Anda di halaman 1dari 11

PEMBELAJARAN GEGURITAN MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING

AND LEARNING (CTL) PADA SISWA KELAS VII SMPN 01 KLATEN


Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Penelitian Pembelajaran Sastra Jawa
Progran Studi Pendidikan Bahasa Jawa

Disusun Oleh:
1. Putri Amalia Kumara

(1011300777)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS WIDYA DHARMA KLATEN
2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul bahasa toraja. Penulisan makalah ini
merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
perbandingan bahasa nusantara.
Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya
kepada :

1.

Drs. D. B. Putut Setiyadi, M. Hum. Selaku dosen pembimbing mata kuliah penelitian
pembelajaran sastra Jawa.

2.

Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam
penulisan laporan ini.
Dalam penulisan laporan ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah dikemudian hari.
Klaten, 08 Januari 2013
Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Dalam perkembangannya, banyak persoalan yang timbul di dalam pendidikan. Persoalan
itu terjadi pada guru dan siswa. Persoalan yang datang dari guru seperti bagaimana guru
mengkondisikan suasana kelas, bagaimana cara mengajar. Namun persoalan timbul dari siswa
yaitu bagaimana siswa tersebut menangkap materi yang diajarkan, seperti menyimak, membaca,
menulis, dan berbicara. Untuk mengatasi hal tersebut perlu adanya tindakan.
Dalam pembelajaran khususnya dalam mata pelajaran bahasa Jawa, mata pelajaran
tersebut banyak yang menganggapnya mudah, namun dalam realisasinya merupakan mata
pelajaran yang sangat sulit. Misalnya dalam pembelajaran geguritan, tanpa adanya penjabaran
mengenai apa geguritan itu, bagaimana menulis geguritan, dan bagaimana membaca geguritan
siswa tidak akan mampu mengkontruksikan hal tersebut.
Geguritan adalah adalah salah satu seni sastra tradisional Jawa yang masih dikenal hingga
kini. Dalam klasifikasi perkembangan sastra, geguritan Jawa termasuk ke dalam sastra Jawa
modern, yang masih bisa kita pelajari dari berbagai seniman Jawa saat ini. Dengan adanya
penjelasan mengenai geguritan tersebut, siswa mempunyai pandangan tentang geguritan. Hal
tersebut perlu adanya bantuan dari seorang guru.

Dalam melakukan pembelajaran, sebagai seorang guru hendaknya turun tangan untuk
mengatasi permasalahan tersebut. Sebagai seorang guru harus mempunyai pendekatan atau
metode yang digunakan dalam pembelajaran. Salah satunya model-model pembelajaran adalah
CTL. Contextual Theaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang mendorong guru
untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa (Ismawati,
2012:202).
Metode CTL mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki
dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Siswa berperan aktif dalam
pelaksanaan pembelajaran. Guru tidak memberikan semua pengetahuannya kepada murid secara
detail, namun siswa lah yang mengkontruksikan sendiri pengetahuan tersebut.
Untuk pembelajaran geguritan, seorang guru hanya menyampaikan konsep-konsep
mengenai geguritan. Selanjudnya siswa yang mengembangkannya dalam mengolah kata,
menyusun kosakata, dan menentukan tema. Tetapi kenyataannya siswa seringkali mengalami
kendala-kendala dalam mengolah kosakata yang berbahasa Jawa untuk membentuk geguritan.
Atas dasar diatas, penelitian yang berjudul pembelajaran geguritan melaluipendekatan
contextual theaching and learning (CTL) pada siswa kelas VII SMPN 01 Klaten diharapkan
dapat mengubah paradigma lama yang kurang bermutu. Penelitian ini mengarahkan siswa untuk
berperan aktif dalam proses belajar mengajar. Peneliti mengambil tempat penelitian di SMPN 01
Klaten karena lokasi penelitian dekat dengan tempat tinggal peneliti. Selain itu, peneliti
mengambil lokasi penelitian di SMPN 01 Klaten, menganggap sekolah tersebut merupakan
sekolah tingkat SLTP yang maju diwilayah itu. Sehingga peneliti ingin mengetahui seberapa jauh
pembelajaran geguritan dengann pendekatan CTL di sekolah tersebut.
B.

Pembatasan Masalah
Agar tujuan penelitian jelas, maka setiap penelitian harus ditentukan batas permasalahan
yang hendak diteliti. Dengan adanya pembatasan masalah, penelitian diharapkan dapat
memperoleh hasil yang optimal. Adapun masalah yang dibahas dalam penelitian ini yaitu
pembelajaran geguritan melalui pendekatan contextual theaching and learning (CTL) pada siswa
kelas VII SMPN 01 Klaten.

C.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan masalah dalam penelitian
yaitu :
Bagaimana pembelajaran geguritan melalui pendekatan contextual theaching and learning(CTL)
pada siswa kelas VII SMPN 01 Klaten ?
D.

Tujuan Penelitian
Dalam penetapan tujuan yang jelas akan memberikan arah yang jelas tentang kegiatan
penelitian yang dilakukan. Adapun tujuan penelitian ini adalah:
Ingin mengetahui pembelajaran geguritan melalui pendekatan contextual theaching and
learning (CTL) pada siswa kelas VII SMPN 01 Klaten.

E.

Manfaat Penelitian
Peneliti melakukan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1.

Manfaat Teoritis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memperbaiki terhadap pembelajaran
gegeuritan melalui pendekatan contextual theaching and learning (CTL) pada siswa kelas VII
SMPN 01 Klaten.

2.

Manfaat Praktis
Berdasarkan manfaatnya, jika dilihat dari segi praktis dapat dibagi menjadi 4 yaitu:

a.

Penulis
Untuk mengetahui sejauh mana proses belajar-mengajar geguritan dengan pendekatancontextual
theching and learning di SMPN 01 Klaten.

b.

Guru
Dengan pendekatan contextual theaching and learning dapat menyelenggarakan pembelajaran
efektif.

c.

Siswa
Dapat memotivasi siswa untuk aktif dalam peruses belajar-mengajar

d.

Generasi Peneliti selanjudnya


Untuk peneliti lainnya dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dan reverensi.

BAB II

LANDASAN TEORI
A.

Pembelajaran

1.

Pengertian pembelajaran
Sebelum menjabarkan teori pembelajaran lebih baiknya mengetahui apa yang dinamakan
belajar. Karen tujuan dari belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat
penting. Semua komponen yang ada dalam sistem pembelajaran dilaksanakan atas dasar
pencapaian tujuan belajar.
Belajar adalah suatu kegiatan yang dapat menghasilkan perubahan tingkat laku, baik
potensial maupun aktual. Perubahan itu berbentuk kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki
dalam waktu yang relative lama (konstan) , serta perubahan tersebut terjadi karena usaha sadar
yang dilakukan oleh individu yang sedang belajar (Gino, 2000:6).
Dalam dunia pendidikan, belajar merupakan kegiatan aktif siswa untuk memberikan
respon terhadap rangsangan yang datang dari sekitar pendidikan. Sehingga siswa dapat
melakukan tindakan yang jelas. Dengan demikian, seorang guru harus melakukan pembelajaran
secara aktif dalam memberikan stimulus.
Pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk membuat siswa
belajar yaitu terjadinya perobahan tingkah laku pada diri siswa yang bellajar, dimana perobahan
itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dank
arena adanya usaha (Gino,2000:33). Sedangkan menurut Wina Sanjaya (2007:104) menjelaskan
bahwa pembelajaran itu menunjukkan bahwa usaha siswa mempelajari bahan pelajaran
sebagai akibat perlakuan guru. Disini jelas, proses pembelajaran yang dilakukan siswa tidak
mungkin terjadi tanpa perlakuan guru. Yang membedakannya hanya terletak pada perananya
saja.

2.

Tujuan pembelajaran
Sebagaimana diketahui dalam dunia pendidikan bahwa pembelajaran memiliki tujuan
yang ingin dicapai yaitu:

1.

Tujuan intruksional umum


Tujuan intruksional umum menggariskan hasil-hasil dibidang studi yang seharusnya dicapai oleh
siswa.

2.

Tujuan intruksional khusus


Tujuan ini merupakan penjabaran yang lebih kongkrit dari tujuan intruksional umum yang
menyangkut satu pokok bahasan tertentu. Tujuan intruksional khusus meruppakan suatu tujuan

pengajaran yang kongkrit dan spesifik dan dianggap cukup berharga, wajar, dan pantas. Yang
dapat direalisir danbertahan lama yang menunjang tercapainya tujuan intruksional yang bersifat
lebih umum.
3.

Jenis-jenis strategi pembelajaran


Menurut Rowntree (1974) yang dikutip dalam bukunya Wina sanjaya (2007:128)
menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dikempokkan kedalam beberapa strategi:

1.

Strategi exposition-discovery learning


Dalam bahan pelajaran disajikan kepada siswa dalam bentuk jadi, siswa hanya dituntut untuk
menguasai bahan tersebut. Strategi ini disebut pembelajaran langsung, karena guru langsung
menyampaikan materi kepada siswa dan siswalah yang berkewajiban menguasainya. Sedangkan
strategi discovery menjelaskan bahwa bahan pelajaran dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa
melalui berbagai aktivitas, sehingga tugas guru hanya sebahgai fasilitator dan pembimbing.

2.

Strategi belajar individual


Dalam strategi ini belajar dilakukan sendiri oleh siswa secara manndiri. Kemampuan siswa
sangat menentukan keberhasilan pembellajaran siswa.

3.

Strategi berkelompok
Strategi ini dilakukan secara berkelompok, sekelompok siswa diajar oleh beberapa guru. Strategi
belajar berkelompok tidak memperhatikan kecepatan belajar individual, namun setiap individu
dianggap sama. Oleh karena itu belajar dalam kelompok dapat menghambat siswa yang
mempunyai kemampuan tinggi karena siswa yang berkemampuan rendah.

B.

Pengertian Geguritan
Dalam sastra Indonesia geguritan disebut dengan puisi. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2005:903) menjelaskan bahwa puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oeleh
irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia
Sekolah Dasar (2003:301) mengatakan bahwa puisi merupakan karangan yang berbentuk sajak,
pantun, dan syair.
Kesusastraan Jawa menyebut puisi dalam bahasa geguritan yang berisi dan diolah dengan
bahasa indah. Menurut Winoto (2010,44-46) menjelaskan kata geguritan berasal dari tembung
lingga yaitu gurit yang artinya tulis, gambar, nyanyian. Geguritan bisa untuk menggambarkan
isi hati atau memberi pelajaran dan pengingat bagi yang membaca.Geguritan mempunyai nilainilai dan amanat yang bisa dipetik dengan memparafrasekannya terlebih dahulu. Sedangkan

menurut Purwadi (2007:455) mengatakan bahwa keindahan geguritan gagrak anyar tidak pada
pergulatan bahasa, tetapi lebih pada isinya untuk mengekpresikan perasaan jiwa.
Keindahan bahasa geguritan terletak pada tiga macam yaitu:
1.

Wilet
Yaitu kelak-kelok suara agar ajeg, beruntun dan memiliki makna yang tinggi.

2.

Wirama
Yaitu panjang pendek, keras liat dan tinggi rendah jatuhnya suara.

3.

Purwakanthi
Yang dikenal dengan dhong dhinging suara atau runtutnya suara.
Dalam klasifikasi perkembangan sastra, geguritan merupakan sastra jawa modern yang
masih dipelajari hingga saat ini. Geguritan ini masih dikenal dari jaman dahulu hingga kini.
Sering kali, geguritan ditemukan dalam bentuk puisi dan karangan bebas yang tidak terikan oleh
syarat. Adapun ciri-ciri geguritan antara lain:

1.

Tiap baris tidak terikan oleh jumlah kata.

2.

Tidak harus berbentuk bait.

3.

Vocal dan jumlah suku kata bebas.

4.

Menggunakan rima dan irama.

5.

Ada gagasan pokok.


Menurut Winoto (2010: 44-46) menjelaskan bahwa persiapan yang harus diperhatikan ketika
akan menulis geguritan antara lain:

a.

Menentukan tema.

b.

Pemilihan kata-katanya yang berisi.

c.

Penyusunan kalimat.

d.

Arti bahasa.

e.

Bentuknya.

C.

Metode konstektual (contextual theaching and learning)


Pembelajaran kontekstual (CTL) adalah suatu model pembelajaran dengan cara
menghubungkannya dengan situasi kehidupan yang dialami siswa sehari-hari sehingga
pemahaman materi diterapkan dalam kehidupan nyata (saud, 2008:176).
Menurut Nurhadi (2003:4) mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi
dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan mereka sehari hari.

Dengan demikian pembelajaran CTL menekankan pada keaktifan siswa baik fisik
maupun mental. Metode ini memandang bahwa belajar bukan hanya kegiatan menghafal, namun
juga mengkontruksikan materi terhadap kehidupan nyata. CTL mengajak para siswa membuat
hubungan-hubungan yang mengungkapkan makna, CTL memiliki potensi untuk membuat para
siswa berminat untuk belajar.
Menurut Ismawati dalam bukunya yang berjudul Telaah Kurikulum dan Pengembangan
Bahan Ajar (2012:203) menjelaskan bahwa CTL memiliki 7 komponen yaitu (1) constructivism,
(2) inquiry, (3) questioning, (4) learning community, (5) modeling, (6) reflection, (7) authentic
assessment.
1.

Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur
kognitif siswa berdasarkan pengalaman (Sanjaya,2008:264). Dalam pembelajaran
kontruktivisme siswa dituntut untuk memanfaatkan pengetahuan yang dimilikinya secara aktif,
kreatif, dan produktif. Dalam pandangan konstruktivisme, stategi memperoleh lebih diutamakan
dibanding seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Pengetahuan yang
diberikan oleh guru, siswa harus dapat mengkontruksikan pengetahuan tersebut konteks nyata.

2.

Inkuiri (inquiry)
Proses pembelajaran yang didasarkan pada penemuan melalui proses berfikir secara sistematis.
Melalui konsep inkuiri memberikan peluang siswa untuk menggunakan mental intelektualnya
dalam menentukann prinsip sendiri secara ilmiah. Proses mengingat pengetahuan tidak dilakukan
siswa, namun siswa diharuskan untuk menemukan sendiri bagaimana pengetahuan itu. Dalam
proses penemuan ada langkah-langkah yang dilakukan, antara lain: (1) merumuskan masalah, (2)
mengajukan hipotesis, (3) menguji hipotesis, (4) membuat kesimpulan. Dengan adanya
penerapan pembelajaran tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesadaran siswa untuk
memecahkan masalah.

3.

Bertanya (questioning)
Bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran. Dengan bertanya, pengetahuan yang
dimiliki seseorang dapat disampaikan kepada orang lain. Dalam proses pembelajaran, guru tidak
menyampaikan materi begitu saja tetapi memancing agar siswa memunculkan masalah. Peran
bertanya sangat penting, karena melalui pertanyaan guru dapat mengarahkan siswa untuk
menemukan pemecahan materi.
Dalam sebuah pembelajaran kegiatan bertanya berguna untuk (1) menggali informasi, (2)
mengecek pemahaman siswa, (3) membangkitkan respon siswa, (4) mengetahui seberapa jauh

keingintahuan siswa, (5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, (6) memfokoskan
perhatian siswa, (7) membangkitkan pertanyaan siswa, (8) menyegarkan kembali pengetahuan
siswa ( Depdiknas dalam Ismawati, 2012:205).
4.

Masyarakat Belajar (Learning Community)


Pengetahuan yang ada dalam diri siswa didapatkan bukan hanya dari lembaga sekolah, namun
peran masyarakatpun ikut menompang. Suatu permasalahan tidak dapat dipecahkan sendiri tanpa
bantuan orang lain. Dalam pembelajaran yang menggunakan CTL asas masyarakat belajar dapat
dilakukaan dengan cara kerja kelompok.

5.

Pemodelan ( Modeling)
Modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat
ditiru oleh siswa (Sanjaya,2008:267). Pemodelan dapat berasal dari guru maupun orang lain,
misalnya guru olahraga memberikan contoh bagaimana menendang bola dengan benar,
kemudian siswa menirukannya.

6.

Refleksi (Reflection)
Akhir dari proses pembelajaran yang menggunakan CTL diadakan proses refleksi. Guru
memberikan siswa untuk merenungi materi yang telah dipelajari, sehingga ia dapat
menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.

7.

Penilaian Nyata (Authentic Assessment)


Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang dapat diberikan gambaran
perkembangan belajar siswa (Ismawati, 2012:206). Pengumpulan dan penilaian diperlukan untuk
mengukur perkembangan belajar siswa. Di dalam pembelajaran, keberhasilan siswa tidak hanya
ditentukan seberapa jauh pengetahuan yang dimiliki tetapi bagaimana penerapannya dalam dunia
nyata.
Dalam dunia pendidikan, pembelajaran dan pengajaran kontekstual langsung melibatkan
dalam kegiatan penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan
kehidupan nyata yang ada disekitar siswa. Dengan pembelajaran CTL dapat memperbaiki
beberapa kekurangan yang dihadapi dalam dunia pendidikan tradisional. Dengan demikian CTL
dianggap sebagai akar rumput pembelajaran dan layak berada di jantung sistem pendidikan
setiap masyarakat. CTL memadukan tindakan dan gagasan, mengetahui dan melakukan, berfikir
dan bertindak.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di kelas VII SMPN Klaten. Sedangkan waktu penelitian diadakan
pada bulan November-desember 2012.
Sekolah ini dipilih oleh peneliti dengan mempertimbangkan hal sebagai berikut:

1.

Lokasi sekolah cukup strategis untuk dilakukan penelitian dan dekat dengan tempat tinggal
peneliti.

2.

Sekolah yang diteliti merupakan sekolah yang dianggap berbasis nasional, sehingga mapel
bahasa jawa kurang diperhatikan. Dengan demikian peneliti ingin mengamati langsung proses
pembelajaran bahasa Jawa khususnya geguritan.

3.

Peneliti sendiri ingin mengetahui seberapa jauh pembelajaran yang menerapkan metode CTL
pada mapel geguritan pada siswa kelas VII SMPN 01 Klaten.

B.

Teknik Pengumpulan Data

1.

Teknik observasi
Teknik observasi ini melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala
yang tampak pada objek penelitian (margono,2004:158). Dalam melakukan pengamatan terhadap
objek pada tempat berlangsungnya peristiwa. Observasi digunakan untuk mengetahui kinerja
guru dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran geguritan dengan metode CTL. Adapun
tahapan observasi yang dilakukan yaitu ( 1 ) peneliti mempersiapkan lembar observasi yang
berisi tentang pengamatan kinerja guru dan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar. (2)
peneliti mengamati langsung selama proses belajar-mengajar berlangsung. (3) peneliti mencatat
hal-hal hasil observasi yang diperoleh.

2.

Teknik tes
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengadakan tes. Metode tes adalah suatu metode
pengumpulan data dengan menggunakan soal-soal dan tugas rumah. Metode ini digunakan untuk
mendapatkan hasil data tentang pembelajaran geguritan yang menggunakan metode CTL.

C.

Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola,
kategori, satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dirumuskan hipotesis kerja
seperti yang disarankan oleh data ( Moleong.1996:103). Teknik analisis data ini melakukan
penelitian tindakan
Proses analisis data dilakukan secara bersamaan dengan proses pelaksanaan
pengumpulan data. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Data yang diperoleh dari tes
dianalisis secara kuantitis berdasarkan nilai-nilai yang ada. Sedangkan data yang diperoleh dari
hasil observasi dianalisis secara kualitatif untuk mengetahui bagaimana tanggapan guru dan
siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan metode CTL.

DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka.
Dedi, Sugono, dan Erwina Burhanuddin, Lien Sutini, Haryanto. 2003. Kamus Bahasa Indonesia Sekolah
Dasar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Djiwandono, S E W.1982. Psikologi Pendidikan. Jakarta:Depdikbud.
Gino, J, dan Suwarini, Suripto, Maryanto, Sutijan. 2000. Belajar dan Pembelajaran I.
Surakarta:Departemen P dan K.
Ismawati, Esti. 2012. Telaah Kurikulum dan Pengembangan Bahan Ajar. Yogyakarta:Ombak.
Margono, S. 2004. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta.
Moleong, Lexy. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:Remaja Karya.
Nurhadi, Burhanuddin, dan Senduk A.G. Pembelajaran Kontekstual ( Contextual Teaching and
Learning) dan Penerapannya dalam KBK. Malang:Universitas Negri Malang.
Purwadi. 2007. Sejarah Sastra Jawa. Yogyakarta:Panji Pustaka.
Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran. Jakarta:Kencana Prenada Media Grup.
Saud, Udin Syaefuddin. 2008. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Winoto, Bekti. 2010. Basa Jawa. Surakarta:Widya Duta Grafika.

Anda mungkin juga menyukai