Anda di halaman 1dari 6

KEBUDAYAAN SUKU BANJAR

1. Batasan
Membahas tentang kebudayaan suatu kelompok masyarakat merupakan
bagian yang paling luas lingkupnya. Dalam tulisan ini kebudayaan dipahami
sebagai sesuatu yang menunjuk kepada sistem simbol. Untuk itu, kebudayaan
yang merupakan tingkah laku dan pemahaman hidup suatu kelompok masyarakat
sudah pasti akan dapat dipahami melalui simbol-simbol yang dibuat oleh
kelompok masyarakat tersebut, yang juga sekaligus merupakan media penyimpan
/ perekamnya. Simbol ini dapat bermacam-macam bentuknya, namun yang pasti
hal-hal yang menjadi simbol merupakan budaya yang sangat dipahami dan
menuntun (budaya generik). Rumah tradisional suku Banjar, sebagai salah satu
wujud kebudayaan tentunya juga termasuk salah satu simbol yang menyimpan /
merekam budaya generik suku Banjar.
Adapun yang disebut suku Banjar dalam tulisan ini, adalah meliputi 3 subsuku Banjar, yaitu Banjar Kuala, Banjar Pahuluan, dan Banjar Batang Banyu.
Untuk itu terdapat beberapa kebudayaan sebelumnya yang mempengaruhi
kebudayaan suku Banjar antara lain : Melayu, Dayak (Bukit, Maanyan, Ngaju)
dan Jawa. Hal ini secara lebih rinci akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.
Dalam kebudayaan suku-suku lain yang mempengaruhi kebudayaan suku
Banjar, terhadap pengaruh agama / kepercayaan yang sangat kuat dalam
kebudayaan suku Banjar yaitu agama Hindu-Siwa, agama / kepercayaan
Kaharingan dan agama Islam.
2. Latar Belakang Kebudayaan Suku Banjar
Kelompok pendatang / imigran Melayu, yang diyakini sebagai inti suku
Banjar, walaupun telah datang jauh sebelum terbentuknya suku Banjar, sudah
tentu datang dengan kebudayaan sendiri yang selanjutnya secara terus-menerus
bercampur, melebur bahkan menjadi bagian dari kebudayaan suku Banjar.
Kebudayaan Melayu yang diperkirakan menjadi bagian kebudayaan suku Banjar
antara lain; bahasa, kebiasaan memakai pakaian / sarung, kebiasaan tinggal dalam
rumah keluarga bertiang / panggung, rumah dilengkapi beranda / teras dengan
pagar berukir, lubang angin yang penuh ukiran di atas pintu, keahlian mengukir
bagian atap rumah dengan bentuk ukiran tumbuhan 1.
Suku Dayak yang merupakan penduduk asli pulau Kalimantan sudah pasti
memiliki pengaruh yang kuat dalam kebudayaan suku Banjar. Walaupun telah
disebutkan bahwa dalam proses percampuran (antara Dayak dan Melayu), suku

Sellato, op.cit., hal. 59.

34

Dayak lebih dominan mengikuti budaya Melayu 2, tetapi tetap terdapat beberapa
bagian dari kebudayaan mereka dalam kebudayaan suku Banjar. Kebudayaan
suku Dayak sangat dipengaruhi keyakinan bahwa kehidupan di alam ini terdiri
dari alam nyata dan alam roh (ghaib). Alam roh diyakini sangat berkuasa atas
manusia dan pengaruh-pengaruh jahat dari alam roh tersebut harus dihindari,
sehingga semua aspek kehidupan sehari-hari selalu dijaga dari pengaruh jahat
tersebut. Untuk itulah dilaksanakan upacara-upacara dan dibuat benda-benda
artefak yang diyakini mampu melindungi diri dari pengaruh jahat. Artefak yang
dibuat umumnya berupa ukiran, anyaman maupun berupa benda-benda keperluan
sehari-hari yang menggambarkan Dewi Naga (penguasa alam bawah) atau Burung
Enggang (penguasa alam atas) 3.
Pendatang / imigran dari Jawa (beserta seluruh kebudayaannya)
merupakan pendatang yang memiliki sejarah tersendiri dalam kebudayaan Banjar,
yaitu adanya proses Jawanisasi. Proses ini terjadi melalui dua jalur. Pertama; jalur
formal, berupa perdagangan ditandai dengan terbentuknya negara kaum (kerajaan
Negara-Dipa) pada abad XIV. Kedua; jalur informal, berupa peristiwa sosialbudaya, seperti perkawinan antara putri Junjung Buih dari Negara-Dipa dan
Pangeran Surianata (Raden Putra) dari kerajaan Majapahit 4. Pengaruh ini telah
berlangsung sejak abad XIV dan menjadi hubungan yang bersifat primordial.
Beberapa unsur kebudayaan Jawa yang mempengaruhi dan mengikat
kebudayaan suku Banjar antara lain : geneologi, perdagangan, budaya, politik dan
agama 5. Dan yang pernah dicatat antara lain benda pusaka kerajaan Banjar yang
pernah dibawa oleh Empu Jatmika yaitu Gong Rabut Paradah, 4.614 kata bahasa
Jawa dalam 4.784 baris kalimat naskah Hikajat Banjar (ditemukan oleh Sir
Raffles tahun 1815), organisasi keraton / kerajaan Banjar, struktur pemerintahan
dan jabatan struktural pemerintahan, serta agama / kepercayaan Hindu Jawa (masa
Negara-Dipa dan Negara-Daha) dan Islam (masa kerajaan Banjar). Khusus dari
kebudayaan Jawa-Islam (Demak) yang sangat mempengaruhi kebudayaan Banjar
adalah arsitektur bangunan, motif / ragam hias, seni ukir, dan material bangunan /
makam6.
3. Kebudayaan Suku Banjar
Berbagai bentuk tingkah laku yang dijalankan suku Banjar (selanjutnya
ditulis masyarakat Banjar) sehari-hari dapat dilihat sebagai simbol yang
2

Ibid. Proses ini dikenal sebagai masok Melayu atau turun Melayu dan mereka menganggap
hal tersebut sebagai kemajuan sosial.
3
Ibid.
4
Mahmud, loc.cit. hal. 79
5
Ibid., hal. 80.
6
Ibid., hal. 80-81.

35

menjelaskan budaya generik masyarakat Banjar. Dengan simbol ini dapat


dipahami pandangan masyarakat Banjar terhadap kehidupannya, dan dengan
memahami pandangan masyarakat Banjar ini tercapailah tujuan tulisan ini.
Bentuk-bentuk tingkah laku (simbol) masyarakat Banjar telah berlangsung
lama dan dilaksanakan secara turun-temurun (tradisi masyarakat Banjar). Tradisi
budaya masyarakat Banjar ini ternyata memiliki akar yang bersumber dari
beberapa tradisi dan kebudayaan suku-suku lain.
Religi sebagai unsur kebudayaan yang paling stabil terhadap perubahan
(dalam bentuk konkret) telah menjadi suatu tradisi dan maknanya tersimpan
dalam bentuk-bentuk simbolik. Dalam kebudayaan masyarakat Banjar, unsur
religi ini merupakan unsur yang paling banyak mempengaruhi. Hampir semua
simbol budaya dan tradisi terkait dengan unsur religi, sehingga utnuk memahami
kebudayaan masyarakat Banjar dapat melihat pada unsur religinya.
Religi sebagai sebuah sistem terdiri dari bagian-bagian yang berdiri
sendiri, saling berhubungan dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Religi terdiri dari
sistem kepercayaan dan tindakan (yang terkait dengan kepercayaan itu). Sistem
kepercayaan ini meliputi seluruh kepercayaan atau keyakinan yang dianut
seseorang atau satu kesatuan sosial. Dalam masyarakat Banjar, lingkup sosial
dapat berbentuk masyarakat luas, kelompok kekerabatan tertentu (bubuhan),
keluarga batih 7, atau masyarakat daerah tertentu 8.
Ajaran Islam bukanlah satu-satunya sumber kepercayaan religi masyarakat
Banjar. Namun secara keseluruhan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat
Banjar (orang Banjar) dibedakan menjadi tiga kategori 9. Pertama adalah
kepercayaan yang bersumber dari ajaran agama Islam, dan isinya tergambar dari
rukun Iman yang enam. Isinya antara lain, kepercayaan adanya malaikat sebagai
makhluk Tuhan dengan tugas tertentu, adanya kehidupan sesudah mati atau
sesudah kiamat, adanya jin dan setan atau iblis, kepercayaan adanya hal-hal yang
ghaib. Namun dalam masyarakat Banjar terdapat konsep lain tentang alam ghaib
ini, yaitu alam yang benar-benar tidak terlihat oleh mata.
Kedua adalah kepercayaan yang mungkin ada kaitannya dengan struktur
masyarakat Banjar pada zaman dahulu (zaman sultan-sultan dan sebelumnya).
Orang Banjar pada masa itu hidup dalam lingkungan keluarga luas (bubuhan), dan
bertempat tinggal dalam rumah yang selanjutnya menjadi lingkungan pemukiman
bubuhan. Dalam kelompok bubuhan ini terdapat kepercayaan dapat menarik garis
keturunan sampai pada seorang tokoh pada zaman dahulu. Tokoh tersebut
mungkin dipercayai menurunkan sultan-sultan Banjar dikemudian hari atau tokoh
pejabat kesultanan, tokoh yang menjelma menjadi naga, tokoh yang konon
7

Keluarga batih terdiri atas sepasang suami istri dan anak anak yang belum kawin.
Daud, op.cit.
9
Ibid., hal. 8-10.
8

36

bersahabat dengan macan / buaya, atau bahkan mungkin tokoh tersebut adalah
macan / buaya itu sendiri, tokoh yang bersahabat dengan orang ghaib, bersahabat
dengan jin, atau tokoh tersebut adalah seorang ulama terkemuka yang semasa
hidupnya dibantu seorang muwakkal (asal malaikat). Kepercayaan ini selalu
disertai dengan keharusan bubuhan tersebut melakukan upacara tahunan / aruh
tahun. Juga disertai adanya berbagai keharusan dan pantangan.
Ketiga adalah kepercayaan yang berhubungan dengan tafsiran masyarakat
atas alam lingkungan sekitar. Kategori ini berkaitan dengan kategori kedua.
Sebagai contoh adalah hutan, menurut kepercayaan ini bukan semata-mata dihuni
oleh binatang, melainkan dihuni oleh orang ghaib, macan ghaib, datu dan lain
sebagainya. Hutan belantara, semak-belukar, rawa-rawa dalam, dan gunung batu
dalam dunia ghaib mungkin adalah kota yang ramai, perkampungan penduduk,
atau keraton kerajaan ghaib. Dalam kepercayaan inipun terdapat upacara setahun
sekali dan terdapat juga berbagai macam pantangan dan keharusan.
Selanjutnya kategori pertama dinamakan kepercayaan Islam, kategori
kedua dinamakan kepercayaan bubuhan dan kategori ketiga dinamakan
kepercayaan lingkungan. Sumber kepercayaan Islam diperoleh dari para ulama,
kepercayaan bubuhan dari para tokoh bubuhan dan kepercayaan lingkungan
diperoleh dari para tabib (dukun) atau orang-tua tertentu yang tinggal di
lingkungan itu atau di luar.
Selain adanya kepercayaan masyarakat Banjar, yang juga penting adalah
adanya upacara atau ritual (tindakan yang berkaitan dengan kepercayaan itu).
Hubungan antara kepercayaan dan upacara adalah saling melengkapi, upacara
memperjelas dan mengungkapkan kepercayaan dan kepercayaan menjadikan
upacara penuh makna. Dan sebagaimana adanya kategori kepercayaan, maka
upacara begitu pula. Hampir semua bidang kehidupan masyarakat Banjar
(khususnya saat ini) memiliki / mengembangkan kegiatan upacara, yang
merupakan pelaksanaan kewajiban ajaran agama Islam. Namun adapula yang
masih dipengaruhi oleh kepercayaan lain yang tidak ditemukan dalam ajaran
agama Islam.
Kegiatan-kegiatan upacara dilaksanakan dengan sifat dan tujuan yang
bermacam-macam, antara lain, bersifat ritual peralihan tahap dengan tujuan
menghindarkan bahaya atau resiko yang akan terjadi, mengharapkan peristiwa
yang akan dijalani berjalan lancar / selamat, menghindari pengaruh ghaib yang
akan terjadi, memutuskan hubungan dengan keadaan atau kehidupan yang telah
lalu dan memastikan atau menerimanya dalam hubungan yang baru, mengadakan
perdamaian dengan tokoh ghaib. Pada upacara yang bersifat berulang tetap seperti
perayaan hari besar, bertujuan untuk menghindari pengaruh buruk dari hari atau
waktu yang tidak baik, memanfaatkan kesempatan baik, upacara wajib turuntemurun, dan mengadakan perdamaian dengan tokoh ghaib. Pada upacara yang

37

bersifat terjadi sewaktu-waktu, ditujukan untuk menghindari pengaruh ghaib,


usaha perlindungan terhadap gangguan makhluk ghaib maupun manusia,
pengungkapan rasa syukur dan terima kasih atas bantuan Allah atau makhluk
halus, usaha memperoleh pengaruh magis dari benda atau bacaan suci, usaha agar
peristiwa buruk tidak terjadi, mengadakan ikatan magis antara dua orang atau
kelompok yang bermusuhan dan mengadakan perdamaian dengan tokoh ghaib 10.
Dari gambaran kebudayaan (budaya generik) suku Banjar di atas, terlihat
semua bentuk tingkah laku merupakan simbol yang telah menjadi tradisi dan
didasari oleh religi (meliputi tiga kategori kepercayaan dan upacara / tindakan
yang berhubungan dengan kepercayaan tersebut). Upacara-upacara yang
dilaksanakan bersifat proses kehidupan manusia dan bertujuan sangat manusiawi,
seperti untuk memberi rasa aman. Hal ini, dalam kebudayaan suku-suku di
Nusantara, diwujudkan dalam eksistensi rumah tinggal.
Disinilah pertemuan antara kebudayaan, khususnya kebudayaan suku
Banjar, dengan arsitektur (rumah tinggal tradisional) sebagai hasil wujud fisik
kebudayaan. Dan untuk pembahasan selanjutnya, kebudayaan yang diangkat
adalah yang terkait dengan aspek arsitektur (rumah tinggal).
Dalam masyarakat Banjar, banyak terdapat upacara yang dilaksanakan
dalam rumah. Upacara / ritual yang berkaitan dengan arsitektur rumah suku
Banjar terbagi dalam empat aspek pokok membangun 11. Pertama, berhubungan
dengan lokasi; kedua, ukuran dan bentuk rumah; ketiga, waktu mulai kegiatan
membangun; keempat, proses pembangunan. Hal ini ditambah satu lagi upacara
yang melengkapi, yaitu saat mulai masuk / mendiami rumah.
Aspek tanah, dimana rumah akan dibangun dapat di bekas rumah lama
atau di lokasi baru. Jika lokasinya belum pernah dibangun, atau sudah pernah
dibangun tetapi lama dikosongkan dan jauh dari perumahan penduduk, terlebih
dahulu diadakan pemeriksaan berkaitan dengan hal-hal ghaib. Hal ini bertujuan
agar rumah yang akan dibangun dan penghuninya tidak diganggu oleh makhluk
halus. Upaya ini dapat dilakukan dengan bantuan seorang ulama yang akan
memeriksa tanah tersebut atau biasa dilakukan dengan cara membentangkan
benang di sekeliling lokasi menjelang senja dan dibiarkan selama semalam. Jika
pada pagi hari benang putus maka lokasi tersebut merupakan jalan orang ghaib
atau lokasi permukimannya. Jika demikian dapat dengan mencari lokasi lain atau
meminta syarat-syarat tertentu.
Ukuran dan bentuk rumah, diyakini akan berpengaruh terhadap penghuninya kelak. Untuk ukuran terdapat aturan panjang dan lebar dilambangkan dengan
nama-nama binatang tertentu. Patokan ukuran digunakan panjang depa yang mem
bangun rumah. Bentuk yang ideal mengutamakan adanya fungsi ruang upacara /
10
11

Ibid., hal. 13-14.


Ibid., hal. 459 472.

38

aruh. Mengenai fungsi ruang keadaannya serupa dengan rumah tradisional suku
Banjar yang ada (lihat subbab C. Arsitektur Suku Banjar).
Kegiatan membangun rumah dimulai dengan menegakkan tiang penjuru
yang jumlahnya genap. Waktu mendirikan yaitu pada subuh hari minggu, dan
diusahakan jatuh pada pertengahan bulan Komariah (pada saat bulan naik) tidak
pada saat bulan turun. Di Martapura pada bulan Safar, khususnya pada 10 hari
terakhir bulan itu.
Proses membangun rumah, diawali dengan pengumpulan bahan jauh-jauh
hari sebelumnya. Setelah bahan siap barulah menghubungi tukang dan menghubu
ngi ulama. Ulama ini selanjutnya menuliskan wafak / tulisan yang akan diletakkan
pada tiang, juga terdapat upacara penyembelihan ayam yang darahnya dioleskan
pada tiang, dan upacara selamatan dengan nasi ketan, inti dan doa.
Saat mendiami selalu dimulai dengan selamatan. Dalam acara ini dibaca
kan Surah Yasin, Qasidah Burdah, doa halarat dan terakhir makan makan 12.

12

Ibid., hal. 459-472.

Anda mungkin juga menyukai