm

= 938,2963 lbm/mnt

c) Daya Kompresor

Daya = m& × (h3' – h2')

= 938,2963 lbm/mnt × ( 175 Btu/lbm – 147 Btu/lbm)

= 26272,2969 Btu/mnt

= 461,88 kW

d) Panas Yang Dilepas Kondensor (Qout)

Qout = m& × (h4' – h3')

= 938,2963 lbm/mnt × (95 Btu/lbm – 175 Btu/lbm)

= -75063,704 Btu/mnt (melepas kalor)


119

e) Coefficient of Performance (COP)

(h2 '−h4 ' )


COP =
(h3 '− h2 ' )

(147 btu/lbm - 95 btu/lbm)


=
(175 btu/lbm - 147 btu/lbm)

= 1,857
120

Gambar 4.4. Diagram Mollier untuk refrigeran CO2 (R-744)


121

IV.3. Pemilihan Komponen Utama

IV.3.1. Refrigeran

Berdasarkan perhitungan dan pembuatan diagram mollier di atas, maka

dapat dipilih suatu refrigeran yang memiliki angka COP yang baik, karena dengan

COP yang baik maka kinerja dari keseluruhan mesin refrigerasi dapat optimal.

Dengan COP yang tinggi maka effisiensi kerja kompresor lebih optimal, dan

energi yang dihasilkan hampir seluruhnya digunakan untuk kerja sistem.

Dengan hasil COP bahwa refrigeran R-22 memiliki angka COP sebesar

6,7 , refrigeran HFC-134a meiliki angka COP sebesar 7,25 dan refrigeran CO2,

memiliki angka COP sebesar 1,857 maka penggunaan refrigeran yang baik adalah

dengan menggunakan refrigeran HFC-134a.

Selain angka COP yang besar, pemilihan refigeran HFC-134a adalah

karena refrigeran ini tidak terlalu berbahaya terhadap perusakan ozon, dan tidak

terlalu beracun apabila terhisap oleh manusia.

IV.3.2. Kompresor

Kompresor adalah sumber utama dari suatu sistem mesin pengkondisian

udara dan berfungsi untuk mengalirkan gas refrigeran melalui pipa refrigeran dan

mengoperasikan uap refrigeran yang bertekanan dan bertemperatur tinggi,

sehingga dengan pendinginan udara atau air, refrigeran akan berubah bentuk dari

gas menjadi cairan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan kompresor adalah :


122

a. Kapasitas kompresor, yaitu kemampuan kompresor untuk memenuhi

jumlah gas yang akan disirkulasikan dalam siklus kompresi uap.

b. Proses kompresi, dalam hal ini digunakan kompresi adiabatik yaitu

proses kompresi tanpa adanya perpindahan panas dari gas refrigeran ke

lingkungan sekitar dengan cara mengisolasi dinding silinder.

c. Temperatur gas keluar, proses kompresor akan mengakibatkan

kenaikan tekanan dan temperatur.

d. Karakteristik kompresor.

Berdasarkan kapasitas pendinginan sebesar 243,957 TR, maka kompresor

yang cocok untuk dipilih dan digunakan dalam mesin pengkondisian udara adalah

kompresor sentrifugal. Kompresor ini mengkompresikan uap refrigeran dengan

gaya sentrifugal. impeler berputar menyebabkan uap terhisap masuk ke dalam

lubang dekat poros penggerak dan mengeluarkannya pada kecepatan tinggi yang

diikuti pada perubahan tekanannya. kompresor ini dapat menangani jumlah

volume uap refrigeran yang besar pada tingkat effisiensi yang tinggi.

Perancangan Kompresor

• Kecepatan keliling impeler (Vt ):

P
Vt = ................................................................(4.6)
m&

dengan :

P = Daya kompresor, diketahui dari perhitungan sebelumnya dengan

refrigeran HFC-134a

= 118,31 kW = 118,31 × 103 Watt


123

m& = 672,984 lbm/mn

= 5,086 kg/s

maka :

118,31 × 103
Vt =
5,086

= 152,51 m/s

• Head /tinggi tekan (H) :

P = m& ×g ×H

P
H = ................................................................(4.7)
m& × g

dengan :

P = 118,31 kW

= 118,31 × 103 Watt

maka :

118,31 × 103
H =
5,086 × 9,81

= 2371,243 m

• Kecepatan Isap (Cs) :

Cs = ε × 2 gH ................................................................(4.8)

dengan :

ε = faktor pengisapan (0,25), (sumber : F.Dietzel hal 368)

maka :

Cs = 0,25 × 2 × 9,81 × 2371,243


124

= 53,92 m/s

• Volume pengisapan (Vs) :

m&
Vs = ................................................................(4.9)
ρ

dengan :

ρ = densitas vapor refrigeran saat temperatur di evaporator (5°C)

= 17,104 kg/m3, berdasarkan lampiran A-17.

maka :

5,086
Vs =
17,104

= 0,297 m3/s

• Diameter luar impeler (Do) :

Vt × 60
Do = ..............................................................(4.10)
π ×n

dengan :

n = putaran motor, direncanakan 5400 rpm

maka :

152,51 × 60
Do =
π × 5400

= 0,5394 m

sehingga :

Diameter luar impeler (Do) dipilih = 0,5394 m

Diameter dalam impeler (Di) dipilih = 0,300 m

Diameter hub (Dn) dipilih = 0,100 m


125

• Luas penampang hisap (As) :

Vs
As = ..............................................................(4.11)
Cs

0,297
=
53,92

= 0,0055 m2

• Diameter mulut hisap (Ds) :

4 × As
Ds = + Dn 2 ..............................................................(4.12)
π

4 × 0,0055
= + 0,12
π

= 0,130 m

• Jarak pembagian sudu (t) :

Di × π
t = ..............................................................(4.13)
z

dengan :

z = jumlah sudu, dipilih 8 buah

maka :

0,3 × π
t =
8

= 0,117 m

Adapun untuk menghindari kerusakan kompresor karena adanya gesekan

bagian-bagian yang berputar dan bergerak serta panas yang berlebihan yang

ditimbulkan karena gesekan bagian tersebut, maka dibutuhkannya pelumasan


126

yang baik untuk menjaga umur kompresor menjadi lebih lama. Persyaratan

minyak pelumas yang baik untuk kompresor adalah sebagai berikut:

a) Mempunyai titik beku yang baik

b) Mempunyai titik didih yang tinggi sehingga mempunyai stabilitas thermal

yang baik

c) Mempunyai kekentalan yang cukup baik

d) Dapat dipisahkan dengan mudah dari refrigeran tanpa reaksi kimia

e) Tidak mudah membentuk emulsi

f) Tidak bersifat oksidator dan bersifat isolator listrik yang baik

g) Tidak bersifat sebagai oksidator dan bersifat isolator yang baik

h) Kemurnian tinggi

IV.3.3.Evaporator

Evaporator sebagai unit pendingin yang memegang peranan penting

sebagai alat penukar kalor meiliki sifat-sifat yang tertentu. Peristiwa dingin dan

panas yang merupakan akibat dari terlewatkannya udara di sekitar koil pendingin

yang berupa pipa bersirip yang mengalirkan refrigeran dalam kondisi campuran

uap jenuh dan cair jenuh. Dalam kondisi terlewatkannya udara melalui koil

pendingin ini maka kondisi refrigeran dari fasa cair jenuh berubah menjadi fasa

gas sebagai peristiwa penguapan atau evaporasi. Jadi terjadi dua peristiwa, yang

terjadi pada sisi air terjadi proses pendinginan dan pada sisi refrigeran terjadi

proses penguapan karena temperatur yang diakibatkan air yang terlewatkan.


127

Evaporator atau cooling load adalah suatu peralatan penyerap panas dari

ruangan yang akan dikondisikan, setelah diserap udara panas tersebut akan

dilewatkan pada koil pendingin yang kemudian akan menjadi udara yang telah

dikondisikan.

Dalam perancangan evaporator hal-hal yang perlu diperhatikan adalah

penurunan tekanan pada pipa evaporator dan panjang pipa yang dibutuhkan

karena pengaruh gas refrigeran dalam pipa. Bahan pipa yang digunakan adalah

pipa tembaga dengan pertimbangan :

- tahan terhadap korosi

- konduktivitas thermalnya tinggi

- mudah dibentuk dan dikerjakan, tetapi harganya cukup mahal

dibandingkan dengan logam lainnya

Gambar 4.5. Evaporator dengan arah aliran berlawanan 1-1 pass.

(Sumber : Alat penukar kalor, M. Sitompul)

Keterangan:

T1 = Suhu refrigeran masuk evaporator

T2 = Suhu refrigeran keluar evaporator


128

t1 = Suhu air masuk evaporator

t2 = Suhu air keluar evaporator

A = Sekat (baffle)

B = Pipa (tubes)

C = Tie-rods

D & D’= Pelat pipa (tube sheets)

E = Pemisah pipa (spacer)

Adapun susunan dari pipa-pipa (tubes) adalah sebagai aberikut:

Gambar 4.6. Susunan pipa


(Sumber : Perpindahan Kalor, JP Holman hal 276)

(a) : Tabung baris segaris


(b) : Tabung baris selang-seling

Dalam Gambar 4.5 tersebut ada 1-1 pass, maksudnya aliran di dalam

tabung (shell) 1 pass dan aliran pada pipa (tube) 1 pass. Sedangkan yang

dimaksud pass-shell adalah lintasan yang dilakukan oleh fluida sejak masuk

melalui saluran masuk (inlet nozzle), melewati bagian dalam shell dan

mengelilingi tube, keluar melalui saluran buang (outlet nozzle). Bila lintasan itu

dilakukan 1 kali, maka disebut pass shell.


129

IV.3.3.1.Perhitungan Perancangan Evaporator

Data-data perancangan evaporator adalah sebagai berikut:

- Tekanan evaporator (Pe) = 55 Psia

- Beban pendinginan (TR) =243,957 TR = 857,94 kW

- Temperatur refrigeran di evaporator (Tr) = 5 oC = 41 oF

- Temperatur air masuk evaporator (Tme) = 11oC = 51,8 oF

- Temperatur air keluar evaporator (Tke) = 7 oC = 44,6 oF

- Efek refrigerasi = 72,5 BTU/lb

- Bahan tabung = baja tahan karat

- Bahan pipa = tembaga (JIS H366)

- Konduktivitas panas bahan pipa (kt) = 386 W/m.oC

- Diameter dalam tabung (Ds) = 0,838 m

- Diameter pipa (do) = 25,4 mm

- Diameter dalam pipa (di) = 22 mm

- Tebal pipa (Tp) = 3,4 mm

- Jumlah baris pipa (Np) = 10 buah

- Jumlah pipa dalam baris tegak (Ns) = 30 buah

- Jumlah total pipa (Ntp) = 300 buah

- Jarak antar pipa (Sap) = 25,9 mm

Karakteristik HFC-134a pada suhu 5 oC = 41 oF (Lihat Lampiran A-17):

- densitas uap refrigeran ( ρ r ) = 17,104 kg/m3

- densitas cair refrigeran ( ρcr ) = 1277,0 kg/m3


130

- Viskositas refrigeran ( μ r ) = 0,0002019 Pa.detik

- Konduktivitas thermal refrigeran (kr) = 0,076 W/moC

- Kalor spesifik refrigeran (Cp)=1,383 kJ/kg

- Angka prandtl (Pr)=3,2

- Entalpi gas dikurangi entalpi cair (hfg) = 201,244 J/kg

Karakteristik air pada suhu 11oC = 51,8 oF (Lihat lampiran A-18):

- densitas air ( ρ a ) = 999,318 kg/m3

- viskositas kinematik air ( μ a ) = 1,275 × 10−3 kg/ms

- konduktivitas thermal air (ka) = 0,586 W/m.oC

- kalor spesifik air (Cp) = 4,193 kJ/kg.oC

- angka prandtl (Pr) = 9,26

Karakteristik dari sifat udara secara keseluruhan:

1) Laju aliran massa air ( m& )

Qe
m& = ..............................................................(4.14)
Cp × ΔT

857,94
=
4,192 × (51,8 − 44,6)

= 28,425 kg/s

2) Laju aliran massa volume air (Qa)



m
Qa = ..............................................................(4.15)
ρa
131

28,425
=
999,318

= 0,028 m3/s

3) Reynold numbers (Re)

Kecepatan air v a dalam sistem berkisar antara 1-3 m/s, kecepatan yang

dipakai 2 m/detik.

di
Re = ρ a v a ..............................................................(4.16)
μa

0,022
= 999,318 × 2 ×
1,275 × 10− 3

= 34486,26

Berdasarkan Re = 34486,26, merupakan aliran laminer (Re<4000)

4) Angka Nuselt (Nu)

Untuk evaporasi: Nu = 0,023 × Re 0,8 × Pr 0,3

Untuk kondensasi: Nu = 0,023 × Re 0,8 × Pr 0, 4

Untuk evaporasi: Nu = 0,023 × 34486,260,8 × 9,260,3

Nu= 191,34

5) Koefisien perpindahan panas air dari pipa (ha)

Nu × ka
ha = ………………………………………(4.17)
do

191,34 × 0,586
=
0,0254

= 4414,60 W/m2.oC
132

Karaktersitik dari sifat refrigeran

1) Laju aliran massa refrigeran ( m& r )

Qref
m& r =
Cp × ΔT

857,94
=
1,383 × (22 − 5)

= 36,49 kg/detik

2) Laju aliran massa volume refrigeran (Qr)

m& r
Qr =
ρc r

36,49
=
1277,00

= 0,0285 m3/detik ≈ 0,03 m3/detik

3) Kecepatan refrigeran melalui pipa evaporator (Vr)

Qr
Vr = ..............................................................(4.18)
ntp π
× × di
2

np 4

0,03
=
π
30 × × (0,022) 2
4

= 2,63 m/detik

4) Reynold numbers (Re)

di
Re = ρ c r × Vr × ..............................................................(4.19)
μr

0,022
= 1277× 2,63 ×
0,0002019
133

= 365959,48

Menurut Mc Adam, jika angka Reynold berkisar antara 3000 < Re <

3000000 maka aliran tersebut adalah turbulen

5) Angka Nusselt (Nu)

Untuk evaporasi : Nu = 0,023 × Re 0,8 × Pr 0,3

Nu = 0,023× (365959,480,8)× (3,20,3)

= 920,49

6) Koefisien perpindahan panas refrigeran dari pipa (hr)

N u × kr
hr =
di

920,49 × 0,076
=
0,022

= 3179,87 W/m2.oC

7) Jumlah rata-rata pipa dalam baris tegak (Npe)

Ns
Npe = ..............................................................(4.20)
Np

30
=
10

=3

• Selisih temperatur (Δt)

ΔTk = Tr – To

= 7°C – 5°C

= 2°C
134

8) Koefisien pengembunan di luar pipa

1/ 4
⎡ ρ 2 × kr 3 × g × h fg ⎤
hrp = 0,725× ⎢ c r ⎥ ……………….....…….(4.21)
⎣⎢ μ r × N × d o × ΔTk ⎦⎥

1/ 4
⎡ (1277) 2 × (0,076)3 × 9,81 × 201,244 ⎤
= 0,725× ⎢ ⎥
⎣ 0,0002019 × 3 × 0,0254 × 2 ⎦

= 335,63 W/m2.°C

9) Tahanan logam pipa tembaga

x × Aa
hp = ..............................................................(4.22)
k × Am

(0,0254 − 0,022) / 2 25,4


= ×
386 (25,4 + 22) / 2

= 4,72× 10-6 W/m2.oC

⎛ 1 ⎞
• Faktor pengotoran ⎜⎜ = 0,000176 ⎟⎟ m2.K/W
⎝ hff ⎠

(sumber : Perpindahan Kalor,J.P. Holman, hal 486)

10) Koefisien perpindahan panas menyeluruh

1 1 do do
= + hp + + ......................................(4.23)
U o hrp d i × h ff hr × d i

1 1 ⎛ 0,0254 ⎞ 0,0254
= + 0,00000472 + ⎜ × 0,000176 ⎟ +
U o 335,63 ⎝ 0,022 ⎠ 3179,87 × 0,022

1
= 0,003550
Uo

Uo = 281,69 W/m2.oC
135

11) Luas total permukaan luar pipa evaporator (Akt)

Qe = Uo × Akt × ∆T

(sumber J.P Holman hal 481)

Qe
Akt = ..............................................................(4.24)
U o × ΔT

857940
=
281,69 × (11 − 5)

= 507,61 m2

12) Lebar evaporator (hev)

hev = (d o × N b ) + (4 × S ap ) ..............................................................(4.26)

= (25,4× 10)+(4× 25,9)

= 357,6 mm = 0,35 m

13) Tinggi evaporator (tev)

tev = (do × N pb ) + ( N pb + 1) × S ap ..................................................(4.27)

= (25,4× 10)+(10+1)× 25,9

= 538,9 mm = 0,53 m

IV.3.4. Kondenser

IV.3.4.1. Pemilihan Kondenser

Kondenser adalah suatu alat yang berfungsi untuk memindahkan panas

dari sistem refrigerasi ke media pendingin (dalam hal ini air) sehingga timbul

pengembunan pada uap refrigeran dan berubah fasenya menjadi cairan refrigeran.

Jumlah panas yang dibuang oleh kondenser ke media pendinginannya merupakan


136

jumlah panas yang diterima dari evaporator dan juga panas akibat kompresi. Kerja

kompresi tiap satuan kapasitas pendinginan (BTU/hr atau TR) tergantung pada

kompresi ratio. Beban panas di kondenser tergantung pada kondisi sistem

pendinginannya.

Pada unit AC water chiller ini kondenser yang digunakan adalah water

cooled condensers jenis shell and tube (tabung dan pipa). Sehingga bisa

dibersihkan dengan cara disirkulasikan dengan bahan kimia atau secara mekanis.

Pada kondenser dilengkapi pengaman pressure relief valve.

IV.3.4.2 Perancangan Kondenser

Data-data perancangan kondenser :

a. Temperatur air masuk kondenser (Ta1) = 29,4 °C (85 oF)

b. Temperatur air keluar kondenser (Ta2) = 33,6 °C (92,5 oF)

c. Selisih temperatur keluar (ΔTa) = 4,2 °C

d. Temperatur refrigeran dalam kondenser (Tr) = 36 °C (96,8 oF)

1) Beda temperatur rata-rata log (LMTD)

( Tr − Ta1 ) − ( Tr − Ta 2 )
LMTD = ……………..…(4.28)
( T − Ta1 )
ln r
( Tr − Ta 2 )

(Sumber : Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Stoecker, hal 189)

maka :

(36 − 29,4) − (36 − 33,6)


LMTD =
(36 − 29,4)
ln
(36 − 33,6)

= 4,15 °C
137

Data-data dimensi kondenser :

(sumber : Penyegaran Udara, Wiranto Arismunandar&Heizo Sato, hal 273)

a. Bahan pipa kondenser = tembaga JIS H 3606

b. Bahan tabung = baja tahan karat

c. Diameter dalam tabung (Ds) = 33 in = 0,838 m

d. Diameter luar pipa tembaga (dok) = 0,0254 m

e. Diameter dalam pipa tembaga (dik) = 0,022 m

f. Konduktivitas panas pipa tembaga (k) = 386 W/m°C (Holman, hal 582)

g. Tebal dinding pipa tembaga (x) = 0,0034 m

h. Jumlah baris pipa (Np) = 10 buah

i. Jumlah pipa dalam baris tegak (Ns) = 30 buah

j. Jumlah total pipa (Ntp) = 300 buah

k. Jarak antar pipa (Sap) = 25,9 mm

l. Jarak antar pipa (ap) = 7 mm

m. Jumlah pipa seluruhnya (Np) = 300 buah

Gambar 4.7 Penampang kondenser pipa tembaga

Dari perhitungan pada karakteristik refrigeran, perpindahan panas yang

terjadi pada sisi dalam pipa kondenser (Qout) pada refrigeran HFC-134a
138

adalah 55521,257 Btu/mnt atau sebesar 976,063 kW (untuk perhitungan,

kalor yang dilepas oleh kondenser dianggap positif).

Karakteristik freon HFC-134a pada suhu 36°C (lihat lampiran A-17) :

a. Rapat massa refrigeran (ρr) = 1162,7 kg/m³

b. Kalor penguapan laten refrigeran (hfg) = 167,59 J/kg

c. Daya hantar refrigeran (kr) = 0,03582 W/m°C

d. Viskositas refrigeran cair (µr) = 0,0002019 Pa.det

Karakteristik air pada suhu 29,4 °C (lihat lampiran A-18) :

a. Kalor jenis air (Cp) = 4,176 kJ/kg°C

b. Densitas air (ρa) = 995,357 kg/m³

c. Viskositas air (μa) = 0,0008132 kg/m.s

d. Konduktivitas panas air (ka) = 0,615 W/m.°C

e. Angka Prandtl air (Pra) = 5,49

Perpindahan panas pada sisi pipa air :

2) Laju aliran massa air ( m& a)

Qkond
m& a =
Cp × ΔT

976,063
=
4,176 × (33,6 − 29,4)

= 55,65 kg/s
139

3) Laju aliran volume air (Qa)

m& a
Qa =
ρa

55,65
=
995.357

= 0,0559 m3/s

5) Kecepatan air melalui pipa kondenser (Va)

Qa
Va =
Np π
× × di
2

s 4

dengan :

Np/s= jumlah pipa tiap haluan = 300/2 = 150

di = diameter dalam pipa (m)

Qa = laju aliran massa

maka :

0,0559
Va =
π
150 × × (0,022) 2
4

= 0,980 m/s

6) Kecepatan massa air (Ga)

Ga = ρa × Va ..............................................................(4.29)

= 995,357 × 0,980

= 975,44 kg/m2.s

7) Reynold numbers (Re)

di
Re = Ga × ..............................................................(4.30)
μa
140

0,022
= 975,44 ×
0,0008132

= 26389,44

Menurut Mc Adam, jika angka Reynold berkisar antara 3000 < Re <

3.000.000 atau menurut Stover angka Reynold berkisar antara 4000 < Re <

1.000.000 termasuk aliran turbulen.

8) Angka Nusselt (Nu)

Nu = 0,023× Re0,8 × Pr0,4

= 0,023× (26389,44)0,8 × (5,49)0,4

= 156,56

9) Koefisien perpindahan panas dari pipa (ha)

Nu × ka
ha =
di

156,56 × 0,615
=
0,022

= 4376,766 W/m2.°C

Perpindahan panas melalui sisi tabung :

10) Jumlah rata-rata pipa dalam baris tegak (N)

Ns
N =
Np

300
=
10

=3

11) Selisih temperatur (Δtk)


141

Δtk = Tr – To

= 36°C – 33,6°C

= 2,4 °C

12) Koefisien pengembunan di luar pipa (hrp)


1/ 4
⎡ ρ r 2 × kr 3 × g × h fg ⎤
hrp = 0,725× ⎢ ⎥
⎢⎣ μr × N × d o × ΔTk ⎥⎦

1/ 4
⎡ (1162,7) 2 × (0,03582) 3 × 9,81 × 167,59 ⎤
= 0,725× ⎢ ⎥
⎣ 0,0002019 × 3 × 0,0254 × 2,4 ⎦

= 166,27 W/m2.°C

⎛ 1 ⎞
• Faktor pengotoran ⎜⎜ = 0,000176 ⎟⎟ m2.K/W
⎝ hff ⎠

(sumber : Perpindahan Kalor,J.P. Holman, hal 486)

13) Tahanan logam pipa tembaga (hp)

x × Aa
hp =
k × Am

(0.0254 − 0,022) / 2 25,4


= ×
386 (25,4 + 22) / 2

= 6,58 × 10-5 m2.°C/W

14) Koefisien perpindahan panas menyeluruh (Uo)

1 1 d ok d ok ⎛ 1 ⎞
= + hp + + , dengan ⎜⎜ = 0,000176 ⎟⎟
U o hrp d ik × h ff ha × d ik ⎝ hff ⎠

1 0,0254 0,0254
= + 6,58 × 10 −5 + × 0,000176 +
166,27 0,022 4376,766 × 0,022

1
= 6,547 × 10-3
Uo
142

Uo = 152,74 W/m2.°C

15) Luas permukaan luar pipa kondenser total (Akt)

Qc
Akt = ..............................................................(4.31)
U o × LMTD

976063
=
152,74 × 4,15

= 1539,84 m2

IV.3.5. Katup Ekspansi

IV.3.5.1.Pemilihan Katup ekspansi

Katup ekspansi berfungsi untuk mengekspansikan secara adiabatik cairan

refrigeran yang bertekanan dan bertemperatur tinggi sampai mencapai tingkat

keadaan dan temperatur rendah. Selain itu juga untuk mengatur jumlah refrigeran

yang masuk kedalam evaporator agar sesuai dengan beban pendinginan yang

harus dilayani oleh evaporator tersebut. Jadi katup ekspansi mengatur supaya

evaporator dapat selalu bekerja sehingga diperoleh effisiensi siklus refrigerasi

yang maksimal. Katup ini terletak di antara kondensor (sisi tekan tinggi) dan

evaporator (sisi tekan rendah). Katup ekspansi yang banyak digunakan adalah:

1. Katup ekspansi tekanan konstan

Katup ini bekerja agar tekanan di dalam evaporator selalu konstan,

oleh sebab itu katup ini disebut juga katup tekanan konstan (constant

pressure valve). Pada janis katup ini, below dan katup jarum

dihubungkan oleh batang penunjang seperti yang terlihat pada Gambar

4.7, bagian bawah dari below berhubungan dengan lobang keluar

sehingga menerima tekanan evaporator. Sebuah pegas dipasang pada


143

bagian atas dari below. Gaya pegas dapat diatur dengan memutar knop

pengatur. Pipa cairan refrigeran dihubungkan dengan katup ekspansi

pada bagian lubang masuk dari katup ekspansi.

Gambar 4.7. Katup Ekspansi tekanan konstan


(Sumber : Heizo saito dan Wiranto arismunandar, “penyegaran udara”, 2005)

2. Katup ekspansi termostatik (thermostatic expansion valve)

Pada perancangan kali ini dipilih katup ekspansi termostatik kerena

disamping tekanan evaporator terjaga juga temperatur keluarnya

(superheated) akan lebih konstan, sehingga refrigeran selalu dalam

keadaan uap sebelum masuk kompresor.

Cara kerja dari katup jenis ini dikontrol tidak hanya oleh tekanan

dalam evaporator tetapi juga temperatur keluar evaporator. Jadi katup ini

bisa dipakai bila refrigeran yang mengalir di dalam sistem mengalami

superheated yang tetap dapat dijaga konstan dengan adanya sensing

bulb. Sensing bulb adalah suatu tabung yang berisi fluida dengan titik

didih rendah sehingga mudah berubah fase bila terkena panas sedikit

saja.

Sensing bulb terbagi atas 4 macam tipe, yaitu ;


144

• Liquid

• Gas charged

• Liquid cross charged

• Gas cross charged

Pada liquid charged maupun gas charged, fluida didalam sensing

bulb adalah sama dengan yang mengalir di dalam sestem, sedangkan

pada cross charged (baik liquid maupun gas) fluida di dalamnya berbeda

dengan refrigeran di dalam sistem.

Gambar 4.8. Skema katup ekspansi termostatik


(Sumber : Heizo saito dan Wiranto arismunandar, “penyegaran udara”, 2005)

3. Pipa Kapilar

Pipa kapilar sering digunakan pada mesin refrigerasi berkapasitas

rendah. Pipa kapilar adalah pipa kecil berdiameter 0,8 mm sampai 2,0

mm dan panjangnya kurang lebih 1 meter.


145

Pipa kapilar dipasang sebagai pengganti katup ekspansi. Tahanan dari

pipa kapilar inilah yang dipergunakan untuk menrotel dan menurunkan

tekanan. Diameter dan panjang pipa kapilar ditetapkan berdasarkan

kapasitas pendinginan, kondisi operasi dan jumlah refrigeran dari mesin

refrigerasi yang bersangkutan.

Konstruksi pipa kapilas sangat sederhana, sehingga jarang terjadi

gangguan. Pada waktu kompresor berhenti bekerja, pipa kapilar

menghubungkan bagian tekanan tinggi dengan bagian tekanan rendah,

sehingga menyamakan tekanannya dan memudahkan start berikutnya.

IV.3.5.2. Perancangan Katup Ekspansi

Pada perancangan pengkondisian udara ini digunakan katup ekspansi

termostatik. Pertimbangan dalam pemilihan jenis ini adalah:

1) Katup jenis ini bekerja secara otomatis

2) Dapat digunakan pada beban pendinginan kecil maupum besar

3) Konstruksi sederhana

4) Mudah dalam perawatan dan pemasangan, namun harganya mahal

Data-data perancangan katup ekspansi

Bahan pipa = baja (JIS 3454)

Diameter luar pipa (Do) = 0,427 m

Diameter dalam pipa (Di) = 0,031 m

Laju aliran refrigeran ( m& ) = 5,086 kg/s

Viskositas refrigeran saat saturated ( μ 0 ) = 0,0002019 Pa.detik(lampiran A-17)


146

Densitas liquid refrigeran (ρr) di kondensor (36°C) = 1166,8 kg/m3 (lampiran A-17)

1) Kapasitas aliran refrigeran dalam pipa (Qr)

m&
Qr = ………………………………..………(4.32)
ρr

5,086
=
1166,8

= 0,00435 m3/s

2) Luas penampang bagian dalam (Ai)

π × Di 2
Ai = ………………………………………..(4.33)
4

π × 0,0312
=
4

= 0,000754 m2

3) Laju aliran massa refrigeran dalam pipa (Vrf)

m&
Vrf = ………………...................………….(4.34)
Ai

5,086
=
0,000754

= 6745,358 kg/det.m2

4) Bilangan reylod (Rex)

Vrf × Di
Rex = ………………………………………..(4.35)
μ0

6745,358 × 0,031
=
0,0002019

= 1.035.691,422
147

5) Perbedaan tekanan ( ΔP )

∆P = Pk − Pe …………………………..........………(4.36)

dengan :

Pk = Tekanan di kondenser (150 Psia)

Pe = Tekanan di evaporator (55 Psia)

maka :

∆P = Pk − Pe

= 150 – 55

= 95 Psia

6) Luas penampang orifice (Aor)

π × Do 2
Aor = ……………………………………….(4.37)
4

π × 0,427 2
=
4

= 0,1432 m2

7) Diameter orifice(Dor)

4 × Aor
Dor = ……………………………………….(4.38)
π

4 × 0,1432
=
π

= 0,426 m2
148

BAB V

PEMILIHAN KOMPONEN PENDUKUNG

Untuk mendukung kerja dari mesin pendingin dibutuhkan komponen-

komponen pendukung untuk memaksimalkan kerja dari system pengkondisian

udara tersebut. Komponen-komponen pendukung tersebut antara lain:

1) Menara pendingin (Cooling Tower)

2) Pompa dan perpipaan

3) Blower/ fan evaporator

4) Saluran udara (ducting)

Dibawah ini akan dibahas pemilihan berdasarkan perancangan dari

komponen pendukung tersebut dengan berbagai pertimbangan yang ada.

V.1. Menara Pendingin

Menara pendingin merupakan ruangan atau tempat dimana air panas

yang berasal dari kondensor disemprotkan atau dipancarkan ke bawah,

sementara itu udara atmosfer dialirkan melalui atau arah melintang dengan

arah jatuhnya air panas. Dengan cara demikian air panas itu didinginkan.

Untuk menguapkan 1 kg air diperlukan kira-kira 600 kcal. Dengan

mengeluarkan kalor laten dengan menguapkan sebagian dari air, maka

sebagian besar dari air pendingin dapar didinginkan. Jadi, misalkan satu
149

persen dari air dapat diuapkan, air dapat diturunkan temperaturnya sebanyak

6oC. Dengan menara pendingin, proses tersebut di atas dapat dilaksanakan.

Dalam perencanaan menara pendingin tergantung dari:

1) Beda suhu udara basah (wet bulb) dan udara kering (dry bulb)

2) Luas permukaan air dengan udara

3) Kecepatan aliran air dengan udara

Penurunan temperatur pada saat melewati menara pendingin

(perbedaan air masuk dan air keluar) disebut tower range. Tower range

harus selalu sama dengan kenaikkan temperatur air dalam kondensor.

• Laju aliran massa air dalam kondenser ( m& ak)

Qkond
m& ak = ................................................................(5.1)
Cp × ΔT

dengan :

Qkond = 55521,257 Btu/mnt (dari bab 3, perhitungan diagram

mollier untuk HFC-134a, dianggap positif agar

mempermudah perhitungan)

= 976,063 kW (di konversikan ke dalam kW)

Cp = Kalor jenis air saat temperatur kondenser (36°C)

= 4,174 kJ/kg°C (lihat lampiran A-18)

∆T = Perbedaan suhu di menara pendingin dan kondenser

maka:

976,063
m& ak =
4,174 × (36 − 27)

= 25,98 kg/s
150

• Kapasitas aliran air dalam kondenser (Qak)

m&
Qak = ………………………..………..(5.2)
ρa

dengan :

ρa = massa jenis air saat temperatur kondenser (36°C)

= 993,6 kg/m3 (lihat lampiran A-18)

maka :

25,98
Qak =
993,6

= 0,0261 m3/s

Beban menara pendingin dapat dihitung dengan cara mengukur jumlah

air yang mengalir melalui menara pendingin dan tower range. Secara

matematis beban menara pendingin dapat dirumuskan sebagai berikut:

QCT = Q a k × 8,33 × ΔT ................................................................(5.3)

dengan:

Qa k = laju aliran air di dalam pipa kondensor

m3
= 0,0261 = 413,676 GPM
det

ΔT = tower range, perbedaan suhu pada cooling tower dalam °F

maka :

QCT = 413,676 × 8,33 × (92,5-85)

= 25844,408 Btu/menit
151

Sehingga pada perancangan menara pendingin, diperoleh bahwa beban

yang kalor yang harus dikeluarkan oleh menara pendingin adalah sebesar

25844,408 Btu/menit.

V.2. Pompa dan Perpipaan

Sistem pipa refrigeran pada mesin refrigerasi terdiri dari 4 bagian yang

menghubungkan seluruh komponen refrigerasi sehingga diperoleh siklus

refrigerasi, yaitu :

- Pipa gas isap (tekanan rendah) : evaporator-kompresor

- Pipa gas keluar (tekanan tinggi) : kompresor – kondenser

- Pipa cairan (tekanan tinggi) : kondenser –katup ekspansi

- Pipa gas jenuh (tekanan rendah) : katup ekspansi – evaporator

Sistem pipa air yang digunakan dalam sistem refrigerasi ini adalah

pipa air dingin jenis sirkulasi , yaitu air dingin yang telah digunakan tidak

dibuang melainkan disirkulasikan kembali. Pada sistem pipa air dingin yang

menghubungkan kondenser dengan menara pendingin disebut sistem terbuka

karena berhubungan dengan udara atmosfer. Sedangkan pada pipa air dingin

yang menghubungkan evaporator dan koil pendingin disebut sistem tertutup

karena tidak berhubungan dengan udara atmosfer.

Pompa digunakan untuk mengalirkan air melalui sistem pipa dari

mesin pendingin air ke AHU/FCU. Pompa yang akan digunakan adalah

pompa jenis sentrifugal. Keunggulan pompa sentrifugal antara lain adalah

dapat memompakan volume yang besar pada head yang rendah, tidak ada
152

bagian-bagian dalam yang bergesek sehingga tidak ada keausan kecuali

untuk bantalan. Fluida dialirkan dengan aliran steady sehingga tidak

dibutuhkan penampung. Pompa sentrifugal dapat di rancang menghantar

fluida dengan kapsitas yang berbeda pada tekanan yang hampir konstan bila

beroperasi pada kecepatan yang konstan.

Pompa harus dapat memberikan energi atau tinggi angkat (H) yang

diperlukan untuk mengatasi tahanan gesek, tahanan lokal dan tinggi angkat

statik.

Ht = Hf + Hd + Hm + Hs

dengan :

Ht = Tinggi angkat total

Hf = Kerugian gesek dari pipa lurus

Hd = Kerugian tahanan lokal dari sistem pipa

Hm = Kerugian tahanan dari perlengkapan

Hs = Tinggi angkat statik

• Perancangan Pompa air pendingin dari evaporator – koil pendingin.

Dipilih : bahan pipa, terbuat dari baja dengan diameter 300 mm

: Diameter dalam (D) = 303,3 mm = 0,3033 m

1) Laju aliran massa air dalam evaporator ( m& ae)

Qevap
m& ae =
Cp × ΔT

dengan :
153

Qevap = 48791,4085 Btu/mnt (dari bab 3, perhitungan diagram

mollier untuk HFC-134a).

= 857,752 kW (di konversikan ke dalam kW)

Cp = Kalor jenis air saat temperatur evaporator (5°C)

= 4,2066 kJ/kg°C (lihat lampiran A-18)

∆T = Perbedaan suhu di koil pendingin dan evaporator

maka:

857,752
m& ae =
4,2066 × (8,05 − 5)

= 66,83 kg/s

2) Kapasitas aliran air dalam kondenser (Qae)

m& ae
Qae =
ρa

dengan :

ρa = massa jenis air saat temperatur evaporator (5°C)

= 999,732 kg/m3 (lihat lampiran A-18)

maka :

66,83
Qae =
999,732

= 0,0668 m3/s

3) Luas penampang pipa bagian dalam (A)

π × D2
A = ................................................................(5.4)
4

π × (0,30332 )
=
4
154

= 0,07224 m2

4) Kecepatan aliran air (V)

Qae
V = ................................................................(5.5)
A

0,0668
=
0,07224

= 0,924 m/s

5) Besarnya bilangan Reynold pada sisi hisap (Re) adalah:

ρ ×V × D
Re = ................................................................(5.6)
μ

dengan melihat lampiran A-18:

Kekentalan air ( μ) = 0,001439 kg/m.s pada temperatur

masuk evaporator 5 oC

Massa jenis air ( ρ ) = 999,523 kJ/kg.°C ,pada 5 oC

maka:

999,523 × 0,924 × 0,3033


Re =
0,001439

=194659,847

= 1,946 × 105

Dari kurva lampiran B-2, faktor gesekan (fh) untuk bilangan Reynold

sebesar 194659,847 dengan diameter pipa 0,3033 m = 11,94 inchi dan

dengan jenis pipa galbani bersih adalah 0,021.

6) Kerugian tinggi tekan gesekan pada sisi hisap (Hf):

L ×V
2

Hf =f ................................................................(5.7)
D × 2g
155

dengan:

L = panjang pipa rancangan dari evaporator – koil – evaporator

= 350 m

f = f h = faktor gesekan = 0,021

g = gaya gravitasi dalam m/s2

maka:

Hf = 0 ,021 350 × 0 ,924


2

0 ,3033 × 2 × 9 ,81

= 1,0542 m

7) Kerugian tahanan lokal (Hd):

k ×V 2
Hd = ................................................................(5.8)
2× g

dengan :

- Jumlah belokan 90° = 22 buah

- Sambungan T = 15 buah

k = Koefisien tahanan

= k elbow 90° = 0,9

= k sambungan T = 1,25

maka :

k ×V 2
Hd1 =
2× g

22 × 0,9 × 0,924 2
=
2 × 9,81

= 0,861 m
156

15 × 1,25 × 0,924 2
Hd2 =
2 × 9,81

= 0,8159 m

Hd = Hd1 + Hd2

= 0,861 + 0,8159

= 1,632 m

kerugian tahanan dari perlengkapan (Hm):

- Kerugian tahanan dari evaporator = 8 m

- Kerugian tahanan dari AHU =2m

Hm = 8 + 2

= 10 m

kerugian tinggi angkat statik (Hs) :

- Merupakan jarak vertikal antara pipa evaporator dengan

permukaan bawah koil pendingin (AHU) = 3 m

8) Tinggi angkat total (Ht) :

Ht = 1,0542 m + 1,632 m + 10 m + 3 m

= 15,6862 m

Jika head totalnya dikalikan dengan faktor koreksi (fc) = 1,2 maka

head-nya menjadi:

H’ = H × fc ................................................................(5.9)

= 15,6862 × 1,2

= 18,82 m
157

10) Daya yang dibutuhkan oleh pompa (Np)

Q × ρ × g × Ht
Np = ..............................................................(5.10)
η

dengan :

Np = Daya pompa (Watt)

ρ = massa jenis air saat temperatur masuk evaporator (7°C)

= 999,523 kJ/kg.°C (lihat lampiran A-18)

g = percepatan gravitasi (9,81 m/s2)

Ht = head total (18,82 m)

Qae = kapasitas aliran air (0,0668 m3/s)

η = dipilih 70 % = 0,7

maka:

0,0668 × 999,523 × 9,81 × 18,82


Np =
0,7

= 17610,019 Watt

= 17,6 kW

Maka daya pompa yang digunakan untuk memompa air dari

evaporator menuju ke koil pendingin adalah 17,6 kW dan dengan kapasitas

0,0668 m3/s.

Jadi model pompa sentrifugal yang digunakan adalah :

Electricity : 380 V/3 pH/ 50 Hz

Daya motor : 35 kW (dipilih yang ada di pasaran)

Diameter dalam pipa (D) : 0,3033 m ≈ 12 inchi


158

Kapasitas pompa : 0,0668 m3/s

Jumlah pompa : 1 buah

Tinggi tekan (head) : 18,82 m ≈ 20 m

Gambar 5.1. Pompa Sentrifugal untuk Air Dingin menuju AHU


(Sumber: Studi lapangan, Plaza Ambarrukmo, Yogyakarta)

• Perancangan Pompa air pendingin dari kondenser – menara pendingin.

Dipilih : bahan pipa, terbuat dari baja dengan diameter 300 mm

: Diameter dalam (D) = 303,3 mm = 0,3033 m

: Laju aliran massa air dalam kondenser (Qak) = 0,0261 m3/s

dari perhitungan menara pendingin.

1) Luas penampang pipa bagian dalam (A)

π × D2
A =
4

π × (0,30332 )
=
4

= 0,07224 m2
159

2) Kecepatan aliran air (V)

Q ak
V =
A

0,0261
=
0,07224

= 0,361 m/s

3) Besarnya bilangan Reynold pada sisi hisap ( Re) adalah:

ρ ×V × D
Re =
μ

dengan melihat lampiran A-18 :

Kekentalan air ( μ) = 0,00081327 kg/m.s pada temperatur

masuk kondenser 29,4oC

Massa jenis air ( ρ ) = 995,35 kJ/kg.°C ,pada 29,4oC

maka:

995,35 × 0,361 × 0,3033


Re =
0,00081327

=134004,90

= 1,34 × 105

Dari kurva lampiran B-2, faktor gesekan (fh) untuk bilangan Reynold

sebesar 1,34 × 105 dengan diameter pipa 0,3033 m = 11,94 inchi dan dengan

jenis pipa galbani bersih adalah 0,022.

4) Kerugian tinggi tekan gesekan pada sisi hisap (Hf):

L ×V
2

Hf =f
D × 2g
160

dengan:

L = panjang pipa rancangan dari kondenser – menara pendingin –

kondenser

= 40 m

f = f h = faktor gesekan = 0,022

g = gaya gravitasi dalam m/s2

maka:

40 × 0 ,361 2
Hf = 0 ,022
0 ,3033 × 2 × 9 ,81

= 0,0192 m

5) Kerugian tahanan lokal (Hd):

k ×V 2
Hd =
2× g

dengan :

- Jumlah belokan 90° = 10 buah

- Sambungan T = 2 buah

k = Koefisien tahanan

= k elbow 90° = 0,9

= k sambungan T = 1,25

maka :

k ×V 2
Hd1 =
2× g

10 × 0,9 × 0,3612
=
2 × 9,81
161

= 0,0597 m

2 × 1,25 × 0,3612
Hd2 =
2 × 9,81

= 0,0166 m

Hd = Hd1 + Hd2

= 0,0597 + 0,0166

= 0,0763 m

kerugian tahanan dari perlengkapan (Hm):

- Kerugian tahanan dari kondenser =6m

- Kerugian tahanan dari menara pendingin = 4 m

Hm = 6 + 4

= 10 m

kerugian tinggi angkat statik (Hs) :

- Merupakan jarak vertikal antara pipa kondenser dengan

permukaan bawah koil pendingin (AHU) = 3 m

6) Tinggi angkat total (Hm) :

Ht = 0,0192 m + 0,0763 m + 10 m + 3 m

= 13,095 m

Jika head totalnya dikalikan dengan faktor koreksi (fc) = 1,2 maka

head-nya menjadi:

H′ = H × fc

= 13,095 × 1,2

= 15,714 m
162

10) Daya yang dibutuhkan oleh pompa (Np)

Q × ρ × g × Ht
Np =
η

dengan :

Np = Daya pompa (Watt)

ρ = massa jenis air saat temperatur masuk kondenser (29,4°C)

= 995,35 kJ/kg.°C (lihat lampiran A-18)

g = percepatan gravitasi (9,81 m/s2)

Ht = head total (15,714 m)

Qak = kapasitas aliran air (0,0261 m3/s)

η = dipilih 70 % = 0,7

maka:

0,0261 × 995,35 × 9,81 × 15,714


Np =
0,7

= 5721,027 Watt

= 5,72 kW

Maka daya pompa yang digunakan untuk memompa air dari

evaporator menuju ke koil pendingin adalah 5,72 kW dan dengan kapasitas

0,0261 m3/s.

Jadi model pompa sentrifugal yang digunakan adalah :

Electricity : 380 V/3 pH/ 50 Hz

Daya motor : 7,5 kW (dipilih yang ada di pasaran)

Diameter dalam pipa (D) : 0,3033 m ≈ 12 inchi


163

Kapasitas pompa : 0,0261 m3/s

Jumlah pompa : 1 buah

Tinggi tekan (head) : 15,714 m ≈ 16 m

V.3. Perancangan Blower/Fan Evaporator

Dalam mendistribusikan udara ke dalam ruangan secara merata,

dirancang saluran udara (ducting) dan udara dialirkan dengan menggunakan

fan/blower sentrifugal.

Diketahui data fan sebagai berikut (lihat lampiran A-16):

Jenis fan : Sentrifugal direct driven

Daya motor penggerak (HP) : 5,5 kW / 7,5 Hp

Tipe motor penggerak : TEFC, SCIM, Class F, IP55, Foot Mounted

AC induction Mtor/4P (VERSA)

Power Source : 380V/ 3 pH/ 50 Hz

Pada perancangan ini, di dalam satu AHU akan terdapat satu buah fan pada

setiap paket AHU, dimana kapasitas pendinginan untuk satu AHU adalah

243,957/8 TR =30,49 TR = 107,228 kW.

1) Laju aliran massa udara ( m& u)

Qe
m& u =
Cp × ΔT

dengan:

Qe = beban pendinginan pada AHU

Cp = kalor spesifik udara pada suhu ruangan 33 oC


164

= 1,006 kJ/kg.oC (lihat lampiran A-19)

Δ T = Selisih temperatur ruangan dengan AHU (24-8,05) oC

maka:

107,228
m& u =
1,006 × (24 − 8,05)

= 6,68 kg/detik

Jika diketahui densitas udara (ρudara) pada temperatur 33 oC adalah

1,1558 kg/m3 (lihat lampiran A-19), maka kapasitas / laju aliran udara

(Qu) oleh fan evaporator bersirip adalah:


mu
Qu =
ρu

6,68
=
1,1558

= 5,77 m3/detik

= 12216,5 CFM

2) Tinggi tekan fan sentrifugal (Hfs)

Hp × 75
Hfs = ..................................…………………(5.11)
Qu × ρ udara

dengan :

Hp = Daya motor kipas yang digunakan (Hp)

Qu = Laju Aliran udara (m3/s)

ρudara = Densitas udara


165

maka:

7,5 × 75
Hfs =
5,77 × 1,1558

= 84,34 m

V.4. Perancangan saluran udara (ducting)

Untuk mendapatkan penyebaran udara segar yang merata, digunakan

paket koil pendingin atau AHU (Air Handling Unit) yang ditempatkan untuk

menjangkau jarak pendinginan yang telah ditentukan.

Sedangkan untuk mendistribusikan udara ke tiap-tiap ruangan

digunakan saluran udara atau ducting. Pada perancangan ini digunakan

ducting dengan bahan galvanized steel dengan ketebalan 0,022 in = 0,558

mm (berdasarkan Lampiran A-20, dari Handbook of Air Conditioning System

halaman 2-63), dengan pertimbangan bahwa plat dengan perlakuan galvanis

diharapkan tahan terhadap korosi.

Data yang diambil pada sistem saluran udara untuk Studio 21,

berdasarkan data spesifikasi AHU pada VERSA (lampiran A-16) untuk

kapasitas 400.000Btu/hr adalah :

Total kapasitas udara = 9510 CFM dari perhitungan bab3

= 12000 CFM (berdasarkan spesifikasi AHU

pada VERSA untuk beban 400.000Btu/hr)

Radius ratio belokan R/D = 1,25

Jarak antar difuser =5m

Kecepatan udara =1300 FPM (berdasarkan tabel 7 Carrier


166

Handbook hal. 2-37, dipilih untuk theatres pada main duct)

Asumsi udara keluar diffuser = 12000 CFM/11 difuser = 1090 CFM

Setiap diffuser akan mengeluarkan sebesar 1000 CFM kecuali diffuser

L (sebesar 2000CFM, karena kebutuhan)

Perhitungan ducting yang penulis lakukan merupakan perhitungan

ducting suply dan diambil berdasarkan ducting terpanjang, penulis

mengambil rangkaian ducting yang digunakan untuk melayani lobby.

Perhitungan ducting ini meliputi besarnya kapasitas udara (CFM), kecepatan

udara / velocity (FPM), diameter equivalen ducting (in), dan ukuran dari

ducting (in × in). Gambar contoh ducting bisa dilihat pada Gambar 5.2,

sedangkan gambar ducting yang akan dihitung bisa dilihat pada Gambar 5.3.

Gambar 5.2. Contoh ducting pada gedung Kantor Dirjen Pajak, Yogyakarta.
(Sumber : Kerja Praktek, Pembangunan Gedung Kantor Dirjen Pajak, Yogyakarta)
167

E
I L

D
H K

C
G J

B
F
A

Gambar 5.3. Skema suply ducting yang melayani lobby

• Saluran A

- Berdasarkan kapasitas AHU, maka kapasitas pada saluran A

sebesar 12000 CFM.

- Dari buku Handbook of air conditioning System hal 2-37

(lampiran A-21), dengan aplikasi untuk theatres maka pada

saluran utama ini velocity atau kecepatan udara diambil sebesar

1300 FPM.

- Berdasarkan grafik pada lampiran B-3 (dengan CFM dan

Velocity diketahui), Friction loss (faktor gesekan) ditemukan


168

sebesar 0,048 (in/100 ft). Friction loss dipertahankan tetap

sampai akhir/ujung diffuser.

- Berdasarkan tabel pada lampiran B-3 (dengan CFM dan Velocity

diketahui), maka diameter equivalen ducting sebesar 39 inchi.

- Berdasarkan grafik pada lampiran B-4 (dengan diameter

equivalen ducting yang diketahui sebesar 39 in), ukuran ducting

dipilih 60 in x 23 in.

• Saluran (B-C)

- Dengan melihat Gambar 5.3, terlihat bahwa diffuser E dan L

mengeluarkan masing-masing 1000 CFM. Maka pada saluran A-

B terjadi penurunan kapasitas udara menjadi sebesar 10000

CFM, (12000 CFM – 2000 CFM = 10000 CFM).

- Friction loss sebesar 0,048 (in/100 ft), tetap.

- Berdasarkan grafik pada lampiran B-3 (dengan CFM dan

Friction loss diketahui), velocity ditemukan sebesar 1280 FPM

dan diameter equivalen ducting sebesar 38 inchi .

- Berdasarkan grafik pada lampiran B-4 (dengan diameter

equivalen ducting yang diketahui sebesar 38 in), ukuran ducting

dipilih 60 in x 22,5 in.

• Saluran (C-D)

- Dengan melihat Gambar 5.3, terlihat bahwa diffuser E, L, F, M,

dan I mengeluarkan masing-masing 1000 CFM. Maka pada


169

saluran B-C terjadi penurunan kapasitas udara menjadi sebesar

8000 CFM, (12000 CFM – 5000 CFM = 7000 CFM).

- Friction loss sebesar 0,048 (in/100 ft), tetap.

- Berdasarkan grafik pada lampiran B-3 (dengan CFM dan

Friction loss diketahui), velocity ditemukan sebesar 1190 FPM

dan diameter equivalen ducting sebesar 33 inchi .

- Berdasarkan grafik pada lampiran B-4 (dengan diameter

equivalen ducting yang diketahui sebesar 33 in), ukuran ducting

dipilih 50 in x 19 in.

• Saluran (D-E)

- Dengan melihat Gambar 5.3, terlihat bahwa diffuser E, L, F, M,

I, G, N dan J mengeluarkan masing-masing 1000 CFM. Maka

pada saluran C-D terjadi penurunan kapasitas udara menjadi

sebesar 4000 CFM, (12000 CFM – 8000 CFM = 4000 CFM).

- Friction loss sebesar 0,048 (in/100 ft), tetap.

- Berdasarkan grafik pada lampiran B-3 (dengan CFM dan

Friction loss diketahui), velocity ditemukan sebesar 1010 FPM

dan diameter equivalen ducting sebesar 27 inchi .

- Berdasarkan grafik pada lampiran B-4 (dengan diameter

equivalen ducting yang diketahui sebesar 27 in), ukuran ducting

dipilih 40 in x 16,5 in.


170

• Saluran (B-F, C-G, D-H, E-I, C-J, dan D-K )

- Dengan melihat Gambar 5.3, terlihat bahwa diffuser

mengeluarkan 1000 CFM. Maka pada saluran B-F, C-G, D-H,E-

I,C-J, dan D-K terjadi kapasitas udara menjadi sebesar 1000

CFM.

- Friction loss sebesar 0,048 (in/100 ft), tetap.

- Berdasarkan grafik pada lampiran B-3 (dengan CFM dan

Friction loss diketahui), velocity ditemukan sebesar 725 FPM

dan diameter equivalen ducting sebesar 16 inchi .

- Berdasarkan grafik pada lampiran B-4 (dengan diameter

equivalen ducting yang diketahui sebesar 16 in), ukuran ducting

dipilih 20 in x 11 in.

• Saluran (E-L)

- Dengan melihat Gambar 5.3, terlihat bahwa diffuser L

mengeluarkan 2000 CFM. Maka pada saluran E-L terjadi

kapasitas udara menjadi sebesar 2000 CFM.

- Friction loss sebesar 0,048 (in/100 ft), tetap.

- Berdasarkan grafik pada lampiran B-3 (dengan CFM dan

Friction loss diketahui), velocity ditemukan sebesar 850 FPM

dan diameter equivalen ducting sebesar 21 inchi .

- Berdasarkan grafik pada lampiran B-4 (dengan diameter

equivalen ducting yang diketahui sebesar 21 in), ukuran ducting

dipilih 20 in x 18,5 in.


171

Perhitungan di atas merupakan salah satu contoh perhitungan

ducting, untuk ducting yang lain menggunakan tabel dan perhitungan yang

sama. Pada dasarnya ukuran ducting yang telah di pilih ini bisa diterapkan

pada ducting yang lain, asalkan jumlah diffusernya sama. Perhitungan di

atas apabila ditampilkan dalam Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Ukuran ducting.


Kapasitas Friction Equivalen Ukuran
Saluran udara Velocity Loss Duct duct
CFM FPM in.W/100ft in in x in
A 12000 1300 0,048 39 60 X 23
B-C 10000 1280 0,048 38 60 X 22,5
C-D 7000 1190 0,048 33 50 X 19
D-E 4000 1010 0,048 27 40 X 16,5
E-L 2000 850 0,048 21 20 X 18,5
B-F 1000 725 0,048 16 20 X 11
C-G 1000 725 0,048 16 20 X 11
D-H 1000 725 0,048 16 20 X 11
E-I 1000 725 0,048 16 20 X 11
C-J 1000 725 0,048 16 20 X 11
D-K 1000 725 0,048 16 20 X 11

V.5. Peralatan Pendukung lain

Selain komponen utama dan peralatan pendukung yang telah dipilih dan

dirancang di atas, maka akan dijelaskan komponen lain yang tidak kalah

pentingnya dalam alat pengkondisian udara. Komponen yang akan dijelaskan

adalah komponen pendukung pada mesin AHU (Air Handling Unit). Berikut

adalah gambar AHU beserta skema penempatan komponen pendukungnya.


172

Gambar 5.4. Komponen pendukung Air Handling Unit


(Sumber: Site Map MVAC, Plaza Ambarrukmo Yogyakarta)

a) Gate valve

Gate valve berfungsi untuk membuka, menutup, dan mengatur jumlah

aliran air yang mengalir ke dalam kondenser unit AC.

b) Baterfly valve

Baterfly valve berfungsi untuk mengatur jumlah aliran air yang akan

disirkulasikan oleh pompa kondenser.

c) Flexible Joint

Sambungan pipa air yang bersifat flexible (elastis) sehingga

mempermudah pemasangan AHU dan mencegah kerusakan pipa akibat getaran

dari kipas pada AHU.

d) Pressure Gauge

Pressure gauge adalah suatu peralatan tambahan yang berfungsi untuk

mengetahui tekanan air di dalam pipa / menunjukan besarnya tekanan dalam pipa.

f. Thermometer
173

Thermometer adalah suatu peralatan yang berfungsi sebagai indikator

temperatur air dalam pipa kondenser (pipa in/out pada unit AC).

g. Flexible ducting

Flexible ducting adalah ducting yang besrsifat elastis, ducting ini sering

digunakan untuk mendistribusikan udara pada tempat-tempat yang sulit dijangkau

oleh ducting utama. Bentuk dari ducting ini biasanya berpenampang bulat. Lihat

Gambar 5.5.

Gambar 5.5. Flexible ducting pada Plaza Ambarrukmo, Yogyakarta.


174

BAB VI

PENGOPERASIAN, PEMELIHARAAN DAN PERAWATAN

WATER CHILLER

VI.1 Operasianal Water Chiller

Untuk medapatkan kerja sistem penkondisian udara yang baik harus

memperhatikan petunjuk pengoperasian, pemeliharaan, dan perawatan unit mesin

pengkondisian udara beserta komponen pendukungnya. Selain untuk kerja mesin,

juga supaya mesin pengkondisian udara beserta komponen pendukunnya dapat

beroperasi atau berumur panjang.

VI.1.1 Petunjuk Pengoperasian Menjalankan Water Chiller

Petunjuk pengoperasian menjalankan mesin pengkondisian udara

seperti di bawah ini:

1) Periksa bak air pada menara pendingin, apabila kurang penuh diisi

dahulu sampai penuh, kemudian nyalakan menara pendingin dengan

mengecek amper pada elektrikal menara pendingin.

2) Setelah menara pendingin bekerja, kemudian nyalakan pompa air

pendingin kondensor dan periksa amper pada kontrol elektriknya.

3) Periksa amper indoor fan dan kompresor pada setiap unit mesin

pengkondisian udara.
175

4) Setiap tiga jam lakukan pemeriksaan pada bak air di semua menara

pendingin, jika limit switch pada penambahan air tidak bekerja

lakukan perbaikan secepatnya. Jangan sampai bak menara pendingin

kehabisan air, karena akan mengganggu pengoperasian unit

pengkondisian udara.

Jika mesin pengkondisian udara ada yang dipasang dua unit

pengkondisian udara yang harus dijalankan secara bersama-sama dan mati/

hidupnya kompresor serta temperatur ruangan yang diinginkan akan diatur

oleh modular electronic temperatur control system atau thermostat secara

otomatis, oleh karena itu jangan menjalankan satu unit pengkondisian udara

saja, karena saluran udara pengkondisian udara dirancang untuk dua unit

pengkondisian udara.

VI.1.2. Petunjuk Pengoperasian Mematikan Water Chiller

Dalam perawatan mesin pengkondisian udara agar berumur panjang

maka harus diperhatikan juga cara mematikan mesin pengkondisian udara.

Adapun cara mematikan unit penkondisian udara yang baik adalah sebagai

berikut:

1) Matikan semua unit mesin pengkondisian udara pada semua lantai

gedung.

2) Setelah semua unit pengkondisian udara mati kemudian matikan

pompa air pendingin kondensor.


176

3) Langkah selanjutnya matikan kontrol elektrik menara pendingin pada

lantai atap.

Hal yang perlu diperhatikan dalam urutan pemasangan kabel (R-S-T)

harus benar (tidak boleh terbalik) karena dapat merusakkan kompresor dan

mengacaukan putaran blower / fan pada evaporator, pompa dan menara

pendingin. Apabila ada yang merubah rangkaian kabel (R-S-T) pada panel

kontrol maupun pada panel starter pengkondisian udara harus diperbaiki

kembali dengan phase sequence indicator (penyambungan R-S-T harus

benar) sebelum unit mesin pengkondisian udara dijalankan.

VI.1.3. Sistem Kontrol

Dalam operasional sistem refrigerasi dikehendaki kinerja optimal serta

sistem bekerja pada suhu dan tekanan yang sesuai dengan setting. Namun

tidak menutup kemungkinan suatu saat karena variasi beban yang

diinginkan (perubahan kapasitas kerja sistem) membuat sistem menyimpang

dari setting yang ditentukan. Bila hal ini terjadi maka sistem akan bekerja

secara tidak efisien dan tidak akan menghasilkan prosuk sesuai keinginan.

Untuk mengatasi berbagai penyimpangan dari kondisi yang telah

ditentukan diperlukan sistem kontrol. Adanya sistem kontrol akan

memberikan akurasi tinggi dalam mempertahankan suhu dan tekanan yang

sesuai seting serta mempermudah pengawasan. Peralatan dalam sistem akan

bekerja lebih efisien dan dapat dicegah dari kerusakan.


177

Objek yang dikontrol dideteksi oleh pengindera. Hasil penginderaan

ini kemudian diubah dalam bentuk tekanan pneumatik atau tegangan listrik

dan dibandingkan dengan tekanan pneumatik atau tegangan listrik yang

merupakan kondisi yang diinginkan. Bila hasil perbandingan menghasilkan

harga melebihi atau kurang dari yang diijinkan, maka perbedaan ini akan

diperkuat oleh aktuator untuk selanjutnya mengubah keseimbangan alat

kontrol untuk menghilangkan perbedaan yang terjadi. Beberapa sistem

kontrol yang diperlukan antara lain :

• Kontrol Suhu Air Dingin Produk Chiller

Pada sistem ini temperatur air dingin yang dihasilkan evaporator

selalu dijaga sesuai setting memakai sistem on-off kompresor. Metode yang

dipakai sebagai kontrol kompresor sentrifugal adalah pump down cycle yang

menggunakan termostat dan low pressure cut out. LP cut out digunakan

untuk kontrol keamanan maupun kontrol suhu evaporator.

Termostat mengatur bekerjanya kompresor dan dihubungkan dengan

katup solenoid yang diletakkan pada sisi cair refrigeran. Termostat

diletakkan pada sisi air yang suhunya akan dikontrol.

Kenaikkan suhu air dari evaporator membuat termostat menutup

sirkuit yang membuat koil pada katup solenoid dialiri arus dan timbul

medan magnet. Armatur katup solenoid yang dihubungkan dengan jarum

katup akan terangkat sehingga membuka katup dan refrigeran akan mengalir

dalam evaporator. Masuknya aliran refrigeran ke evaporator menaikkan


178

tekanan isap kompresor dan menutup LP cut out sehingga kompresor mulai

beroperasi.

Sebaliknya apabila suhu air evaporator turun akan membuat termostat

menutup katup solenoid sehingga aliran refrigeran masuk evaporator

terhenti. Kompresor masih beroperasi sampai tekanan evaporator dan

temperaturnya turun terus hingga batas LP cut out yang akan membuka dan

menghentikan operasi kompresor.

• Kontrol Tekanan

Alat kontrol tekanan dipasang pada sisi hisap dan buang kompresor.

Apabila tekanan hisap terlalu kecil atau tekanan buang terlalu besar, maka

alat kontrol akan mematikan kompresor.

• Kontrol Overload

Motor kompresor otomatis akan berhenti apabila terjadi kelebihan

beban pada kompresor maupun motor. Indikasi adanya overload motor akan

membutuhkan suplay arus yang lebih besar dan motor menjadi panas.

Kontrol dapat melalui jalur arus listrik maupun sensor suhu motor.

• Kontrol Pelumasan Kompresor

Sistem kontrol ini akan menghentikan kerja kompresor apabila terjadi

kegagalan pelumasan karena bocornya pelumas dalam sistem, saringan yang

tersumbat, atau tekanan pelumas tidak cukup.


179

VI.2. Pemeliharaan dan Perawatan Unit Water Chiller

Perawatan sistem refrigerasi mutlak perlu dilakukan untuk memastikan

semua peralatan dalam kondisi layak atau saatnya diperlukan perbaikan dan

penggantian. Hal ini dilakukan agar mesin awet, biaya operasional rendah,

keandalan dan keamanan operasi. Beberapa jenis perawatan terhadap komponen

mesin refrigerasi antara lain:

• Evaporator

Masalah yang biasanya muncul untuk jenis pipa dan tabung antara lain

kebocoran-kebocoran fluida, deposit pada sisi dalam pipa, penipisan dinding

pipa, serta timbulnya pengotoran yang dapat mengurangi efisiensi atau

performa mesin. Kebocoran-kebocoran yang perlu dideteksi antara lain pada

pipa, sambungan pipa tubesheet, kebocoran tabung, plat pembagi serta pada

gasket. Pembersihan secara periodik terhadap kotoran-kotoran pada bundel

pipa perlu dilakukan untuk meningkatkan performa evaporator.

• Kondensor

Beberapa hal yang biasa dilakukan adalah mengecek permukaan

refrigeran cair di receiver apakah masih cukup, mengecek fan apakah masih

bekerja normal, serta senantiasa menjaga kebersihan pipa dan fan dari

kotoran yang melekat serta serangga yang menempel.

• Kompresor

Hal-hal yang perlu dilakukan untuk perawatan mesin adalah:

¾ Mengecek tekanan hisap dan tekanan buang


180

¾ Memastikan level minyak pelumas cukup, tekanan minyak

pelumas dalam batas kerja, serta suhu minyak pelumas dalam batas

normal

¾ Memeriksa bunyi atau getaran kompresor apakah menunjukkan

gejala tidak normal atau masih dalam batas kewajaran

¾ Senantiasa menjaga kebersihan sekitar kompresor

Dalam pemeliharaan dan perawatan mesin pengkondisian udara dilakukan

dalam beberapa periode secara rutin. Periode pemeliharaan yang dilakukan berupa

pemeliharaan mingguan, pemeliharaan bulanan, pemeliharaan enam bulanan,

pemeliharaan tahunan.

1) Pemeliharaan Mingguan

Pemeliharaan mingguan dilakukan pada pembersihan/ mencuci air

filter pada unit mesin pengkondisian udara dimana air filter berfungsi

menyaring material-material kecil yang terbawa dalam rangkaian. Jika suatu

rangkaian perpipaan tidak diberi/ dipasang filter akan mengakibatkan

terjadinya kerak pada dasar pipa saluran fluida. Jika filter tidak dibersihkan

akan menghambat laju aliran fluida yang mengalir, membuat saluran

menjadi kecil karena kotoran yang menempel pada filter.

2) Pemeliharaan Bulanan

Selain pemeliharaan mingguan dilakukan secara rutin, untuk menjaga

agar unit mesin pengkondisian udara dapat bekerja dengan baik dan tahan
181

lama juga harus melakukan pemeliharaan bulanan. Pemeliharaan bulanan

dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

¾ Bersihkan sirip-sirip evaporator dari kotoran debu yang menempel

supaya udara yang melewati evaporator berjalan lancar.

¾ Bersihkan sudu-sudu evaporator fan (blower) dari debu-debu yang

menempel. Jika tidak dibersihkan maka debu yang menempel akan

ikut terbawa masuk saluran udara, yang akan mengakibatkan kotoran

pada saluran udara. Bahkan debu yang ikut aliran angin keluar dari

lubang udara penyegaran.

¾ Bersihkan pipa drainage dari kerak yang menempel karena kandungan

air.

¾ Perikasa kekencangan V-belt pada fan evaporator

¾ Periksa dan bersihkan contact point dari contactor-contactor.

¾ Periksa kekerasan/ kekencangan hubungan kabel pada terminal/

komponen pada panel listrik unit pengkondisian udara dan panel

starter control.

¾ Periksa amper evaporator fan motor kompresor.

¾ Periksa tekanan refrigeran pada setiap rangkaian (high pressure and

low pressure).

¾ Bersihkan bak menara pendingin.

¾ Periksa kekerasan/ pengikat fan blade menara pendingin, dan periksa

kekerasan/ pengikat motor menara pendingin.

¾ Periksa amper pada motor menara pendingin.


182

¾ Bersihkan strainer pada pipa hisap (suction) pada pompa.

¾ Periksa elevasi pompa, periksa sambungan/ flexible coupling pada

pompa, periksa seal pompa dan lakukan pelumasan pada bearing

pompa.

¾ Periksa amper motor pengerak pompa.

Pastikan bahwa running amper masih berada di bawah FLA (Full

Load Ampere), jika running amper dari peralatan tersebut melewati FLA,

segera matikan peralatan tersebut dan lakukan perbaikan.

3) Pemeliharaan Enam Bulanan

Tidak lupa dianjurkan melakukan pemeliharaan enam bulanan untuk

mendapatkan kerja dan keawetan mesin pengkondisian udara, antara lain

sebagai berikut:

¾ Lakukan pemeliharaan bulanan secara rutin.

¾ Periksa kondisi housing pada fan evaporator.

¾ Periksa alingment dari fan evaporator.

¾ Bersihkan kotoran/ kerak pada kondensor dengan bahan kimia secara

mekanis.

4) Pemeliharaan Tahunan

Yang perlu dilakukan dalam pemeliharaan tahunan adalah sebagai

berikut:

¾ Lakukan pemeliharaan bulanan.

¾ Periksa kondisi katup ekspansi.


BAB VII

KESIMPULAN

Dari perhitungan dan perancangan pada bab sebelumnya, maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa untuk mengkondisikan udara pada Studio 21 yang

terletak di gedung Plaza Ambarrukmo Yogyakarta dengan perhitungan pada

keadaan udara luar terpanas dan pengunjung terbanyak diperlukan kapasitas

pendinginan Air Conditioning sebesar 2927484,512 Btu/hr atau sebesar 243,957

TR = 857,946 kW

Pendingin udara yang digunakan adalah sistem water chiller dengan

sistem udara menggunakan sistem air-udara, dengan koil-kipas udara (AHU).

Apabila menggunakan 8 buah AHU (Air Handling Unit) dengan merek dagang

VERSA, maka dipilih AHU dengan besar kapasitas masing-masing 400.000Btu/hr

dengan jenis VAH-400-W-DS10 dengan dimensi 1.440 mm × 1.095 mm × 2.014

mm.

Sedangakan untuk komponen-komponen lainnya ditampilkan berikut ini :

• Refrigeran

Jenis Refrigeran : HFC-134a

Refrigeran Effect (RE) : 72,5 Btu/lbn

Laju aliran massa Refrigeran : 36,49 kg/s

Coefficient of Performance (COP) : 7,25

183
• Kompresor

Jenis Kompresor : Sentrifugal

Tekanan masuk kompresor (P2) : 55 Psia

Tekanan keluar kompresor (P3) : 150 Psia

Daya motor listik penggerak kompresor (P) : 118,31 kW

• Kondenser

Jenis Kondenser : jenis tabung dan pipa

Bahan tabung : baja tahan karat

Bahan pipa : tembaga

Suhu air masuk kondenser (Tin) : 29,4°C = 85 °F

Suhu air keluar kondenser (Tout) : 33,6°C = 92,5 °F

Suhu refrigeran di kondenser : 27°C = 80,6 °F

Tekanan pada kondenser (P3) : 150 Psia

Diameter dalam tabung (Ds) : 33 in = 0,838 m

Diameter luar pipa (do) : 0,0254 m

Diameter dalam pipa (di) : 0,022 m

Jumlah pipa (n) : 300 buah

Jumlah lintasan tube : 2 pass

Kalor yang dilepas kondenser (Qout) : 55521,257 Btu/menit

• Katup Ekspansi

Jenis katup ekspansi : termostatik otomastis

Diameter dalam pipa (Di) : 0,031 m

Diameter luar pipa (Do) : 0,427

184
Kapasitas aliran refrigeran (Qr) : 0,00435 m3/s

Diameter orifice (Dor) : 0,426 m2

• Evaporator

Jenis evaporator : tabung dan pipa

Bahan tabung : baja tahan karat

Bahan pipa : tembaga (JIS H366)

Suhu air masuk evaporator (Tin) : 11°C = 51,8 °F

Suhu air keluar evaporator (Tout) : 7°C = 44,6 °F

Suhu refrigeran di evaporator : 5°C = 46,5 °F

Tekanan evaporator (P1) : 55 Psia

Diameter dalam tabung (Ds) : 0,838 m

Diameter dalam pipa (di) : 0,0254 m

Diameter luar pipa (do) : 0,022 m

Jumlah lintasan tube : 2 pass

Jumlah lintasan shell : 1 pass

Jumlah pipa (n) : 300 buah

Kalor yang diserap evaporator (Qin) : 2927484,512 Btu/hr

: 48791,408 Btu/menit

• Menara Pendingin

Jenis menara pendingin : tarikan paksa aliran berlawanan

Beban Menara pendingin : 25844,408 Btu/menit

185
• Pompa

Pompa Air Dingin dari Evaporator ke Koil Pendingin

Jenis Pompa : Sentrifugal

Head total pompa (Ht) : 15,6862 m

Daya pompa (Np) : 17,6 kW


Pompa Air Dingin dari Kondenser ke Menara Pendingin

Jenis Pompa : Sentrifugal

Head total pompa (Ht) : 13,095 m

Daya pompa (Np) : 5,72 kW

• Saluran Udara (Ducting)

Penampang saluran udara : persegi empat

Jumlah difuser : 75 buah

Total kapasitas udara : 12000 CFM

Kecepatan udara : 1300 FPM

• Fan / Blower

Jenis fan : Sentrifugal direct driven

Laju aliran udara (Qu) : 12216,5 CFM

Laju aliran massa udara ( m& u) : 6,68 kg/detik

Daya motor penggerak (HP) : 5,5 kW / 7,5 Hp

Tipe motor penggerak : TEFC, SCIM, Class F, IP55, Foot

Mounted AC induction Mtor/4P

(VERSA)

Power Source : 380V/ 3 pH/ 50 Hz

186
DAFTAR PUSTAKA

Carrier handbook of Air Conditioning System Design. New York : Mc Graw Hill

inc.

Church, H. Austin, alih bahasa : Ir Zulkifli Harahap. Pompa dan Blower

Sentrifugal. Jakarta : Erlangga, 1990.

Dietzel, Fritz. Turbin dan Kompresor. Jakarta : Erlangga, 1993.

Gunawan, R. Pengantar Teori Pendingin. Jakarta : Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan, 1988.

Harjanto, G. Pesawat Pendingin. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma, 2000.

Harjanto, G. Pesawat Pendingin. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma, 2001.

Holman, J.P. alih bahasa : Jasjfi. E. Perpindahan Kalor, ed VI. Jakarta :

Erlangga, 1995.

Saito, Heizo. Alih bahasa : Wiranto Arismunandar. Penyegaran Udara.

Jakarta : Pradnya Paramita, 1980.

Stoecker, W.F. dan Jerold W. Jones, alih bahasa : Supratman Hara. Refrigerasi

dan Pengkondisian Udara, ed II. Jakarta : Erlangga, 1989.

Sularso, Tahara.H. Pompa dan Kompresor. Jakarta : PT. Pradnya Paramita,

2000.

Pita, G. Edward. Air Conditioning Principles and System an energy Approach.

New York, 1981.

187
LAMPIRAN

Lampiran A-1

Sumber : Handbook of Air Conditioning System halaman I-66

188
Lampiran A-2

Sumber : Handbook of Air Conditioning System halaman I-63

189
Lampiran A-3

Sumber : Handbook of Air Conditioning System halaman I-71

190
Lampiran A-4

Sumber : Handbook of Air Conditioning System halaman I-75

191
Lampiran A-5

Sumber : Handbook of Air Conditioning System halaman I-73

192
Lampiran A-6

Sumber : Handbook of Air Conditioning System halaman I-100

193
Lampiran A-7

Sumber : Handbook of Air Conditioning System halaman I-104

Lampiran A-8

Sumber : Handbook of Air Conditioning System halaman I-101

194
Lampiran A-9

Sumber : Handbook of Air Conditioning System halaman I-20

Lampiran A-10

Sumber : Handbook of Air Conditioning System halaman I-37

195
Lampiran A-11

Sumber : Handbook of Air Conditioning System halaman I-111

Lampiran A-12

Sumber : Handbook of Air Conditioning System halaman I-113

196
Lampiran A-13

Sumber : Handbook of Air Conditioning System halaman I-127

Lampiran A-14

Sumber : Handbook of Air Conditioning System halaman I-97

197
Lampiran A-15

Sumber : Handbook of Air Conditioning System halaman I-146

198
Lampiran A-16

199
Sambungan Lampiran A-16

Sumber: General Catalog AHU untuk Water Chiller dengan merk dagang VERSA

200
Lampiran A-17. Karaktersitik Refrigeran HFC-134a

201
Sambungan Lampiran A-17

Sumber : Teknik Pendingin, Greg Harjanto,Karakteristik refrigeran Tabel 4-1, hal 4)

202
Lampiran A-18

Sumber : J.P. Holman Halaman 587 Karakteristik Air.

203
Lampiran A-19

Sumber : J.P. Holman Hal 589. Karakteristik Udara.

204
Lampiran A-20

Sumber : Handbook of Air Conditioning System halaman 2-63

205
Lampiran A-21

Sumber : Handbook of Air Conditioning System halaman 2-37

Lampiran B-1

Sumber :

206
Lampiran B-2. Faktor gesekan (f) vs Angka Reynold (Re)

Sumber : Zulkifli Harahap, Pompa dan Blower Sentrifugal, Erlangga hal 12

Lampiran B-3

(Sumber : CFM dan Velocity Ukuran ducting)

207
Lampiran B-4

(Sumber : Ukuran ducting)

208

Anda mungkin juga menyukai