Slametan (terkadang disebut juga kenduren) merupakan sistem keagamaan orang Jawa yang berupa
sebuah upacara kecil, sederhana, formal, tidak dramatis dan hampir mengandung rahasia. Selain itu,
slametan juga memiliki arti upacara keagamaan versi jawa yang melambangkan kesatuan mistik dan sosial
dari mereka yang ikut serta di dalamnya. Slametan dapat diadakan untuk merespons nyaris semua kejadian
yang ingin diperingati seperti kelahiran, perkawinan, sihir, kematian, pindah rumah, mimpi buruk, panen,
ganti nama, membuka pabrik, sakit, memohon kepada arwah penjaga desa, khitanan dan permulaan suatu
rapat politik.
Pola Slametan
Kebanyakan slametan diselenggarakan di waktu malam, segera setelah matahari terbenam dan
sembahyang maghrib dilakukan oleh mereka yang mengamalkannya. Siang hari digunakan seluruhnya untuk
menyiapkan hidangan dan kaum perempuanlah yang melakukan ini sedangkan upacaranya sendiri hanya
dilakukan oleh kaum pria. Semua pria yang diundang adalah tetangga dekat yang tinggal di daerah sekitar
rumahnya. Begitu tiba, setiap tamu mengambil tempat di atas tikar yang terbentang di lantai, duduk dalam
posisi formal Jawa yang disebut sila (dengan dua kaki dilipat bersilang ke dalam di depan tubuh, sementara
batang tubuh tegak lurus dan kaku). Bila semua sudah tiba dan lingkaran itu sudah penuh, maka upacara pun
dimulai.
Tuan rumah akan membuka upacara dengan bahasa Jawa tinggi yang sangat resmi dan akan
mengutarakan maksud khusus dari slametan ini atau bisa di sebut ujub. Pada acara slametan, tuan rumah
juga akan mengundang modin (ahli agama desa yang resmi) untuk membaca doa.Pemimpin do’a membaca
do’a atau ayat Al Qur’an, sementara tamu-tamu yang lain duduk dengan tapak tangan mereka menadah ke
atas dan pada tiap jeda do’a, mereka mengucapkan “amin”. Setelah upacara pembukaan selesai, Setiap yang
hadir (kecuali tuan rumah yang tidak makan) menerima secangkir teh dan piring dari daun pisang yang
berisikan setiap macam pangan yang dihidangkan di tengah tikar. Makanan itu jauh lebih baik dari makanan
sehari-hari biasanya ada beberapa macam daging, ayam atau ikan basah, ditambah aneka warna makanan
yang dibuat dari beras atau bubur dengan masing-masing mengandung arti. Bila setiap orang sudah
memperoleh piring yang telah diisi, tuan rumah mempersilahkan mereka makan. Sesudah setengah lusin
suapan, atau setelah sekitar 10 atau 15 menit, satu per satu orang berhenti makan. Setelah semuanya
berhenti, mereka minta izin untuk “mengikuti kehendak saya” (nuwun sakersa) dan setelah diizinkan,
mereka meninggalkan rumah. Kebanyakan makanan tidak habis termakan dan akhirnya dibawa pulang
dibungkus dengan daun pisang untuk dinikmati sendiri di rumah bersama isteri dan anak-anak. Dengan
kepergian mereka, upacara slametan pun selesai.
Makna Slametan
Slametan, dengan demikian, merupakan upacara inti yang mendasar di sebagian masyarakat
Mojokuto dimana pandangan dunia abangan paling menonjol. Pada beberapa peristiwa, misalnya, ketfka
memulai peijalanan, slametan mungkin mencakup keseluruhan upacara. hampir semua upacara abangan
dalam arti tertentu merupakan variasidari tema ritus yang mendasar ini, maka pengertian tentang
maknaslametan bagi mereka yang mengadakannya akan membawa sertapemahaman terhadap banyak segi
dari pandangan dunia abangan danmenyediakan kunci bagi penafsiran terhadap upacara mereka yang
lebihkompleks. Dalam slametan, setiap orang diperlakukan sama. Hasilnyaadalah tak seorang pun merasa
berbeda dari yang lain, tak seorangpun merasa lebih rendah dari yang lain dan tak seorang pun
punyakeinginan untuk mengucilkan diri dari orang lain. Juga, setelah kitamenyelenggarakan slametan,
arwah setempat tidak akan mengganggukita, tak akan membuat kita merasa sakit, sedih, atau bingung.
Dalam slametan, segala jenis makhluk halus duduk bersama kita dan mereka juga ikut menikmati makanan.
Karenanya, makanan itulah yang menjadi inti slametan, bukan do’anya. Makhluk-makhluk halus tersebut
menyantap bau makanan. Itu sama seperti pisang ini. Saya mencium baunya, tetapi ia tidak hilang. Itulah
kenapa makanan itu masih tertinggal untuk kita setelah makhluk-makhluk halus tersebut memakannya.
Pitonan
slametan 3 bulan atau sering disebut pitonan,makanan utama di sini adalah semacam puding tepung beras
yang disebut jenang, yang dibuat dalam tujuh warna selain itu ada jg rangkain bola nasi dan berbagai macam
bubur.
Prosesi : membangunkan bayi ketika ayam berkokok,kemudian bayi disodori keranjang alas nasi dan
uang logam apabila dibuang bisa menjadi boros dan sebaliknya hemat selanjutnya diberi cakar ayam
sebagaimana harus mengais nafkah ini dimulai pagi hari dengan memndikan bayi di air bunga menuju bak
ada tangga dari batanf pisang dengan 7 jenjang pertama merah,kedua putih dan seterusnya,merah : ayah,
putih : ibu setelah itu dimandikan oleh si dukunrambut dipotong oleh setiap tamu,seleai Mandi bayi dibedaki
bedak kuning diberi baju baru dan dihiasi bunga²,pitonan memiliki makna membebaskan dari segala
pamali² selama tujuh bulan sesudah melahirkan.
BAB VII: Siklus Slametan: Slametan Menurut Penanggalan, Desa dan Selingan.
Satu Sura: hanya dirayakan oleh mereka yang secara sadar anti-Islam, karena ini lebih merupakan
hari raya Buddha. 10 Sura: Untuk menghormati Hasan dan Husein, yang menurut cerita, ingin mengadakan
slametan untuk Nabi Muhammad ketika beliau sedang berperang melawan kaum kafir. Muludan/12 Mulud:
Nabi dilahirkan dan meninggal dunia. Rejeban/27 Rejeb: merayakan Mi’raj. Megengan/29 Ruwah:
Ruwahan merupakan permulaan puasa. 21, 23, 25, 27, atau 29 Pasa: Slametan yang diadakan pada salah satu
dari hari-hari ini disebut Maleman. Satu Sawal/ Bruwah: Mengakhiri puasa, hanya orang yang benar-benar
puasa yang dianjurkan mengadakan slametan ini. Kupatan/tujuh Sawal: hanya mereka yang memiliki anak
kecil yang telah meninggal yang dianjurkan untuk mengadakan slametan ini. 10 Besar: penghormatan
terhadap pengorbanan Nabi Ibrahim dan hari dimana jema’ah haji berkumpul di Mekkah untuk
melaksanakan lagi pengorbanan itu. Muludan, slametan untuk hari lahir Nabi dan Maleman, slametan
malam hari menjelang akhir bulan puasa, adalah yang paling penting dari semua upacara menurut
penanggalan.
Acara slametan dilakukan dengan tukar menukar antar tetangga atau dengan memberi tonjokan.
Berhubungan dengan penanggalan pertanian, biasanya slametan dilakukan pada saat tetua membuka sawah
untuk pertanian. Di balik itu, ada kisah cinta Trisnawati dan Kasudana yang dikutuk menjadi butiran padi.
Budaya slametan bersih desa dilakukan untuk membersihkan désa dari makhluk-makhluk halus sesuai
tradisi dan mitos masyarakat setempat.
Slametan Selingan yakni slametan yang diadakan sekali-sekali untuk sebuah peristiwa atau maksud
khusus yang biasanya tidak berulang kembali pada rangkaian jarak waktu tertentu. Slametan selingan
diadakan bisa disebabkan oleh karena mengikuti ajaran-ajaran “bid’ah” dari seorang yang mengangkat
dirinya sebagai guru. Ada peristiwa-peristiwa tradisional tertentu yang mewajibkan slametan yang tak tentu
waktunya, seperti slametan yang harus diadakan untuk anak tunggal agar ia tidak jadi mangsa Batara Kala,
dewa Hindu yang jahat. Orang harus mengadakan pertunjukan wayang untuk ini dan biayanya menyebabkan
slametan ini jarang diadakan orang sekarang ini, sekalipun kadang-kadang orang mengadakannya dalam
kombinasi dengan hajatan lainnya, seperti misalnya khitanan.
Akhirnya, ada juga slametan yang bisa dianggap merupakan efek dari “zaman baru” Indonesia,
misalnya, seorang pengusaha peti bir mengadakan slametan untuk merayakan mesin gergaji kayu bertenaga
diesel yang baru diimpornya dari Jerman Barat.