Kelas : X – MIPA 6
Nama anggota : 1.Aini Nur Fadilah ( 03 )
2.Ananda Conny Mutiara ( 06 )
3.Auryel Linda Riswati ( 10 )
4.Disma Anove ( 12 )
5.Najwa Mida ( 25 )
6.Theresa Martha Dinata ( 34 )
Pati adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya adalah Pati. Kabupaten
ini terkanal dengan semboyan “Pati Bumi Mina Tani”. Pati juga memiliki moto, yaitu
Kridane Panembah Gebyaring Bumi ( bekerja keras meningkatkan kesejahteraan daerah )
beserta slogan pariwisata Noto Projo Mbangun Deso. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut
Jawa di utara,Kabupaten Rembang di timur,Kabupaten Blora dan Kabupaten Grobogan di
selatan, serta Kabupaten kudus dan Kabupaten Jepara di barat. Total populasi di wilayah pati
pada tahun 2018 adalah 1.423.450 jiwa dan kepadatan penduduknya adalah 9,47 jiwa/km2.
2. Sedekah Laut
Upacara ritual sedekah laut di Pati dilaksanakan dua kecamatan
yaitu kecamatan Tayu dan Kecamatan Juwana. Ritual Upacara Sedekah laut di Pati
diawali dengan upacara kecil yang disebut Jhodang Sajen kemudian dilarung.
Jhodang Sajen berbentuk Perahu Naga Mina. Ritual ini biasanya diadakan setiap
setahun sekali yakni tiap tanggal atau hari antara Hari raya Idul Fitri dengan Ketupat.
3. Meron
4. Tradisi 10 Syura
Merupakan sebuah bentuk tradisi yang hidup dan berkembang di Desa Kajen
Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati yang diwariskan secara turun temurun dan
dirayakan setiap tahun yang berlangsung di makam Syekh Kyai H. Ahmad
Mutamakkin yang berada di tengah-tengah desa Kajen dan sekitarnya. Dimana
penyampaiannya secara lisan dan merupakan milik bersama pendukungnya. Awal
mula dilaksanakannya tradisi 10 Syura, Syekh Ahmad Al- Mutamakkin ini adalah
untuk mengenang akan jasa – jasa beliau sebagai tokoh agama Islam dan menghargai
jasa ilmu yang beliau turunkan. Fungsi dari tradisi 10 Syura ini adalah sebagai
penghormatan terhadap leluhur, sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT,
sebagai gotong royong dan kebersamaan, serta ungkapan rasa syukur kepada Allah
SWT.
Tari Purisari merupakan tari pergaulan yang lahir dari gagasan Bupati Pati
Soenardji (tahun 1991-1996) dalam pidato tahun keduanya di GOR Pesantenan Puri
Pati. Oleh Soenardji tari Purisari dilegitimasi sebagai tari identitas Kabupaten Pati.
Tari Purisari bersumberkan pada tema tari Tayub, yaitu menceritakan ungkapan rasa
syukur masyarakat Pati kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas hasil panen yang
melimpah. Seiring perkembangan kondisi daerah serta pergantian tampuk
pemerintahan, pengembangan tari Purisari mulai surut. Adanya asumsi masyarakat
golongan tua serta seniman yang tidak terlibat secara langsung dalam proses garap tari
Purisari, sangat mempengaruhi ketidak-eksisan tari Purisari di Kabupaten Pati. Nilai
filosofis tari Purisari dapat dijadikan pedoman masyarakat Pati dalam hidup
bermasyarakat. Masalah penelitian yang dikaji adalah (1) bagaimana bentuk penyajian
tari Purisari di Kabupaten Pati? (2) Makna Filosofis yang terkandung di dalam tari
Purisari di Kabupaten Pati. Tujuan penelitian untuk mengetahui, memahami, dan
mendeskripsikan bentuk penyajian dan makna filosofis tari Purisari di Kabupaten
Pati. Hasil penelitian diharapkan bermanfaat sebagai bahan informasi dan
dokumentasi bagi pengembangan penelitian seni pertunjukkan, dan sekaligus sebagai
wahana upaya pelestarian tari Purisari.
5. Tari Tayub
Dalam pagelaran Tayub, di dalam memeriahkan suatu acara tertentu, para
tamu undangan biasanya menjadi lebih meningkat/banyak, itu dikarenakan ikut
berperan aktifnya para tamu undangan tersebut dalam pagelaran Tayub tersebut,
yaitu sebagai Penari Pria (penayub). Sehingga membuat minat Tamu undangan
menjadi lebih tinggi.Di dalam melakukan Pementasannya, Tayub di Pati ini
kebanyakan menggunakan Panggung sebagai tempat untuk melakukan
pagelarannya, biasanya sisi belakang panggung ditempati Gamelan serta
Waranggono dan sisi depannya digunakan untuk pementasannya. Sedangkan
untuk waktu Pagelaran Tayub tersebut biasanya dilakukan pada saat siang atau
pun malam serta lebih sering siang dan malam tergantung penanggapnya,
biasanya pentas siang sekitar pukul 12.30-16.30 sedangkan malam pukul 20.30-
03.0. Biasanya dalam suatu pagelaran Kesenian Tayub, apabila para tamu
undangan ingin menjadi Penari Pria (Penayub) mereka harus mendaftar terlebih
dahulu kepada para orang yang bertugas mencatati daftar Penayub, kemudian
menyerahkannya catatannya kepada Pranataacara (Pembawa Acara) yang
kemudian Pranata Acara tersebut memanggil Para Penayub yang sudah terdaftar
untuk menari diatas Panggung.
Dalam pelaksanannya Tayub di Pati ini, penari wanita (ledhek) ini di kelilingi
depan belakang oleh Penari pria (penayub) dalam pementasannya, contohnya :
apabila ada 5 orang ledhek dalam pagelaran tersebut, berarti jumlah Penari
Prianya (penayub) ada 10, yang berhadapan dengan Ledheknya 5 penayub
sedangkan yang dibelakangi Ledheknya 5 penayub. Tembang serta irama Tayub
di Pati lebih cokekan (musiknya lebih keras) dibandingkan dengan daerah-daerah
lain. Tembang-tembang yang dibawakan dalam pementasan Tayub di Pati
sekarang ini juga mulai mengikuti permintaan pasar, dalam artian lagu-la
gunya tidak melulu tembang-tembang Jawa dan mulai merambah ke lagu-lagu pop
yang sedang populer.
Namun minat para generasi muda terhadap Kesenian Tayub ini semakin
menurun, sehingga Kesenian Tayub ini lama-kelamaan dapat termakan zaman.
Oleh karena itu re-generasi atau pengenalan generasi muda terhadap kesenian
Tayub ini sangat diperlukan agar Kesenian Tayub ini tetap ada. Dalam hal ini
peran pemerintah serta masyarakat sangat diperlukan, untuk saling bekerja sama
melestarikan kesenian Tayub ini. Sehingga membuat Kesenian Tayub ini tidak
akan pernah Mati dan tetap Lestari.