Setiap negara berdaulat memiliki kekuatan untuk menentukan siapa yang menjadi
warga negara. Negara tidak terikat dengan negara lain saat menentukan kewarganegaraan.
Negara lain juga tidak memiliki hak untuk menentukan atau mencegah kewarganegaraan
suatu negara.
Demikian, suatu Negara tidak boleh melanggar kewarganegaraan seseorang
ketika menetapkan “prinsip umum” atau prinsip umum hukum internasional yang
berkaitan dengan kewarganegaraan. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Suatu negara tidak boleh menganggap sebagai warga negara mereka yang "tidak
memiliki hubungan" dengan negara itu. Misalnya, Indonesia bebas menentukan
siapa yang menjadi warga negara, tetapi Indonesia tidak bisa menyatakan bahwa
semua orang di Kutub Selatan juga warga negara.
2. Suatu negara tidak boleh menetapkan kewarganegaraan berdasarkan faktor-faktor
fundamental yang dianggap bertentangan dengan asas-asas hukum yang berlaku
umum. Misalnya, Indonesia tidak bisa mengatakan hanya Muslim atau suku Jawa
saja yang bisa menjadi warga negara Indonesia.
Seorang anak lahir di negara A yang menganut asas ius sanguinis . Anak tersebut
adalah anak dari pasangan suami istri yang berkewarganegaraan B di mana B menganut
asas ius solli . Dengan demikian si anak akan menjadi apatride . Ia tidak memperoleh
kewarganegaraan A sebab ia bukan keturunan orang yang berkewarganegaraan A. Anak
itu juga tidak berkewarganegaraan B sebab ia lahir di luar wilayah negara B.
Contoh timbulnya bipatride :
Seorang anak lahir di negara C yang menganut asas ius Soli . Anak tersebut adalah
anak dari pasangan suami istri yang berkewarganegaraan D di mana D menganut asas Ius
Sanguinis . Dengan demikian si anak akan menjadi bipatride. Ia memperoleh
kewarganegaraan C sebab ia lahir di negara tersebut . Anak itu juga berkewarganegaraan
D sebab ia keturunan dari orang yang berkewarganegaraan D.
Dalam hal penetapan status kewarganegaraan anak yang dilahir dari pernikahan
seorang Ibu WNI dan Ayah WNA berkaitang dengan UU Nomor 12 Tahun 2006, maka
status anggota warga negara sang anak tetap sebagai Warga Negara Asing.
Dari penjelasan diatas maka banyak informasi yang diketahui bahwasaanya Warga
negara adalah orang yang bertempat atau berdomisili di negaranya sendiri atau di negara
orang sebagai bagian dari suatu unsur penduduk yang menjadi unsur negara karena tidak
ada negara ini apabila tidak ada sebuah warga negara. Kemudian setelah adanya warga
negara ini maka dalam setiap negara memiliki kewarganegaraan masing-masing yang
dianut oleh warga negara sebagai tumpuan keanggotaan suatu bangsa. Maka setiap orang
harus memiliki doimisili hidup, Domisili merupakan hal yang penting dalam suatu
kehidupan masarakat karna merupakan suatu identitas yang melambangkan dimana
seseorng bertempat tinggal selain dari pada itu domisili juga digunakan untuk mengetahui
atau menunjukan pengadilan mana yang dapat mengadili jika sewaktu-waktu
terjadi perkara.
Maka dari itu kita sebagai manusia yang memiliki akal dan pikiran kita seharusnya
bisa membedakan asas kewarganegaraan apa yang tepat kepada diri kita sesuai dengan
undang-undang nomor 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan republik Indonesia, yang
di mana dalam suatu kewarganegaraan ini memiliki peranan penting bagi seseorang
seperti, Keberadaan status kewarganegaraan juga mempengaruhi seseorang dalam
memperoleh kepastian hukum, terutama kejelasan kewajiban yang harus dilakukannya
dan hak yang diperolehnya, meliputi hak keadilan, perlindungan, pengayoman serta
pelayanan publik yang merupakan bentuk pemenuhan Hak Asasi Manusia.