Anda di halaman 1dari 28

KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIABETES


MELITUS TIPE 1 (DM JUVENILE)

DOSEN PENGAJAR

Ns. Sugiarti, M.Kep., Sp.Kep.An.

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 6

1. FITRI DWI LESTARI 1914401052


2. A. RIZQI OKTARIDHO 1914401073
3. PUTRI TALITA SALSABILA 1914401079
4. HERTIKA 1914401089

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG

DIII KEPERAWATAN TANJUNGKARANG

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt., berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah  ini dengan baik meskipun kami juga
menyadari masih ada kekurangan di dalamnya.
Kami juga tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Ns.
Sugiati, M.Kep., Sp.Anak selaku dosen mata kuliah Keperawatan Anak yang telah
memberikan tugas ini kepada kami dan membantu kami sebagai penulis dalam
menyelesaikan makalah  ini. Dan tidak lupa kami juga mengucapkan terima kasih
pada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini dan bekerja sama
menyelesaikan makalah  ini.

Semoga makalah ini bermanfaat dan bisa menjadi bahan evaluasi dan tolak
ukur dalam makalah-makalah lainnya khususnya bagi mata kuliah Keperawatan Anak
di masa yang akan datang. Mohon kritik dan sarannya. Terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, Januari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ................................................................................................ 1


B. RUMUSAN MASALAH ........................................................................................... 2
C. TUJUAN ..................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. DEFINISI ................................................................................................................... 3
B. ETIOLOGI.................................................................................................................. 4
C. KLASIFIKASI............................................................................................................ 5
D. PATOFISIOLOGI....................................................................................................... 5
E. MANIFESTASI KLINIS ............................................................................................ 7
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG ............................................................................... 8
G. PENATALAKSANAAN............................................................................................ 9
H. KOMPLIKASI ........................................................................................................... 12

BAB III KONSEP DASAR ASKEP PADA PASIEN DM TIPE I (JUVENILE)

A. PENGKAJIAN ........................................................................................................... 15
B. DIAGNOSA ............................................................................................................... 18
C. PERENCANAAN ...................................................................................................... 19

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN.......................................................................................................... 22
B. SARAN ...................................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang kita kenal sebagai penyakit kencing manis
adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya
peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolute maupun
relative. DM merupakan salah satu penyakit degenerative dengan sifat kronis yang
jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1983, prevalensi DM di
Jakarta baru sebesar ,7%; pada tahun 1993 prevalensinya meningkat menjadi 5,7% dan
pada tahun 2001 melonjak menjadi 12,8%.
Penyakit kencing manis telah dikenal ribuan tahun sebelum masehi. Dalam
manuskrip yang ditulis George Ebers di Mesir sekitar tahun 1550 sM- kemudian dikenal
sebagai Papirus Ebers, mengungkapkan beberapa pengobatan terhadap suatu penyakit
dengan gejala sering kencing yang member kesan diabetes. Demikian pula dalam buku
India Aryuveda 600 sM penyakit ini telah dikenal. Dikatakan bahwa penyakit ini dapat
bersifat ganas dan berakhir dengan kematian penderita dalam waktu singkat.
Cendekiawan Cina dan India pada abad 3 s/d 6 juga menemukan penyakit ini, dan
mengatakan bahwa urin pasien-pasien itu rasanya manis. Willis pada tahun 1674
melukiskan urin tadi seperti digelimangi madu dan gula. Sejak itu penyakit itu ditambah
dengan kata mellitus yang artinya madu. Ibnu Sina pertama kali melukiskan gangrene
diabetic pada tahun 1000. Pada tahun Von Mehring dan Minkowski mendapatkan gejala
diabetes pada anjing yang diambil pancreasnya. Akhirnya pada tahun 1921 dunia
dikejutkan dengan penemuan insulin oleh seorang ahli bedah muda Frederick Grant
Banting dan asistennya yang masih mahasiswa Charles Herbert Best di Toronto. Tahun
1954-1956 ditemukan tablet jenis sulfonylurea generasi pertama yang dapat meningkatkan
produksi insulin. Sejak itu banyak ditemukan obat seperti sulfonylurea generasi kedua dan
ketiga serta golongan lain seperti biguanid dan penghambat glukosidase alfa.
DM Dikategorikan kedalam beberapa tipe. Salah satunya yang kita bahas yaitu
tipe 1 atau dm juvenile. Penyebab terjadinya DM tipe 1 ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu faktor genetik, faktor imunologi, dan faktor lingkungan. Menurut
penyebabnya DM tipe satu ini diklasifikasikan kedalam dua golongan lagi, yaitu tipe 1A,

1
dan tipe 1B. Pada golongan tipe 1A kerusakan pankreas sebagian besar dipengaruhi oleh
faktor genetik dan lingkungan, HLA-DR4 diketahui mempunyai hubungan erat dengan hal
tersebut.
Sedangkan pada tipe 1B sangat berhubungan dengan keadaan autoimun primer
yang juga ditunjukan oleh sekelompok penderita dengan manifestasi autoimun lainnya,
seperti hashimoto disease, graves disease, myasthenia gravis, dan pernicious anemia. Hal
tersebut berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada usia 30 – 50 tahun.
Diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi terkadang juga terjadi pada
orang dewasa, khususnya orang yang non obesitas, dan mereka yang berusia lanjut ketika
hiperglikemia tampak untuk pertama kali.
Keadaan tersebut merupakan gangguan katabolisme yang disebabkan karena
hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkatn sehingga
mengakibatkan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Karena
hal itulah diperlukannya pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme,
menurunkan hiperglukagonemia, mencegah ketosis dan peningkatan kadar glukosa darah.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep penyakit dari penyakit DM tipe I ( juvenile)?
2. Bagaimana dampak penyakit ini pada pemenuhan KDM (dalam konteks keluarga) ?
3. Bagaimana konsep dasar Askep pada pasien penderita DM tipe I (juvenile) ?

C. TUJUAN
1. Mengetahui konsep penyakit dari penyakit DM tipe I ( juvenile)
2. Mengetahui dampak penyakit ini pada pemenuhan KDM (dalam konteks keluarga)
3. Mengetahui konsep dasar Askep pada pasien penderita DM tipe I (juvenile)

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik.Hiperglikemia ini dapat
disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya adalah gangguan sekresi hormon
insulin, gangguan aksi/kerja dari hormon insulin atau gangguan kedua-duanya
(Weinzimer SA, Magge S. 2005).
Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup
pesat, terutama di beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan
perubahan dalam masyarakat, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, gaya hidup,
perilaku, dan sebagainya. Namun, perubahan-perubahan ini juga tak luput dari efek
negatif. Salah satu efek negatif yang timbul dari perubahan gaya hidup masyakarat
modern di Indonesia antara lain adalah semakin meningkatnya angka kejadian Diabetes
Mellitus (DM) yang lebih dikenal oleh masyarakat awam sebagai kencing manis.
Diabetes Mellitusa dalah penyakit metabolik yang bersifat kronik. Oleh karena
itu, onset Diabetes Mellitus yang terjadi sejak dini memberikan peranan penting dalam
kehidupan penderita. Setelah melakukan pendataan pasien di seluruh Indonesia selama 2
tahun, Unit Kelompok Kerja (UKK) Endokrinologi Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) mendapatkan 674 data penyandang Diabetes Mellitus tipe 1 di Indonesia. Data ini
diperoleh melalui kerjasama berbagai pihak di seluruh Indonesia mulai dari para dokter
anak, endokrinolog anak, spesialis penyakit dalam, perawat edukator Diabetes Mellitus,
data Ikatan Keluarga Penyandang Diabetes MellitusAnak dan Remaja (IKADAR),
penelusuran dari catatan medis pasien, dan juga kerjasama dengan perawat edukator
National University Hospital Singapura untuk memperoleh data penyandang Diabetes
Mellitusanak Indonesia yang menjalani pengobatannya di Singapura.
Data lain dari sebuah penelitian unit kerja koordinasi endokrinologi anak di
seluruhwilayah Indonesia pada awal Maret tahun 2012 menunjukkan jumlah penderita
Diabetes Mellitususia anak-anak juga usia remaja dibawah 20 tahun terdata sebanyak
731 anak. Ilmu Kesehatan Anak FFKUI (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia)
melansir, jumlah anak yang terkena Diabetes Mellituscenderung naik dalam beberapa
tahun terakhir ini. Tahun 2011 tercatat 65 anak menderita Diabetes Mellitus, naik 40%

3
dibandingkan tahun 2009. Tiga puluh duaanak diantaranya terkena Diabetes Mellitustipe
2.(Pulungan, 2010)
International Society of Pediatric and Adolescence Diabetesdan WHO
merekomendasikan klasifikasi DM berdasarkan etiologi (Tabel 1).DM tipe 1 terjadi
disebabkan oleh karena kerusakan sel β-pankreas. Kerusakan yang terjadi dapat
disebabkan oleh proses autoimun maupun idiopatik. Pada DM tipe 1 sekresi insulin
berkurang atau terhenti.Sedangkan DM tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin.Pada DM
tipe 2 produksi insulin dalam jumlah normal atau bahkan meningkat.DM tipe 2 biasanya
dikaitkan dengan sindrom resistensi insulin lainnya seperti obesitas,hiperlipidemia,
kantosis nigrikans, hipertensi ataupun hiperandrogenisme ovarium (Rustama DS, dkk.
2010).

B. ETIOLOGI
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes tipe- 1.
Namun yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor genetik/keturunan.
Resiko perkembangan diabetes tipe 1 akan diwariskan melalui faktor genetik.

1. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human
leucosite antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen transplantasi dan proses imun lainnya.

2. Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-
sel pulau Langerhans dan insulin endogen.

3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi
sel beta.
C. KLASIFIKASI

Klasifikasi DM berdasarkan etiologi (ISPAD 2009).

4
1. DM Tipe-1 (destruksi sel-β)
a. Immune mediated
b. Idiopatik
2. DM tipe-2
3. DM Tipe lain
a. Defek genetik fungsi pankreas sel
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Kelainan eksokrin pankreas
Pankreatitis; Trauma/pankreatomi; Neoplasia; Kistik fibrosis;
Haemokhromatosis; Fibrokalkulus pankreatopati; dll.

d. Gangguan endokrin

Akromegali; Sindrom Cushing; Glukagonoma; Feokromositoma;


Hipertiroidisme; Somatostatinoma; Aldosteronoma; dll.
e. Terinduksi obat dan kimia

Vakor; Pentamidin; Asam Nikotinik; Glukokortikoid; Hormon tiroid;


Diazoxid; Agonis -adrenergik; Tiazid; Dilantin; -interferon; dll.
4. Diabetes mellitus kehamilan

D. PATOFISIOLOGI
Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical Practice
Consensus Guidelines tahun 2009, yaitu:

1. Periode pra-diabetes
Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum nampak karena baru ada proses
destruksi sel β-pankreas. Predisposisi genetik tertentu memungkinkan terjadinya
proses destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang ditandai dengan mulai
berkurangnya sel β-pankreas yang berfungsi. Kadar C-peptide mulai menurun.
Pada periode ini auto antibodi mulai ditemukan apabila dilakukan pemeriksaan
laboratorium.
2. Periode manifestasi klinis
Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul.Pada periode ini sudah terjadi
sekitar 90% kerusakan sel β-pankreas. Karena sekresi insulin sangat kurang, maka
kadar gula darah akan tinggi/meningkat. Kadar gula darah yang melebihi 180
5
mg/dl akan menyebabkan diuresis osmotik. Keadaan ini menyebabkan terjadinya
pengeluaran cairan dan elektrolit melalui urin (poliuria, dehidrasi, polidipsi).
Karena gula darah tidak dapat di-uptake kedalam sel, penderita akan merasa lapar
(polifagi), tetapi berat badan akan semakin kurus. Pada periode ini penderita
memerlukan insulin dari luar agar gula darah di-uptake ke dalam sel.
3. Periode honey-moon
Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada periode ini sisa-
sisa sel β-pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi insulin dari
dalam tubuh sendiri. Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan berkurang
hingga kurang dari 0,5 U/kg berat badan/hari. Namun periode ini hanya
berlangsung sementara, bisa dalam hitungan hari ataupun bulan, sehingga perlu
adanya edukasi ada orang tua bahwa periode ini bukanlah fase remisi yang
menetap.
4. Periode ketergantungan insulin yang menetap. Periode ini merupakan periode
terakhir dari penderita DM. Pada periode ini penderita akan membutuhkan insulin
kembali dari luar tubuh seumur hidupnya.

PATHWAYS

6
E. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya
tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi
degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Manifestasi klinis DM tipe 1 sama
dengan manifestasi pada DM tahap awal, yang sering ditemukan :
1. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui
daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana
gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak
kencing.
2. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
3. Polifagia (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun
klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada
pembuluh darah.
4. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan
protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan
memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan
otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap
kurus
5. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
6. Ketoasidosis
Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang
disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi
dengan baik.

7
8
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dlakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak jauh
berbeda.
1. Glukosadarah : meningkat 200-100mg/dL
2. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
3. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
5. Elektrolit :
Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan
menurun.
Fosfor : lebih sering menurun
6. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM)
dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak
adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)

7. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3
( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
8. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ; merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
9. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi
ginjal)
10. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut
sebagai penyebab dari DKA.
11. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau
normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/
gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody .( autoantibody)
12. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan
glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
13. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.

9
14. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernafasan dan infeksi pada luka.

Diabetes melitus ditegakkan berdasarkan ada tidaknya gejala. Bila dengan gejala
(polidipsi, poliuria, polifagia), maka pemeriksaan gula darah abnormal satu kali sudah
dapat menegakkan diagnosis DM. Sedangkan bila tanpa gejala, maka diperlukan
paling tidak 2 kali pemeriksaan gula darah abnormal pada waktu yang berbeda
(Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009).

Kriteria hasil pemeriksaan gula darah abnormal adalah:


1. Kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl atau
2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dl atau
3. Kadar gula darah 2 jam postprandial >200 mg/dl.

Untuk menegakkan diagnosis DM tipe 1, maka perlu dilakukan pemeriksaan


penunjang, yaitu C-peptide <0,85 ng/ml. C-peptide ini merupakan salah satu penanda
banyaknya sel β-pankreas yang masih berfungsi. Pemeriksaan lain adalah adanya
autoantibodi, yaitu Islet cell autoantibodies(ICA), Glutamic acid decarboxylase
autoantibodies(65K GAD), IA2( dikenal sebagai ICA 512 atau tyrosine posphatase)
autoantibodiesdan Insulin autoantibodies(IAA). Adanya autoantibodi mengkonfirmasi
DM tipe 1 karena proses autoimun. Sayangnya pemeriksaan autoantibodi ini relatif
mahal (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines
2009).

G. PENATALAKSANAAN

Tatalaksana pasien dengan DM tipe 1 tidak hanya meliputi pengobatan berupa pemberian
insulin. Ada hal-hal lain selain insulin yang perlu diperhatikan dalam tatalaksana agar
penderita mendapatkan kualitas hidup yang optimal dalam jangka pendek maupun jangka
panjang (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines. 2009)
Terdapat 5 pilar manajemen DM tipe 1, yaitu :
1. Insulin

10
Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada penderita DM Tipe 1. Dalam
pemberian insulin perlu diperhatikan jenis insulin, dosis insulin, regimen yang digunakan,
cara menyuntik serta penyesuaian dosis yang diperlukan.
a. Jenis insulin : kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat, kerja
pendek, kerja menengah, kerja panjang, maupun insulin campuran (campuran kerja
cepat/pendek dengan kerja menengah). Penggunaan jenis insulin ini tergantung
regimen yang digunakan.
b. Dosis insulin: dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1 unit/kg beratbadan
pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini selanjutnya akan diatur disesuaikan
dengan faktor-faktor yang ada, baik pada penyakitnya maupun penderitanya.
c. Regimen: kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen konvensional serta
regimen intensif. Regimen konvensional/mix-split regimendapat berupa pemberian
dua kali suntik/hari atau tiga kali suntik/hari. Sedangkan regimen intensif berupa
pemberian regimen basal bolus. Pada regimen basal bolus dibedakan antara insulin
yang diberikan untuk memberikan dosis basal maupun dosis bolus.
d. Cara menyuntik: terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik dalam hal
absorpsinya yaitu di daerah abdomen (paling baik absorpsinya), lengan atas, lateral
paha. Daerah bokong tidak dianjurkan karena paling buruk absorpsinya.
e. Penyesuaian dosis: Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari beberapa hal,
seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga, maupun usia pubertas terkadang
kebutuhan meningkat hingga 2 unit/kg berat badan/hari), kondisi stress maupun
saat sakit.
2. Diet
Secara umum diet pada anak DM tipe 1 tetap mengacu pada upaya untuk mengoptimalkan
proses pertumbuhan. Untuk itu pemberian diet terdiri dari 50- 55% karbohidrat, 15-20%
protein dan 30% lemak.Pada anak DM tipe 1 asupan kalori perhari harus dipantau ketat
karena terkait dengan dosis insulin yang diberikan selain monitoring
pertumbuhannya.Kebutuhan kalori perharisebagaimana kebutuhan pada anak
sehat/normal. Ada beberapa anjuran pengaturan persentase diet yaitu 20% makan pagi,
25% makan siang serta 25% makan malam, diselingi dengan 3 kali snack masing-masing
10% total kebutuhan kalori perhari. Pemberian diet ini juga memperhatikan regimen yang
digunakan. Pada regimen basal bolus, pasien harus mengetahui rasio insulin:karbohidrat
untuk menentukan dosis pemberian insulin.

11
3. Aktivitas fisik/exercise
Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan berolahraga akanmembantu
mempertahankan berat badan ideal, menurunkan berat badanapabila menjadi obes serta
meningkatkan percaya diri. Olahraga akan membantu menurunkan kadar gula darah serta
meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin. Namun perlu diketahui pula bahwa
olahraga dapat meningkatkan risiko hipoglikemia maupun hiperglikemia (bahkan
ketoasidosis).Sehingga pada anak DM memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
untuk menjalankan olahraga, di antaranya adalah target gula darah yang diperbolehkan
untuk olahraga, penyesuaian diet, insulin serta monitoring gula darah yang aman.
Apabila gula darah sebelum olahraga di atas 250 mg/dl serta didapatkan adanya ketonemia
maka dilarang berolahraga. Apabila kadar gula darah di bawah 90 mg/dl, maka sebelum
berolahraga perlu menambahkan diet karbohidrat untuk mencegah hipoglikemia.
4. Edukasi
Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita maupun orang
tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya, patofisiologi, apa yang boleh dan
tidak boleh pada penderita DM, insulin(regimen, dosis, cara menyuntik, lokasi menyuntik
serta efek samping penyuntikan), monitor gula darah dan juga target gula darah ataupun
HbA1c yang diinginkan.
5. Monitoring kontrol glikemik
Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang diberikan sudah baik atau belum.
Kontrol glikemik yang baik akan memperbaiki kualitas hidup pasien, termasuk mencegah
komplikasi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pasien harus melakukan
pemeriksaan gula darah berkala dalam sehari.Setiap 3 bulan memeriksa HbA1c. Di
samping itu, efek samping pemberian insulin, komplikasi yang terjadi, serta pertumbuhan
dan perkembangan perlu dipantau

Tabel Target kontrol metabolik pada anak dengan DM tipe 1


Target Baik
Baik Sedang Kurang
metabolik sekali
<120 <140 <180 >180
Preprandial
mg/dL mg/dL
Postprandial <140 <200 <240 >240
Urin reduksi - - +- >+
HbA1c <7% 7-7.9% 8-9% >10%
Sumber: Rustama DS, dkk. 2010.

12
H. KOMPLIKASI
Komplikasi DM baik pada DM tipe 1 maupun 2, dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu
komplikasi akut dan komplikasi menahun.
1. Komplikasi Metabolik Akut
a. Ketoasidosis Diabetik (khusus pada DM tipe 1)
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan
glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan peningkatan
oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton
dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion hidrogen dan asidosis
metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan diuresis osmotik dengan
hasil akhir dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami
syok yang akhirnya klien dapat koma dan meninggal
b. Hipoglikemi
Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami hipoglikemia jika
kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa
atau terlambat makan sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin, akibat
latihan fisik yang lebih berat dari biasanya tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun
akibat penurunan dosis insulin. Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat,
takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-
kunang, tremor, pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga
akibat kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti
tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan
kesadaran dan koma.
2. Komplikasi Vaskular Jangka Panjang (pada DM tipe 1 biasanya terjadi memasuki
tahun ke 5)
a. Mikroangiopaty
Mikroangiopaty merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan
arteriola retina (retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik diabetic/dijumpai
pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1), syaraf-syaraf perifer (neuropaty diabetik),
otot-otot dan kulit. Manifestasi klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran
sakular yang kecil) dari arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi
dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini

13
nefropaty berupa protein urin dan hipetensi jika hilangnya fungsi nefron terus
berkelanjutan, pasien akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Neuropaty dan
katarak timbul sebagai akibat gangguan jalur poliol (glukosa—sorbitol—fruktosa)
akibat kekurangan insulin. Penimbunan sorbitol dalam lensa mengakibatkan katarak
dan kebutaan. Pada jaringan syaraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan
penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat
menyerang syaraf-syaraf perifer, syaraf-syaraf kranial atau sistem syaraf otonom.
b. Makroangiopaty
Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi
penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa :
1) Penimbunan sorbitol dalam intima vascular.
2) Hiperlipoproteinemia
3) Kelainan pembekun darah
Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan penyumbatan vaskular jika
mengenai arteria-arteria perifer maka dapat menyebabkan insufisiensi vaskular perifer yang
disertai Klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika yang terkena adalah
arteria koronaria, dan aorta maka dapat mengakibatkan angina pektoris dan infark
miokardium. Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan diabetes cukup
efektif untuk menormalkan metabolisme glukosa secara keseluruhan.

14
BAB III
KONSEP DASAR ASKEP PADA PASIEN DM TIPE I (JUVENILE)

A. PENGKAJIAN

Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus


dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, keadaan umum pasien,
tanda-tanda vital, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan
masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.

a. Identitas
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa
medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis
kelamin, umur dan alamat dan lingkungan kotor dapat mempercepat atau memperberat
keadaan penyakit infeksi.

b. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
Ds yang mungkin timbul :
- Klien mengeluh sering kesemutan.
- Klien mengeluh sering buang air kecil saat malam hari
- Klien mengeluh sering merasa haus
- Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia)
- Klien mengeluh merasa lemah
- Klien mengeluh pandangannya kabur
Do :
- Klien tampak lemas.
- Terjadi penurunan berat badan
- Tonus otot menurun
- Terjadi atropi otot
- Kulit dan membrane mukosa tampak kering
- Tampak adanya luka ganggren
- Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam

15
c. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang
telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
4. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.

d. Pola aktivitas sehari hari


1. Pola nutrisi dan metabolism
Menggambarkan asupan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, kondisi
rambut, kuku dan kulit, kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan,
makanan pantangan, makanan yang disukai dan banyaknya minum yang dikaji
sebelum dan sesudah masuk RS.
2. Pola eliminasi
Menggambarkan pola eliminasi klien yang terdiri dari frekuensi, volume, adakah
disertai rasa nyeri, warna dan bau.
3. Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan penggunaan waktu istirahat atau waktu senggang, kesulitan dan
hambatan dalam tidur, pada pasien dengan kasusu DM Adanya poliuri, nyeri pada
kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu
tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita
mengalami perubahan.

16
4. Pola aktivitas dan latihan
Menggambarkan kemampuan beraktivitas sehari-hari, fungsi pernapasan dan
fungsi sirkulasi. Pada kasus DM adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot
pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas
sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5. Pola tata nilai dan kepercayaan
Menggambarkan sejauh mana keyakinan pasien terhadap kepercayaan yang
dianut dan bagaimana dia menjalankannya. Adanya perubahan status kesehatan
dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita
dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.

e. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif
atau GCS dan respon verbal klien.

2. Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan
nadi, dan kondisi patologis. Biasanya pada DM type 1, klien cenderung memiliki
TD yang meningkat/ tinggi/ hipertensi.
b) Pulse rate
c) Respiratory rate
d) Suhu

3. Pemeriksaan Head To Toe


a) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
b) Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada
kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku

17
c) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah
terjadi infeksi.
d) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegali
e) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
f) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
g) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
h) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Glukosadarah : meningkat 200-100mg/dL
b. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e. Elektrolit :
Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya
akan menurun.
Fosfor : lebih sering menurun
f. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup
SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan
control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis,
ISK baru)

18
g. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ; merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
i. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan
fungsi ginjal)
j. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
k. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1)
atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi
insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin
dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody .( autoantibody)
l. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
n. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Hipovolemia b.d Kehilangan cairan aktif d.d Pasien mengeluh lemah, mengeluh haus,
frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, turgor kulit
menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, suhu tubuh meningkat, berat
badan turun tiba-tiba.
2. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorpsi nutrisi d.d pasien mengeluh
nyeri/kram abdomen, nafsu makan menurun,cepat kenyang setelah makan, BB menurun
minimal 10% dari rentang ideal, bising usus hiperaktif, membran mukosa lemah.
3. Perfusi perifer tidak efektif b.d hiperglikemia d.d Pasien mengeluh nyeri ekstremitas,
akral dingin, warna kulit pucat, edema, penyembuhan luka lambat.
4. Resiko infeksi d.d Penyakit kronis (mis. Diabetes melitus)
5. Keletihan b.d kondisi fisiologis d.d mengeluh lelah,merasa kurang tenaga, merasa energi
tidak pulih meskipun sudah tidur, tampak lesu

19
20
C. PERENCANAAN
1. Hipovolemia b.d Kehilangan cairan aktif d.d Pasien mengeluh lemah, mengeluh haus,
frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, turgor kulit
menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, suhu tubuh meningkat, berat
badan turun tiba-tiba.
Intervensi :
Observasi
- Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun,
membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus,
lemah)
- Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
- Hitung kebutuhan cairan
- Berikan asupan cairan oral
Edukasi
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan IV
2. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorpsi nutrisi d.d pasien mengeluh
nyeri/kram abdomen, nafsu makan menurun,cepat kenyang setelah makan, BB menurun
minimal 10% dari rentang ideal, bising usus hiperaktif, membran mukosa lemah.
Intervensi :
Observasi
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi makanan yang disukai
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan labolatorium
Terapeutik
- Fasilitasi menentukan pedoman diet
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

21
Edukasi
- Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

3. Perfusi perifer tidak efektif b.d hiperglikemia d.d Pasien mengeluh nyeri ekstremitas,
akral dingin, warna kulit pucat, edema, penyembuhan luka lambat.
Intervensi :
Observasi
- Periksa sirkulasi perifer
- Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
- Monitor kemerahan, panas, nyeri,atau bengkak pada ekstremitas
Terapeutik
- Lakukan pencegahan infeksi
Edukasi
- Anjurkan berolahraga rutin

4. Resiko infeksi d.d Penyakit kronis (mis. Diabetes melitus)


Intervensi :
Observasi
- Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik
- Berikan perawatan kulit pada area edema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan yang benar
- Ajarkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairam
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

22
5. Keletihan b.d kondisi fisiologis d.d mengeluh lelah,merasa kurang tenaga, merasa energi
tidak pulih meskipun sudah tidur, tampak lesu
Intervensi :
Observasi
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
- Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Monitor pola dan jam tidur
Terapeutik
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
- Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

23
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Diabetes mellitus tipe 1 (Juvenile) dahulu disebut insulin-dependent diabetes (IDDM,
diabetes yang bergantung pada insulin), dicirikan dengan rusaknya sel beta penghasil
insulin pada pulau-pulau langerhans sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh.
Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan
reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut
dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.

B. SARAN
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dan pembaca dapat memahami
pengertian dan asuhan keperawatan Diabetes mellitus tipe 1 (Juvenile) dan dapat
mencegah terjadinya penyakit tersebut. Mengetahui tanda dan gejala sehingga kita
sebagai perawat mampu bertindak sesuai dengan asuhan keperawatan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 1992. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis,
Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC

Erianti, Dian Maya. 2019. Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus.


https://dianmayaerianti.blogspot.com/2019/01/asuhan-keperawatan-diabetea-
mellitus.html?m=1. (Diakses 14 Januari 2021)

Pratiwi, Andi Diah. 2007. Epidemiologi, Program Penanggulangan, dan Isu


Mutakhir Diabetes Mellitus.
http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/12/10/epidemiologi-dm-dan-isu-
mutakhirnya/. (Diakses 14 Januari 2021)

Ikrimah. 2009. Dibetes millitus.


http://ikrimah.blogspot.com/2009/04/diabetesmilltus.html. (Diakses 14 Januari 2021)

Rafani. 2010. Diabetes Mellitus Tipe 2 http://www.rafani.co.cc/2010/01/askep-dm.html.


(Diakses 14 Januari 2021)

25

Anda mungkin juga menyukai