Anda di halaman 1dari 3

TINJAUAN PUSTAKA

Masyarakat Suku Bajo yang berada di Kabupaten Wakatobi termasuk dalam


kelompok manusia yang hidupnya di laut. Etnik yang umumnya tinggal di atas
rumah-rumah yang diberi tiang di atas laut ini cenderung hidup dekat dengan laut
yang menandakan mereka memiliki kekhasan dibandingkan dengan etnik-etnik lain
di Indonesia. Konon, asal muasal suku Bajo ini berasal dari Johor, Malaysia, dimana
mereka merupakan keturunan orang-orang Johor yang dititahkan raja untuk mencari
putrinya yang melarikan diri. Kemudian orang-orang diperintahkan untuk mencarinya
hingga ke segara penjuru termasuk Sulawesi. Menurut cerita, sang putri lebih
memilih tinggal dan tidak lagi kembali ke Johor yang kemudian akhirnya menikah
dengan pamgeran Bugis bersama rakyatnya yang kemudian daerah tersebut kini
bernama Bajoe. (IRSYAN BASRI, 2014)
Sebagai masyarakat yang hidup berkelompok atau diikat dengan suku,
mereka akan memiliki ciri khas yang dapat berupa tradisi atau adat istiadat.
Begitupuun dengan Suku Bajo ini. salah satu ritual khas yang sangat terkenal dari
Suku Bajo adalah Ritual Duata. Ritual Duata adalah salah satu ritual pengobatan
adat pada etnik Bajo dengan tujuan memohon atau meminta kesembuhan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa yang mereka sebut dengan Dewata/Pappu serta mahkluk
metafisik lainnya (mbo/keke) dengan cara memberi sesajen berupa beras warna-
warni yang dilarungkan ke laut karena masyarakat Bajo memiliki hubungan dekat
dengan makhluk yang ada di laut. Mereka percaya bahwa tidak selamanya penyakit
hanya dapat disembuhkan secara medis, terlebih masyarakat Bajo banyak yang
memiliki penyakit turunan (duata). Adapun contohnya yaitu seperi demam
berkepanjangan, kolera, ataupun penyakit yang mereka anggap aneh dan sulit untuk
disembuhkan secara medis. Ritual ini dapat dilakukan sewaktu-waktu apabila
terdapat masyarakat yang mengalami penyakit-penyakit seperti yang dijelaskan di
atas. (Afid Nurkholis, n.d.).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Zainal, juga menuturkan mengenai
sejarah Ritual Duata dimana ritual ini merupakan salah satu warisan nenek moyang
Suku Bajo. Dahulu kala, terdapat salah satu masyarakat Suku Bajo yang mengalami
sakit sehingga tetua mereka meminnta pertolongan kepada dewa yang berada di
atas langit untuk membantu untuk membantu salah seorang dari mereka untuk
mendapat pertolongan. Akhirnya dewa yang diyakini mereka menyembuhkan
anggota mereka yang sakit, dan disinilah awal terjadinya Ritual Duata. Sekarang
Tradisi Suku Bajo ini sering ditampilkan pada festival budaya Wakatobi setiap
tahunya ataupun kegiatan-kegiatan nasional maupun internasional di mana turis
Domestik dan Mancanegara datang ke Wakatobi. (Zainal Burhan Ali, n.d.)
Dalam pelaksanaan ritual duata, sebelumnya dukun mengumpulkan
sarana/materi ritual. Sarana/material ritual biasanya dikumpulkan langsung di rumah
pasien dan disanalah materi itu diproduksi di bawah pengawasan sandro. Dalam
persiapan tersebut sandro memiliki beberapa orang yang membantu dalam jalannya
ritual duata tersebut. Ada yang bertugas membuat sesajian, memasang pernak-
pernik ritual, serta penabuh gendang. Kemudian dukun melakukan pemeriksaan
tubuh pasien yang terkena penyakit apakah bisa disembuhkan atau sebaliknya.
Proses ini diawali dengan komunikasi antara sandro dan roh dan itu suatu
keharusan yang perlu dilakukan oleh sandro walaupun setannya sangat jahat karena
bisa jadi yang menahan semangat hidup pasien, biasanya ruh yang merasuki jiwa
pasien akan meminta sesajian sehingga demi kesembuhan pasien tersebut sandro
akan memberikannya sesuai dengan apa yang setan (roh) minta.(Erlianti, Suharty
Roslan, n.d.)
Afid Nurkholis. (n.d.). MENGENAL PUSAT KEBUDAYAAN MARITIM: SUKU BAJO,
SUKU BUGIS, SUKU BUTON, SUKU MANDAR DI SEGITIGA EMAS
NUSANTARA.
Erlianti, Suharty Roslan, dan M. A. T. (n.d.). PELAKSANAAN TRADISI DUATA
(PENGOBATAN) PADA MASYARAKAT BAJO (Studi di Desa Mola Selatan
Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi). Neo Societal, 2, 68–
73.
IRSYAN BASRI. (2014). KOMODIFIKASI RITUAL DUATA PADA ETNIK BAJO DI
KABUPATEN WAKATOBI PROVINSI SULAWESI TENGGARA.
Zainal Burhan Ali. (n.d.). Musik Iringan Tari Angigall dalam Prosesi Ritual Duata
Suku Bajo Mola Kabupaten Wakatobi.

Anda mungkin juga menyukai