Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PELAYANAN PRIMER

MALARIA

Disusun oleh :

1. Devi Andharista 18060


2. Dewi Septiyawati 18061
3. Nurhasanah 18080
4. Vivi Marzona 18092
5. Wahyu Abimanyu 18093

Dosen Pebimbing : Ricky Riyanto Iksan, Ns.,M.Kep.

AKADEMI KEPERAWATAN PELNI

JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas limpah hidayah, rahmat dan
lindungan-Nya. Akhirnya makalah ini kami selesaikan dengan lancar. Makalah ini kami
susun untuk memenuhi tugas selain itu kami menyusun makalah ini untuk menambah
wawasan tentang Pelayanan Primer “Malaria”.

Tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, kami sadar akan
kesuksesan dalam mengerjakan sesuatu tidak akan mungkin bisa terselesaikan tanpa
dukungan dari orang lain yang senantiasa dengan kesungguhan hati turut berpartisipasi dalam
penyusunan makalah ini. Hanya sepatah kata yang sangat berarti penulis bisa ucapkan
sebagai tanda terimakasih, semoga Tuhan Yang Maha Esa menerima amal dan kebaikan yang
pahalanya kelak akan menuntunnya menjadi seorang yang sangat berarti dan berguna di
dunia ini.

Demikianlah makalah yang kami susun dan jika ada tulisan atau perkataan yang
kurang berkenan kami mohon maaf sebesar – besarnya, semoga makalah ini bermanfaat
untuk pembaca.

Jakarta, 28 September 2020

Kelompok 2
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium yang
hidup dan berkembangbiak dalam sel darah merah penderita. Penyakit ini secara
alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Spesies Plasmodium
yang dapat menginfeksi manusia adalah, Plasmodium falciparum, Plasmodium
vivax, Plasmodium Malariae dan Plasmodium ovale (Depkes RI,2006).
Pada tahun 2013, terdapat 104 negara yang merupakan daerah endemik
malaria dimana terdapat 3,4 milyar jiwa termasuk kategori risiko tinggi malaria.
Diperkirakan terdapat 207 juta kasus malaria terjadi diberbagai belahan dunia
dengan 627 ribu kematian. Penyebaran malaria tersebar luas di berbagai negara
beberapa diantaranya adalah Afrika, Asia Selatan, Asia Tenggara, Oceania,
Amerika Tengah, Haiti, Republik Dominika, Brazil serta negara Amerika Latin
lainnya (World Malaria Report, 2013).
Berdasarkan data Annual Paracite Incidence (API) tahun 2015 mordibitas
malaria suatu wilayah ditentukan dengan API pertahun. API merupakan jumlah
kasus positif malaria per 1.000 penduduk dalam satu tahun. Jawa Tengah 0,06%,
Sumatra Utara 0,09%, Sulawesi Utara 0,88%, Maluku Utara 2,77%, Maluku
5,81%, Nusa Tenggara Timur 7,04%, Papua Barat 31,29%, Papua 31,93%
(Kemenkes RI, 2016).
Gejala klinis malaria beragam, banyak faktor yang dapat mempengaruhi
beratnya manifestasi klinis contohnya agen, host dan lingkungan. Spesies parasit
plasmodium, kepadatan parasit pada penderita merupakan salah satu faktor agen dan host yang
mempengaruhi tingkat keparahan penyakit. Diagnosa dini dan
akurat adalah kunci penanganan penyakit malaria yang efektif. Penggunaaan
diagnosa mikroskopis telah dijadikan metode utama dalam mendiagnosa malaria.
Pemeriksaan mikroskopis dengan menggunakan sediaan tetes tebal dimulai
dengan melihat ada atau tidaknya parasit perlu ditentukan spesies dan stadiumnya,
sediaan tetes tebal digunakan untuk menghitung besarnya densitas parasit.
Plasmodium falciparum, salah satu organisme penyebab malaria,
merupakan jenis yang paling berbahaya dibandingkan dengan jenis Plasmodium
lain yang menginfeksi manusia, yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium malariae
dan Plasmodium ovale. Saat ini, Plasmodium falciparum merupakan salah satu
spesies penyebab malaria yang paling banyak diteliti. Hal tersebut karena spesies
ini banyak menyebabkan angka kesakitan dan kematian pada manusia (Harijanto
et al, 2012).
Diagnosis malaria yang cepat dan tepat merupakan hal yang sangat
diperlukan dalam penatalaksanaan kasus malaria. Hal tersebut terutama
berhubungan dengan infeksi Plasmodium falciparum yang dapat menyebabkan
malaria berat atau malaria dengan komplikasi. Anamnesis adanya riwayat
bepergian ke endemis malaria lebih kurang 2 minggu sebelum timbulya gejala
klinis, merupakan hal yang sangat penting, sedangkan di daerah endemis malaria
penderitanya sudah mempunyai kekebalan terutama pada orang dewasa gejala
biasa lebih ringan walaupun tetap tidak spesifik (Harijanto et al, 2012).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian malaria?
2. Bagaimana struktur malaria?
3. Bagaimana epidemiologi malaria?
4. Bagaimana pathogenesis malaria?
5. Bagaimana tanda dan gejala malaria?
6. Apa saja jenis vaksin malaria?
7. Bagaimana cara pengobatan malaria?
8. Bagaimana pencegahan malaria?
9. Bagaimana contoh kasus malaria?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian malaria
2. Untuk mengetahui bagaimana struktur malaria
3. Untuk mengetahui bagaimana epidemiologi malaria
4. Untuk mengetahui bagaimana pathogenesis malaria
5. Untuk mengetahui bagaimana tanda dan gejala malaria
6. Untuk mengetahui apa saja jenis vaksin malaria
7. Untuk mengetahui bagaimana cara pengobatan malaria
8. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan malaria
9. Untuk mengetahui bagaimana contoh kasus malaria
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium
yang dapat dengan mudah dikenali dari gejala meriang (panas, dingin dan menggigil) serta
demam berkepanjangan. Penyakit ini menyerang manusia dan juga sering ditemukan pada
hewan berupa burung, kera, dan primata lainnya (Achmadi, 2008).
Penyakit malaria juga dapat dikatakan sebagai penyakit yang muncul kembali
(reemerging disease). Hal ini disebabkan oleh pemanasan global yang terjadi karena polusi
akibat ulah manusia yang menghasilkan emisi dan gas rumah kaca, seperti CO2, CFC, CH3,
NO, Perfluoro Carbon dan Carbon Tetra Fluoride yang menyebabkan atmosfer bumi
memanas dan merusak lapisan ozon, sehingga radiasi matahari yang masuk ke bumi semakin
banyak dan terjebak di lapisan bumi karena terhalang oleh rumah kaca, sehingga temperatur
bumi kian memanas dan terjadilah pemanasan global (Soemirat, 2004).
Malaria merupakan infeksi parasite pada sel darah merah yang disebabkan oleh suatu
protozoa spesies plasmodium yang ditularkan ke manusia melalui air liur nyamuk (Wiwik
Handayani, 2008).
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasite (protozoa) dari genus
plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles (Irwan, 2019).

2.2 Struktur
2.3 Epidemiologi
2.3.1 Distribusi dan Frekuensi Penyakit Malaria
1. Berdasarkan Orang
Diperkirakan prevalensi malaria di seluruh dunia berkisar antara 300-500 juta
kasus dengan kematian antara 1 sampai 2 juta setiap tahun dimana lebih dari 80% adalah
anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun. Berdasarkan SKRT (Survei Kesehatan
Rumah Tangga) tahun 2001,CSDR akibat malaria pada laki-laki 11 per 100.000
penduduk dan wanita 8 per 100.000 penduduk.
2. Berdasarkan Tempat
Malaria ditemukan di daerah-daerah mulai 64° lintang utara (Rusia) sampai
dengan 32° lintang selatan (Argentina), dari daerah dengan ketinggian 2.666 m (Bolivia)
sampai dengan daerah yang letaknya 433 m di bawah permukaan laut (Laut Mati). Kini
malaria banyak dijumpai di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah dan Selatan,
Afrika Sub-Sahara, Timur Tengah, India, Asia Selatan, Asia Tenggara, Indo Cina, dan
pulau-pulau di Pasifik Selatan. Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang
paling luas mulai dari daerah yang beriklim dingin, subtropis sampai ke daerah tropis,
kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat. Di Indonesia, spesies ini tersebar di seluruh
kepulauan. Plasmodium falciparum terutama menyebabkan malaria di Afrika, Asia, dan
daerah daerah tropis lainnya. Di Indonesia, parasit ini tersebar di seluruh kepulauan.
Plasmodium malariae meluas meliputi daerah tropis maupun daerah subtropik. Di
Indonesia spesies ini dijumpai di Indonesia Bagian Timur. Plasmodium ovale terutama
terdapat di daerah tropik Afrika bagian barat, di daerah Pasifik Barat dan di beberapa
bagian lain di dunia. Di Indonesia, parasit ini terdapat di Pulau Owi sebelah selatan Biak
di Irian Jaya dan Nusa Tenggara Timur.
3. Berdasarkan Waktu
Berdasarkan SKRT tahun 2001, CFR malaria 0,1% (30.000 kematian dari 30 juta
kasus). Tahun 2005, CFR malaria 2 % (32.000 kematian dari 1,6 juta kasus). Pada tahun
yang sama CFR malaria falsiparum 1,12% (44 kematian dari 3.924 kasus).
2.3.2 Determinan Penyakit Malaria
Penyebaran penyakit malaria sangat ditentukan oleh faktor
Host, Agent, dan Environment:
1. Host
a) Host Intermediate (Manusia)
Keadaan manusia dapat menjadi pengandung gametosit yang dapat
meneruskan daur hidup nyamuk. Manusia ada yang rentan yaitu yang dapat
ditular malaria, tapi ada juga yang kebal dan tidak mudah ditular malaria.
 Umur
Anak-anak lebih rentan terhadap penyakit malaria dibandingkan orang
dewasa. Anak-anak usia kurang dari 5 tahun adalah kelompok terbanyak
yang berisiko terhadap malaria. Pertahanan tubuh terhadap malaria yang
diturunkan penting untuk melindungi anak kecil atau bayi karena sifat
khusus eritrosit yang relatif resisten terhadap masuk dan berkembang
biaknya parasit malaria.
 Ras
Berbagai bangsa atau ras mempunyai kerentanan yang berbeda-beda
(factor rasial) terhadap penyakit malaria. Individu yang tidak mempunyai
determinan golongan darah Duffy (termasuk kebanyakan negro Afrika)
mempunyai resistensi alamiah terhadap Plasmodium vivax.
 Jenis Kelamin
Infeksi parasit plasmodium dapat menyerang semua masyarakat dari
segala
golongan termasuk golongan yang paling rentan seperti wanita hamil.
Hasil penelitian Gomes (2001) menyatakan bahwa ibu hamil yang anemia
kemungkinan 8,56 kali menderita malaria falsiparum dibandingkan
dengan ibu hamil yang tidak anemia.
 Riwayat Malaria
Kekebalan residual adalah kekebalan terhadap reinfeksi yang timbul
akibat infeksi terdahulu dengan strain homolog spesies parasit malaria.
Kekebalan ini menetap hanya untuk beberapa waktu.
 Cara Hidup
Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan malaria, seperti tidur
tidak memakai kelambu, tidak menggunakan repelen nyamuk pada saat
melakukan aktivitas di luar rumah dan pada saat sore hari, dan
penggunaan insektisida yang tidak teratur di dalam rumah.
 Imunitas
Masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria memiliki kekebalan
alami terhadap penyakit malaria. Di daerah endemi dengan transmisi
malaria yang tinggi hampir sepanjang tahun, penduduk nya sangat kebal
dan sebagian besar dalam darahnya terdapat parasit malaria dalam jumlah
kecil. Selain itu, di daerah endemis malaria terdapat kekebalan kongenital
(atau neonatal) pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan kekebalan
tinggi.

 Pekerjaan
Pekerjaan yang tidak menetap atau mobilitas yang tinggi berisiko lebih
besar terhadap penyakit malaria, seperti tugas- tugas dinas di daerah
endemis untuk jangka waktu yang lama sampai bertahun-tahun misalnya
petugas medis, petugas militer, misionaris, pekerja tambang, dan lain-lain.
Pekerjaan sebagai buruh perkebunan yang datang dari daerah yang non
endemis ke daerah yang endemis belum mempunyai kekebalan terhadap
penyakit di daerah yang baru tersebut sehingga berisiko besar untuk
menderita malaria. Begitu pula pekerja- pekerja yang didatangkan dari
daerah lain akan berisiko menderita malaria.
 Status Gizi
Seorang penderita malaria yang mengalami gizi buruk akan
mempengaruhi kerja farmakokinetik obat anti malaria seperti diare dan
muntah menurunkan absorpsi obat. Selain itu, disfungsi hati menyebabkan
metabolism obat menurun. Anak yang bergizi baik dapat mengatasi
malaria berat dengan lebih cepat dibandingkan anak bergizi buruk.
b) Host Definitive (Nyamuk Anopheles)
Nyamuk Anopheles di seluruh dunia meliputi kira-kira 2.000 spesies.
Yang dapat menularkan malaria kira-kira 60 spesies. Di Indonesia, menurut
pengamatan terakhir ditemukan 80 spesies Anopheles dan yang ditemukan
sebagai vektor malaria adalah 15 spesies dengan tempat perindukan yang
berbeda-beda. Hasil penelitian Barodj dkk (1999) menemukan nyamuk Anopheles
subpictus lebih banyak ditemukan istirahat di dalam rumah (57,4%) dibandingkan
di luar rumah (43,6%).
2. Agent (Plasmodium)
Berbagai spesies dari genus plasmodium dari kelas Sporozoa merupakan
parasit malaria pada manusia. Plasmodium yang dapat menginfeksi manusia ada
empat jenis, yaitu:
a. Plasmodium vivax
Plasmodium vivax akan memberikan intensitas serangan dalam bentuk demam
setiap 3 hari sekali sehingga sering dikenal dengan istilah malaria tertian (malaria
benigna). Jenis malaria ini tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia dan pada
umumnya di daerah endemis mempunyai frekuensi tertinggi diantara spesies yang
lain. Eritrosit yang dihinggapi parasit P. vivax mengalami perubahan yaitu
menjadi besar, berwarna pucat dan tampak titik-titik halus berwarna merah yang
bentuk dan besarnya sama (titik Schuffner). Masa tunas intrinsik berlangsung 12-
17 hari.
b. Plasmodium malariae
Plasmodium malariae adalah penyebab malaria malariae atau malaria
kuartana karena serangan demam berulang pada tiap hari keempat. Penyakit
malaria kurtana meluas meliputi daerah tropik maupun daerah subtropik.
Frekuensi penyakit ini di beberapa daerah cenderung menurun. Eritrosit yang
dihinggapi Plasmodium malariae tidak membesar atau ukuran dan bentuk eritrosit
normal.
Masa tunas intrinsik berlangsung 18 hari dan kadang- kadang sampai 30-40 hari.
c. Plasmodium ovale
Plasmodium ovale mempunyai waktu demam yang lebih pendek dan
biasanya bisa sembuh spontan. Masa tunas intrinsik sama seperti Plasmodium
vivax, yaitu 12-17 hari. Plasmodium vivax dapat ditemukan di daerah tropik
Afrika bagian barat, di daerah Pasifik Barat dan beberapa lain di dunia. Di
Indonesia parasit ini terdapat di Pulau Owi sebelah selatan Biak Irian Jaya dan di
Pulau Timor. Perubahan eritrosit yang terjadi yaitu eritrosit tampak oval dengan
tepi bergerigi. Titik Schuffner menjadi lebih banyak.
d. Plasmodium falciparum
Parasit ini ditemukan di daerah tropik terutama di Afrika dan Asia
Tenggara sehingga disebut dengan penyebab malaria tropika (malaria maligna).
Di Indonesia parasit ini tersebar di seluruh kepulauan. Spesies ini merupakan
paling berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat. Pada
malaria falciparum, eritrosit yang terinfeksi tidak membesar selama stadium
perkembangan parasit. Namun, terjadi perubahan yang menyerupai bentuk pisang.
3. Environment (Lingkungan)
a) Meliputi lingkungan fisik, antara lain:
 Suhu
Udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus Sprogami atau masa
inkubasi Ektrinsik. Masa inkubasi Ekstrinsik adalah mulai saat masuknya gametosit
ke dalam tubuh nyamuk sampai terjadinya stadium sporogami dalam nyamuk yaitu
terbentuknya sporozoid yang kemudian masuk kedalam kelenjar liur. Makin tinggi
suhu maka makin pendek masa inkubasi Ekstrinsik. Pengaruh suhu berbeda dari
setiap species pada suhu 26,7oC masa inkubasi Ekstrinsik untuk setiap species
sebagai berikut:
Parasit falciparum: 10 – 12 hari
Parasit vivax: 8 – 11 hari
Parasit malaria: 14 hari
Parasit ovale: 15 hari
Masa inkubasi Intrinsik adalah waktu mulai masuknya Sprozoid darah sampai
timbulnya gejala klinis/demam atau sampai pecahnya sizon darah dalam tubuh
penderita. Masa inkubasi Intrinsik berbeda tiap species:
Plasmodium falciparum: 10 – 14 hari
Plasmodium vivax: 12 – 17 hari
Plasmodium malariae: 18 – 40 hari
Plasmodium ovale: 16 – 18 hari
 Kelembaban Udara
Kelembaban udara yang rendah, mempengaruhi umur nyamuk, tingkat
kelembaban 63 % misalnya merupakan angka paling rendah untuk memungkinkan
adanya penularan.
 Hujan
Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan larva nyamuk
menjadi dewasa. Hujan diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan
berkembangnya Anopheles spp. Bila curah hujan yang normal pada sewaktu-waktu
maka permukaan air akan meningkat sehingga tidak menguntungkan bagi malaria.
Curah hujan yang tinggi akan merubah aliran air pada sungai atau saluran air
sehingga larva dan kepompong akan terbawa oleh air (Chwaat-Bruce. L.J, 1985).
 Angin
Jarak terbang nyamuk dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin artinya jarak
jangkau nyamuk dapat diperpanjang atau di perpendek tergantung kepada arah angin.
 Sinar Matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.
An.sundaicus. Lebih menyukai tempat yang teduh dan An.barbirostris dapat hidup di
tempat yang teduh maupun tempat yang terang. An.macculatus lebih suka hidup di
tempat yang terlindung (sinar matahari tidak langsung) .
 Arus Air
Masing-masing nyamuk menyukai tempat perindukan yang aliran airnya berbeda.
An.barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau sedikit mengalir.
An.minimus menyukai tempat perindukan yang airnya cukup deras dan An. Letifer di
tempat air yang tergenang (Depkes RI, 2006).
b) Lingkungan Kimia
Beberapa species nyamuk dapat juga memanfaatkan oksigen yang terlarut
(Dissolved oxygen) melalui pernafasan kulit. Dari lingkungan kimia yang baru diketahui
pengaruhnya adalah kadar garam dari tempat perindukan, seperti An.sundaicus tumbuh
optimal pada air payau yang kadar garamnya berkisar 12-18% dan tidak dapat
berkembang biak pada garam lebih dari 40%. Untuk mengatur derajat keasaman air yang
disenangi pada tempat perkembangbiakan nyamuk perlu dilakukan pengukuran pH air,
karena An.Letifer dapat hidup ditempat yang asam atau pH rendah (Depkes RI, 2006).
c) Lingkungan Biologi
Jenis tumbuhan air yang ada seperti bakau (Mangroves), ganggang dan berbagai
jenis tumbuhan lain yang dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk, karena ia dapat
menghalangi sinar matahari yang masuk atau menghalangi dari serangan mahkluk hidup
lain. Beberapa jenis tanaman air merupakan indicator bagi jenis-jenis nyamuk tertentu.
Tanaman air bukan saja menggambarkan sifat fisik, tetapi juga menggambarkan susunan
kimia dan suhu air misalnya pada lagun banyak ditemui lumut perut ayam
(Heteromorpha) dan lumut sutera (Enteromorpha) kemungkinan di lagun tersebut ada
larva An. Sundaicus. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah
(Plocheilus panchax Panchax spp), Gambusi sp, Oreochromis niloticus (nila merah),
Oreochromis mossambica (mujair), akan mempengaruhi populasi nyamuk disuatu daerah.
Selain itu adanya ternak besar seperti sapid dan kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan
nyamuk pada manusia, apabila kandang hewan tersebut diletakkan diluar rumah, tetapi
tidak jauh dari rumah atau cattle barrier (Rao, T.R, 1984).
d) Lingkungan Sosial Budaya
Faktor ini kadang- kadang besar sekali pengaruhnya dibandingkan dengan factor
lingkungan yang lain. Kebiasaan untuk berada diluar rumah sampai larut malam, di mana
vector lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk.
Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan penggunaan zat penolak nyamuk yang
intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan status sosial masyarakat akan
mempengaruhi angka kesakitan malaria (Iskandar,1985).

2.4 Patogenesis
2.5 Siklus
Siklus hidup Plasmodium terdiri dari 2, yaitu siklus sporogoni
(siklus seksual) yang terjadi pada nyamuk dan siklus skizogoni (siklus
aseksual) yang terdapat pada manusia. Siklus ini dimulai dari siklus
sporogoni yaitu ketika nyamuk mengisap darah manusia yang
terinfeksi malaria yang mengandung plasmodium pada stadium
gametosit. Setelah itu gametosit akan membelah menjadi
mikrogametosit (jantan) dan makrogametosit (betina). Keduanya
mengadakan fertilisasi menghasilkan ookinet. Ookinet masuk ke
lambung nyamuk membentuk ookista. Ookista ini akan
membentuk ribuan sprozoit yang nantinya akan pecah dan sprozoit
keluar dari ookista. Sporozoit ini akan menyebar ke seluruh tubuh
nyamuk, salah satunya di kelenjar ludah nyamuk. Dengan ini siklus
sporogoni telah selesai.
Siklus skizogoni terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus
eksoeritrositik dan siklus eritrositik. Dimulai ketika nyamuk
menggigit manusia sehat. Sporozoit akan masuk kedalam tubuh
manusia melewati luka tusuk nyamuk. Sporozoit akan mengikuti
aliran darah menuju ke hati, sehingga menginfeksi sel hati dan akan
matang menjadi skizon. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositik.
Pada Plasmodium falciparum dan Plasmodium malariae hanya
mempunyai satu siklus eksoeritrositik, sedangkan Plasmodium vivax
dan Plasmodium ovale mempunyai bentuk hipnozoit (fase dormant)
sehingga siklus eksoeritrositik dapat berulang. Selanjutnya, skizon akan
pecah mengeluarkan merozoit yang akan masuk ke aliran darah
sehingga menginfeksi eritrosit dan di mulailah siklus eritrositik.
Merozoit tersebut akan berubah morfologi menjadi tropozoit belum
matang lalu matang dan membentuk skizon lagi yang pecah dan
menjadi merozoit lagi. Diantara bentuk tropozoit tersebut ada yang
menjadi gametosit dan gametosit inilah yang nantinya akan dihisap
lagi oleh nyamuk. Begitu seterusnya akan berulang-ulang terus.
Gametosit tidak menjadi penyebab terjadinya gangguan klinik pada
penderita malaria, sehingga penderita dapat menjadi sumber penularan
malaria tanpa diketahui (karier malaria).

2.6 Tanda dan Gejala


2.7 Vaksin
2.8 Pengobatan
2.9 Pencegahan
1) Pencegahan Primer
Adalah upaya untuk mempertahankan orang yang sehat tetap sehat atau mencegah orang
yang sehat menjadi sakit. Kegiatannya sederhana dan dapat dilakukan oleh sebagian besar
masyarakat, seperti:
 Menghindari atau mengurangi gigitan nyamuk malaria dengan cara tidur
menggunakan kelambu pada malam hari, tidak berada di luar rumah,
mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk (repelen), memakai
obat nyamuk bakar, memasang kawat kasa pada jendela, dan menjauhkan
kendang ternak dari rumah.
 Membersihkan tempat sarang nyamuk dengan cara membersihkan
semaksemak di sekitar rumah dan melipat kain-kain yang bergantungan,
dan mengalirkan atau menimbun genangan-genangan air serta tempat-
tempat yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk Anopheles.
 Membunuh nyamuk dewasa dengan penyemprotan insektisida.
 Membunuh jentik-jentik dengan menebarkan ikan pemakan jentik.
 Membunuh jentik dengan menyemprot larvasida.
Selain itu, pencegahan primer juga dilakukan terhadap parasit yaitu dengan
pengobatan profilaksis. Pengobatan profilaksis diberikan dengan tujuan mencegah
terjadinya infeksi atau timbulnya gejala. Jenis obat yang digunakan menurut Departemen
Kesehatan RI ada dua jenis, yaitu Klorokuin dan Sulfadoksin atau Pirimetamin.
Klorokuin diberikan satu minggu sekali, dimulai satu minggu sebelum masuk daerah
malaria dan diteruskan sampai 4 minggu setelah meninggalkan daerah tersebut. Dosis
yang diberikan yaitu 1/4 tablet/hari untuk umur <1 tahun, 1/2 tablet/hari untuk umur 1-4
tahun, 1 tablet/hari untuk umur 5-9 tahun, 1 1/2 tablet/hari untuk umur 10-14 tahun, dan 2
tablet/hari untuk umur >15 tahun. 1 tablet klorokuin mengandung 150 mg basa.
Klorokuin tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong.
Sulfadoksin atau Pirimetamin diberikan apabila memasuki daerah resisten
klorokuin. Obat ini diberikan satu minggu sekali. Dosis yang diberikan yaitu 1/4
tablet/hari untuk umur 1-4 tahun, 1/2 tablet/hari untuk umur 5-9 tahun, 3/4 tablet/hari
untuk umur 10-14 tahun, dan 1 tablet/hari untuk umur >15 tahun. 1 tablet
sulfadoksin/pirimetamin mengandung 500 mg/25 mg. Klorokuin tetap diberikan untuk
mencegah infeksi Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae.
2) Pencegahan Sekunder
Adalah upaya untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat
progresifitas penyakit dan menghindarkan komplikasi. Kegiatannya meliputi: pencarian
penderita secara aktif melalui skrining dan secara pasif dengan melakukan pencatatan dan
pelaporan kunjungan penderita malaria, diagnosa dini dan pengobatan yang adekuat, dan
memperbaiki status gizi guna membantu proses penyembuhan.
Seringkali diagnosis malaria diperkirakan dan hanya terdapat satu specimen darah
dalam laboratorium untuk pemeriksaan. Meskipun demikian, satu sediaan atau satu
spesimen tidak dapat dipercayai untuk menyingkirkan diagnosis terutama apabila telah
digunakan pengobatan atau profilaksis parsial. Penggunaan obat malaria secara parsial
dapat menyebabkan berkurangnya jumlah parasit sehingga akibatnya pada pulasan darah
hanya dijumpai sedikit parasit, yang menggambarkan parasetemia yang rendah padahal
pasien sedang menderita penyakit yang berat. Jumlah parasit yang sedikit pada sediaan
darah hapus juga terjadi pada fase awal atau kambuh.
Dianjurkan untuk membuat sediaan darah tipis dan tebal dan paling sedikit diperiksa
200 sampai 300 lapangan pandang dengan minyak emersi sebelum melaporkan suatu
hasil yang negatif. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatif tidak mengenyampingkan
diagnosis malaria. Pemeriksaan darah tepi 3 kali dan hasil negatif, maka diagnosis
malaria dikesampingkan. Untuk penderita tersangka malaria berat perlu diperhatikan bila
pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6 jam sampai 3
hari berturut-turut. Bila hasil pemeriksaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak
ditemukan parasit, maka diagnosis malaria disingkirkan. Pemeriksaan sediaan darah
dilakukan dengan pulasan Giemsa. Diagnosis spesies yang akurat sangat penting dalam
menentukan obat atau kombinasi obat yang akan digunakan.
3) Pencegahan Tertier
Adalah upaya untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rahabilitasi.
Kegiatannya meliputi: penanganan lanjut akibat komplikasi malaria, dan rehabilitasi
mental/psikologi.
2.10 Kasus

Anda mungkin juga menyukai