İde tentang Hak asasi Manusia pada dasarnya lahir atas kesadaran atas
kebebasan dan persamaan yang dimiliki manusia sebagai makhluk yang
memiliki ciri yang khas yaitu rasional dan bermoral. Dasar filosofis
rasionalitas dan moralitas inilah yang dianggap sebagai pembeda antara
manusia dengan makhluk lainnya. Oleh karenanya harus disadari bahwa ide
awal lahirnya HAM tidak berasal dari tatanan hukum, tetapi dari tatanan
moral yang menjadi nilai yang melekat pada masyarakat manusia bahkan di
kalangan masyarakat yang paling primitif sekalipun. Oleh karenanya tradisi
HAM pun diawali dengan pemahaman atas tradisi kodrati dimana setiap
manusia dilahirkan bersama-sama dengan hak kodrati yang melekat padanya.
Hak kodrati atau hak alamiah adalah hak yang melekat pada manusia
terlepas dari segala adat-istiadat atau aturan tertulis. Hak alamiah
mendahului posisi legal, kultural, ekonomi, dan sosial manusia dalam satu
komonitas. Hak alamiah itü merupakan karunia Tuhan yang menciptakan
manusia sebagai makhluk yang tertinggi derajatnya di antara makhluk
lainnya. Hal ini yang kemudian mendasari klaim manusia atas dirinya yang
tidak bisa diberlakukan semena-mena oleh pihak manapun.
Posisi manusia di mata Tuhan pun setara, dimana hak yang dimiliki
seorang manusia tidak lebih beşar atau lebih kecil dibandingkan dengan yang
lainnya. Kesetaraan ini membuat manusia harus saling menghormati hak satu
dengan yang lain dan memahami bahwa hak yang dinikmatinya tidak dapat
melanggar hak orang lain. Oleh karenanya hak asasi sebagai hak alamiah
dimiliki oleh manusia atas dasar kemanusiaannya, bukan karena etnis, ras,
jenis kelamin, atau agama. Dengan kata lain hak alamiah adalah hak yang
melekat pada individü dimana individü lain, komunitas, kelompok atau
bahkan negara sekalipun tidak dapat membatasi, tanpa persetujuan bebas
dari individu.
Pada dasarnya setiap pemenuhan hak akan berkorelasi dengan adanya
kewajiban pihak Iain untuk menghormati atau memenuhi hak tersebut.
Dalam hal yang berkaitan dengan hak alamiah yang sudah melekat pada
setiap individu, menjadi kewajiban dari pihak Iain untuk menghormatinya
dan tidak melanggarnya. Dalam konteks teori HAM, hak demikian disebut
sebagai hak negatif (negative rights). Dalam hal suatu hak merupakan hak
negatif, maka penikmat hak tersebut mengandaikan absennya campur tangan
pihak Iain . Hal ini tentunya berbeda dengan hak positif dimana penikmat
hak tersebut mengandaikan uluran tangan pihak Iain untuk memenuhinya.
Hak alamiah adalah hak moral, dimana klaim atas hak alamiah
memiliki pembenaran moral untuk membuat pihak Iain tidak campur tangan.
Hak moral berlaku untuk siapa saja dalam situasi apapun, dalam suatu situasi
tertentu yang secara partikular memiliki ikatan tertentu atau dalam situasi
apapun.
Hak alamiah ini umumnya merupakan hak yang berkaitan dengan hidup
dan kehidupan manusia termasuk di dalamnya terkait dengan
keberlangsungan hidupnya. Hak yang secara naluriah melekat sejak lahir
hingga dewasa. Dalam perjalanan hidupnya manusia memiliki
kebutuhankebutuhan biologis, sejalan dengan perkembangan usianya. Secara
naluriah umumnya dalam usia tertentu, setiap manusia akan memasuki suatu
siklus kedewasaan dimana keinginan untuk menikah dan melanjutkan
keturunan merupakan salah satu kebutuhan tersebut. Baik setiap laki-laki
maupun perempuan akan memasuki siklus ini meskipun secara biologis, usia
kematangan ini berbeda. Dalam berbagai norma yang melekat pada
komunitas manapun, menikah, dan melanjutkan keturunan menjadi bagian
dari kewajiban kodrati manusia untuk tetap menjaga eksistensi manusia itu
sendiri.
Hal yang istimewa dari hak ini adalah bahwa hak ini diatur juga dalam
instrumen lainnya yaitu
l . Pasal 23 Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Sipil dan Politik
(ICCPR) merumuskan :
a. Keluarga merupakan sendi dasar masyarakat yang alami dan
berhak atas perlindungan dari masyarakat dan negara.
b. Hak pria dan wanita yang cukup umur untuk menikah dan
membentuk suatu keluarga harus diakui.
c. Perkawinan tidak boleh diadakan tanpa persetujuan yang ikhlas
kedua calon pengantin sebagaimana dinyatakan secara bebas
oleh mereka.
d. Para negara peserta pada Kovenan ini akan mengambil
langkahlangkah yang tepat untuk menjamin persamaan hak dan
tanggungjawab para calon pengantİn mengenaİ perkawinan,
selama perkawinan dan dikala perceraiannya. Dalam kasus
perceraian, harus ditetapkan perlindungan yang diperlukan
untuk anak-anak yang ada.
Pasal 2
Para negara peserta pada konvensi ini akan mengambil tindakan legislatif
untuk menetapkan umur minimum untuk perkawinan, tidak satu pun
perkawinan dapat secara sah dilangsungkan oleh siapa pun di bawah umur
ini, kecuali seorang penguasa yang berwenang telah memberikan dispensasi
mengenai umur, karena alasan-alasan yang sangat mendesak, demi
kepentingan kedua calon mempelai.
Pasal 3
Semua perkawinan akan dicatat dalam catatan resmi yang tepat oleh
penguasa yang berwenang.
1 K. Kwantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Cetakan ke-4 (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1976), hal.16
masih dibawah umur (21 tahun) maka persetujuan orangtua menjadi syarat
Iainnya.
Sebagai bagian dari bukti syahnya perkawinan maka dalam Ketentuan
Pasal 2 ayat (2) dinyatakan bahwa "tiap-tiap perkawinan dicatat menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku". Dalam hal ini, ketentuan ini
mensyaratkan bahwa suatu perkawinan dalam hukum Indonesia dicatat
sebagai suatu bentuk pengakuan atas suatu register atau catatan
kependudukan.
Asas monogami pada dasarnya merupakan asas dasar yang dirumuskan
dalam ketentuan ini. Dalam Pasal 3 ayat (1) undang-undang ini dinyatakan
bahwa "pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang istri dan
seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami". Akan tetapi asas ini
tidak berlaku muttlak. Pengadilan di Indonesia dapat memberi izin kepada
seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh
pihak-pihak yang bersangkutan, berbagai persyaratan. Adapun syarat yang
dimaksud adalah adanya pertimbangan bahwa :
a) istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;
b) istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c) istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Disamping itu terdapat syarat yang Iain yang juga harus diperhatikan Oleh
pengadilan yaitu:
a) adanya persetujuan dari istri/istri-istri;
b) adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan
hidup istri-istri dan anak-anak mereka.
c) adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan
anak-anak mereka.
Sungguh merupakan suatu ukuran-ukuran yang sangat relatif. Akan tetapi
hakim-hakim dalam lembaga peradilan diharapkan dapat menerapkan
persyaratan ini secara ketat, karena tujuan dari lembaga perkawinan itü
sendiri. Dalam hal ini undang-undang perkawinan telah memberikan makna
yang baik dalam menjaga hakikat perkawinan.
L ATI HAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di ataş,
kerjakanlah latihan berikut!
l) Baca lebih rinci materi pertama yaitu hak untuk menikah dan melanjutkan
keturunan sebagai hak alamiah.
2) Baca lebih lanjut mengenai hak untuk menikah dan melanjutkan
keturunan dalam berbagai instrumen HAM.
3) Baca dan pahami menegnai campur tangan dari pihak lain.
3.16 HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
KEGIATAN BELAJAR 2
Hak Untuk Menikah dan Hak Perempuan
alam deklarasi penghapusan diskriminasi terhadap perempuan 1967,
dirumuskan sejumlah ketentuan dan pandangan terhadap konsepsi perkawinan
khususnya clari sudut pandangan perlindungan terhadap perempuan dalam
perkawinan. Ketentuan ini lahir clari pandangan bahwa dalam sebagian besar
masyarakat di dunia masih didasarkan pada budaya pratriarchal yang mendudukan
posisi laki-laki dan perempuan secara tidak berimbang, termasuk di dalamnya
hubungan dalam perkawinan.
Pasal 16 dari deklarasi itu merumuskan bahwa :
1. Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat untuk
menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam segala hal yang berkaitan
dengan perkawinan dan hubungan keluarga dan khususnya wajib menjamin,
atas dasar persamaan antara pria dan wanita:
A. Asas Kebebasan dalam perkawinan termasuk di dalamnya:
1) yang sama hak untuk masuk ke dalam pernikahan;
2) hak yang sama untuk secara bebas memilih pasangan dan memasuki
pernikahan hanya dengan persetujuan bebas dan penuh; dan
B. Kesamaan dalam menentukan keberlangsungan perkawinan termasuk:
1) hak yang sama dan tanggung jawab selama pernikahan dan pada
pembubarannya;
2) hak yang sama dan tanggung jawab sebagai orang tua, terlepas dari
status perkawinan mereka, dalam hal yang berkaitan dengan anak-
anak mereka, dalam semua kasus kepentingan anak harus menjadi
yang utama;
a) Hak yang sama untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung
jawab atas jumlah dan jarak anak-anak mereka dan memiliki akses
ke informasi, pendidikan dan sarana untuk memungkinkan mereka
untuk menggunakan Hakhak;
b) hak yang sama dan tanggung jawab terkait perwalian,
pengampuan dan dan adopsi anak, atau institusi serupa dimana
konsep ini tercantum dalam peraturan nasional,
• HKUM420B/MODUL a 3.17
masuk ke bentuk lain dari kontrak. Pembatasan tersebut secara serius membatasi
kemampuan wanita untuk menyediakan untuk dirinya sendiri dan tanggungan
mereka.
Persamaan kedudukan perempuan di mata hukum juga termasuk dałam hal
seorang wanita untuk membawa litigasi terbatas di beberapa negara oleh hukum
atau oleli akses nya untuk nasihat hukum dan kemampuannya untuk mencari ganti
rugi dari pengadilan. Di lain, statusnya sebagai saksi atau bukti yang diberikan nya
lebih berat daripada pria. Hukum atau kebiasaan seperti membatasi hak perempuan
secara efektif untuk mengejar atau mempertahankan bagian yang sama nya properti
dan mengurangi berdiri sebagai, anggota yang bertanggung jawab dan dihargai
independen komunitasnya. Ketika negara-negara membatasi kapasitas hukum
wanita dengan hukum mereka, atau izin individu atau institusi untuk melakukan hal
yang sama, mereka menyangkal perempuan Hak-hak mereka untuk menjadi setara
dengan laki-laki dan membatasi kemampuan perempuan untuk menyediakan bagi
diri mereka sendiri dan tanggungan mereka.
Seperti dałam kasus kebangsaan, pemeriksaan laporan negara pihak
menunjukkan bahwa seorang wanita tidak akan selalu diizinkan di hukum untuk
memilih domisili sendiri. Domisili, seperti kebangsaan, harus mampu berubah pada
kehendak oleh seorang wanita dewasa tanpa memandang status perkawinannya.
Setiap pembatasan hak perempuan untuk memilih domisili atas dasar yang sama
sebagai manusia dapat membatasi aksesnya ke pengadilan di negara di mana dia
tinggal atau mencegah dia dari memasuki dan meninggalkan sebuah negara bebas
dan dałam haknya sendiri.
LAT 1 HAN
Justifikasi ini oleh sebagian kalangan dianggap tidaklah tepat karena semuanya
didasarkan pada adanya kondisi anak yang bila dikembalikan kepada asalnya akan
sangat bergantung pada bagaimana orang tua melakukan pendidikan, pendidikan,
dan pembinaan terhadap mereka. Seberapa beşar perhatian yang diberikan?
Seberapa beşar perhatian yang diberikan kepada para anak dan remaja yang
tumbuh? Sejauhmana peran masyarakat dan lingkungan dalam mendukung dan
memotivasi anak dan remaja untuk tetap berjalan pada jalur yang benar? Serta
seberapa keras pemerintah mengeluarkan kebijakan yang menjamin
terselenggaranya pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat terutama anak dan
remaja. Pasal 20 UndangUndang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2004
menyebutkan bahwa negara, keluarga, masyarakat, dan pemerintah merupakan
pihak-pihak yang berkewajiban menjaga Hak-hak anak serta melindunginya.
Ilustrasi:
Menikahi perempuan di bawah umur ala Pujiono Cahyo Widianto alias Syeh Puji
asal Semarang (Jateng), ternyata bukan hal baru di Jawa Timur. Jika pernikahan
pasangan di bawah umur juga dimasukkan dalam 'aliran' pernikahan ala Syeh Puji
ini, maka jumlah pengikut pasti banyak di Jatim. Seperti diberitakan sebelumnya,
Syeh Puji (pemilik Pondok Pesantren (Ponpes) Miftahul Jannah di Kabupaten
Pernikahan yang terjadi 8 Agustus 2008 itu baru mencuat jadi buah bibir
pertengahan Oktober ini, karena Syeh Puji sendiri yang
mengungkapkannya ke media. Pria kaya raya yang mengangkat Ulfa
sebagai direktur di perusahaan miliknya itu ternyata masih kalah
reputasinya bila dibandingkan Masyhurat Usman, seorang kiai di
Kabupaten Sumenep (Madura). Sebab, Syeh Puji hanya menikahi seorang
saja bocah putri di bawah umur, sedangkan KH Masyhurat sat menikahi 5
istrinya saat mereka masih di bawah umur.
Budaya yang masih hidup di Pamekasan, kata Hamid Mannan, orang tua
(khususnya ibu kandung) akan merasa malu pada tetangga jika melihat
anaknya belum dilamar atau menikah ketika usianya sudah memasuki 13
tahun. Mereka khawatir anak gadisnya dipergunjingkan sebagai telat
kawin atau tidak laku" kata KH Hamid, yang juga salah satu ulama
terpandang di Pamekasan.
Sumber:
http://gagasanhukum.wordpress.com/2008/I I /06/kontroversi-
pernikahan s eh- u'i/
3.29 HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
3
1 2 Quraİsh Shihab, Perempuan : dari Cinta Sampai Selesai Nikah Mut'ah şampai Nikah
Sunnah,
(Jakarta: Lentera, 2005), hal.156
yang intinya menyatakan bahwa seorang laki-laki muslim boleh mengawini
sampai empat orang wanita. Namun, bila ternyata ia tidak bisa berbuat adil
bahkan dikatagorikan berbuat zalim terhadap istri-istrinya maka hendaklah
ia mengawini seorang istri saja. Jadi pada dasarnya Islam menganut asas
monogami, karena untuk berpoligami, syarat yang dilekatkan padanya
sangat ketat dan hanya dilakukan dalam keadaan darurat.
Karenanya Poligami dapat dilaksanakan dengan persyaratan tertentu
yang dianggap ketat dimana permohonan poligami harus diajukan melalui
sidang pengadilan, Hal ini menjaga agar seorang yang berniat melakukan
poligami berfikir matang sehingga dapat diyakinkan tujuan dari suatu
perkawinan dapat dicapai dan bukan justru dihancurkan dengan perilaku oli
ami.
Ilustrasi Kasus 1: Eyang Subur
SIDOARJO—Poligami yang dilakukan seorang lelaki dengan jumlah istri di
luar kelaziman agama Islam sebagaimana dilakukan Eyang Subur menjadi
perhatian Nahdlatul Ulama (NU) yang merupakan organisasi terbesar umat
Islam di Indonesia. Sebagaimana diketahui, Eyang Subur mendadak menjadi
perhatian publik gara-gara dimusuhi dan dibela sejumlah selebritis
Indonesia. Komedian yang mantan penyanyi cilik Adi Bing Slamet yang
mengaku pernah jadi murid spiritual Subur menuding lelaki sepuh itu
musyrik. Eyang Subur juga dianggap bersalah karena memiliki delapan
orang istri. Sesuai fatwa Majelis Ulama Indonesia, Sabtu (25/5/2013), bekas
penjahit yang mengaku memiliki usaha di bidang perfilman itu melepaskan
empat dari delapan istrinya..
(Sumber: http://www.solopos.com/2013/06/02/konferensi-nahdlatul-
ulamanu-bahas- oli ami-ala-e an -subur-412309
3 Musdah Mulia, Pandnagan Islam tentang Poligami, Cet ke-l (Jakarta: The Asia Fondation,
1999), hal.7
• HKUM420B/MODUL 3.32
3. Wanita yang dipoligami tidak ada hubungan saudara dengan
istrinya baik saudara sesusuan atau nasab (darah) karena dilarang
mengumpulkan istri dengan saudaranya atau dengan bibinya
(AlQur'an surah An-Nisa ayat (23).
4. Memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga
dengan bertambahnya istri. Ahmad Syalaby menyatakan bahwa
"keadilan yang disyaratkan dalam poligami mencakup kepada tiga
pihak, yaitu: keadilan terhadap istri-istri, anak-anak yang dilahirkan
dan keadilan terhadap diri sendiri. Orang yang berpoligami
haruslah memiliki kemampuan ekonomi yang cukup. Nafsu
syahwatnya perlu dipertimbangkan dan diimbangi dengan kekuatan
ekonominya. 4
5. Persetujuan dari istri atau para istri. Hal ini penting berkaitan
dengan keutuhan dan kelangsungan perkawinan sebelumnya.
Dibandingkan dengan ketentuan Undang-Undnag Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan maka poligami hanya diperkenankan bila dikehendaki
oleh seseorang dan dibenarkan oleh agama yang dianutnya karena pada
dasarnya perkaeinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang laki-laki
dengan seorang perempuan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa serta
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang ini. Pasal 4-
5 Undang-Undang Perkawinan Nomor I Tahun 1974 menyatakan apabila
seseorang yang berkasud kawin lebih dari seorang maka ia wajib
mengajukan permohonan tertulis dengan alasan-alasan:
1. bahwa istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;
2. Bahwa istri mendapat cacat badan atau penyakit tidak dapat
disembuhkan dan
3. Bahwa istri tidak dapat melahirkan keturunan,
4. Alasan ini bersifat alternatif, akan tetapi lebih baik jika dipenuhi
secara komulatif.5
Disamping alasan-alasan tersebut diatas, suami yang bermaksud kawin
lebih dari seorang harus mendapat persetujuan dari istri atau istri-istrinya.
Persetujuan ini dapat berbentuk lisan atau tertulis. Namun jika persetujuan
ini dalam bentuk lisan, maka harus diucapkan didepan sidang pengadilan
Agama. Syarat selanjutnya adalah bahwa suami harus menunjukan ada atau
4 Ahmad Syalaby, Sejarah dan Kebudayaan Islam, alih bahasa Muhtar Yahya,
(Jakarta:Pustaka Al Husna, 1990), 1:6.
5 Abdul Manan, Aneka Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal.23
3.33 HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
tidaknya kemampuan untuk menjamin keperluan hidup istri-istri dan
anakanaknya dengan memperlihatkan
1. Jumlah penghasilan suami yang ditandatangani oleh bendahara
tempat ia bekerja;
2. Surat keterangan pajak penghasilan;
a
Hal lainnya adalah adanya jaminan bahwa suami dapat berlaku adil
terhadap istri-istri dan anak-anak mereka dengan pernyataan atau janji dari
suami yang dibuat dalam bentuk pernyataan yang ditentukan oleh
Pengadilan agama. Pemeriksaan permohonan izin Poligami oleh pengadilan
agama dilaksanakan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak
dietrimanya surat permohonan yang diajukan ke pengadilan. Dalam
pemeriksaan permohonan izin beristri lebih dari seorang, maka pengadilan
Agama memanggil dan mendengar keterangan istri atau istri-istri yang
bersangkutan. Apabila pengadilan agama berpendapat bahwa alasan bagi
pemohon cukup memenuhi syarat, maka Pengadilan Agama memberikan
penetapan berupa izin beristri lebih dari satu orang. Namun apabila
Pengadilan Agama menilai bahwa pemohon tidak atau kurang memenuhi
syarat-syarat yang diajukan maka Pengadilan membuat penetapan yang
isinya menolak permohonan beristri lebih dari satu tersebut. Dalam hal ini
maka Pegawai pencatat perkawinan dilarang melakukan pencatatatn
perkawinan bagi seorang suami yang akan beristri lebih dari satu sebelum
adanya izin dari Pengadilan Agama. 6
Ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang poligami sama
dengan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
yaitu meliputi pembatasan dan syarat-syarat tertentu yang ditentukan oleh
negara. Ketentuan tersebut terdapat dalam:
Pasai 55:
(1) Beristri lebih dari seorang pada waktu yang bersamaan, terbatas hanya
sampai empat istri.
(2) Syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku
adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.
(3) Apabila syarat utama yang disebutkan pada ayat (2) tidak mungkin
dipenuhi, suami dilaang beristri lebih dari seorang.
6 Ibid, Hal.24
• HKUM420B/MODUL 3.34
Pasai 56
(l) Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari
pengadilan Agama.
(2) Pengajuan permohonan izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut
tata cara sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah
H
(3) Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga atau keempat
tanpa izin Pengadilan Agama tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pasal 57
Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan
beristri lebih dari seorang apabila:
(1) Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;
(2) Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
(3) Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Pasal 58
(1) Selain syarat utama yang disebutkan dalam Pasal 55 ayat (2) maka untuk
memperoleh izin Pengadilan Agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat
yang ditentukan pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Pasal 59
Dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan dan permohonan izin
untuk beristri lebih dari seorang berdasarkan salah satu alasan yang diatur
dalam Pasal 55 ayat (2) dan Pasal 57, Pengadilan Agama dapat menetapkan
tentang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengarkan istri yang
bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama dan terhadap penetapan ini
istri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi.
LATI HAN