Anda di halaman 1dari 8

BAB I: Pesta Komunal Slametan Sebagai Upacara Inti

Slametan (terkadang disebut juga kenduren) merupakan sistem keagamaan orang Jawa yang berupa
sebuah upacara kecil, sederhana, formal, tidak dramatis dan hampir mengandung rahasia. Selain itu,
slametan juga memiliki arti upacara keagamaan versi jawa yang melambangkan kesatuan mistik dan sosial
dari mereka yang ikut serta di dalamnya. Slametan dapat diadakan untuk merespons nyaris semua kejadian
yang ingin diperingati seperti kelahiran, perkawinan, sihir, kematian, pindah rumah, mimpi buruk, panen,
ganti nama, membuka pabrik, sakit, memohon kepada arwah penjaga desa, khitanan dan permulaan suatu
rapat politik.
Pola Slametan
Kebanyakan slametan diselenggarakan di waktu malam, segera setelah matahari terbenam dan
sembahyang maghrib dilakukan oleh mereka yang mengamalkannya. Siang hari digunakan seluruhnya untuk
menyiapkan hidangan dan kaum perempuanlah yang melakukan ini sedangkan upacaranya sendiri hanya
dilakukan oleh kaum pria. Semua pria yang diundang adalah tetangga dekat yang tinggal di daerah sekitar
rumahnya. Begitu tiba, setiap tamu mengambil tempat di atas tikar yang terbentang di lantai, duduk dalam
posisi formal Jawa yang disebut sila (dengan dua kaki dilipat bersilang ke dalam di depan tubuh, sementara
batang tubuh tegak lurus dan kaku). Bila semua sudah tiba dan lingkaran itu sudah penuh, maka upacara pun
dimulai.
Tuan rumah akan membuka upacara dengan bahasa Jawa tinggi yang sangat resmi dan akan
mengutarakan maksud khusus dari slametan ini atau bisa di sebut ujub. Pada acara slametan, tuan rumah
juga akan mengundang modin (ahli agama desa yang resmi) untuk membaca doa.Pemimpin do’a membaca
do’a atau ayat Al Qur’an, sementara tamu-tamu yang lain duduk dengan tapak tangan mereka menadah ke
atas dan pada tiap jeda do’a, mereka mengucapkan “amin”. Setelah upacara pembukaan selesai, Setiap yang
hadir (kecuali tuan rumah yang tidak makan) menerima secangkir teh dan piring dari daun pisang yang
berisikan setiap macam pangan yang dihidangkan di tengah tikar. Makanan itu jauh lebih baik dari makanan
sehari-hari biasanya ada beberapa macam daging, ayam atau ikan basah, ditambah aneka warna makanan
yang dibuat dari beras atau bubur dengan masing-masing mengandung arti. Bila setiap orang sudah
memperoleh piring yang telah diisi, tuan rumah mempersilahkan mereka makan. Sesudah setengah lusin
suapan, atau setelah sekitar 10 atau 15 menit, satu per satu orang berhenti makan. Setelah semuanya
berhenti, mereka minta izin untuk “mengikuti kehendak saya” (nuwun sakersa) dan setelah diizinkan,
mereka meninggalkan rumah. Kebanyakan makanan tidak habis termakan dan akhirnya dibawa pulang
dibungkus dengan daun pisang untuk dinikmati sendiri di rumah bersama isteri dan anak-anak. Dengan
kepergian mereka, upacara slametan pun selesai.
Makna Slametan
Slametan, dengan demikian, merupakan upacara inti yang mendasar di sebagian masyarakat
Mojokuto dimana pandangan dunia abangan paling menonjol. Pada beberapa peristiwa, misalnya, ketfka
memulai peijalanan, slametan mungkin mencakup keseluruhan upacara. hampir semua upacara abangan
dalam arti tertentu merupakan variasidari tema ritus yang mendasar ini, maka pengertian tentang
maknaslametan bagi mereka yang mengadakannya akan membawa sertapemahaman terhadap banyak segi
dari pandangan dunia abangan danmenyediakan kunci bagi penafsiran terhadap upacara mereka yang
lebihkompleks. Dalam slametan, setiap orang diperlakukan sama. Hasilnyaadalah tak seorang pun merasa
berbeda dari yang lain, tak seorangpun merasa lebih rendah dari yang lain dan tak seorang pun
punyakeinginan untuk mengucilkan diri dari orang lain. Juga, setelah kitamenyelenggarakan slametan,
arwah setempat tidak akan mengganggukita, tak akan membuat kita merasa sakit, sedih, atau bingung.
Dalam slametan, segala jenis makhluk halus duduk bersama kita dan mereka juga ikut menikmati makanan.
Karenanya, makanan itulah yang menjadi inti slametan, bukan do’anya. Makhluk-makhluk halus tersebut
menyantap bau makanan. Itu sama seperti pisang ini. Saya mencium baunya, tetapi ia tidak hilang. Itulah
kenapa makanan itu masih tertinggal untuk kita setelah makhluk-makhluk halus tersebut memakannya.

BAB II: Kepercayaan Terhadap Makhluk Halus


Ada tiga jenis makhluk halus yang utama: memedi (secara harfiah berarti tukang menakut-nakuti),
lelembut (makhluk halus) dan tuyul.
a. Memedi hanya mengganggu orang atau menakut-nakuti mereka, tetapi biasanya tidak menimbulkan
kerusakan serius. Memedi lakilaki disebut gendruwo dan yang perempuan disebut wewe.
b. Lelembut, berbeda dengan memedi, dapat menyebabkan seseorang jatuh sakit atau gila. Lelembut
masuk ke dalam tubuh orang dan kalau orang itu tidak diobati oleh seorang dukun asli Jawa, ia akan
mati. . Karena lelembut samasekali tidak tampak, dia juga tidak mengambil wujud salah seorang
keluarga, tetapi mereka ini sangat berbahaya bagi manusia.
c. Jenis terakhir, tuyul, adalah makhluk halus anak-anak, “anak-anak yang bukan manusia” “Tuyul
menyerupai anak-anak ini, hanya mereka bukan manusia tetapi makhluk halus anak-anak.” Mereka
tidak mengganggu, menakuti orang atau membuatnya sakit; sebaliknya, mereka sangat disenangi
manusia, karena membantu manusia menjadi kaya.
Ada banyak pembicaraan dan perdebatan tentang dunia makhluk halus. Meski terdapat kesepakatan
tentang keberadaan dan pentingnya makhluk adikodrati (yang sebagai suatu kelompok, disebut bangsa alus),
tetapi setiap orang tampaknya mempunyai pendapat sendiri mengenai sifat dasarnya serta pengalaman
pribadi untuk membuktikannya.
Memedi : Makhluk Halus yang Menakut-nakuti
Memedi adalah makhluk halua Jawa yang paling mudah dipahami orang Barat,karena ia hampir
persis sama dengan apa yang kita sebut sebagai”spooks(hantu)”.Memedi khas Indonesia; panaspati yang
kepalanya terletak di tempat dimana kemaluannya seharusnya berada dan yang berjalan dengankedua
tangannya,menghembuskan api;jim,makluk halus islam yang bersembahyang 5 kali sehari,mengenakan
jubah serta membaca do’a dalam bahasa arab. Salahsatu jenis hantu yang dirumuskan dengan cermat dan
disepakati umum adalah sundel bolong”pelacur dengan lubang di tubuhnya”. Sundel bolong adalah
perempuan cantik yang telanjang,tetapi kecantikannya dicemari leh adanya lubang besar di tengan
punggungnya. Rambutnya hitam panjang. Gendruwo,jenis memedi yang paling uum,pada umumnya lebih
senang bermain-main daripada menyakiti dan suka mengerjai manusia. Misallnya memindahkan pakaian
atau barang ke tempat lain.Namun,gendruwo sangat senang dengan lelucon,tidak selalu dengan hal yang
berbahaya. Kadang-kadang gendruwo juga kelewat batas,ia menyerupai suami atau orang terdekatnya lalu
tidur dengannya. Dan jadilah seorang anak percampuran manusia dengan makhluk ini.
Lelembut : Makhluk Halus yang Menyebabkan Kesurupan.
Jenis makhluk halus yang masuk ke dalam tubuh manusia dan membuat orang kesurupan,merupakan
masalah yang agaknya lebih serius. Pasalnya,perjumpaan dengan mereka bisa berakhir dengan sakit,gila
atau kematian. Teori Jawa tentang kesurupan sudah tidak lagi asing.Lelembut menurut beberapa orang
selalu masuk ke tubuh dari bawah,melalui kaki.Hal itu yang menjadi alasan supaya untuk menghangatkan
tapak kaki di atas tungku sebelum menengok seseorang yang baru melahirkan,karena bayi umumnya mudah
dirasuki makhluk halus. Ada juga yang berpendapat,makluk halus bisa masuk ke tubuh lewat kepala. Itulah
sebabnya bayi selalu ditutup ubun-ubunnya.
Kesurupan berarti ”masuk”, ”memasuki sesuatu”, tetapi juga mengandung arti kedua, yakni ”waktu
matahari terbenam”. Ini mencerminkan kepercayaan bahwa saat matahari terbenam adalah waktu yang
rawan untuk mudah makluk halus masuk ke dalam tubuh. Jenis kedua yakni kampir-kampiran yang secara
harfiah berarti “mampir sebentar mengunjungi seseorang. Hampir sama dengan kesurupan, hanya bedanya
makhluk halus yang masuk ini berasal dari Lautan Hindia yang dalam perjalanannya menuju gunung berapi
di Mojokerto menabrak si korban. Kampel-kampelan juga sama, hanya saja ini lebih ringan dan dapat
disembuhkan cukup dengan mandi. Setanan juga serupa dengan kempel-kempelan, hanya lebih serius
sehingga untuk mengeluarkan makhluk halus yang merasuki harus dengan bantuan dukun. Berikutnya
kejiman, gejalanya sama, hanya yang merasuki korban bukan setan melainkan abangan, tetapi jin yang
berbangsa arab dan santri. Jenis terakhir adalah kemomong, semacam perjanjian sukarela dengan iblis.
Tuyul, Makhluk Halus yang Karib
Tuyul mampu mencuri uang tanpa bisa dilacak samasekali; dan satu-satunya imbalan yang perlu
dilakukan untuk mereka hanyalah menyediakan tempat tidur serta menghidangkan bubur sekadarnya tiap
malam. Di kota, tuyul-tuyul itu mencuri uang. Tetapi di desa, mereka mencuri padi. Salah satu jenis pencuri
padi yang umum dikenal disebut gebleg (sebab bentuknya yang menyerupai ayam namun ia menghentakkan
kakinya kuat-kuat ketika berjalan). Ia melanjutkan pembicaraan dengan menggambarkan garis besarnya
sejarah Jawa sampai zaman modern dan peran Semar dalam proses itu. Perannya yaitu sebagai penasihat
spiritual serta pendukung ghaib dari semua raja dan pangeran yang akan datang. Babad Tanah Jawi atau
pembersihan Jawa yang disebut sebagai mitos kolonisasi terus menerus mengalami “invasi” dari orang
Hindu, Islam, dan Eropa. Mbabad adalah membersihkan sebidang tanah di hutan belantara kemudian
dijadikan desa. Gambran mitos tersebut adalah masuknya para pedagang baru yang mendorong makhluk-
makhluk halus datang ke gunung. Makhlus halus tersebut disebut demit, yang bertempat tinggal di punden.
Tedapat slametan untuk demit, yaitu berupa sajen. Danyang (makhluk halus pelindung) sebagai pelindung
dan menuruti permintaan tolong orang dengan syarat ada imbalannya. Danyang umumnya adalah nama lain
dari demit (makhluk halus). Danyang tinggal menetap di suatu tempat yang disebut punden. Danyang tidak
menyakiti orang, namun melindungi. Danyang desa, ketika mereka masih hidup sebagai manusia, datang ke
desa selagi masih berupa hutan belantara, membersihkannya serta membagi-bagi tanah kepada para
pengikutnya, keluarganya, teman- temannya dan ia sendiri menjadi kepala desanya (lurah) yang pertama.
Sesudah meninggal, ia biasanya dimakamkan di dekat pusat desa dan makamnya lalu menjadi punden.
Daerah yang berada di bawah kekuasaan danyang desa disebut kumara yang berarti suara yang tiba-tiba
muncul dari ketiadaan.
Makna Kepercayaan Terhadap Mahluk Halus
Slametan cenderung berlangsung pada momen-momen yang demikian dalam kehidupan orang Jawa,
ketika kebutuhan untuk menyatakan nilai-nilai itu mencapai puncaknya serta ketika ada ancaman yang besar
dari makhluk-makhluk halus dan kekacauan tak manusiawi yang mewakilinya.Semua itu melukiskan
kemenangan kebudayaan atas alam dan keunggulan manusia atas bukan manusia. Pengailan perbedaan
keagamaan dan diferensiasi sosial kepada mahluk halus bukanlah hal yang luarbiasa. Seorang informan
ketika berbincang tentang jim, mengatakan: “Ada dua macam. Yang Islam, tinggal di masjid/ langgar dan
yang bukan Islam, tinggal di mana-mana. Jim memasuki tubuh seseorang jika tubuh orang itu kebetulan
kosong. Kekosongan itu tidak disebabkan oleh jim, tetapi hanya semacam kebetulan.

BAB III Siklus Slametan


Siklus slametan terbagi menjadi 4 jenis dan ada 2 faktor yang mendasar yaitu waktu serta ekonomi
slametan. Slametan ditetapkan dengan sistem ramalan numerologi atau petungan. Petungan adalah cara
untuk menghindari disharmonisasi dengan tatanan umum alam. Dengan konsep metafisik yaitu cocog atau
sesuai, harmoni dan waktu. Sistem angka-angka untuk hari adalah deskripsi empiris dari tatanan alam yang
tertinggi. Namun bagi kalangan abangan, angka-angka itu cenderung dipahami sebagai naga dina atau “naga
hari”. Sistem petungan digunakan dalam menentukan arah masuk rumah tanpa ketahuan, memenangkan
taruhan, menetukan obat, menentukan kecocokan dari calon pengantin dilihat dari tanggal lahir, dan masih
banyak lagi.

BAB IV: Siklus Slametan: Kelahiran


Upacara-upacara pada siklus ini menekankan kesinambungan serta identitas yang mendasari semua
aspek kehidupan dan transisi serta fase-fase khusus yang dilewatinya.
Tingkeban
Tingkeban merupakan selametan utama yang diselenggarakan pada bulan ketujuh masa kehamilan.
Upacara ini diselenggarakan hanya apabila anak yang dikandung adalah anak pertama bagi si ibu, si ayah,
atau keduanya. Penentuan waktunya menurut bulan orang Jawa. Tingkeban diselenggarakan di rumah ibu si
calon ibu dan sebuah slametan khusus disiapkan dengan unsur-unsur utama berikut ini : Sepiring nasi untuk
setiap tamu dengan nasi putih di atas dan nasi kuning di bawahnya. (Kesucian dan cinta). Nasi dicampur
dengan kelapa parutan dan ayam iris. (Menghormati Nabi Muhammad SAW & menjamin keselamatan bayi
yang akan lahir). Tujuh tumpeng kecil nasi putih. (Tujuh bulan kehamilan). Delapan atau sembilan bola nasi
putih yang dibentuk dengan genggaman tangan.(Melambangkan Wali Songo). Sebuah tumpeng nasi yang
besar dan kuat. (Agar anak dalam kandungan itu kuat). Beberapa hasil tanaman yang tumbuh di bawah tanah
dan beberapa buah yang tumbuh bergantung di atas. (Melambangkan bumi dan langit). Tiga jenis bubur:
putih, merah dan campuran dari keduanya. (Mencegah masuknya makhluk halus). Rujak legi. Bila rujak itu
terasa “pedas” atau “sedap” oleh si ibu, ia akan melahirkan anak perempuan, sebaliknya kalau terasa biasa
saja, ia akan melahirkan anak laki-laki.
Dalam tingkeban, sebagaimana dalam semua slametan, di samping hidangan, sajian gabungan untuk
makhluk-makhluk halus maupun para tetangga, ada lagi sajian khusus untuk makhluk halus secara
keseluruhan: yakni sajen.
Babaran
Menjelang kelahiran , orang akan mengadakan slametan kecil hanya dengan anggota keluarganya
saja. Hidangan yang disajikan terdiri dari sepiring jenang dengan pisang ynag dikupas ditengahnya untuk
lambang kelahiran yang lancar. Namun slametan ini sering ditinggalkan bahkan oleh orang abangan yang
cukup ketat.
Pasaran
Lima hari sesudah slametan pertam a untuk bayi diselenggarakan, diadakan pula sebuah slametan
yang agak lebih besar, pasaran, dimana bayi itu diberi nama.Sebenarnya, penentuan waltu pasaran
tergantung pada saat terlepasnya sisa tali pusar si anak. Kalau pada hari kelima belum lepas juga, pasaran
harus ditunda sam pai hari keenam atau bah kan ketujuh.namun jarang terjadi

Pitonan
slametan 3 bulan atau sering disebut pitonan,makanan utama di sini adalah semacam puding tepung beras
yang disebut jenang, yang dibuat dalam tujuh warna selain itu ada jg rangkain bola nasi dan berbagai macam
bubur.
Prosesi : membangunkan bayi ketika ayam berkokok,kemudian bayi disodori keranjang alas nasi dan
uang logam apabila dibuang bisa menjadi boros dan sebaliknya hemat selanjutnya diberi cakar ayam
sebagaimana harus mengais nafkah ini dimulai pagi hari dengan memndikan bayi di air bunga menuju bak
ada tangga dari batanf pisang dengan 7 jenjang pertama merah,kedua putih dan seterusnya,merah : ayah,
putih : ibu setelah itu dimandikan oleh si dukunrambut dipotong oleh setiap tamu,seleai Mandi bayi dibedaki
bedak kuning diberi baju baru dan dihiasi bunga²,pitonan memiliki makna membebaskan dari segala
pamali² selama tujuh bulan sesudah melahirkan.

BAB V: Siklus Slametan:Khitanan dan Perkawinan


Khitanan
Penyunanatan biasanya dilakukan oleh ahli yang disebut calak (atau bong) yang sekaligus juga
menjadi tukan cukur, jagal, atau dukun.Upacara ini sama persis dengan perkawinan,yang mana dimaksudkan
untuk menyambut remaja perkawinan untuk perempuan dan khitanan untuk laki-laki.Pertama sistem
petungan diterapkan dan hari baik dipilih diadakan pada menjelang acara khitanan malam hari yang disebut
manggulan acara ini sama persis dengan midodareni,berbagai sajen juga dipersiapkan setelah itu anak diberi
jamu lalu dipijat oleh dukun pijat dan kemudian dibedaki dengan bedak kuning.Pada pagi harinya anak itu
berendam di bak mandi selama 1 jam,kemudian anak itu membca syhadat untuk kemuidan disunat oleh
calak dengan sebilah pisau yang disebut wesi tawa.Dan pada malam harinya baru diadakan pesta yang mana
anak itu juga mengikuti pesta wayang kulit semalam suntuk
Perkawinan
Perkawinan pertama di Jawa masih diatur oleh orangtua mempelai perempuan maupun pria. Dalam
lamaran ada sebuah pertemuan yang direncanakan (nuntoni). Pihak keluarga laki laki berkunjung ke rumah
perempuan, kemudian anak perempuan tersebut disuruh untuk menghidangkan minuman saja, ketika laki
laki terpesona lalu saat sudah pulang berbicara dengan orang tuanya kalau ingin menikahinya.Upacara
perkawinan (kepanggihan) dilaksanakan di rumah perempuan. Menurut tradisi anak laki laki harus
memberikan paningset, biasanya berupa pakaian dan perhiasan serta srasahan biasanya berupa kerbau atau
perabotan rumah tangga.
Perkawinan untuk anak perempuan pertama disebut bubak, bermakna membuka suatu daerah
perawan. Upacara untuk anak perempuan terakhir disebut punjung tumplek, bermakna penghormatan yang
penghabisan.Pada beberapa pesta perkawinan, yang dijalankan hanya pengantin pergi ke masjid,
mengucapkan ijab, pulang ke rumah untuk saling berjabat tangan serta menyelenggarakan sebuah
pesta.Dalam islam slametan perkawinan (midodareni) dilaksanakan pada malam menjelang upacara. Setelah
midodareni pengatin perempuan didudukkan di sentong tengah empat jam tanpa bergerak. Ibunya
melaksanakan upacara membeli kembang mayang. Kesemuanya ini mewakili keperawanan keduapengantin.
Kalau pengantin laki-laki sudah pernah menikah sebelumnya, hanya dua buah kembang mayang saja yang
dibuat; dan kalau pengantin perempuan yang sudah pernah menikah, upacara kepanggihan itu tak diperlukan
lagi. Pengantin perempuan (manten) berdandan sebagai seorang putri ratu. Sedangkan pengantin pria (juga
disebut manteri) berdandan sebagai seorang pangeran . Apa pun yang mereka pakai dulu dan tampaknya
agak meragukan bahwa pola di atas dengan segala keram aiannya pernah tersebar secara meluas ke desa-
desa gadis-gadis abangan di Mojokuto sekarang mengenakan pakaian Barat. Anak lelaki abangan muncul
dengan jas Barat, bersarung dan memakai pici hitam dari seberang, yang telah menjadi lambang utama
nasionalisme.
Segala sesuatu telah siap untuk pertemuan yang sebenarnya. Sebuah kain sarung milik pengantin
perempuan dibentangkan di depan rumah. Di ujung kain diletakkan sebuah mangkuk kuningan dengan isi air
bunga dan telur. Di bawahnya ditaruh kuk tenggala untuk sepasang lembu, dan sajen di sentong tengah.
Sebutir kelapa dilempar ke sumur dan dukun manten berkeliling memercikan air yang sudah diberi mantera
agar harta keluarga aman. Pada waktu yang telah dipilih, pengantin perempuan muncul dari rumah dan
pengantin laki-laki masuk dari luar, mereka diiringi oleh 2 orang yang membawa kembang mayang. Setelah
jarak semakin dekat mereka saling melempar daun sirih. Setelah itu pengantin perempuan mengangkat
sembah kepada laki-laki. Dilanjut dengan perempuan berlutut memecahkan telur di kaki laki-laki
menandakan telah hilangnya keperawanan kedua mempelai, lali membasuh kaki pria dengan air bunga. Lalu
sehelai selendang dilingkarkan pada kedua mempelai bersama ibu si perempuan, dan masuk kedalam rumah
diam disana tanpa bergerak.Dukun membacakan mantera kepada kedua mempelai dengan sebuah slametan
yaitu satu lapis nasi kuning di atas satu lapis nasi putih. Kedua mempelai itu makan tetapi tidak sampai
habis.
Untuk anak perempuan pertaman, upacara khusus diadakan pada saat ini. Dua mangkuk tanah yang
dicat dibawa keluar. Dalam mangkuk itu berisi biji padi, kedelai, uang lama, dan biji palawija. Ada juga
jajanan dan beras. Dalam kegiatan tersebut terdapat percakapan antara ayah dan ibu mempelai. Disana ayah
bertanya tentang rasa dari jajanan, benda yang dibawa, dan serah terima kekayaan (beras) untuk menghidupi
puterinya. Sang ayah menuangkan beras kedalam sarung istrinya untuk dibawa kedapur dan dicampur
dengan beras yang nantinya disuguhkan kepada tamu. Dukuh manten kemudian menuangkan uang lama dll
ke dalam gulungan sarung ayah, dari ayah dituangkan ke menantu, dan dari menantu dituangkan ke dalam
sarung sang istri. Hal tersebut melambangkan bahwa mempelai pria bersedia menyerahkan kekayaannya
kepada istri.Sesudah upacara itu, kalau cara-cara tradisional dipatuhi dengan sungguh-sungguh, pasangan itu
tetap tak berhubungan selama lima hari di rumah mempelai perempuan dan setelah pindah ke rumah
mempelai laki-laki, sampai hari ke-35 pernikahan. Untuk mempelai perempuan yang belum mengalami
datang bulan, upacara perkawinannya ditambah dengan sebuah upacara khusus yang disebut jago-jagoan
(membawa ayam jago di dalam selendang).
Aspek sosial dan ekonomi upacara khitanan dan perkawinan
Orang Jawa menyebut upacara perkawinan dan khitanan dengan duwe gawe dan menganggapnya
sebagai contoh yang baik sekali untuk sebuah nilai yang mereka sebut rukun atau kerjasama yang
mentradisi. Rukun sebagai sebuah nilai tidak mengikat orang-orang komunis primitif yang tersosialisasi
berlebihan, tetapi mengikat petani-petani materialis. Duwe gawe menggeneralisasi dan meringkas
kewajiban yang terpisah ini ke dalam rukun, sama seperti intuisi lainnya dalam masyarakat tradisional Jawa.
Dalam acara nduwe gawe, biasanya akan meminta bantuan tenaga dari orang lain, seperti tetangga.
Namun, dalam hal slametan akan meminta bantuan kepada sanak saudara dan tetangga yang akan
menghabiskannya. Dalam hal ini akan terjadi hubungan timbal balik, dimana orang yang sekarang dibantu
akan ada saatnya akan membantu orang yang pernah membantunya dulu. Dalam pesta yang besar dikota,
umumnya tidak melibatkan sanak saudara namun lebih ke teman dan teangganya. Dalam hal pembiayaan,
orang-orang khsusnya Jawa akan membeli sapi atau kambing yang akan dirawat dan akan dijual jika sudah
mendekati waktu slametan/pesta. Sehingga jarang sekali kekayaan orang Jawa yang berbentuk tunai.
Selanjutnya adalah dengan arisan, yakni berbentuk perkumpulan yang nanti akan berkembang. Contohnya
dalam hal penyewaan piring dan gelas. Orang-orang akan beriuran dan membeli perlengkapan pesta dengan
uang iuran, dan akan menyewakan barang -barang tersebut. Sumber pembiayaan ketiga adalah berhutang,
tetapi hal itu tidak diperkenankan untuk slametan karena hal itu akan membuat upacara menjadi tidak sah
menurut kepercayaan. Sumber pembiayaan yang keempat adalah buwuh. Buwuh mengungkap premis-
premis nilai yang mendasari seluruh pola duwe gawe. Pada awalnya Buwuh diberikan dalam bentuk bahan
makanan, namun lambat laun buwuh berubah berupa uang yang diberikan tamu untuk tuan rumah.
Sebagaimana sumbangan tenaga, buwuh juga berperan sebagai bentuk kerukunan.

BAB VI: Siklus Slametan Kematian


Pemakaman : Layatan
Semua pemakaman (layatan) masih diselenggarakan oleh modin, pejabat keagamaan resmi di desa.
Jika terjadi kematian di sebuah keluarga, maka pihak keluarga harus memanggil modin dan menyampaikan
berita kematian tersebut kepada orang sekitar. Pemakaman orang Jawa dilaksanakan secepat mungkin
sesudah kematian karena mereka percaya bahwa semakin cepat jenazah dikuburkan, semakin cepat pula
rohnya kembali ke tempat yang layak. Proses pemakaman terdiri dari persiapan jenazah oleh modin,
pemandian jenazah oleh anggota keluarga, pembungkusan jenazah dengan kain putih oleh modin, dan
upacara pemakaman. Upacara pemakaman tersebut dihadiri oleh semua orang. Proses pemakaman di Jawa
dilakukan sesuai dengan ajaran agama Islam dan tetap memerhatikan adat istiadat yang berlaku. Contoh adat
istiadat dalam pemakaman Jawa adalah berjalan bolak-balik dibawah keranda jenazah sebanyak tiga kali
yang dilakukan oleh pihak keluarga sebagai tanda keikhlasan.
Ada beberapa slametan yang dilakukan setelah orang meninggal, seperti slametan pada hari ketiga,
ketujuh, ke-40, ke-100, dan ke-1000 sejak almarhum meninggal. Ada juga slametan yang lain, dinamakan
kekah, yang dimana dilakukan sekali saja dan disertai menyembelih merpati, angsa, atau unggas lainnya.
Dan ketika kita ditinggalkan oleh seseorang (meninggal), kita harus berusaha untuk ikhlas walaupun
seringkali sulit tercapai.
Dukun tidak bisa mempengaruhi umur seseorang. Dukun hanyalah membuat hidup orang itu lebih
ringan, bahagia sampai saat kematiannya. Kematian ditentukan secara mutlak oleh Tuhan. Bunuh diri
merupakan kesalahan, karena dengan begitu, Anda mencoba mengambil apa yang selayaknya menjadi
urusan Tuhan. Ada tiga pengertian terpisah tentang kehidupan sesudah mati di Mojokuto diantaranya konsep
balas jasa abadi, sampurna, dan bid’ah. Pemujaan terhadap nenekmoyang pada orang Jawa tidak lebih dari
sebuah pernyataan hormat yang tulus kepada orang yang sudah meninggal.

BAB VII: Siklus Slametan: Slametan Menurut Penanggalan, Desa dan Selingan.
Satu Sura: hanya dirayakan oleh mereka yang secara sadar anti-Islam, karena ini lebih merupakan
hari raya Buddha. 10 Sura: Untuk menghormati Hasan dan Husein, yang menurut cerita, ingin mengadakan
slametan untuk Nabi Muhammad ketika beliau sedang berperang melawan kaum kafir. Muludan/12 Mulud:
Nabi dilahirkan dan meninggal dunia. Rejeban/27 Rejeb: merayakan Mi’raj. Megengan/29 Ruwah:
Ruwahan merupakan permulaan puasa. 21, 23, 25, 27, atau 29 Pasa: Slametan yang diadakan pada salah satu
dari hari-hari ini disebut Maleman. Satu Sawal/ Bruwah: Mengakhiri puasa, hanya orang yang benar-benar
puasa yang dianjurkan mengadakan slametan ini. Kupatan/tujuh Sawal: hanya mereka yang memiliki anak
kecil yang telah meninggal yang dianjurkan untuk mengadakan slametan ini. 10 Besar: penghormatan
terhadap pengorbanan Nabi Ibrahim dan hari dimana jema’ah haji berkumpul di Mekkah untuk
melaksanakan lagi pengorbanan itu. Muludan, slametan untuk hari lahir Nabi dan Maleman, slametan
malam hari menjelang akhir bulan puasa, adalah yang paling penting dari semua upacara menurut
penanggalan.
Acara slametan dilakukan dengan tukar menukar antar tetangga atau dengan memberi tonjokan.
Berhubungan dengan penanggalan pertanian, biasanya slametan dilakukan pada saat tetua membuka sawah
untuk pertanian. Di balik itu, ada kisah cinta Trisnawati dan Kasudana yang dikutuk menjadi butiran padi.
Budaya slametan bersih desa dilakukan untuk membersihkan désa dari makhluk-makhluk halus sesuai
tradisi dan mitos masyarakat setempat.
Slametan Selingan yakni slametan yang diadakan sekali-sekali untuk sebuah peristiwa atau maksud
khusus yang biasanya tidak berulang kembali pada rangkaian jarak waktu tertentu. Slametan selingan
diadakan bisa disebabkan oleh karena mengikuti ajaran-ajaran “bid’ah” dari seorang yang mengangkat
dirinya sebagai guru. Ada peristiwa-peristiwa tradisional tertentu yang mewajibkan slametan yang tak tentu
waktunya, seperti slametan yang harus diadakan untuk anak tunggal agar ia tidak jadi mangsa Batara Kala,
dewa Hindu yang jahat. Orang harus mengadakan pertunjukan wayang untuk ini dan biayanya menyebabkan
slametan ini jarang diadakan orang sekarang ini, sekalipun kadang-kadang orang mengadakannya dalam
kombinasi dengan hajatan lainnya, seperti misalnya khitanan.
Akhirnya, ada juga slametan yang bisa dianggap merupakan efek dari “zaman baru” Indonesia,
misalnya, seorang pengusaha peti bir mengadakan slametan untuk merayakan mesin gergaji kayu bertenaga
diesel yang baru diimpornya dari Jerman Barat.

BAB 8: Pengobatan, Sihir dan Magi


Dukun: Tabib, Juru Sihir dan Ahli Upacara
Ada berbagai macam dukun: dukun bayi, dukun pijet, dukun prewangan (medium), dukun calak
(tukang sunat), dukun wiwit (ahli upacara panen), dukun temanten (ahli upacara perkawinan), dukun
petungan (ahli meramal dengan angka), dukun sihir (juru sihir), dukun susuk (ahli mengobati dengan
menusukkan jarum emas di bawah kulit), dukun japa (tabib yang mengandalkan mantra), dukun jampi (tabib
yang menggunakan tumbuh-tumbuhan dan berbagai obat asli), dukun siwer (ahli mencegah kesialan alami,
seperti mencegah hujan ketika orang sedang mengadakan pesta besar, mencegah supaya piring tidak pecah
pada pesta, dsb); dukun tiban (tabib yang kekuatannya sementara dan merupakan hasil dari kerasukan
makhluk halus).
Kemampuan untuk menjadi seorang dukun setidaknya sebagian diwarisi, tetapi diperoleh lewat
belajar. Dukun priyayi cenderung menekankan disiplin pertapa (puasa yang panjang serta meditasi tanpa
tidur untuk jangka waktu lama) dan menganggap bahwa kekuasaan mereka itu seluruhnya spiritual. Santri
biasanya menggunakan ayat-ayat Al Qur’an yang ditafsirkan secara mistik atau potongan-potongan magis
dari tulisan Arab yang dilukis dengan hati-hati untuk dikunyah kemudian ditelan, atau yang lainnya.
Dukun abangan cenderung lebih menekankan pada teknik yang spesifik, jimat, mantra, tumbuh-
tumbuhan, ramuan obat, dsb. Apa pun yang dipelajari oleh dukun praktik selalu berasal dari dukun lain yang
dianggap menjadi gurunya. Apapun yang ia pelajari disebut sebagai ilmu-nya. Dari dukun yang benar-benar
dikenal luas, tiga orang adalah abangan, seorang santri, dan seorang lagi camat dari kalangan priyayi.
Semuanya, kecuali camat, adalah keturunan dukun; dan semuanya, kecuali camat, adalah tuan tanah kecil.
Teknik-teknik Pengobatan
Pertama, diagnosa serta pemilihan metode pengobatan yang tepat. Kedua, penerapan pengobatan itu
sendiri. Metode pengetahuan intuitif melalui meditasi lebih baik, karena memerlukan praktik bertahun-
tahun. Bilamana seorang pergi ke seorang dukun, ia akan memperoleh bukan hanya obat, tetapi juga mantera
yang diletakkan padanya. Dukun santri membaca mantera menggunakan bahasa Arab, sedangkan Dukun
abangan membaca mantera menggunakan bahasa Jawa. Fungsi teh bagi seorang dukun adalah untuk
memanggil dua makhluk halus penjaga. Terakhir teknik pengobatan paling umum adalah pijat.
Setiap elemen itu-obat,mantera dan kemampuan pemberi obat bisa digunakan sendiri-sendiri. Ada
bebrapa factor yang berhimpun di sekitar hubungan psikologis antara dukun dan paiennya. 1. Masalah
pebgobatan yang belum pasti hasilnya 2. Sejauh mana dukun itu boleh terlibat dalam kehidupan pribadi
pasien 3. Sifat kemenduaan dari sang dukun,karena mengadakan hubungan baik antara Tuhan maupun setan.
Seorang dukun, yang sebenarnya terbilang priyayi, mengatakan bahwa ia mengobati dua jenis
penyakit. Pertama, penyakit yang spesifik, seperti sakit gigi, patah tulang, perut mulas, dan disentri. Kedua,
penyakit yang lebih umum dengan empat variasi utama: darah kotor; kurang darah; jiwa kosong, barangkali
dirasuki makhluk halus,kemasukan udara, panas atau benda-benda asing lain yang kadang-kadang
dimasukkan ke dalam tubuh secara magis lewat sihir.
Dukun biasa dan dukun tiban mempunyai peran yang berbeda dalam semua hal. Dalam kemampuan
nya dukun biasa didasarkan atas belajar tambahan, faktor keturunan, dan relatif sedang. Dukun biasa
kebanyakan nya seorang laki – laki. Pada umumnya dukun biasa, secara psikologisnya stabil, dalam hal
ekonominya juga terjamin. Jumlah dari dukun biasa banyak ada di mana – mana. Sedangkan kemampuan
dukun tiban adalah datang secara tiba – tiba tanpa ada persiapan dari pihak yang bersangkutan dan hilang
secara mendadak. Kebanyakan dukun tiban adalah seorang perempuan. Secara psikologis dukun tiban
dianggap kurang seimbang, datang dari kalangan ekonominya menderita. Dukun tiban biasanya jarang dan
muncul secara sporadis.
Selain para dukun, baik yang tiban maupun biasa, yang berada dalam daya raih orang-orang Jawa.
Mereka memiliki dua sumber pertolongan yang digunakan dalam menghadapi penyakit, ada beragam
metode pengobatan. Ada berbagai jenis jimat, seperti sebilah pisau belati kecil yang diselipkan di dalam ikat
pinggang, atau batu koral kecil yang dikalungkan dengan tali di leher. Ada obat-obatan bungkus dari jenis
bisa mengobati semua rasa sakit, Ada obat-obatan Cina, seperti lidah naga tanah, obat-obatan itu diramu
oleh sinse yang memiliki Teknik khusus sudah dari lama. Ada pula pelindung khas untuk segala hal, orang
Jawa menyebut dengan jimat. Umumnya, sebuah jimat diberi tulisan dalam Bahasa Arab, Jimat itu bukan
hanya mengobati, tetapi sebagaimana umumnya jimat, juga bisa dipakai untuk kekebalan atau sebagai alat
sihir
Dengan demikian, orang Jawa memukuli masalah kesehatannya dengan tongkat apa pun yang
diberikan oleh kebudayaannya dan melihat metode-metode yang diimpor, semata-mata sebagai elemen baru
dalam pola lama. Satu-satunya pertahanan terhadap tenung adalah mencari dukun yang lebih baik, yang
kekuatan spiritualnya lebih besar daripada dukun yang digunakan lawan untuk menenungnya. Kemudian,
pertempuran antardukun, dalam medan mistik tentunya, akan teijadi kalau dukun yang digunakannya
memang lebih kuat daripada dukun lawannya. Ia akan mengembalikan magi itu kepada lawannya dan ia pun
akan jatuh sakit seperti yang semula diharapkannya pada orang yang ditenungnya.
Dukun biasa dan dukun tiban mempunyai peran yang berbeda dalam semua hal. Dalam kemampuan
nya dukun biasa didasarkan atas belajar tambahan, faktor keturunan, dan relatif sedang. Dukun biasa
kebanyakan nya seorang laki – laki. Pada umumnya dukun biasa, secara psikologisnya stabil, dalam hal
ekonominya juga terjamin. Jumlah dari dukun biasa banyak ada di mana – mana. Sedangkan kemampuan
dukun tiban adalah datang secara tiba – tiba tanpa ada persiapan dari pihak yang bersangkutan dan hilang
secara mendadak. Kebanyakan dukun tiban adalah seorang perempuan. Secara psikologis dukun tiban
dianggap kurang seimbang, datang dari kalangan ekonominya menderita. Dukun tiban biasanya jarang dan
muncul secara sporadis.
Selain para dukun, baik yang tiban maupun biasa, yang berada dalam daya raih orang-orang Jawa.
Mereka memiliki dua sumber pertolongan yang digunakan dalam menghadapi penyakit, ada beragam
metode pengobatan. Ada berbagai jenis jimat, seperti sebilah pisau belati kecil yang diselipkan di dalam ikat
pinggang, atau batu koral kecil yang dikalungkan dengan tali di leher. Ada obat-obatan bungkus dari jenis
bisa mengobati semua rasa sakit, Ada obat-obatan Cina, seperti lidah naga tanah, obat-obatan itu diramu
oleh sinse yang memiliki Teknik khusus sudah dari lama. Ada pula pelindung khas untuk segala hal, orang
Jawa menyebut dengan jimat. Umumnya, sebuah jimat diberi tulisan dalam Bahasa Arab, Jimat itu bukan
hanya mengobati, tetapi sebagaimana umumnya jimat, juga bisa dipakai untuk kekebalan atau sebagai alat
sihir
Dengan demikian, orang Jawa memukuli masalah kesehatannya dengan tongkat apa pun yang
diberikan oleh kebudayaannya dan melihat metode-metode yang diimpor, semata-mata sebagai elemen baru
dalam pola lama. Satu-satunya pertahanan terhadap tenung adalah mencari dukun yang lebih baik, yang
kekuatan spiritualnya lebih besar daripada dukun yang digunakan lawan untuk menenungnya. Kemudian,
pertempuran antardukun, dalam medan mistik tentunya, akan teijadi kalau dukun yang digunakannya
memang lebih kuat daripada dukun lawannya. Ia akan mengembalikan magi itu kepada lawannya dan ia pun
akan jatuh sakit seperti yang semula diharapkannya pada orang yang ditenungnya

Anda mungkin juga menyukai