Anda di halaman 1dari 8

PROSIDING SAMASTA

Seminar Nasional Bahasa dan Sastra Indonesia


SIMBOL PADA TRADISI MEGENGAN DI DESA KEDUNGREJO,
WARU, SIDOARJO (KAJIAN SEMIOTIKA ROLAND BARTHES)

Eka Fauziyah1)*, Yarno2), R. Panji Hermoyo3)


1)
Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, FakultasKeguruan Dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surabaya
2)
Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, FakultasKeguruan Dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surabaya
3)
Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, FakultasKeguruan Dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surabaya
*
ekafauziyahasa@gmail.com

Diterima: DD MM YYYY Direvisi: DD MM YYYY Disetujui: DD MM YYYY

ABSTRAK

Tradisi megengan merupakan ritual yang dilaksanakan sebelum datangnya bulan Ramadhan
sebagai prosesi penyambutan bulan Ramadhan. Megengan juga bisa berarti rasa syukur
karena diberi kesempatan hidup dan bertemu lagi dengan Ramadhan. Fokus penelitian ini
adalah makna simbol yang terdapat dalam Tradisi Megengan di Desa Kedungrejo, Waru-
Sidoarjodannilai-nilai yang terdapat dalam simbol Tradisi Megengan di Desa Kedungrejo,
Waru-Sidoarjo. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna simbol, dan nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya. Kajian teori yang digunakan adalah kajian semiotika Roland
Barthes. Peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan
data menggunakan observasi, dokumentasi, dan wawancara. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa dalam tradisi megengan terdapat beberapa simbol yang yang wajib ada,
karena terdapat nilai-nilai yang terkandung didalamnya.

Kata kunci: Megengan, Simbol, semiotika Roland Barthes

PENDAHULUAN meriah, dan di setiap daerah berbeda


Tradisi merupakan produk dari bergantung pada ciri khas masing-masing.
kebudayaan, yang diwariskan dari satu Tradisi megengan adalah hasil
generasi kegenerasi selanjutnya. Tradisi ini akulturasi kebudayaan Jawa dengan agama
tidak hanya mengenai kebudayaan Islam. (Ridho, 2019) menjelaskan
masyarakat setempat, namun juga akulturasi dalam tradisi megengan terjadi
berakulturasi dengan agama atau karena Islam dalam proses penyebarannya
kepercayaan, seperti tradisi megengan. melakukan dekonstruksi terhadap nilai-
Tradisi megengan merupakan tradisi yang nilainya tetap tidak menghilangkan wujud
dijalankan sebelum datangnya bulan dari tradisi tersebut. Artinya wujud dari
Ramadan untuk menyambut bulan tradisi seperti perayaan dan simbol-
Ramadan. Perayaan megengan ini sangat simbolnya masih tetap ada, namun orientas

232 | 2021
Eka Fauziyah, Yarno, R. Panji Hermoyo : Simbol pada Tradisi Megengan di Desa
Kedungrejo, Waru, Sidoarjo (Kajian Semiotika Roland Barthes)

ini lainya merujuk pada nilai-nilai Islam. dibagikan wajib terdapat kue apem dan
Simbol dalam tradisi yang kental kaitannya pisang sebagai syarat.
dengan kebudayaan sangat penting artinya Pada setiap prosesi pelaksanaan
bagi masyarakat. Hal ini sesuai dengan megengan, terdapat simbol-simbol yang
Geertz dalam Aibak (Aibak, 2010) yang memiliki makna serta filosofi. Hal ini
menyatakan simbol dalam budaya dikarenakan, budaya Jawa yang memang
masyarakat Jawa mempunyai makna yang kentalakan makna sehingga setiap hal yang
terwujud dalam bentuk ekspresi realitas dilakukan memiliki arti tersendiri, terlebih
hidup mereka, sehingga simbol-simbol ini lagi berkaitan dengan hubungannya ke
memiliki nilai yang sangat penting untuk Tuhan. Contohnya nasi tumpeng, secara
masyarakat tersebut. umum tumpeng bermakna sebagai ucapan
Simbol dalam tradisi yang berkaitan syukur kepada Allah atas rezeki yang telah
dengan ritual keagamaan cukup penting, dilimpahkan, dilihat dari bentuk tumpeng
karena hal tersebut berkaitan dengan nilai yang mengerucut, sebagai tujuan semua
kepuasan (Aibak, 2010). Simbol adalah mahkluk hidup adalah Allah. Berbagai
objek atau peristiwa apapun yang menunjuk macam lauk yang terdapat ditumpeng
pada sesuatu, dan meliputi dapat dirasakan melambangkan kehidupan manusia,
atau dialami (Sobur, 2009). Oleh karena itu tumbuhan, serta hewan. Nasi tumpeng
dalam ritual keagamaan simbol ini dibuat sebagai lambang keharmonisan
berkaitan dengan nilai kepuasan, yang hadir hubungan antara manusia denganTuhan,
karena masyarakat merasa bagian yang serta manusia dengan sekitarnya (Hafidz,
terpenting telah terlaksanakan. 2017)
Terdapat beberapa perbedaan tradisi Pemahaman akan simbol-simbol
megengandi Desa Kedungrejo, Waru, semacam ini penting, supaya generasi
Sidoarjo dengan daerah-daerah lain yang selanjutnya memahami esensi dari tradisi
melakukan tradisi megengan. Berdasarkan megengan, bukan hanya menganggapnya
hasil observasi, Desa Kedung rejo sebagai suatu warisan leluhur. Tradisi tanpa
mempunyai dua acara megengan. Acara adanya pemaknaanakan esensi dan simbol
pertama dilaksanakan lima hari sebelum di dalamnya, membuat tardisi tersebut lama
bulan Ramadhan. Tradisi ini berlangsung kelamaan akan hilang dan tidak lagi
dari pagi hingga sore hari, sedangkan pada dilestarikan. Simbol dalam tradisi warisan
malam harinya diadakan tumpengan serta leluhur bisa dimaknai berbeda oleh masing-
tahlilan yang biasanya dihadiri oleh kaum masing orang, hal ini berkaitan dengan
laki-laki. Sedangkan untuk doa yang sistem pengetahuan yang dimiliki oleh
dibacakan pada saat tumpengan tidak ada orang tersebut. Oleh karena itu pengetahuan
doa khusus, hanya sebagai peruwujudan akan tradisi penting untuk dibangun serta
rasa suyukur kepada Tuhan karena bisa diwariskan antar generasi.
bertemu lagi dengan bulan Penelitian ini bertujuan untuk
Ramadhan.Acara kedua dilaksanakan dua mendeskripsikan simbol yang terdapat
minggu sebelum lebaran tiba. Pada pagi dalam Tradisi Megengan di Desa
hari hingga sore hari diadakan ater-ater atau Kedungrejo, Waru-Sidoarjo. Deskripsi ini
memberikan berkatata umakanan pada berupa penjabaran simbol, makna simbol,
tetangga sekitar. Dalam ater-ater yang serta nilai-nilai yang terkandung di

233 | 2 0 2 1
Eka Fauziyah, Yarno, R. Panji Hermoyo : Simbol pada Tradisi Megengan di Desa
Kedungrejo, Waru, Sidoarjo (Kajian Semiotika Roland Barthes)

dalamnya. Hal ini dilakukan supaya Simbol adalah suatu konsep yang
masyarakat di Desa Kedungrejo, Waru- berada di dunia ide atau pikiran kita kita
Sidoarjo, bisa memahami makna serta (Chaer, 2002,38). Salah satu karakteristik
esensi dari tradisi megengan bukan hanya simbol adalah tak pernah benar-benar
sebatas upaya melestarikan warisan leluhur. arbitrer. Bukannya tanpa, karena ada
Semiotika merupakan cabang ilmu ketidaksempurnaan ikatan alamiah antara
yang mempelajari tentang tanda. Secara penanda dan petanda. Simbol mempunyai
luas, (Eco, 2011) mendefinisikan semiotika kemampuan untuk mempengaruhi serta
sebagai suatu ilmu yang memiliki mempunyai makna yang dalam, seperti
keterkaitan dengan segala hal yang yang ditunjukkan oleh penganut Saussure
dianggap sebagai tanda. Semiotika tidak jika dilihat secara konvensional (Embon,
hanya memandang kata dalam percakapan 2019). Simbol diasosiasikan serta dipahami
sehari-hari sebagai objek kajiannya, pengertiannya dikaitkan dengan semua
melainkan berbagai bentuk tanda yang lain, jenis kejadian, pengalaman, dan hal lainnya
seperti suara, intonasi, gambar, gerak tubuh, yang mempunyai pengaruh emosional besar
maupun benda atau objek. bagi orang-orang tertentu
Makna konotasi yang berubah Zoest(1993,45–46) menjelaskan
menjadi mitos, bisa menjadi sebuah bahwa tanda bisa dibedakan menjadi
ideologi dalam masyarakat lama kelamaan alamiah dan tanda non-intensional. Tanda
dalam masyarakat. Ideologi ini alamiah merupakan bagian dari dunia fisik
direkonstruksi dari tanda-tanda denotasi dan tanda ini berupa makna manusia
pada tahap pertama, sehingga terbentuklah dengan tanda alami. Simbol ini digunakan
suatu sistem yang bisa diterima oleh sebagai sarana komunikasi, dan makna ini
masyarakat secara luas, dan dipandang bisa dipahami karena adanya hukum sebab–
sebagai identitas masyarakat tersebut oleh akibat, misalnya seperti asap yang
masyarakat luar (Rijal, 2020). (Berikut merupakan tanda alami dari api, atau tanah
gambaran peta semiotika Barthes mengenai yang basah menandakan adanya guyuran air
rekonstruksi petanda dan penanda. hujan. (Pramiyanti & Christin, 2014).
(Ambarani dan Nazia,2012). Makna dari symbol ini mempunyai
hubungan kausal dengan apa yang
direpresentasikan.
Megengan merupakan salah satu
tradisi yang masih eksis hingga saat ini
dilaksanakan secara rutin oleh masyarakat
Jawa (Safi’i, 2018). Tradisi ini dilakukan
Pada peta tersebut terlihat bahwa setiap menjelang bulan Ramadhan. Namun
tanda denotatif Barthes sebagai dua buah uniknya, tradisi ini tidak hanya dikhususkan
tanda, yaitu makna denotasi sendiri serta untuk masyarakat beragama Islam saja.
makna tahap pertama untuk konotasi. Jadi Masyarakat nonmuslim juga diperbolehkan
konotasi adalah makna berlapis, sebab mengikuti tradisi ini.
konotasi sebagai makna kedua setelah Kata megengan merupakan kata
denotasi. bahasa Jawa yang berasal dari kata megeng
yang berarti ngampet atau menahan. Hal ini

234 | 2 0 2 1
Eka Fauziyah, Yarno, R. Panji Hermoyo : Simbol pada Tradisi Megengan di Desa
Kedungrejo, Waru, Sidoarjo (Kajian Semiotika Roland Barthes)

dikaitkan dengan makna puasa sebagai penelitian ini berada di Desa Kedungrejo,
sarana menahan diri, menahan, nafsu, Waru-Sidoarjo.
menahan amarah, dan lain sebagainya. Sumber data primer dalam
Pengertian tersebut dijelaskan oleh Lestari penelitian ini adalah prosesi tradisi
(Rahayu & Lestari, 2019) bahwa megengan megengan di Desa Kedungrejo yang sesuai
merupakan suatu pengingat datangnya dengan fokus penelitian. Tradisi ini bagian
bulan Ramadhan, dimana umat muslim dari warisan nenek moyang yang sudah
menjalankan ibadah puasa yang identic dilakukan secara turun temurun selama satu
dengan kewajiban untuk megeng atau tahun sekali. Sumber data sekunder dalam
menahan hawa nafsu. penelitian ini berupa buku-buku, artikel,
ataupun skripsi yang masih relevan dengan
METODE PENELITIAN topic penelitian. Objek penelitian ini
Dalam penelitian ini peneliti adalah simbol yang ada dalam prosesi
menggunakan metode penelitian deskriptif tradisi megengan di Desa Kedungrejo.
kualitatif. Metode penelitian kualitatif Teknik pengumpulan data ini
adalah metode penelitian yang menggunakan observasi, dokumentasi, dan
berlandaskan pada filsafat postpositivisme wawancara. Jenis observasi yang digunakan
digunakan atau interpretif, digunakan untuk dalam penelitian ini adalah partisipasi aktif
meneliti pada kondisi objek yang alamiah, yaitu jenis observasi dimana peneliti datang
dimana peneliti adalah sebagai instrument di tempat kegiatan orang yang di amati dan
kunci, teknik pengumpulan data dilakukan ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Selain
secara triangulasi, data yang diperoleh itu juga instrumen yang digunakan dalam
cenderung data kualitatif, analisis data observasi ini antara lain panduan observasi,
bersifat induktif atau kualitatif dan hasil alat dokumentasi, dan yang terakhir adalah
penelitian kualitatif bersifat untuk catatan.
memahami makna, memahami keunikan, Uji keabsahan data yang dilakukan
mengkrontruksi fenomena, dan menemukan pada penelitianiniadalahcredibility,
hipotesis (Sugiyono, 2017). transferability, dependability, dan
Metode deskriptif adalah penelitian confirmability. dalam penelitian ini peneliti
yang melukiskan, mengambarkan, atau menggunakan teknik analisis data yaitu
memaparkan keadaan objek yang diteliti model Mails dan Huberman dalam
sebagai apaadanya, sesuai dengan situasi Sugiyono (2017) dengan tahapan
dan kondisi ketika penelitan tersebut pengumpulan data yaitu: (1) data collection,
dilakukan (Sugiyono, 2017). Pendekatan (2) data reduction, (3) data display, (4) data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah classification.
pendekatan kualitatif. Menurut Creswell (2015) analisis
Waktu yang digunakan peneliti data dalam penelitian kualitatif ini juga
untuk penelitian ini dilaksanakan dua dimulai dengan menyiapkan dan
minggu sebelum bulan ramadan tiba, yaitu mengorganisasikan data untuk analisa.
pada tanggal 01 April 2021. Waktu yang Kemudian mereduksi data tersebut menjadi
dibutuhkan kurang lebih 2 (dua) bulan, 2 tema melalui proses pengkodean dan
minggu untuk pengumpulan data dan 6 peringkasan kode, dan terakhir menyajikan
minggu untuk pengolahan data. Tempat data dalam bentuk bagan, tabel, atau

235 | 2 0 2 1
Eka Fauziyah, Yarno, R. Panji Hermoyo : Simbol pada Tradisi Megengan di Desa
Kedungrejo, Waru, Sidoarjo (Kajian Semiotika Roland Barthes)

pembahasan. Untuk memberikan Pisang, dan Kue


kesimpulan dari penelitian ini, penulis akan ApemPisang dan kue apem adalah
melakukan analisa data sejak sebelum makanan yang wajib pada tradisi
memasuki lapangan, saat dilapangan, megengan. Menurut penuturan Pak
hingga selesai di lapangan. RW Desa Kedungrejo, pisang dan
kue apem merupakan tradisi dari
HASIL DAN PEMBAHASAN nenek moyang yang harus
a. Tradisi Megengan Di Masjid dilestarikan. Pisang dan kue apem
Berdasarkan hasil juga memiliki arti simbol sendiri.
wawancara, tradisi megengan bisa Pisang memiliki bahasa jawa
melalui masjid ataupun musholla. gedang, dimana artinya dalam
Megengan sendiri dilakukan H-3 tradisi megengan adalah gedang
sebelum lebaran idul fitri tiba. digeget lalu digadang, digeget itu
Dalam masjid, masyarakat di Desa dipeluk erat, rapat yang artinya
Kedungrejo melakukan doa bersama menjalin silaturrahim dengan
untuk memanjatkan rasa syukur. sepenuh hati kepada sesama muslim
b. Nasi Tumpeng maupun selain muslim yang
Nasi tumpeng haruslah ada bermakna tentang toleransi dan
pada tradisi megengan. Walaupun nomor satu. Kue apem sendiri
menurut penuturan Pak Lurah, nasi memiliki bahasa arabnya yaitu
tumpeng sudah mulai menghilang afwan, artinya memaafkan sesama.
karena jaman. Nasi tumpeng yang c. Ater-Ater
dapat digunakan pada tradisi ini Ater-ater dalam tradisi
adalah nasi tumpeng putih ataupun megengan berarti berbagi. Dengan
kuning. Namun kedua nasi tumpeng berbagi makanan kepada tetangga
tersebut memiliki dua arti yang merupakan suatu cara untuk
berbeda. Nasi tumpeng berbentuk membersihkan jiwa ketika
kerucut di landasi dengan kesabaran menyambut bulan suci Ramadhan.
kejujuran, kemenangan, segi tiga Berbagi makanan kepada tetangga
keemasan lalu bermakna hubungan juga merupakan salah satu tradisi
hablumminannas dan yang ada ketika tradisi megengan
habluminallah. Daun pisang yang berlangsung.
ditaruh diatas tumpeng berarti d. Urap-Urap
manusia harus senantiasa berdzikir Urap-urap yang menjadi
kepadaNya. Dalam tumpeng salah satu makanan yang terdapat
terdapat sayur yang dinamaka pada tumpeng di tradisi megengan.
nurap-urap. Urap artinya urup, Urap-urap diibaratkan sebagai ilmu
zaman dulu orang yang banyak yang beragam. Tidak hanya ilmu
ilmunya. Lalu salah satu syarat pada agama saja, namun seperti ilmu
tumpeng adalah adanya ayam umum dan ilmu pengobatan juga
ingkung yang berarti pengorbanan harus dimiliki. Urap-urap juga
pribadi kita kepada sesama. berarti menjalani ilmu yang
bermanfaat bagi sesama umat.

236 | 2 0 2 1
Eka Fauziyah, Yarno, R. Panji Hermoyo : Simbol pada Tradisi Megengan di Desa
Kedungrejo, Waru, Sidoarjo (Kajian Semiotika Roland Barthes)

e. Ayam Ingkung penelitian tersebut menjadi identitas


Ayam ingkung merupakan masyarakat Madura yang ingin
salah satu syarat wajib yang ada disampaikan pada khalayak dengan tujuan
pada tumpeng tradisi megengan. menandai eksistensi mereka. Masyarakat
Ayam ingkung diibaratkan sebagai Madura penting untuk dinilai eksis, melalui
pengorbanan pribadi sesama kesenianlah mereka mengokohkan
manusia. Pengorbangan tersebut eksistensinya.
bukan berarti pengorbanan dalam Menurut Hidayah, Yarno, dan
hal nyawa. Tetapi pengorbanan Hermoyo (2016) representasi budaya Jawa
yang bermanfaat, contohnya merupakan usaha untuk menyampaikan
mengantarkan orang sakit ke rumah sesuatu yang berbeda dari kepercayaan,
sakit. sikap, cara berpikir yang dianut oleh
masyarakat Jawa untuk menunjukkan
Seluruh simbol pada tradisi makna yang ingin disampaikan. Tradisi
megengan sesuai dengan teori yang megengan menurut Gus dalam wawancara
disebutkan oleh Roland Barthes. Menurut yatitu sebagai ungkapan rasa syukur kita
Barthes, dalam kemanusiaan berarti dalam rangka menyambut bulan suci
memahami tanda-tanda. Memaknai bahwa ramadhan dan dengan cara membersihkan
objek-objek tidak hanya membawa jiwa bersama-sama antar sesama, itulah
informasi, dalam hal objek-opbjek itu hebatnya orang Jawa.
hendak berkomunikasi, tetapi juga Ketua Desa Kedungrejo juga
mengkonstitusi sistem tersetruktur dari mengatakan bahwa megengan merupakan
tanda. Signifikasi merupakan sebuah proses suatu tradisi memberikan makanan. Sejalan
yang total dengan suatu susunan yang dengan Pak RW Desa Kedungrejo yang
sudah terstruktur. Signifikasi tidak terbatas mengatakan bahwa megengan merupakan
bahasa, tetapi juga pada hal-hal lain di luar tradisi budaya turun temurun dari nenek
bahasa. Barthes menganggap kehidupan moyang Desa Kedungrejo. Dimana dapat
sosial merupakan suatu sistem tanda disimpulkan bahwa tradisi megengan
tersendiri. merepresentasikan budaya Jawa.
Dalam tradisi megengan sendiri,
terdapat beberapa tanda dan simbol yang KESIMPULAN
wajib untuk selalu terdapat pada tradisi Dalam tradisi megengan sendiri,
megengan. Seperti berdoa di masjid, kue terdapat beberapa tanda dan simbol yang
apem, pisang, tumpeng, ater-ater, urap- wajib untuk selalu terdapat pada tradisi
urap, dan ayam ingkung memiliki nilai dan megengan. Seperti berdoa di masjid, kue
arti sendiri pada tradisi megengan. Simbol- apem, pisang, tumpeng, ater-ater, urap-
simbol pada tradisi megengan tersebut urap, dan ayam ingkung memiliki nilai dan
sudah menjadi objek yang penting dan arti sendiri pada tradisi megengan. Hal ini
menjadi suatu tanda dalam tradisi sesuai dengan teori Roland Barthes yang
megengan. mengatakan bahwa memaknai berarti
Sejalan dengan penelitian terdahulu bahwa objek-objek tidak hanya membawain
oleh Rahmah et al (2020) bahwa atribut tari formasi, dalam hal mana objek-objek itu
Dhânggâyang menjadi objek penelitian hendak berkomunikasi, tetepi juga

237 | 2 0 2 1
Eka Fauziyah, Yarno, R. Panji Hermoyo : Simbol pada Tradisi Megengan di Desa
Kedungrejo, Waru, Sidoarjo (Kajian Semiotika Roland Barthes)

mengkonstitusi sistem tersetruktur dari Rahvayana Karya Sujiwo Tejo.


tanda. Simbol-simbol pada tradisi Jurnal STILISTIKA. Vol. 9(2):
megengan tersebut sudah menjadi objek hal. 62-79
yang penting dan menjadi suatu tanda Lestari, D.R.E. (2019). Makna Sesajen
dalam tradisi megengan. dalam Ritual Megengan di Desa
Panggung duwet Kecamatan
UCAPAN TERIMA KASIH Kademangan Kabupaten Blitar.
Jika ada, ucapan terimakasih ditujukan Skripsi tidak diterbitkan.
kepada institusi resmi atau perorangan Surabaya: UIN Sunan Ampel.
sebagai penyandang dana atau telah Pramiyanti, A., & Christin, M. (2014).
memberikan kontribusi lain dalam Makna Simbol Emotikon dalam
penelitian. Komunitas Kaskus. Jurnal
[Times New Roman, ukuran 12, spasi 1,15] Sosioteknologi. Vol. 13 (2): hal.
119-133.
REFERENSI Rahmah, U.S., Sujinah., & Nuke, A.
Aibak, K. (2010). Fenomena Tradisi (2020). Analisis Semiotika
Megengan di Tulungagung. Pierce pada Pertunjukan Tari
Jurnal Millah. Vol. 10 (1): hal. Dhangga Madura. Jurnal Sosial
69-86. Humaniora. Vol. 13(2): hal.
Chaer, A. (2002). Pengantar Semantik 203-215.
Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Ridho, A. (2019). Tradisi Megengan dalam
Rineka Cipta. Menyambut Ramadhan Living
Creswell, J.W. (2015). Penelitian Qualitatif Qur‟an Sebagai Kearifan Lokal
dan Desain Riset. Yogyakarta: Menyemai Islam di Jawa. Jurnal
Pustaka Pelajar. Literasiologil. Vol. 1(2): hal.
Eco, U. (2011). Teori Semiotika 24-50.
(Signifikansi Komunikasi, Teori Rijal, S. (2020). Keuniversalan Budaya
Kode, serta Tori Produksi- Nusantara dalam Pemali
Tanda). Bantul: Penerbit Kreasi dilarang Duduk di Atas Bantal:
Wacana. Semiotika Roland Barthes. Ilmu
Embon, D. (2019). Sistem Simbol dalam Budaya. Vol. 4(3): hal. 442-
Upacara Adat Toraja Rambu 452.
Solo: Kajian Semiotik. Jurnal Safi’i, M. (2018). Makna Tradisi Megengan
Bahasa dan Sastra. Vol.4 (2): Bagi Jamaah Masjid Nurul
hal. 1-10. Islam Di Kelurahan Ngagel
Hafidz, M. (2017). Popokan: Tradisi Perang Rejo Surabaya. Skripsi tidak
Lumpur di Tradisi Desa diterbitkan. Surabaya: UIN
Sendang, Kecamatan Bringin, Sunan Ampel Surabaya.
Kabupaten Semarang. Jurnal Sobur, A. (2009). Semiotika Komunikasi.
Sabda. Vol.12(2): hal. 188-197. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hidayah, N., Yarno., & Hermoyo, R. P. Sugiyono. (2017). Metode Penelitian
(2016). Representasi Budaya Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Jawa dan Barat dalam Novel Bandung: Alfabeta.

238 | 2 0 2 1
Eka Fauziyah, Yarno, R. Panji Hermoyo : Simbol pada Tradisi Megengan di Desa
Kedungrejo, Waru, Sidoarjo (Kajian Semiotika Roland Barthes)

Zoest, A.V. (1993). Semiotika: Tentang


Tanda, Cara Kerjanya dan Apa
yang Kita Lakukan Dengannya.
Jakarta: Yayasan Sumber
Agung

239 | 2 0 2 1

Anda mungkin juga menyukai