Oleh:
I Made Giri Suyoga Bandem
NIM: 1911021027
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kebudayaan bali merupakan salah satu kebudayaan yang ada di indonesia.
Bali sangat banyak mempunyai kebudayaan yang tidak bisa di hilangkan dari
masyarakat bali, karena sudah menyatu dengan masyarakat Bali dan diwarisi
secara turun temurun. Kebudayaan berasal dari kata culture, kata kultur berasal
dari bahasa latin yaitu cultural. Cultural ini memiliki makna memelihara hasil
karya yang akan menghasilkan kebudayaan. Itu sebabnya budaya ini tidak tidak
bisa dihilangkan dari kehidupan masyarakat
Kebudayaaan yang ada di bali memiliki kaitan atau hubungan terhadap
pengaruh yang sering disebut dengan antropologi. Antropologi adalah kata yang
berasal dari kata antro dan logos, antro memilki makna manusia, dan sedangkan
logos memiliki makna ilmu pengetahuan, jadi antropologi dapat dijadikan ilmu
untuk meneliti prilaku manusia sehari hari.
Berkembangnya pengetahuan modernisasi dan teknologi di segala bidang
menyebabkan masyarakat mempermudah menjalani kehiduopan. Hasil
pengembangan berupa TV, HP, internet dan sebagainya merupakan sebagaian
hiburan yang sangat mengasikan. Tradisi sebagai akar budaya mulai
terpinggirkan. Tradisi berkesenian yang menyatu dengan manusia perlahan lahan
mengalami penurunan minat pendukungnya.
Salah satu jenis hiburan di Bali adalah dengan berkesenian. Jenis hiburan
yang datang dari luar Bali lambat laun menjadi budaya baru di Bali.
Koentjaraningrat (1998:20) menyatakan: berdasarkan indera penglihatan manusia,
kesenian dapat dibagi sebagai berikut, (1) seni rupa terdiri dari (a) seni patung
terdiri atas bahan batu dan kayu, (b) seni menggambar dengan media pinsil dan
crayon, (c) seni menggambar dengan media cat minyak dan cat air; (2) seni
pertunjukan terdiri dari (a) seni tari, (b) seni drama dan (c) seni sandiwara.
Berdasarkan indera pendengaran manusia, maka kesenian dibagi dalam: (1) seni
musik, (termasuk seni musik tradisional) dan (2) seni kesusastraan. Cabang
kesenian yang tersebut terakhir ini juga termasuk dalam bagian ini karena dapat
pula dinikmati dan dinilai keindahannya melalui pendengaran (yaitu melalui
pembacaan prosa dan puisi).
Orang Bali tidak saja berkutat pada kesenian tradisional. Kesenian modern
dan kesenian kontemporer juga telah berkembang cukup pesat. Band-band lokal
bermunculan dan memunculkan penyanyi-penyani lokal yang cukup punya nama
di seluruh Pulau Bali, bahkan sampai keluar pulau. Hiburan jenis band mudah
dinikmati setiap saat dengan beraneka piranti modern. Group band serta
penyanyinya terkenal di mata publik, mendapatkan finansial yang cukup dan ke
mana-mana disambut serta dielu-elukan.
Informasi budaya modern di belahan dunia mudah didapat dengan
mengakses internet, telah muncul peradaban baru di depan mata. Tanpa disadari
modernisasi menyebabkan adanya peminggiran- peminggiran sosial kebudayaan
yang dapat menghilangkan jati diri manusia Bali itu sendiri. Berkesenian dengan
bernyanyi yang merupakan salah satu unsur kebudayan lokal terimbas olehnya.
Penghilangan jati diri manusia akan menyebabkan krisis kehidupan. Manusia
hidup bermasyarakat yang menganut pola kebersamaan akan mengalami krisis
sosial. Krisis sosial dari negara berkembang akan membawa manusia pada
persaingan yang tidak sehat, korupsi, perang saudara, dan berbagai bentuk
kekerasan lainnya. Akibat langsung yang ditimbulkan adalah hilangnya nilai
manusia sebagai subjek sebab nilai sudah terdegradasikan ke dalam manfaat itu
sendiri. Manusia pada giliannya kehilangan akar tradisinya. Bahkan identitas
dirinya sehingga yag tersisa hanyalah cerita mengenai manusia.
Mempermudah kehidupan akan berdampak langsung pada krisis sosial.
Karen semua akan digampangkan pencapaianya dalam kehidupan konsumtif,
ketersediaan, kemudahaan tranportasi dan jasa memperlancar pendistribusian
kebutuhan sendiri. Konsumtivitas menjadikan manusia lupa pada dirinya. Untuk
mnegurangi kehidupan konsumtif dalam dunia modern ini. Agama hindu memiliki
relevansi menyiasati dalam mengarungi kehidupan di dunia dengan jalan
memperdalam ajaran-ajaran agama yang ada di dalamnya. Penyadaran diri pada
kehidupan yang mesti dijalani dapat menjadikan manusia lebih tenang, lebih
santun dan terjaga harkat dirinnya
Menurut Putra (2005:106) "manusia terdiri atas jasmani dan rohani,
kedua-duanya menginginkan kepuasan". Kepuasan jasmani dan kepuasan rohani
terpenuhi dengan keseimbangan dalam pencapaiannya. Kepuasan jasmani tercapai
dengan memenuhi hasrat indria. Kepuasan rohani akan tercapai dengan pengisian-
pengisian kegiatan rohani yang didasari dengan pengendalian diri. Penampakan
pengendalian diri akan muncul dengan wajah yang sumringah, tenang dan
memancarkan kasih pada makhluk. Perilakunya akan nampak lemah lembut,
sabar, sopan santun. Pada dasarnya manusia memiliki kemampuan membedakan
benar dan salah serta dapat menghindari perbuatan tercela memilih mana baik dan
mana yang buruk yang berdampak pada perkembagan rohaninya
Dengan demikian, pergeseran-pergeseran nilai kemanusiaan, perubahan
pola hidup, mengubah pola pikir manusia yang menyebabkan terjadinya degradasi
kualitas hidup dapat diminimalisir. Kualitas hidup dapat terangkat bila mana
sastra-sastra agama dipakai sebagai pedoman hidup.
Merambahnya hiburan di masyarakat luas sebagai pemuas jasmani telah
memasuki sendi-sendi kehidupan menyeluruh. Salah mengapresiasi menyebabkan
keruntuhan moral. Penyebaran pengaruh hiburan yang bersifat instan tidak
membedakan status sosial, umur ataupun waktu kesemuanya seolah tanpa batas.
Di Bali, hiburan sedemikian kompleks mengingat Bali adalah salah satu
daerah tujuan wisata. Jenis hiburan beraneka macam untuk memuaskan
pelancong. Kedatangannya di samping menikmati budaya, keindahan alam,
keramahan sosial budaya setempat, mereka juga memerlukan hiburan yang
memang mereka telah miliki dan nikmati di daerah asalnya. Penyediaan layanan
hiburan dari luar daerah yang disajikan secara terus-menerus dalam kurun waktu
yang panjang, menyebabkan orang Bali yang beragama Hindu merasakan secara
langsung-tidak langsung dampaknya. Menjadikan orang Bali memasuki kisaran
budaya global.
Manusia senantiasa mengalami proses diferiansiasi sosial sktruktural dan
suatu generalisasi nilai norma dan makna yanng menyertainya. Dalam hubungan
kebudayaan, pergeseran itu akan sangat memberi kontribusi terhadap pengetahuan
sebagai satuan budaya (Triguna, 2008:432). Mengurangi, sedapat mungkin
menghindari pergeseran budaya orang lain untuk menjaga jati diri kebudayaan
lokal sebagai identitas bangsa patut dipertahankan dan dikembangkan.
Karya sastra lama akan dapat memberikan khazanah ilmu pengetahuan
yang beraneka macam ragamnya. Penggalian karya sastra lama yang tersebar di
daerah-daerah ini, akan menghasilkan ciri-ciri khas kebudayaan daerah, yang
meliputi pula pandangan hidup serta landasan falsafah yang mulia dan tinggi
nilainya. Modal semacam itu, yang tersimpan dalam karya-karya sastra daerah,
akhirnya akan dapat juga menunjang kekayaan sastra Indonesia pada umumnya.
Kesusatraan Bali secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
kesusastraan bali purwa (kesusastraan Bali tradisional) dan kesusastraan bali
anyar atau kesusastraan Bali baru, kesusastraan Bali purwa adalah salah satu
warisan sastra Bali yang dibagun oleh unsur-unsur tradisional masyarakat
penganutnya, yang berupa gaguritan, kakawin, dan kidung. Pembagian
selanjutnya, kesusastraan Bali anyar, yang dibangun oleh bangun-bangun baru
yang didapat dari kebudayaan atau dari sastra baru. Yang berupa cerpen dan
novel. Gauritan adalah salah satu bangun sastra dari bagaian kesusastraan Bali
purwa. Penelitian ini akan melakukan penelitian kesusastraan Bali tradisional atau
Bali Purwa yag berupa gaguritan.
Gaguritan merupakan salah satu karya sastra bali purwa atau Bali
tradisional. Yang akar katanya berasal dari bahasa jawa kuno, berasal dari kata
gurit yang memiliki makna tulis, dan anggurit memiliki makna menulis tembang
yang sering disebut dengan sinom pangkur (Suastika 1997, 309-310). Tembang
seperti ini hanya salah satu bangun kesusastraan Bali purwa yang terikat oleh
yang disebut dengan padalingsa. Membicarakan geguritan tidak sama dengan
membicarakan tentang pacapliring. Karena gaguritan ini menggunakan pupuh-
pupuh yang terikat oleh aturan-aturan yang sering disebut dengan pada lingsa
(Agastia 1980,13). Kata padalingsa ini berasal dari bahasa sansekerta dari kata
pada yang memiliki makna kaki dan lingsa yang memiliki makna suara. Jika
dicari intinya dalam lingkup karya sastra gaguritan, padalingsa merupakan 1.
Banyaknya baris dalam satu bait atau yang sering disebut dengan guru gatra 2.
aturan yang mengikat banyaknya baris pada setiap satu jenis pupuh dan
banyaknya suku kata setiap barisnya yang disebut dengan guru wilang 3, aturan
yang mengikat akhiran atau jatuhnya atau peletakan huruf vokal setiap akhir suku
kata yang disebut dengan guru lagu (Tinggen 1982, 31; Saputra 1992, 8)
Gaguritan yang dibagun oleh pupuh-pupuh yang seperti dijelasakan di atas
lumbrah dinyanyikan dengan macapat atau membaca baris dengan suara patpat-
patpat atau empat-empat. Tembag ini juga disebut dengan sekar alit pupunhnya
juga memiliki jenis yang digunakan menceritakan cerita yang sesui dengan jenis
atau karakteristik pupuh tersebut.
Magaguritan adalah salah satu identitas budaya bali. Magaguritan
memiliki peranan penting dalam pelestarian budaya, dengan aktivitas
mageguritaan dapat mengkomunikasikan nilai-nilai agama baik dari segi tattwa,
susila, maupun upacara. Di dalam geguritan termuat wujud ekpresi pencarian jati
diri, juga di dalamnya memuat sumber pengetahuan. Pengetahuan dalam Weda
lebih mudah dapat dipelajari dan dimaknai dengan belajar geguritan.
Geguritan, mengandung nilai refleksi Weda yang diapresiasi dalam
pesantian-pesantian. Pesantian merupakan wadah kelompok belajar, yang dikenal
dengan nyastra (Tim Peneliti, 1993/1994:42). Konsep malajah sambil magending,
magending sambil malajah adalah cara orang Bali belajar agama, berkesenian,
berorganisasi. Aktivitas dijalankan dengan adanya saling menghargai sesama
tanpa membedakan status sosial. Kelompok-kelompok pesantian ada di dalam
ikatan desa yang bergerak dinamis mendalami ajaran agama Hindu. Satu prinsip
yang tetap ajeg, lestari, mampu memberdayakan diri, berfungsi, dan berperan
luwes, fleksibel, memenuhi kepentingan masyarakat sejalan dengan
perkembangan semangat zaman. (Parimartha ,2003:29).
Geguritan adalah saduran cerita yang berbentuk tembang (Kamus Bali-
Indonesia: 220). Di dalam ajaran Agama Hindu terdapat nilai-nilai yang universal,
tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, karena itu selalu relevan dengan
perkembangan masyarakat dan dunia. Nilai-nilai ajaran Agama Hindu termuat
dalam geguritan tidak saja sekadar sumber filsafat, etika dan moral, tetapi juga
nilai-nilai spiritual yang luhur untuk mencapai tujuan tertinggi berupa
kebahagiaan lahir dan batin. Geguritan merupakan sajak yang dilagukan dengan
irama tertentu. Secara umum geguritan banyak mengandung nilai-nilai
pendidikan, antara lain adalah pertama nilai Srada yaitu rasa bhakti dan takwa
kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Dewi
Saraswati. Kedua nilai Susila, yaitu sifat cinta kasih. toleransi dan tenggang rasa.
Ketiga nilai upacara, yaitu ketulusan hati saat melakukan Yadnya. Di samping itu
juga terkandung nilai budaya, seni dan estetika, sehingga terjadi hubungan yang
harmonis antara; hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama,
manusia dengan alam.
Pembungkusan nilai agama untuk dapat diresapi oleh masyarakat secara
umum sering disampaikan dengan secara menggunakan mitos. Pada hakikatnya
pikiran manusia itu tidak mau menerima begitu saja semua gejala yang
ditangkapnya dengan akal dan pancaindera. Mitos itu dapat berubah sesuai
dengan kepentingan dan kerangka acuan masyarakatnya atau individu dalam
masyarakat di mana mitos itu hidup (Partini, 1986:11). Menurut Nurgiyanto
(Cika, 2006: 24) mitos merupakan penerusan tradisi. Tradisi yang menguatkan
disebut pengukuhan tradisi (myth of concern) sedangkan penolakan tradisi
sebagai mitos pemberontakan (myth of freedom). Kedua hal ini dikatakan sebagai
sesuatu yang wajib hadir dalam penulisan teks kesastraan, sesuai dengan hakikat
kesusastraan itu yang selalu berada dalam ketegangan antara konvensi dan
inovasi.
Sesungguhnya seorang seniman tradisional Bali memiliki kewajiban untuk
membaca karya sastra Kawi atau Jawa Kuno. Karya sastra klasikdi dalamnya
sangat kaya dengan berbagi ajaran. Dari khazanah karya sastra Kawi atau naskah
yang tersimpan di Bali, telah banyak dilakukan pengelompokan, di antaranya oleh
Kadjeng (1929), Pigeaud (1967), dan terakhir oleh I Wayan Cika (2006:4) sebagai
berikut: (1) Arsitektur yang terdiri dari: Hasta Kosala, Hasta Kosali, Hastabhumi,
Dharmaning Sangging; (2) Lelampahan (lakon atau cerita yang dipentaskan): (3)
Kesusastraan seperti: Parwa, Kakawin, Kidung, Geguritan, dan Parikan; (4) Usada
(pengobatan); (5) Sejarah & Mitologi seperti Babad, Pamancangah, Usana, Uwug;
(5) Agama & Etika seperti Weda, Mantra, Puja, Kalpasastra, Tutur, Sasana, dan
Niti.
Dalam karya sastra tradisional kerap dimuat nilai budi pekerti, moral, atau
nilai pendidikan karakter. Dalam karya tradisional Bali, nilai tersebut juga sering
ditemukan, baik dalam karya yang berbentuk kakawin (sekar ageng), kidung
(sekar madya), geguritan (sekar alit), maupun dalam gagendingan (sekar rarel
Salali satu Reguritan yang memuat nilar pendidikan karakter adalah Geguritan
Bagus Diarsa.
Gaguritan I Bgaus Diarsa mengisahkan kehidupan tokoh I Bagus Diarsa
beserta keluarganya. I Bagus Diarsa dilukiskan sebagai tokoh yang senang
bermain judi sabungan ayam, tetapi ia sangat jujur. Ia sering diperdaya oleh Anak
Agung beserta anak buahnya sehingga menyebabkan I Bagus Diarsa sering kalah
dan hartanya menjadi terkuras habis. Meskipun demikian, istri dan anaknya
senantiasa mendampinginya, baik dalam suka maupun duka. Pada suatu ketika
sehabis kalah menyabung ayam, I Bagus Diarsa dihampiri oleh orang tua peminta
minta, yang kelak diketahui adalah jelmaan Sang Hyang Guru (Betara Siwa)
Orang tua peminta minta itu dijamu oleh I Bagus Diarsa dan diperlakukan secara
terhormat. Selesai dijamu, orang tua tersebut pulang dengan mengajak anak I
Bagus Diarsa, I Wiracita dengan suatu pesan bahwa jika kelak I Bagus Diarsa
mengalami kesulitan agar ia menemui orang tua tersebut. Dengan cara melepas
melepas tiga helai bulu ayam yag diberikan orang tua itu dan mengikuti kemana
arahnya pergi
Selang beberapa lama. I Bagus Diarsa ditangtag menyambung ayam oleh
Anak Agung dan anak buahnya. I Bagus diarsa tidak mempunyai ayam yang jago.
Ia segera teringat akan pesan orang tua peminta-minta dahulu, maka dengan
segera ia melepas tiga helai bulu ayam dan mengpikutinya sehingga ia bisa tiba
dan menghadap betara siwa. Betara Siwa segera menghadiahkan seekor ayam
yang sangat jago kepada I Bagus Diarsa untuk meladeni tantangan Anak Agung.
Berkat ayam tersebut, Anak Agung dan anak buahnya bisa dikalahkan dan I
Bagus Diarsa bisa menggantikanya menjadi raja.
Penelitian ini akan meneliti bangun atau struktur naratif gaguritan I Bagus
Diarsa. Dan juga nilai nilai yang berhubungan dengan susila. Dan aspek
antropologi yang ada dalam gaguritan I Bagus Diarsa. Itu yang memnyebabkan
tulisan itu dijadikan objek penelitian. Tujuan tulisan ini yaitu supaya dirasakan isi
budaya miwah nilai-nilai susila yang ada dalam gaguritan I Bagus Diarsa. Dari
latar belakang di atas penulis akan meneliti Gaguritan I Bagus Diarsa. Oleh sebab
itu tulisan ini berjudul Gaguritan I Bagus Diarsa (Nilai Susila dan aspek
antropologi sastra)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mendapatkam suatu rumusan
msalah yaitu:
1. Bagaimana struktur naratif yang ada dalam Gaguritan Bagus Diarsa?
2. Bagaiman nilai-nilai yag berhubungan dengan susila dalam Gaguritan
Bagus Diarsa
3. Aspek Antropologi apa saja yang ada dalam Gagurtan Bagus Diarsa
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian hanya menjadi titik acuan disaat melaksanakan
penelitian, penelitian ini memiliki dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum pada penelitian ini yaitu meneliti nilai kebudayaan yang ada
dalam Gaguritan Bagus Diarsa, supaya bisa diketahui apa manfaat di masyarakat.
1.3.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus yaitu digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang
ada dalam penelitian ini yaitu
1. Supaya bisa diketaui struktur naratif yang membangun Gaguritan Bagus
Diarsa
2. Supaya bisa diketahui nilai-nilai yang berhubungan dengan aspek susila
yang ada dalam Gaguritan Bagus Diarsa
3. Mengetahui aspek antropologi yang ada dalam Gaguritan Bagus Diarsa
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu manfaat teoritis dan
manfaat praktis manfaat ini akan dijelaskan di bawah ini
1.4.1 Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis penelitian ini suapaya bisa memberikan manfaat pada
pengetahuan juga melestarikan karya sastra utamanya pada Gaguritan Bagus
Diarsa.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini memiliki manfaat praktis yaitu seperti yang dijelaskan
pada bawah ini
1. Kepada yang membaca, bisa mengetahui tentang Gaguritan Bagus Diarsa
yang menjadi kebudayaan bangsa
2. Dapat mempergunakan ilmu pengetahuan yang ada pada Gaguritan Bagus
Diarsa
3. Kepada pemerintah, suapaya bisa dipergunakan untuk meningkatkan
pelajaran bahasa Bali dan Kebudayaan Bali
2)BAB II
METODE PENELITIAN