Anda di halaman 1dari 5

UJIAN MID SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2022/2023

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TANJUNGPURA

Mata Kuliah : Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian


Nama Dosen : Dr. Rommy Patra, SH, MH.
Nama

Open Book

Soal

1. Jelaskan mengapa konsep tentang bangsa Indonesia bersifat “historis” dan “politis”
serta kelahirannya lebih didasarkan kepada adanya “persamaan nasib” yang kemudian
membentuk semangat persatuan dan nasionalisme?
Konsep tentang bangsa Indonesia bersifat historis karena pembentukan bangsa
Indonesia melalui proses sejarah yang panjang dan kompleks. Sebagai bangsa yang
terdiri dari berbagai suku bangsa, Indonesia terbentuk melalui proses historis yang
melibatkan proses migrasi manusia, perdagangan, dan kekuasaan politik yang
berlangsung selama ratusan tahun.

Sementara itu, konsep tentang bangsa Indonesia bersifat politis karena bangsa
Indonesia terbentuk melalui proses politik yang membentuk negara bangsa. Proses
politik ini melibatkan perjuangan melawan penjajah dan memperjuangkan
kemerdekaan, serta proses demokratisasi dan pembangunan negara bangsa yang
berlangsung hingga saat ini.

Kelahiran konsep tentang bangsa Indonesia juga didasarkan kepada adanya


"persamaan nasib" yaitu kondisi yang merata di antara berbagai suku bangsa di
Indonesia, yakni merasakan penjajahan yang sama dari bangsa asing. Selain itu,
adanya semangat persatuan dan kesatuan juga dipicu oleh gerakan-gerakan nasionalis
pada masa kemerdekaan, yang mengarahkan bangsa Indonesia pada cita-cita yang
sama, yaitu merdeka dan memiliki kehidupan yang lebih baik.

Dalam kesimpulannya, bangsa Indonesia terbentuk melalui proses sejarah, politik,


serta didorong adanya kesadaran tentang persamaan nasib. Semangat persatuan dan
nasionalisme menjadi salah satu faktor utama dalam pembentukan konsep tentang
bangsa Indonesia, yang membawa bangsa Indonesia pada masa kemerdekaan dan
proses pembangunan negara yang saat ini sedang berlangsung.

2. Jelaskan apa implikasi yuridis status kewarganegaraan seseorang jika ditinjau dari
asas “nationaliteit” dan “domisili principles” dikaitkan dengan pertanggungjawaban
hukum seseorang ketika berada di luar yurisdiksi hukum negara asalnya?
Status kewarganegaraan seseorang dapat memiliki implikasi yuridis dalam
hubungannya dengan pertanggungjawaban hukum ketika dia berada di luar yurisdiksi
hukum negara asalnya, jika ditinjau dari asas "nationaliteit" (kewarganegaraan) dan
"domisili principles" (kediaman).

Asas "nationaliteit" berkaitan dengan status kewarganegaraan seseorang. Dalam hal


pertanggungjawaban hukum di luar yurisdiksi negara asalnya, status kewarganegaraan
seseorang dapat menentukan hak dan kewajiban mereka, seperti hak untuk
mendapatkan perlindungan atau konsuler dari kedutaan besar dan perwakilan konsuler
negara asalnya di negara tersebut, hak untuk repatriasi (pemulangan) ke negara
asalnya, atau hak untuk dituntut atas pelanggaran hukum di negara tujuan.

Asas "domisili principles" menunjukkan bahwa suatu individu yang berada di luar
yurisdiksi hukum negara asalnya dapat bertanggung jawab atas pelanggaran hukum
yang dilakukannya ketika berada di negara tujuan. Jika seseorang berada di suatu
negara dan melakukan pelanggaran hukum, maka negara tersebut dapat menuntut dan
mengadili individu tersebut atas pelanggaran hukum yang dilakukannya, terlepas dari
kewarganegaraan atau statusnya.

Namun, terdapat beberapa kondisi yang dapat memengaruhi implikasi yuridis status
kewarganegaraan seseorang dan asas "nationaliteit" dan "domisili principles" dalam
hal pertanggungjawaban hukum di luar yurisdiksi hukum negara asalnya. Contohnya,
jika ada perjanjian ekstradisi antara negara asal dan negara tujuan, maka individu
yang melakukan pelanggaran hukum dapat diekstradisi (diekspor) ke negara asalnya
untuk diadili.
Dalam rangka mengatasi permasalahan terkait pertanggungjawaban hukum individu
di luar yurisdiksi hukum negara asalnya, negara-negara telah mengadopsi berbagai
instrumen hukum internasional, seperti Konvensi Wina tentang Hubungan Konsuler
dan Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-hak Seluruh Warga Negara
Migran dan Anggota Keluarganya. Tujuan dari instrumen-instrumen tersebut adalah
untuk melindungi hak-hak individu di luar yurisdiksi hukum negara asal mereka.

3. Mengapa setiap orang tidak boleh dicabut secara sewenang-wenang hak atas
kewarganegaraannya? dan apa implikasi bagi seseorang yang tidak memiliki status
kewarganegaraan jika ditinjau dari aspek perlindungan dan pemenuhan terhadap hak
asasi manusia?
Setiap orang tidak boleh dicabut secara sewenang-wenang hak atas
kewarganegaraannya karena hak atas kewarganegaraan merupakan salah satu hak
asasi manusia yang mendasar. Hak ini memberikan identitas dan kepastian hukum
bagi seseorang, serta memungkinkan seseorang untuk mengakses dan memperoleh
hak dan perlindungan lainnya, seperti hak untuk bebas dari diskriminasi, hak untuk
memilih dan dipilih dalam pemilihan umum, hak untuk memperoleh pendidikan,
kesehatan, dan perlindungan sosial.

Jika seseorang tidak memiliki status kewarganegaraan, maka implikasi bagi mereka
yaitu mereka tidak dapat mengakses hak-hak tersebut, bahkan yang mendasar
sekalipun. Mereka dapat menjadi rentan terhadap eksploitasi, marginalisasi, dan
diskriminasi, serta tidak memiliki akses ke layanan publik dan akses ke pemenuhan
kebutuhan dasar. Status tanpa kewarganegaraan juga dapat membatasi pergerakan
mereka dan membuatnya sulit untuk melakukan kegiatan seperti bekerja, bersekolah,
atau melakukan perjalanan.

Secara internasional, ketidakmempunyian kewarganegaraan juga merupakan salah


satu pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Pasal 15 dari Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia menyatakan bahwa "Setiap orang berhak memperoleh
kewarganegaraan" dan bahwa "Tidak seorangpun akan dicabut secara sewenang-
wenang dari kewarganegaraannya atau hak untuk memperoleh kewarganegaraan."
Oleh karena itu, penting untuk mencegah terjadinya kehilangan kewarganegaraan
secara sewenang-wenang dan untuk memberikan akses untuk mengakses status
kewarganegaraan bagi orang yang tidak memilikinya. Negara-negara juga diharapkan
menjamin hak-hak yang mendasar seperti akses ke pendidikan, layanan kesehatan,
dan perlindungan sosial bagi orang yang tidak memiliki status kewarganegaraan. Hal
ini penting untuk memenuhi hak senantiasa manusia dan menciptakan dunia yang
lebih adil dan berprinsip pada kemanusiaan.

4. Jelaskan mengapa perlu diberikannya status “kewarganegaraan ganda terbatas”


kepada anak yang lahir dari keluarga yang kedua orangtuanya berbeda
kewarganegaraan?
Dalam sebuah keluarga yang terdiri dari dua orangtua dengan kewarganegaraan yang
berbeda, anak yang lahir dapat menjadi bermasalah dalam hal status
kewarganegaraannya. Di saat yang sama, beberapa negara memperbolehkan status
ganda dalam beberapa kondisi tertentu, sehingga memungkinkan anak lahir dengan
kedua kewarganegaraan dari kedua orangtuanya, yang dikenal sebagai status
“kewarganegaraan ganda terbatas."

Diberikannya status “kewarganegaraan ganda terbatas” kepada anak yang lahir dari
keluarga yang kedua orangtuanya berbeda kewarganegaraannya, sangat penting agar
anak tersebut dapat mengakses hak yang diperuntukkan bagi mereka di kedua negara
orangtua mereka. Mereka dapat mempertahankan identitas ganda mereka dan
mendapatkan keuntungan dari hak dan keistimewaan yang memenuhi negara mereka.

Selain itu, memberikan status kewarganegaraan ganda bagi anak tersebut dapat
mengurangi ketidakyakinan dan ketakutan mengenai masa depan mereka di tingkat
internasional. Ini dapat memperkuat rasa kepemilikan dan identitas nasional mereka,
sambil memastikan bahwa anak tersebut dapat tetap memperoleh akses ke dua negara
orangtuanya.

Namun, diberikannya status "kewarganegaraan ganda terbatas" harus dilakukan


dengan hati-hati dan ketat untuk memastikan bahwa tidak ada potensi pelanggaran
terhadap hukum yang berlaku di kedua negara dan harus sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku untuk masing-masing negara. Hal ini untuk
menghindari kemungkinan konflik pada saat anak tersebut dewasa nanti.

5. Jelaskan apa implikasi yuridis terhadap status anak yang berkewarganegaraan ganda
yang tidak menggunakan hak opsi untuk memilih kewarganegaraan dalam jangka
waktu paling lambat 3 (tiga) tahun, padahal anak tersebut telah berusia 18 (delapan
belas) tahun atau sudah kawin?
Menurut Undang-Undang Kewarganegaraan RI, jika anak yang berkewarganegaraan
ganda tidak menggunakan hak opsi untuk memilih kewarganegaraan pada jangka
waktu 3 tahun setelah memasuki usia dewasa atau menikah, maka anak tersebut
secara otomatis kehilangan kewarganegaraan Indonesia.

Implikasi yuridis dari kehilangan status kewarganegaraan Indonesia adalah anak


tersebut tidak lagi dapat menikmati hak - hak yang dimiliki oleh warga negara
Indonesia. Selain itu, mereka juga tidak lagi diperbolehkan tinggal di Indonesia tanpa
memiliki izin tinggal yang sah. Jika anak itu dilahirkan di luar negeri dan tidak
memiliki kewarganegaraan lain yang sah, maka dia mungkin dapat menjadi penghuni
tanpa kewarganegaraan (stateless), yang dapat mengakibatkan banyak masalah dan
kesulitan dalam mengakses layanan pemerintah dan layanan sosial lainnya.

Oleh karena itu, sangat penting bagi anak yang memegang kewarganegaraan ganda
untuk menggunakan hak opsi untuk memilih kewarganegaraan secara tepat waktu.
Proses pengambilan keputusan ini harus dilakukan dengan hati-hati setelah
melakukan konsultasi dengan ahli hukum atau pejabat konsuler dari negara tempat
mereka tinggal. Dengan melakukan tindakan ini sebelum usia 21 tahun atau harus
memilih pada saat usia sudah dewasa, anak tersebut dapat mempertahankan
kewarganegaraan mereka dan menikmati hak-hak yang dimiliki oleh warga negara
dari kedua negara tersebut.

Anda mungkin juga menyukai