Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

PRE, INTRA, DAN POST OPRATIF

Disusun Oleh
Mega Setiawati
1035211004

PROGRAM STUDI NERS


UNIVERSITAS MOHAMMAD HUSNI THAMRIN
JAKARTA
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
PRE, INTRA, DAN POST OPRATIF

A. PRE OPERATIF
1. Definisi pra operatif
Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika
keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dikirim
ke meja operasi. Informed consent diperlukan untuk melindungi pasien dari
pembedahan yang lalai dan melindungi ahli bedah terhadap tuntutan dari
suatu lembaga hukum.

2. Indikasi dan klasifikasi pembedahan :

No Klasifikasi Indikasi untuk Contoh


pembedahan

1. Kedaruratan – pasien Tanda ditunda Perdarahan hebat,


membutuhkan obstruksi kandung
perhatian segera, kemih atau usus,
gangguan mungkin fraktur tulang
mengncam jiwa tengkorak, luka
tembak atau tusuk,
luka bakar yang luas

2. Urgen – pasien Dalam 24-30 jam Infeksi kandung


membutuhkan kemih akut, batu
perhatian segera ginjal atau batu pada
uretra

3. Diperlukan – pasien Direncanakan dalam Hiperplasia prostat


harus menjalani beberapa minggu atau tanpa obstruksi
pembedahan bulan kandung kemih,
gangguan tiroid,
katarak

4. Elektif – pasien harus Tidak dilakukan Perbaikan eskar,


dioperasi ketika pembedahan tidak hernia sederhana,
diperlukan terlalu membahayakan perbaikan vaginal

5. Pilihan – keputusan Pilihan pribadi Bedah kosmetik


terletak pada pasien

3. Persiapan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium (lab. Rutin, kimia fungsi liver, ginjal dll).
b. Mengidap radiologi bila indikasi dan pemeriksaan daignostik seperti rofoto
thorax, abdomen, tulang merah fraktur), USQ, CT-scan, MRI,BNO-IVP,
Renogram, EKG, EUTO, EEC, dan lain-lain.

Pemeriksaan status anestesi Pemeriksaan status fisik yang digunakan yaitu


klasifikasi pasien praoperasi menurut ASA (American society of
Anesthisiologi) adalah sebagai berikut:

1) ASA I : Pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi

2) ASA II : Pasien dengan kelainan sistemik ringan/sedang baik oleh karena


penyakit bedah atau dengan penyakit lainnya

3) ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang diakibatkan oleh
karena berbagai penyebab = APP perforasi dengan iskemik

4) ASA IV : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung


mengancam kehidupannya

5) ASA V : Pasien tidak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi


atau tidak.

4. Pengkajian Pre Operatif


Point penting dalam riwayat keperawatan preoperative :

1) Umur
2) Alergi terhadap obat, makanan
3) Pengalaman pembedahan
4) Pengalaman anestesi
5) Tembakau, alcohol, obat-obatan
6) Lingkungan
7) Kemampuan self care
8) Support system

5. Persiapan Fisik Pre Operatif


Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan,
yaitu : persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi Berbagai
persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara
lain :

1) Status kesehatan fisik secara umum


Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status
kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti
kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap,
antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan,
fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain.
Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan
tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks
sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya
dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih
awal.

2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat
badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin
dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi
harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang
cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan
pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan
pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling
sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan
sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang
lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa
mengakibatkan kematian.

3) Keseimbangan cairan dan elektrolit


Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output
cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang
normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya
dalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar kalium serum
(normal : 3,5-5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70-1,50 mg/dl).
Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal.
Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi
metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat
dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti
oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi harus
ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang
mengancam jiwa.

4) Kebersihan lambung dan kolon


Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi
keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan
dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan
enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya
puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan
lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan
lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area
pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan.
Khusus pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada
pasien kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan lambung dapat dilakukan
dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).

5) Pencukuran daerah operasi


Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya
infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak
dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga
mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka.
Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan
pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan.
Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan
sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di
berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih
nyaman.. Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi
dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin
(pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah
sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis,
operasi pemasangan plate pada fraktur femur, hemmoroidektomi. Selain
terkait daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan pada
pemasangan infus sebelum pembedahan.

6) Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena
tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan
infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat
diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan
lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan
personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memeberikan bantuan
pemenuhan kebutuhan personal hygiene.

7) Pengosongan kandung kemih


Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan
kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga
diperluka untuk mengobservasi balance cairan.

6. Pendidikan pasien praoperatif


1. Latihan napas dalam, batuk dan relaksasi – meningkatkan ventilasi paru
dan oksigenasi darah setelah anestesi umum, batuk untuk membantu mobilisasi
sekresi mencegah peneumonia hipostatik dan komplikasi paru lainnya
2. Perubahan posisi dan gerakan tubuh aktif – memperbaiki sirkulasi untuk
mencegah statis vena dan menunjang pernapasan optimal seperti pernapasan
diafragmatik, batuk, latihan tungkai, miring dan turun dari tempat tidur
3. Kontrol dan medikasi nyeri – yakinkan pasien akan diberikan medikasi
menghilangkan nyeri, antibiotik profilaksis mungkin diberikan dalam kasus
spesifik
4. Kontrol kognitif – menghilangkan kecemasan yang berlebihan dan
ketegangan dengan imajinasi, distraksi dan pikiran optimis diri

7. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi

Kurang Setelah diberikan penjelasan Pengetahuan penyakit


pengetahuan b.d selama 2 x, tentang penyakit, 1. Kaji pengetahuan klien
prosedur/tindakan pasien mengerti proses tentang penyakitnya
pembedahan penyakitnya dan program 2. Jelaskan tentang proses
perawatan serta Therapi yg penyakit (tanda dan gejala),
diberikan dg: identifikasi kemungkinan
Indikator: penyebab. Jelaskan kondisi
tentangklien
Pasien mampu:
3. Jelaskan tentang program
1. Menjelaskan kembali pengobatan dan alternatif
tentang penyakit, pengobantan
2. Mengenal kebutuhan 4. Diskusikan tentang terapi
perawatan dan pengobatan dan pilihannya
tanpa cemas 5. Tanyakan kembali
pengetahuan klien tentang
penyakit, prosedur operasi
Teaching : Preoperative

1. Informasikan
klien waktu pelaksanaan
prosedur operasi/perawatan
2. Informasikan
klien lama waktu pelaksanaan
prosedur operasi/perawatan
3. Jelaskan tujuan
prosedur operasi/perawatan
4. Jelaskan hal-hal
yang perlu dilakukan setelah
prosedur operasi/perawatan
5. Pastikan
persetujuan operasi telah
ditandatangani
6. Lengkapi ceklist
operasi
Kecemasan Setelah dilakukan perawatan Penurunan kecemasan
selama 2x24 jam cemas ps 1. Bina Hub. Saling percaya
hilang atau berkurang dg 2. Libatkan keluarga
indikator: 3. Jelaskan semua Prosedur

1. Mengungkapkan cara
mengatasi cemas 4. Hargai pengetahuan ps
2. Mampu menggunakan tentang penyakitnya
coping 5. Bantu ps untuk
3. Dapat tidur mengefektifkan sumber
4. Mengungkapkan tidak support
ada penyebab fisik yang
dapat menyebabkn cemas
6. Berikan reinfocement
untuk menggunakan Sumber
Coping yang efektif

B. INTRA OPERATIF
1. Definisi Intra Operatif

Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai ketika pasien masuk


atau pindah ke bagian atau dapartemen bedah dan berakhir saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan. Saat pasien tiba di ruang operasi, secara
prinsip ada 3 grup tenaga yang berbeda yang mempersiapkan perawatannya:
(1) ahli anestesi atau perawat anestesia yang memberikan agens anestetik dan
membaringkan pasien dalam posisi yang tepat di ruang operasi; (2) ahli bedah
dan asisten yang melakukan scrub dan pembedahan; dan (3) perawatan
intraoperatif yang mengatur ruang operasi.

Fungsi keperawatan operatif RN First Assistent (RNFA) yaitu penanganan


jaringan, memberikan pemajanan pada daerah operasi, penggunaan instrumen,
jahitan bedah dan pemberian hemostatis. Perawat sirkulasi mengatur operasi
dan melindungi keselamatan dan kebutuhan pasien dengan memantau aktivitas
anggota tim bedah dan memeriksa kondisi di dalam ruang operasi. Perawat
sirkulasi memiliki tanggung jawab memastikan kebersihan, suhu, kelembaban
dan pencahayaan, menjaga peralatan tetap berfungsi, dan ketersediaan
pembekalan materi serta keselamatan dan kesejahteraan pasien. Aktivitas
perawat scrub termasuk scrubbing untuk pembedahan, mengatur meja steril,
menyiapkan alat jahitan, ligatur dan peralatan khusus, bantu dokter bedah
drainase, spons, awasi pasien dibawah pengaruh anestesi dan mencek alat
kembali setelah operasi selesai.
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk ruang operasi dan berakhir saat
pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Tim intra operatif:

1) Ahli bedah
Tim pembedahan dipimpin oleh ahli bedah senior atau ahli bedah yang sudah
melakukan operasi.

2) Asisten pembedahan (1orang atau


lebih) asisten bius dokter, risiden, atau perawat, di bawah petunjuk ahli bedah.
Asisten memegang retractor dan suction untuk melihat letak operasi.
3) Anaesthesologist atau perawat
anaesthesi.
Perawat anesthei memberikan obat-obat anesthesia dan obat-obat lain untuK
mempertahankan status fisik klien selama pembedahan.

4) Circulating Nurse
Peran vital sebelum, selama dan sesudah pembedahan.

Tugas :

Set up ruangan operasi

a) Menjaga kebutuhan alat


b) Check up keamanan dan fungsi semua peralatan sebelum pembedahan
c) Posisi klien dan kebersihan daerah operasi sebelum drapping.
d) Memenuhi kebutuhan klien, memberi dukungan mental, orientasi klien.
Selama pembedahan :

a) Mengkoordinasikan aktivitas
b) Mengimplementasikan NCP
c) Membenatu anesthetic
d) Mendokumentasikan secara lengkap drain, kateter, dll.

5) Surgical technologist atau Nurse


scrub; bertanggung jawab menyiapkan dan mengendalikan peralatan steril
dan instrumen, kepada ahli bedah/asisten. Pengetahuan anatomi fisiologi
dan prosedur pembedahan memudahkan antisipasi instrumen apa yang
dibutuhkan.

2. Penyiapan kamar dan team pembedahan.


Keamanan klien diatur dengan adanya ikat klien dan pengunci meja operasi.
Dua factor penting yang berhubungan dengan keamanan kamar pembedahan :
lay out kamar operasi dan pencegahan infeksi.

1) Lay Out pembedahan.


Ruang harus terletak diluar gedung RS dan bersebelahan dengan RR dan
pelayanan pendukung (bank darah, bagian pathologi dan radiology, dan bagian
logistik).

Alur lalu lintas yang menyebabkan kontaminasi dan ada pemisahan antara hal
yang bersih dan terkontaminasi  design (protektif, bersih, steril dan kotor).

Besar ruangan tergantung pada ukuran dan kemampuan rumah sakit.

Umumnya :

a) Kamar terima
b) Ruang untuk peralatan bersih dan kotor.
c) Ruang linen bersih.
d) Ruang ganti
e) Ruang umum untuk pembersihan dan sterilisasi alat.
f) Scrub area.
Ruang operasi terdiri dari :

a) Stretcher atau meja operasi.


b) Lampu operasi.
c) Anesthesia station.
d) Meja dan standar instrumen.
e) Peralatan suction.
f) System komunikasi.

2) Kebersihan dan Kesehatan Team


Pembedahan.
Sumber utama kontaminasi bakteri  team pembedahan yang hygiene  dan
kesehatan  ( kulit, rambut, saluran pernafasan).

Pencegahan kontaminasi :

a) Cuci tangan.
b) Handscoen.
c) Mandi.
d) Perhiasan (-).

3) Pakaian bedah.
Terdiri : Kap, Masker, gaun, Tutup sepatu, baju OK.

Tujuan: Menurunkan kontaminasi.

4) Surgical Scrub.
Cuci tangan pembedahan dilakukan oleh :

a) Ahli Bedah
b) Semua asisten
c) Scrub nurse.
 sebelum menggunakan sarung tangan dan gaun steril.

Alat-alat:

a) Sikat cucin tangan reuable / disposible.


b) Anti microbial : betadine.
c) Pembersih kuku.
Waktu : 5 – 10 menit  dikeringkan dengan handuk steril.

3. Anasthesia

Anasthesia (Bahasa Yunani)  Negatif Sensation. Anasthesia menyebabkan


keadaan kehilangan rasa secara partial atau total, dengan atau tanpa disertai
kehilangan kesadaran. Tujuan anasthesia adalah untuk memblok transmisi
impuls syaraf, menekan refleks, meningkatkan relaksasi otot. Pemilihan
anesthesia oleh anesthesiologist berdasarkan konsultasi dengan ahli bedah dan
factor klien.

Perawat perlu mengenal ciri farmakologic terhadap obat anesthesia yang


digunakan dan efek terhadap klien selama dan sesudah pembedahan.

1) Anasthesia Umum.
Adalah keadaan kehilangan kesadaran yang reversible karena inhibisi
impulse saraf otak. Misal : bedah kepala, leher. Klien yang tidak
kooperatif.

Stadium Anesthesia :
a) Stadium I : Relaksasi
Mulai klien sadar dan kehilangan kesadaran secara bertahab.

b) Stadium II : Excitement.
Mulai kehilangan kesadaran secara total sampai dengan pernafasan yang
iregular dan pergerakan anggota badan tidak teratur.
c) Stadium III : Ansethesi pembedahan..
Ditandai dengan relaksasi rahang, respirasi teratur, penurunan
pendengaran dan sensasi nyeri.
d) Stadium IV : Bahaya.
Apnoe, Cardiapolmunarry arrest, dan kematian.

2) Anestesi Local Atau Regional


Anestesi local atau regional secara sementara memutus transmisi impuls
saraf menuju dan dari lokasi khusus. Luas anestesi tergantung :

a. Letak aplikasi
b. Volume total anestesi
c. Kosentrasi dengan kemampuan penetrasi obat
Penggunaan regional anestesi :

a. Kontra indikasi general anestesi


b. Klien mengalami reaksi yang merugikan dengan general anestesi
c. Pilihan klien
Komplikasi :

a. Over dosis
b. Teknik pemberian yang salah
c. Sensitifitas klien terhadap anestesi
Tanda :
a. Stimulasi CNS diikuti depresi CNS dan cardio: Gelisah, pembicaraan
incoherent, sakit kepala, mata kabur, rasa metalik, mual, muntah,
tremor,konfulsi dan peningkatan nadi respirasi , tekanan darah
b. Komplikasi local : Edema, peradangan, abses, necrosis,ganggren.

4. Pengkajian
Di ruang penerimaan perawat sirkulasi :

a) Memvalidasi identitas klien.


b) Memvalidasi inform concent.
Chart Review :

a) Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi kebutuhan


actual dan potensial selama pembedahan.

b) Mengkaji dan merencanakan kebutuhan klien selama dan sesudah operasi.

Perawat menanyakan :

a) Riwayat allergi, reaksi sebelumnya terhadap anesthesia atau tranfusi darah.


b) Check riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik.
c) Check pengobatan sebelumnya : therapy, anticoagulasi.
d) Check adanya gigi palsu, kontaks lens, perhiasan, wigs dan dilepas.
e) Kateterisasi.

5. Diagnosis keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Resiko infesi, NOC: Kontrol infeksi NIC: kontrol infeksi intra
dengan faktor operasi
Selama dilakukan tindakan
resiko: Prosedur
operasi tidak terjadi transmisi 1. gunakan pakaian
invasif:
agent infeksi. khusus ruang operasi
pembedahan,
2. Pertahankan prinsip
infus, DC Indikator:
aseptic dan antiseptik
Alat dan bahan yang dipakai
tidak terkontaminasi

Resiko NOC: control temperature NIC: pengaturan


hipotermi temperature: intraoperatif
Kriteria:
dengan faktor
Aktivitas:
resiko: Berada 1. Temperature ruangan
diruangan yang nyaman 1. Atur suhu ruangan
dingin 2. Tidak terjadi hipotermi yang nyaman
2. Lindungi area diluar
wilayah operasi
Resiko cedera NOC: control resiko NIC: surgical precousen
dengan faktor
Indicator: tidak terjadi injuri Aktifitas:
resiko:
Gangguan 1. Tidurkan klien pada
persepsi sensori meja operasi dengan
karena anestesi posisi sesuai kebutuhan
2. Monitor penggunaan
instrumen, jarum dan
kasa
3. Pastikantidak ada
instrumen, jarum atau
kasa yang tertinggal
dalam tubuh klien

C. POST OPERATIF
1. Definisi Post Operatif
Dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan dan berakhir dengan
evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah. Stadium ketiga dan
terakhir dari preoperasi adalah bila klien masuk ruang pulih sadar, ruang PAR,
atau PACU. Selama periode post operative, klien dirawat oleh perawat di ruang
PAR ( Post Anesthesia Recovary ) dan unit setelah di pindah dari ruang
pemulihan.

Waktu yang diperlukan tergantung umur dan kesehatan fisik, type


pembedahan, anesthesia dan komplikasi post operasi. Perawat sirkulasi,
anesthesiologist / perawat anesthesia dan ahli bedah mengantar klien ke area
recovery  awal periode post operasi.

Ahli bedah atau anesthesiologist mereview catatan klien dengan perawat


PACU dan menjelaskan type dan luasnya pembedahan, type anesthesia,
kondisi patologis, darah, cairan intra vena, pemberian obat, perkiraan
kehilangan darah dan beberapa trauma intubasi.

2. Pengkajian
Setelah menerima laporan dari perawat sirkulasi, dan pengkajian klien, perawat
mereview catatan klien yang berhubungan dengan riwayat klien, status fisik
dan emosi, sebelum pembedahan dan alergi.

Pemeriksaan Fisik Dan Manifestasi Klinik

1) System Pernafasan
Ketika klien dimasukan ke PACU, Perawat segera mengkaji klien:

a. Potency jalan nafas,  meletakan tangan di atas mulut atau hidung.


b. Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit
 depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal  gangguan cardiovasculair atau
rata-rata metabolisme yang meningkat.
c. Auscultasi paru  keadekwatan expansi paru, kesimetrisan.
d. Inspeksi: Pergerakan didnding dada, penggunaan otot bantu pernafasan
diafragma, retraksi sternal  efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
e. Thorax Drain.
2) Sistem Kardiovasculer.
a. Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tiap 15 menit ( 4 x ), 30 menit
(4x). 2 jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil.
b. Penurunan tekanan darah, nadi dan suara jantung  depresi miocard, shock,
perdarahan atau overdistensi.
c. Nadi meningkat  shock, nyeri, hypothermia.
d. Kaji sirkulasi perifer (kualitas denyut, warna, temperatur dan ukuran
ektremitas).
e. Homan’s saign  trombhoplebitis pada ekstrimitas bawah (edema,
kemerahan, nyeri).

Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit


a) Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban,
turgor kulit, balutan.
b) Ukur cairan  NG tube, out put urine, drainage luka.
c) Kaji intake / out put.
d) Monitor cairan intravena dan tekanan darah.

3) Sistem Persyarafan
a) Kaji fungsi serebral dan tingkat kersadaran  semua klien dengan anesthesia
umum.
b)Klien dengan bedah kepala leher :  respon pupil, kekuatan otot, koordinasi.
Anesthesia umum  depresi fungsi motor.

4) Sistem Perkemihan.
a) Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post
anesthesia inhalasi, IV, spinal.
Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi  retensio urine.

Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi abdomen bawah (distensi buli-buli).

b)Dower catheter  kaji warna, jumlah urine, out put urine < 30 ml / jam 
komplikasi ginjal.

5) Sistem Gastrointestinal.
a) Mual muntah  40 % klien dengan GA selama 24
jam pertama dapat menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat
meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta TIO meningkat.
b) Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara
usus.
c) Kaji paralitic ileus  suara usus (-), distensi
abdomen, tidak flatus.
d) Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi
post operatif dengan decompresi dan drainase lambung. Fungsinya:
· Meningkatkan istirahat.
· Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac
bawah.
· Memonitor perdarahan.
· Mencegah obstruksi usus.
· Irigasi atau pemberian obat.
Jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam.

6) Sistem Integumen.
a) Luka bedah sembuh sekitar 2 minggu. Jika tidak ada
infeksi, trauma, malnutrisi, obat-obat steroid.
b) Penyembuhan sempurna sekitar 6 bulan – satu tahun.
c) Ketidak efektifan penyembuhan luka dapat
disebabkan :
· Infeksi luka.
· Diostensi dari udema / palitik ileus.
· Tekanan pada daerah luka.
· Dehiscence.
· Eviscerasi.
1) Drain dan Balutan
Semua balutan dan drain dikaji setiap 15 menit pada saat di ruang PAR,
(Jumlah, warna, konsistensi dan bau cairan drain dan tanggal observasi), dan
minimal tiap 8 jam saat di ruangan.

2) Pengkajian Nyeri
Nyeri post operatif berhubungan dengan luka bedah , drain dan posisi intra
operative.

Kaji tanda fisik dan emosi; peningkatan nadi dan tekanan darah, hypertensi,
diaphorosis, gelisah, menangis. Kualitas nyeri sebelum dan setelah pemberian
analgetika.

3) Pemeriksaan Laboratorium.
Dilakukan untuk memonitor komplikasi . Pemeriksaan didasarkan pada
prosedur pembedahan, riwayat kesehatan dan manifestasi post operative. Test
yang lazim adalah elektrolit, dan darah lengkap.
3. Diagnosa keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi

Gangguan pertukaran gas, NOC : NIC :


berhubungan dengan efek sisa
1. Respiratory Status :
anesthesia, imobilisasi, nyeri. AIRWAY MANAGEMENT
Gas exchange
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik
2. Respiratory Status :
chin lift atau jaw thrust bila perlu
ventilation
2. Posisikan pasien untuk
3. Vital Sign Status
memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil :
3. Identifikasi pasien perlunya
1. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi pemasangan alat jalan nafas buatan
dan oksigenasi yang adekuat 4. Pasang mayo bila perlu
2. Memelihara kebersihan paru paru dan 5. Lakukan fisioterapi dada jika
bebas dari tanda tanda distress pernafasan perlu
3. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara 6. Keluarkan sekret dengan batuk
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan atau suction
dyspneu (mampu mengeluarkan
sputum, 7. Auskultasi suara nafas, catat
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada adanya suara tambahan
pursed lips) 8. Lakukan suction pada mayo
4. Tanda tanda vital dalam rentang normal 9. Berika bronkodilator bila perlu
10. Barikan pelembab udara
11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2

RESPIRATORY MONITORING
1. Monitor rata – rata, kedalaman,
irama dan usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot supraclavicular
dan intercostal
3. Monitor suara nafas, seperti
dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot diagfragma
( gerakan paradoksis )
7. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles dan
ronkhi pada jalan napas utama
9. Auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui hasilnya
Kerusakan integritas kulit NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous NIC :
berhubungan dengan luka Membranes
Pressure Management
pemebedahan, drain dan drainage.
Kriteria Hasil :
1. Anjurkan pasien untuk
1. Integritas kulit yang baik bisa menggunakan pakaian yang longgar
dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, 2. Hindari kerutan padaa tempat
hidrasi, pigmentasi) tidur
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap
3. Perfusi jaringan baik bersih dan kering
4. Menunjukkan pemahaman dalam proses 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya pasien) setiap dua jam sekali
sedera berulang 5. Monitor kulit akan adanya
5. Mampu melindungi kulit dan kemerahan
mempertahankan kelembaban kulit dan 6. Oleskan lotion atau minyak/baby
perawatan alami oil pada derah yang tertekan
7. Monitor aktivitas dan mobilisasi
pasien
8. Monitor status nutrisi pasien
9. Memandikan pasien dengan sabun
dan air hangat
Nyeri akut berhubungan dengan NOC :
incisi pembedahan dan posisi selama NIC
1. Pain Level,
pembedahan.
2. Pain control,
3. Comfort level PAIN MANAGEMENT

Kriteria Hasil : 1. Lakukan pengkajian nyeri secara


komprehensif termasuk lokasi,
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab
karakteristik, durasi, frekuensi,
nyeri, mampu menggunakan tehnik
kualitas dan faktor presipitasi
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, 2. Observasi reaksi nonverbal dari
mencari bantuan) ketidaknyamanan
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan 3. Kontrol lingkungan yang dapat
menggunakan manajemen nyeri mempengaruhi nyeri seperti suhu
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, ruangan, pencahayaan dan kebisingan
frekuensi dan tanda nyeri) 4. Kurangi faktor presipitasi nyeri
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri 5. Pilih dan lakukan penanganan
berkurang nyeri (farmakologi, non farmakologi
5. Tanda vital dalam rentang normal dan inter personal)
6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
7. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
9. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
10. Tingkatkan istirahat
11. Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
Risiko injury berhubungan dengan NOC : NIC :
effect anesthesia, sedasi, analgesi.
Risk Kontrol Environment Management
(Manajemen lingkungan)
kriteria hasil :
1. Sediakan lingkungan yang aman
1. Klien terbebas dari cedera
untuk pasien
2. Klien mampu menjelaskan cara/metode
2. Identifikasi kebutuhan keamanan
untukmencegah injury/cedera
pasien, sesuai dengan kondisi fisik
3. Klien mampu menjelaskan factor resiko dari
dan fungsi kognitif pasien dan
lingkungan/perilaku personal
riwayat penyakit terdahulu pasien
4. Mampumemodifikasi gaya hidup
3. Menghindarkan lingkungan yang
untukmencegah injury
berbahaya (misalnya memindahkan
5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
perabotan)
6. Mampu mengenali perubahan status kesehatan
4. Memasang side rail tempat tidur
5. Menyediakan tempat tidur yang
nyaman dan bersih
6. Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.
7. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
8. Memindahkan barang-barang
yang dapat membahayakan
9. Berikan penjelasan pada pasien
dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.
Kekurangan volume cairan NOC: NIC :
berhubungan dengan kehilangan
1. Fluid balance Fluid management
cairan intra dan post operasi
2. Hydration
1. Timbang popok/pembalut jika
3. Nutritional Status : Food and Fluid Intake
diperlukan
Kriteria Hasil :
2. Pertahankan catatan intake dan
1. Mempertahankan urine output sesuai output yang akurat
dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT 3. Monitor status hidrasi
normal ( kelembaban membran mukosa, nadi
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam adekuat, tekanan darah ortostatik ),
batas normal jika diperlukan
3. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas 4. Monitor vital sign
turgor kulit baik, membran mukosa lembab, 5. Monitor masukan makanan /
tidak ada rasa haus yang berlebihan cairan dan hitung intake kalori harian
6. Lakukan terapi IV
7. Monitor status nutrisi
8. Dorong masukan oral
9. Dorong keluarga untuk membantu
pasien makan
10. Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebih muncul meburuk
Ketidak efektifan kebersihan jalan NOC : NIC :
nafas berhubungan dengan
1. Respiratory status : Ventilation Airway suction
peningkatan skresi
2. Respiratory status : Airway patency 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal
3. Aspiration Control suctioning
2. Auskultasi suara nafas sebelum
dan sesudah suctioning.
Kriteria Hasil :
3. Informasikan pada klien dan
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara keluarga tentang suctioning
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan 4. Minta klien nafas dalam sebelum
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, suction dilakukan.
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada 5. Berikan O2 dengan menggunakan
pursed lips) nasal untuk memfasilitasi suksion
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien nasotrakeal
tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi 6. Gunakan alat yang steril sitiap
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada melakukan tindakan
suara nafas abnormal) 7. Anjurkan pasien untuk istirahat
3. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah dan napas dalam setelah kateter
factor yang dapat menghambat jalan nafas dikeluarkan dari nasotrakeal
8. Monitor status oksigen pasien
9. Ajarkan keluarga bagaimana cara
melakukan suksion
10. Hentikan suksion dan berikan
oksigen apabila pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan saturasi O2,
dll.

Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik
chin lift atau jaw thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
Komplikasi
Komplikasi pasca operatif: Syok, Hemoragi, Trombosis Vena Profunda (TVP),
Emboli pulmonal, komplikasi pernapasan, retensi urin, komplikasi
gastrointestinal, psikis pascaoperatif, dan delirium.

Daftar pustaka
Goodman, T. & Spry, T. (2016). Essentials of perioperative nursing. 6th Ed. USA:
Jones & Bartlett Learning.

Ns.Fitrian Rayasari, M.Kep.,Sp.KMB.2018. Pre Operatif, Intra Operatif, Post


Operatif Care [PPT]. Jakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Amin Huda, Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 2. Nazwar
Hamdani, Edtor. Bantul (ID): MediAction

Herdman, T.H. (2018). NANDA International Nursing Diagnoses: definitions and


classification 2018-2020. Jakarta: EGC.

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2016).
Nursing Interventions Classification (NIC), Edisi 6.Philadelpia: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai