Anda di halaman 1dari 24

Bentuk dan Sistem HAM di Indonesia

1. Peraturan Perundang-undangan dan Lembaga HAM di Indonesia


1. Perlindungan HAM sebagaimana Terdapat dalam UUD 1945
ndonesia seperti negara-negara lain di dunia, mengalami pasang surut dalam
perkembangan dan proses penegakan HAM. Proses penegakan HAM di
ndonesia sejak ndonesia merdeka hingga dewasa ini mengalami perubahan
dan perkembangan yang lebih baik. Hal ini karena adanya kesadaran dari
masyarakat ndonesia sendiri dan adanya tekanan serta opini masyarakat
internasional tentang pentingnya penegakan hak asasi manusia.
Sejak indonesia merdeka, sesungguhnya telah memberikan pengakuan dan
perlindungan HAM bagi warga negaranya, jauh sebelum PBB mencetuskan
Universal Declaration of Human Rights (Pernyataan sedunia hak-hak asasi
manusia). Pengakuan dan perlindungan HAM bagi warga negara ndonesia
tersebut diabadikan dalam konstitusi negara yaitu dalam Undang-Undang
Dasar 1945, yang merupakan piagam HAM bagi bangsa ndonesia.
Landasan Hukum Penegakan HAM di ndonesia, yaitu :
a. Landasan idiil (Pancasila) sila ke-2: "Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Landasan idiil merupakan landasan filosofis dan moral bagi bangsa indonesia
untuk senantiasa memberikan penghormatan, pengakuan dan perlindungan
terhadap hak asasi manusia.
b. Landasan konstitusional (UUD 1945) yakni:
- Pembukaan UUD 1945 alinea ke-1 dan ke-4.
- Pasal 27, pasal 28, pasal 28 A sampai pasal 28 J, pasal 29, pasal 30, pasal
31, pasal 32, pasal 33, dan pasal 34 UUD 1945.
UUD 1945 menjadi landasan yuridis bagi bangsa dan negara ndonesia dalam
memberikan penghormatan, pengakuan, perlindungan serta pengakuan HAM
di ndonesia.
c. Landasan operasional, yakni landasan pelaksanaan bagi penegakan HAM di
ndonesia yang meliputi aturan-aturan pelaksana, seperti:
- TAP MPR No. XV/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Ketetapan ini
menugaskan kepada lembaga-lembaga negara dan seluruh aparatur
pemerintahan untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan
pemahaman tentang HAM.
Ketetapan ini juga mengatur tentang kewajiban asasi manusia, antara lain
setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain, setiap orang wajib untuk
ikut serta dalam usaha pembelaan negara dan setiap orang wajib tunduk
kepada undang-undang dalam menjalankan hak dan kebebasannya.
- UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-undang ini menjadi landasan pelaksana yang amat penting dalam
upaya penekan HAM di ndonesia.
Undang-undang ini selain berisi tentang aturan-aturan dalam penghormatan
dan perlindungan HAM, juga berisikan sanksi-sanksi bagi para pelaku
pelanggaran HAM. Hak asasi manusia yang diatur oleh UU No. 39 Tahun 1999
antara lain hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak
mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi,
hak memperoleh rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak wanita, dan hak
anak.
- UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia: Undang-
undang ini mengatur pelaksanaan proses pengadilan bagi para pelaku
kejahatan kemanusiaan.
Namun undang-undang ini tidak dapat berlaku surut artinya para pelaku
kejahatan kemanusiaan atau pelanggar hak asasi manusia itu jika terjadi
sebelum undang-undang ini disahkan maka mereka tidak dapat dituntut di
muka pengadilan, dan para pelanggar hak asasi tersebut akan luput dari
jeratan hukum.
- Kepres No. 50 Tahun 1993 tentang pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (KOMNAS HAM.
Komisi ini dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan perlindungan terhadap
hak asasi manusia, dan menjadi tonggak sejarah dalam proses penegakkan
hak asasi manusia di ndonesia. Meskipun telah banyak produk hukum dibuat
untuk memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia, namun
pelanggaran dan pelecehan terhadap hak asasi manusia masih tetap terjadi di
dalam masyarakat. Banyak kasus pelanggaran dan pelecehan hak asasi
manusia yang terjadi karena tidak dipahaminya aturan-aturan yang ada, baik
oleh aparatur penegak hukum ataupun oleh masyarakat itu sendiri.
1. HAM sebagaimana Terdapat dalam UU No. 39 Tahun 1999
Dengan dibuatnya UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM),
menunjukkan bahwa pemerintah ndonesia berusaha untuk menerapkan HAM
dalam kehidupan sehari-hari. Menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM,
hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
keberadaan manusia sebagai makhluk Yang Maha Esa dan merupakan
anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia.
Hak-hak asasi manusia (HAM) yang terdapat di dalam UU No. 39 Tahun 1999,
yaitu :
a. Hak untuk hidup
Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan
taraf kehidupannya, serta setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai,
bahagia, sejahtera lahir dan batin. Selain itu, setiap orang berhak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat.
b. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah. Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung
atas kehendak bebas calon suami dan calon istri yang bersangkutan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Hak mengembangkan diri
Setiap orang berhak atas periindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk
memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas
hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, bertanggung jawab,
berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia.
d. Hak memperoleh keadilan
Setiap orang tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan
mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara
pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan
yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin
pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh
putusan yang adil dan benar.
e. Hak atas kebebasan pribadi
Setiap orang berhak memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara
pribadi maupun kolektif untuk membangun masyarakat bangsa, dan
negaranya.
f. Hak atas rasa aman
Setiap orang berhak mencari suaka untuk memperoleh perlindungan politik dari
negara lain dan setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai
manusia pribadi di mana saja ia berada.
g. Hak atas kesejahteraan
Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa dan
masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum.
h. Hak turut serta dalam pemerintahan
Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum
berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
i. Hak wanita
Wanita berhak memperoleh haknya dalam bidang pendidikan, pengajaran di
semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan sesuai dengan persyaratan yang
telah ditentukan. Wanita juga berhak untuk memilih, dipilih diangkat dalam
pekerjaan, jabatan, dan profesi yang sesuai dengan persyaratan dan peraturan
perundang-undangan.
j. Hak anak
Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup, mempertahankan
hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya. Selain itu, setiap anak berhak
untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik
dan mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama
dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain mana pun yang
bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut.
Oleh karena sedemikian berat tanggung jawab yang harus dipikul oleh anak-
anak, maka ia perlu diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan
berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial dan akhlaknya.
Selain itu, anak-anak perlu mendapatkan perlindungan untuk pemenuhan hak-
haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. Agar hal ini dapat terwujud,
maka diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan
yang dapat menjamin pelaksanaan hak anak tersebut.
Di dalam pasal 13 UU No. 23 Tahun2002 tentang perlindungan anak,
dijelaskan bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau
pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak
mendapat perlindungan dari perlakuan:
a. diskriminasi
b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual
c. penelantaran
d. kekejaman, kekerasan dan penganiayaan
e. ketidakadilan
f. perlakuan salah lainnya
Sedangkan di dalam pasal 15 undang-undang tersebut dijelaskan tentang
kewajiban setiap anak yaitu :
a. menghormati orang tua, wali dan guru
b. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman
c. mencintai tanah air, bangsa dan negara d. menunaikan ibadah sesuai
dengan ajaran agamanya
e. melaksanakan etika dan akhlak mulia
Didalam pasal 26 Undang-undang itupun dijelaskan tentang kewajiban dan
tanggung jawab orang tua yaitu:
a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak
b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan
minatnya
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak
d. Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaanya, atau
karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung
jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab tersebut dapat beralih kepada
keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pada pasal 48 dan 50 undang-undang tersebut menjelaskan tentang hak
pendidikan yang dimiliki setiap anak. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa
pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan)
tahun untuk semua anak. Adapun pendidikan tersebut diarahkan pada:
a. pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat,
kemampuan mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang optimal
b. pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia dan kebebasan asasi
c. pengembangan rasa hormat terhadap orang tua, identitas budaya, bahasa
dan nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai nasional dimana anak bertempat tinggal,
dari mana anak berasal, dan oeradaban-peradaban yang berbeda-beda dari
peradaban sendiri
d. persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung jawab
e. pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan hidup
1. &5aya Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM
1. Upaya-upaya Pemajuan, Penghormatan, dan Perlindungan
Sejarah pekembangan Hak Asasi Manusia dimulai sejak adanya kesadaran
dari umat manusia akan arti pentingya nilai-nilai kemanusiaan.
Munculnya kesadaran untuk memperjuangkan dan menegakkan hak asasi
manusia dilatarbelakangi oleh peristiwa penindasan, ketidakadilan, penistaan
dan kezaliman yang dilakukan oleh penguasa. Dalam upaya melawan segala
bentuk kezaliman dan penindasan para penguasa, lahirlah para tokoh, pejuang
hak asasi manusia, yang disertai lahirnya dokumen atau piagam hak asasi
manusia untuk mencegah terjadinya kembali penindasan dan kezaliman
terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Oleh karena itulah, Pemerintah ndonesia melakukan upaya penghormatan,
pemajuan, pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia bagi semua warga
negara berdasarkan prinsip-prinsip kesatupaduan, keseimbangan dan
pengakuan atas kondisi nasional. Prinsip kesatupaduan itu berarti bahwa hak-
hak sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya dan hak pembangunan merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan baik dalam penerapan,
pemantauan, maupun dalam penilaian pelaksanaannya.
Banyak sekali upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka
pemajuan, penghormatan, dan perlindungan hak asasi manusia, antara lain :
a. Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan
Nasional (Propenas) tahun 2000-2004 dengan pembentukan kelembagaan dan
pembuatan peraturan perundangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia.
b. Dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dengan Keputusan Presiden
Nomor 50 Tahun 1993 yang kemudian dikukuhkan dengan Undang-Undang
No. 39 Tahun 1999.
c. Pembentukan Komisi Anti Kekerasan terhadap perempuan dengan
Keputusan Presiden Nomor 181 Tahun 1998.
d. Pembentukan Kantor Menteri Negara Hak Asasi Manusia tahun 1999 yang
kemudian digabung dengan Departemen Hukum dan Perundang-undangan,
kemudian berubah menjadi Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
e. Disahkannya Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia.
f. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia.
g. Pengesahan peraturan-peraturan lainnya yang berhubungan dengan hak
asasi manusia dan penambahan pasal-pasal khusus mengenai hak asasi
manusia dalam amandemen UUD 1945.
h. Keputusan Presiden Republik ndonesia No. 129 Tahun 1998 tentang
Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) ndonesia Tahun 1998-
2003 yang selanjutnya direvisi melalui Keputusan Presiden Republik ndonesia
Nomor 61 Tahun 2003.
RANHAM ndonesia dimaksudkan sebagai panduan dan rencana umum untuk
meningkatkan penghormatan, pemajuan, pemenuhan dan perlindungan hak
asasi manusia, termasuk untuk melindungi masyarakat yang rentan terhadap
pelanggaran hak asasi manusia.
Di dalam Propenas Tahun 2000-2004 tercantum visi bangsa ndonesia di masa
depan mengenai masyarakat dan hukum sebagai berikut:
a. Terwujudnya kondisi aman, damai, tertib dan ketenteraman masyarakat
b. Terwujudnya sistem hukum nasional yang menjamin tegaknya supremasi
hukum dan hak asasi manusia berlandaskan keadilan dan kebenaran.
Sementara itu, di dalam Keputusan Presiden No. 40 Tahun 2004 tentang
Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) ndonesia tahun 2004-
2009. Di dalamnya dijelaskan bahwa RANHAM ndonesia adalah untuk
menjamin peningkatan, penghormatan pemajuan, pemenuhan dan
perlindungan hak asasi manusia di ndonesia dengan mempertimbangkan nilai-
nilai agama, adat istiadat, dan budaya bangsa ndonesia yang berdasarkan
Pancasila dan UUD Negara Republik ndonesia tahun 1945.
Program utama RANHAM ndonesia tahun 2004 2009 ada enam, yaitu:
a. Pembentukan dan penguatan institusi pelaksana RANHAM.
b. Persiapan ratifikasi instrumen hak asasi manusia internasional.
c. Persiapan harmonisasi peraturan perundang-undangan,
d. Diseminasi dan pendidikan hak asasi manusia.
e. Penerapan norma dan standar hak asasi manusia.
f. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.
1. Hambatan dalam Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM
Upaya dalam memberikan pemajuan, penghormatan, dan perlindungan hak
asasi manusia di ndonesia pada kenyataannya masih menghadapi kendala
atau hambatan dan tantangan yang besar. Hambatan dalam pemajuan,
penghormatan, dan perlindungan HAM justru datang dari aparatur negara yang
bertanggung jawab dan berkewajiban menegakkan hak asasi manusia.
Seringkali aparatur negara bertindak demi hukum dan tugas melampaui batas
wewenangnya sehingga menimbulkan pelanggaran dan pelecehan terhadap
hak asasi manusia. Akan tetapi tidak sedikit kasus hak asasi manusia
disebabkan oleh masyarakat itu sendiri. Masyarakat terlalu egois dan
memaksakan kehendak agar hak asasinya dipenuhi, tetapi masyarakat lupa
bahwa mereka juga punya kewajiban hak asasi yang harus dilaksanakannya.
Secara garis besar hambatan yang dihadapi dalam penegakan hak asasi
manusia di ndonesia dapat kita identifikasi seperti berikut:
a. Masalah sosial budaya
- Rendahnya keadaan masyarakat akan pentingnya hak asasi manusia yang
terjadi akibat ketimpangan stratifikasi sosial masyarakat.
- Adanya norma adat dan budaya masyarakat yang berkaitan dengan
kebiasaan, upacara, kedudukan sosial yang bertentangan dengan HAM.
- Rendahnya sumber daya manusia khususnya aparatur penegak hukum
seperti hakim, jaksa sehingga menghambat proses penegakan HAM.
- Adanya konflik sosial yang sering terjadi di masyarakat sebagai konsekuensi
masyarakat majemuk yang menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM.
b. Masalah informasi dan komunikasi
- Terhambatnya informasi dan komunikasi tentang pentingnya penegakan HAM
sebagai akibat keadaan dan kedudukan geografis ndonesia.
- Rendahnya sarana dan teknologi komunikasi, menyebabkan tidak
maksimalnya kemampuan informasi dan berkomunikasi di seluruh wilayah
ndonesia.
- Terbatasnya sosialisasi tentang HAM di seluruh wilayah ndonesia karena
rendahnya teknologi informasi dan komunikasi.
c. Masalah kebijakan pemerintah
- Adanya kebijakan pemerintah yang mengedepankan kepentingan stabilitas
nasional sehingga mengabaikan masalah hak asasi manusia.
- Masih lemahnya pengawasan dari lembaga DPR dan masyarakat terhadap
kebijakan pemerintah.
- Adanya arogansi aparatur pemerintah, yang sering mendorong kritik dan
kontrol sosial dari tindakan pembangkangan.
- Rendahnya tingkat pendidikan dan kesejahteraan aparatur penegak hukum,
sehingga menghambat kinerja penegakan hak asasi manusia dan lain-lain.
d. Masalah perangkat perundang-undangan
- Sulitnya merealisasikan aturan perundang-undangan tentang HAM dalam
kehidupan masyarakat.
- Belum disyahkannya hasil konvensi internasional tentang HAM di ndonesia.
Selain hambatan-hambatan seperti diatas, proses penegakan hak asasi
manusia di ndonesia juga menghadapi tantangan-tantangan yang berat dan
sulit. Tantangan itu antara lain :
a. Amandemen UUD 1945 pasal 28 yang mengedepankan asas non retroaktif,
yang artinya hukun tidak dapat berlaku surut. ni memungkinkan para tersangka
atau terdakwa lepas dari jeratan hukum.
b. Adanya prinsip universalitas, artinya bahwa hak asasi manusia bersifat
fundamentalis dan berlaku secara umum (universal). Hal ini melahirkan
kewajiban kepada setiap anggota PBB untuk menghormati, mengakui dan
menjamin penegakan hak asasi manusia.
c. Adanya prinsip negara demokrasi, yang artinya suatu negara disebut negara
demokrasi apabila hak-hak asasi manusia diakui, dihormati dan dilindungi oleh
negara. Negara memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi
manusia.
d. Adanya prinsip negara hukum, yang artinya bahwa hukum harus dijalankan
dan ditegakkan oleh negara untuk menjamin keadilan dan tegaknya HAM.
Namun kenyataannya hukum belum menjadi panglima di negeri ini,
kepentingan dan kekuasaanlah yang diutamakan. Sehingga terjadilah
penyimpangan-penyimpangan hukum yang pada akhirnya menghambat proses
penegakan HAM.
e. Adanya prinsip keseimbangan, yang artinya bahwa hak dan kewajiban asasi
setiap warga negara sama. Oleh karena itu pencapaian dan penerapan
keduanya haruslah didasarkan pada prinsip keseimbangan. Akan tetapi
kenyataan di masyarakat, kecenderungan secara umum masyarakat lebih
mengutamakan kepentingan hak-haknya dan mengabaikan kewajiban
asasinya. Sehingga ini mengakibatkan terjadinya konflik kepentingan yang
akhirnya menghambat proses penegakan HAM.
1. nstrumen HAM Nasional
Hak asasi manusia menggelora di ndonesia diawali ketika terjadi revolusi
sosial tahun 1997. Ditandai turunnya kepimpinan orde baru, mulailah babak
baru yang disebut dengan era reformasi. Dalam era reformasi ini menggema
berbagai tuntutan perlunya menegakkan hak asasi manusia.
Ketika Presiden BJ Habibie berkuasa, terbentuklah suatu undang-undang yang
mengatur tentang hak asasi manusia, yaitu UU No. 39 Tahun 1999. Walaupun
jauh sebelumnya telah dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM) melalui Keputusan Presiden No. 50 Tahun 1993, perlindungan, dan
penegakan terhadap hak asasi manusia terabaikan.
Beberapa instrumen yang dapat dijadikan tolok ukur pelaksanaan hak asasi
manusia di ndonesia adalah:
a. Bab XA Pasal 28A 28J UUD 1945
b. Deklarasi universal hak asasi manusia tahun 1948
c. UU No. 39 Tahun 1999
1. Upaya Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM
1. Mendukung upaya pemajuan, penghormatan, dan perlindungan HAM
Sebagai warga negara, tanpa harus membedakan kedudukan atau status
sosialnya, mempunyai peran dan tanggung jawab yang sama besarnya dalam
proses penegakan hak asasi manusia di ndonesia.
Partisipasi yang dapat diberikan oleh setiap warga negara dalam upaya
penegakan HAM antara lain:
a) Penegakan HAM dalam kehidupan bermasyarakat
- Mematuhi norma dan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat.
- Bersama-sama dengan warga masyarakat ikut mencegah perbuatan yang
mengarah pada pelanggaran HAM.
- Menghindari sikap dan perbuatan yang dapat merendahkan, melecehkan dan
menodai nilai-nilai kemanusiaan.
b) Penegakan HAM dalam kehidupan berbangsa dan bernegara:
- Mematuhi dan menaati berbagai peraturan hukum yang berlaku dalam
negara.
- Menghindari sikap perbuatan yang dapat mengakibatkan terjadinya
pelanggaran HAM.
- Bersama-sama aparat penegak hukum mencegah terjadinya perbuatan yang
mengarah pada pelanggaran HAM.
- Melaporkan kejadian atau peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi di
masyarakat kepada aparat atau pihak berwajib (Komnas HAM).
- Bersedia menjadi saksi dalam proses peradilan dalam upaya penegakan
HAM.
1. Melakukan upaya dalam pemajuan, penghormatan dan perlindungan
HAM dalam lingkungan masyarakat
Banyak hal yang dapat kita lakukan dalam upaya pemajuan, penghormatan
dan perlindungan HAM di lingkungan masyarakat. Salah satunya adalah
dengan pemantapan budaya penghormatan hak asasi manusia melalui usaha
sadar untuk menyemaikan, menumbuhkan dan meningkatkan pengetahuan
dan rasa kesadaran ke seluruh anggota masyarakat, terutama aparat
pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
para pendidik dan aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat.
Pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai hak asasi manusia dapat
disemaikan dan ditumbuhkan serta ditingkatkan melalui diseminasi dan
pendidikan hak asasi manusia. Cara dan sarana penyampaian hendaknya
memperhatikan tingkat, sifat, tempat dan waktu yang ada dan dipandang tepat.
Penghormatan, pemajuan, pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia
memerlukan proses panjang, mengingat sifat hak asasi manusia sarat dengan
nilai. Pendidikan hak asasi manusia merupakan proses yang dapat
berlangsung di mana saja, kapan saja dan oleh siapa saja dalam rangka
pembentukan pengetahuan sikap dan tingkah laku yang rasional dan
bertanggung jawab terhadap pemecahan masalah-masalah hak asasi manusia
yang berdimensi hak sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya, serta hak atas
pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam rangka pemajuan, penghormatan
dan perlindungan HAM dalam lingkungan masyarakat antara lain:
1. Melakukan himbauan untuk menghentikan berbagai macam konflik yang
sedang terjadi antar-kelompok manusia, kelompok etnis, kelompok bangsa
tidak terkecuali antar-penganut agama, baik dalam agama yang sama maupun
yang berbeda.
2. Menyadarkan berbagai lapisan masyarakat yang sedang dilanda perpecahan
dan konflik untuk mencari penyelesaian melalui dialog. Adapun dialog antar-
pihak yang terlibat konflik dapat terjadi apabila :
- Ada kemauan yang tulus dari pihak yang berdialog.
- Semua pihak peduli dan bertekad mencapai titik temu, saling menghormati,
menempatkan diri dipihak yang diajak berdialog.
- Peserta dialog mempunyai tempat berpijak yang nyata dalam penghayatan
keberadaan-Nya.

Perkembangan HAM di Indonesia

A. Perkembangan Hak Asasi Manusia di ndonesia
Pemahaman Ham di ndonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang hidup
di masyarakat dan acuan bertindak pada dasarnya berlangsung sudah cukup
lama. Secara garis besar Prof. Bagir Manan pada bukunya Perkembangan
Pemikiran dan Pengaturan HAM di ndonesia ( 2001 ), membagi
perkembangan HAM pemikiran HAM di ndonesia dalam dua periode yaitu
periode sebelum Kemerdekaan ( 1908 1945 ), periode setelah Kemerdekaan
( 1945 sekarang ).
1. Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908 1945 )
Perkembangan HAM pada periode sebelum kemerdekaan memiliki ciri khas
seperti besifat tradisional.Dengan cara yang sederhana,dipimpin oleh tokoh
masyarakat,agama atau kalangan bangsawan,belum teroganisasi secara
modern,dan khususnya perjuangan kemerdekaan masih mengandalkan
kekuatan fisik persenjataan.contoh tokoh masyarakat yang menyelamatkan
HAM adalah R.A Kartini dan Dewi Sartika,beliau memperjuangkan peningkatan
harkat dan martabat kaum wanita pada masanya,perjuangan fisik yang
mengandalkan kekuatan senjata,misalnya Si Singamangaraja,Cut Nyak
Dien,Tuanku mam Bonjol,Pangeran Diponogoro,Sultan
Hasanudin,Patimura,dan tokoh lainya.
v Perjuangan HAM pada masa Kebangkitan Nasional(1908)
Perkembangan HAM pada masa kebangkitan nasional di mulai dengan
banyaknya kaum terpelajar di ndonesia, maka semakin meningkat pula
pemahaman dan kesadaran akan persamaan harkat dan martabat manusia
terutama hak kemerdekaan dan kebebasan sebagai suatu bangsa.disamping
itu ,meningkat pula pengetahuan dan cara-cara memperjuangkan hak
kemerdekaan dengan itu terjadi perubahan strategi dari mengandalkan
kekuatan fisik dengan strategi organisasi diplomasi dan politik.contoh-contoh
perjuanganya sebagai berikut :
Boedi Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo
telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan
pendapat melalui petisi petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial
maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran
HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan
mengeluarkan pendapat.
perhimpunan ndonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan
nasib sendiri..
Partai Komunis ndonesia, sebagai partai yang berlandaskan paham
Marxisme lebih condong pada hak hak yang bersifat sosial dan menyentuh
isu isu yang berkenan dengan alat produksi.
ndische Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk
mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak
kemerdekaan.
Partai Nasional ndonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh
kemerdekaan
Organisasi Pendidikan Nasional ndonesia, menekankan pada hak politik
yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri,
hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk
turut dalam penyelenggaraan Negara.
Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang
BPUPK antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad
Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang
terjadi dalam sidang BPUPK berkaitan dengan masalah hak persamaan
kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak,
hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk
berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.
v Perjuangan HAM pada masa sumpah pemuda
Perkembangan HAM pada masa sumpah pemuda tepatnya tanggal 28 oktober
1928 yang bertujuan memberi pengaruh yang sangat kuat pada organisasi
pergerakan nasional pada masa itu semula pada jaman itu banyak yang tidak
berani secara tegas tujuan mencapai ndonesia merdeka,namun setelah
adanya kongres pemuda, organsasi-organisasi mulai berani untuk menyatakan
ndonesia merdeka.dalam masa itu banyak tumbuh partai-partai politik dengan
asasnya masing-masing yang semuanya berujuan utamanya ndonesia
merdeka.


2. Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 sekarang )
v Periode awal kemerdekaan ndonesia (1945 1950)
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk
merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang
didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama
di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena
telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara (
konstitusi ) yaitu, UUD 1945 tidak mengatur secara rinci tentang HAM.
Komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam
Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945.
Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan
partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3
November 1945.pada masa berlakunya KRSS konstitusi republik indonesia
serikat tahun 1949 dan UUDS 1950.Kedua UUD ini memuat lebih rinci tentang
HAM terbukti dengan adanya pasal-pasal yang memuat tentang Hak Asasi
Manusia yang di ambil dari Universal Declaration Of Human Righty.
v Periode 1950 1959 (Masa Orde lama)
Periode 1950 1959 dalam perjalanan Negara ndonesia dikenal dengan
sebutan tum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang
menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan
tempat di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan
pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami periode Demokrasi
Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momen " pasang
dan menikmati " bulan madu " kebebasan. ndikatornya menurut ahli hukum
tata Negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai
partai politik dengan beragam ideologinya masing masing. Kedua,
Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul betul menikmati
kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi
berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan demokratis. Keempat,
parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat
menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan
kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran
tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya
kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan. Pada masa pemerintahan ini
hanya satu konvernsi ham yang di rativikasikan yaitu Hak politik wanita.
v Periode 1959 1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi
terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi
Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi terpimpin ) kekuasan berpusat pada
dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden
melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik
maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah
terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik.
v Periode 1966 1998 (masa orde baru)
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada
semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan
berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan
pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya
pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM
untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar
Nasional Hukum yang merekomendasikan perlunya hak uji materil ( judical
review ) untuk dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka
pelaksanan TAP MPRS No. XV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc V
telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak
hak Asasi Manusia dan Hak hak serta Kewajiban Warganegara.

Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an
persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati,
dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan
represif yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap
HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM
adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai nilai luhur
budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila serta bangsa ndonesia sudah
terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD
1945 yang terlebih dahulu dibandingkan dengan deklarasi Universal HAM.
Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu
HAM seringkali digunakan oleh Negara Negara Barat untuk memojokkan
Negara yang sedang berkembang seperti nonesia.
Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran,
pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutama dikalangan
masyarakat yang dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan
masyarakat akademisi yang concern terhaap penegakan HAM. Upaya yang
dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional
terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seprti kasus Tanjung Priok,
kasus Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di rian Jaya, dan sebagainya.
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampak
memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi
pemerintah dari represif dan defensif menjadi ke strategi akomodatif terhadap
tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif
pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50
Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993.
Lembaga ini bertugas untuk memantau dan menyeliiki pelaksanaan HAM, serta
memberi pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal
pelaksanaan HAM.
v Periode 1998 sekarang (masa reformasi)
Pergantian rezim pemerintahan pada tahan 1998 memberikan dampak yang
sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di ndonesia. Pada saat
ini mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde
baru yang beralwanan dengan pemjuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya
dilakukan penyusunan peraturan perundang undangan yang berkaitan
dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan
kemasyarakatan di ndonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan
banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait
dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen nternasional
dalam bidang HAM.
Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu
tahap status penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. pada
tahap penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan perundang undangan
tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara ( Undang undang Dasar
1945 ), ketetapan MPR ( TAP MPR ), Undang undang (UU), peraturan
pemerintah dan ketentuan perundang undangam lainnya.


Penyelesaian kasus pelanggaran HAM di ndonesia tengah disorot oleh dunia
internasional. Desakan, tawaran bantuan teknis maupun kritikan telah
dilontarkan oleh pihak luar,negara dan badan-badan internasional. Desakan
terkuat tertuju pada percepatan penyelesaian kasus pelanggaran HAM Timtim.

Hak Asasi Manusia sebenarnya bukan istilah baru di ndonesia,
masalah ini telah tercantum dalam UUD 1945, dan secara tegas diatur sejak
era reformasi bergulir. Produk Hukum yang mengaturnya diantaranya Tap MPR
No. XV/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, Pencantuman dalam
Amandemen UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
dan UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Walaupun UUD 1945 telah mengaturnya, namun kesadaran akan
pentingnya penegakan HAM tumbuh di saat tumbangnya rezim otoriter. Masa
transisi saat ini, telah memberikan ruang gerak yang lebih luas kepada para
pejuang HAM. Komnas HAM telah dibentuk dimasa pemerintahan Soeharto,
namun dalam era reformasi ini kiprahnya terlihat lebih maksimal.
Banyak permasalahan muncul dalam proses penegakan HAM saat ini.
Permasalahan itu timbul disebabkan oleh Pengetahuan dan pengalaman yang
terbatas tentang HAM, baik pada Lembaga-lembaga Negara, maupun
masyarakat. Pengetahuan yang terbatas menyebabkan pembentukan dan
pelaksanaan peraturan perundangan menjadi kurang dapat menjamin keadilan
dan kepastian hukum. ntepretasi yang berbeda-beda terhadap peraturan
perundangan menjadi topik sehari-hari.
Perbedaan intpretasi peraturan tertulis menimbulkan polemik tentang
proses penegakan HAM. Polemik yang berkembang berkisar pada beberapa
masalah, diantaranya: Keabsahan pembentukan KPP HAM, Kewenangan
memaksa KPP HAM dalam memanggil saksi dan tersangka, Penetapan Jaksa
dan Hakim ad hoc yang independen dan penolakan intervensi pihak asing
dalam proses pengakan HAM.
A. Perkembangan Hak Asasi Manusia di ndonesia
Pemahaman Ham di ndonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang hidup
di masyarakat dan acuan bertindak pada dasarnya berlangsung sudah cukup
lama. Secara garis besar Prof. Bagir Manan pada bukunya Perkembangan
Pemikiran dan Pengaturan HAM di ndonesia ( 2001 ), membagi
perkembangan HAM pemikiran HAM di ndonesia dalam dua periode yaitu
periode sebelum Kemerdekaan ( 1908 1945 ), periode setelah Kemerdekaan
( 1945 sekarang ).
A. Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908 1945 )
Perkembangan HAM pada periode sebelum kemerdekaan memiliki ciri khas
seperti besifat tradisional.Dengan cara yang sederhana,dipimpin oleh tokoh
masyarakat,agama atau kalangan bangsawan,belum teroganisasi secara
modern,dan khususnya perjuangan kemerdekaan masih mengandalkan
kekuatan fisik persenjataan.contoh tokoh masyarakat yang menyelamatkan
HAM adalah R.A Kartini dan Dewi Sartika,beliau memperjuangkan peningkatan
harkat dan martabat kaum wanita pada masanya,perjuangan fisik yang
mengandalkan kekuatan senjata,misalnya Si Singamangaraja,Cut Nyak
Dien,Tuanku mam Bonjol,Pangeran Diponogoro,Sultan
Hasanudin,Patimura,dan tokoh lainya.
v Perjuangan HAM pada masa Kebangkitan Nasional(1908)
Perkembangan HAM pada masa kebangkitan nasional di mulai dengan
banyaknya kaum terpelajar di ndonesia, maka semakin meningkat pula
pemahaman dan kesadaran akan persamaan harkat dan martabat manusia
terutama hak kemerdekaan dan kebebasan sebagai suatu bangsa.disamping
itu ,meningkat pula pengetahuan dan cara-cara memperjuangkan hak
kemerdekaan dengan itu terjadi perubahan strategi dari mengandalkan
kekuatan fisik dengan strategi organisasi diplomasi dan politik.contoh-contoh
perjuanganya sebagai berikut :
Boedi Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo
telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan
pendapat melalui petisi petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial
maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran
HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan
mengeluarkan pendapat.
perhimpunan ndonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan
nasib sendiri..
Partai Komunis ndonesia, sebagai partai yang berlandaskan paham
Marxisme lebih condong pada hak hak yang bersifat sosial dan menyentuh
isu isu yang berkenan dengan alat produksi.
ndische Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk
mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak
kemerdekaan.
Partai Nasional ndonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh
kemerdekaan
Organisasi Pendidikan Nasional ndonesia, menekankan pada hak politik
yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri,
hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk
turut dalam penyelenggaraan Negara.
Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang
BPUPK antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad
Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang
terjadi dalam sidang BPUPK berkaitan dengan masalah hak persamaan
kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak,
hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk
berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.
v Perjuangan HAM pada masa sumpah pemuda
Perkembangan HAM pada masa sumpah pemuda tepatnya tanggal 28 oktober
1928 yang bertujuan memberi pengaruh yang sangat kuat pada organisasi
pergerakan nasional pada masa itu semula pada jaman itu banyak yang tidak
berani secara tegas tujuan mencapai ndonesia merdeka,namun setelah
adanya kongres pemuda, organsasi-organisasi mulai berani untuk menyatakan
ndonesia merdeka.dalam masa itu banyak tumbuh partai-partai politik dengan
asasnya masing-masing yang semuanya berujuan utamanya ndonesia
merdeka.




B. Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 sekarang )
v Periode awal kemerdekaan ndonesia (1945 1950)
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk
merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang
didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama
di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena
telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara (
konstitusi ) yaitu, UUD 1945 tidak mengatur secara rinci tentang HAM.
Komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam
Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945.
Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan
partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3
November 1945.pada masa berlakunya KRSS konstitusi republik indonesia
serikat tahun 1949 dan UUDS 1950.Kedua UUD ini memuat lebih rinci tentang
HAM terbukti dengan adanya pasal-pasal yang memuat tentang Hak Asasi
Manusia yang di ambil dari Universal Declaration Of Human Righty.
v Periode 1950 1959 (Masa Orde lama)
Periode 1950 1959 dalam perjalanan Negara ndonesia dikenal dengan
sebutan tum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang
menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan
tempat di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan
pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami periode Demokrasi
Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momen " pasang
dan menikmati " bulan madu " kebebasan. ndikatornya menurut ahli hukum
tata Negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai
partai politik dengan beragam ideologinya masing masing. Kedua,
Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul betul menikmati
kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi
berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan demokratis. Keempat,
parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat
menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan
kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran
tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya
kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan. Pada masa pemerintahan ini
hanya satu konvernsi ham yang di rativikasikan yaitu Hak politik wanita.
v Periode 1959 1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi
terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi
Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi terpimpin ) kekuasan berpusat pada
dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden
melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik
maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah
terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik.
v Periode 1966 1998 (masa orde baru)
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada
semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan
berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan
pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya
pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM
untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar
Nasional Hukum yang merekomendasikan perlunya hak uji materil ( judical
review ) untuk dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka
pelaksanan TAP MPRS No. XV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc V
telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak
hak Asasi Manusia dan Hak hak serta Kewajiban Warganegara.

Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an
persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati,
dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan
represif yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap
HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM
adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai nilai luhur
budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila serta bangsa ndonesia sudah
terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD
1945 yang terlebih dahulu dibandingkan dengan deklarasi Universal HAM.
Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu
HAM seringkali digunakan oleh Negara Negara Barat untuk memojokkan
Negara yang sedang berkembang seperti nonesia.
Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran,
pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutama dikalangan
masyarakat yang dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan
masyarakat akademisi yang concern terhaap penegakan HAM. Upaya yang
dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional
terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seprti kasus Tanjung Priok,
kasus Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di rian Jaya, dan sebagainya.
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampak
memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi
pemerintah dari represif dan defensif menjadi ke strategi akomodatif terhadap
tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif
pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50
Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993.
Lembaga ini bertugas untuk memantau dan menyeliiki pelaksanaan HAM, serta
memberi pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal
pelaksanaan HAM.
v Periode 1998 sekarang (masa reformasi)
Pergantian rezim pemerintahan pada tahan 1998 memberikan dampak yang
sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di ndonesia. Pada saat
ini mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde
baru yang beralwanan dengan pemjuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya
dilakukan penyusunan peraturan perundang undangan yang berkaitan
dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan
kemasyarakatan di ndonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan
banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait
dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen nternasional
dalam bidang HAM.
Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu
tahap status penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. pada
tahap penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan perundang undangan
tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara ( Undang undang Dasar
1945 ), ketetapan MPR ( TAP MPR ), Undang undang (UU), peraturan
pemerintah dan ketentuan perundang undangam lainnya.

Penyelesaian kasus pelanggaran HAM di ndonesia tengah disorot oleh dunia
internasional. Desakan, tawaran bantuan teknis maupun kritikan telah
dilontarkan oleh pihak luar,negara dan badan-badan internasional. Desakan
terkuat tertuju pada percepatan penyelesaian kasus pelanggaran HAM Timtim.

Hak Asasi Manusia sebenarnya bukan istilah baru di ndonesia,
masalah ini telah tercantum dalam UUD 1945, dan secara tegas diatur sejak
era reformasi bergulir. Produk Hukum yang mengaturnya diantaranya Tap MPR
No. XV/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, Pencantuman dalam
Amandemen UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
dan UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Walaupun UUD 1945 telah mengaturnya, namun kesadaran akan
pentingnya penegakan HAM tumbuh di saat tumbangnya rezim otoriter. Masa
transisi saat ini, telah memberikan ruang gerak yang lebih luas kepada para
pejuang HAM. Komnas HAM telah dibentuk dimasa pemerintahan Soeharto,
namun dalam era reformasi ini kiprahnya terlihat lebih maksimal.
Banyak permasalahan muncul dalam proses penegakan HAM saat ini.
Permasalahan itu timbul disebabkan oleh Pengetahuan dan pengalaman yang
terbatas tentang HAM, baik pada Lembaga-lembaga Negara, maupun
masyarakat. Pengetahuan yang terbatas menyebabkan pembentukan dan
pelaksanaan peraturan perundangan menjadi kurang dapat menjamin keadilan
dan kepastian hukum. ntepretasi yang berbeda-beda terhadap peraturan
perundangan menjadi topik sehari-hari.
Perbedaan intpretasi peraturan tertulis menimbulkan polemik tentang
proses penegakan HAM. Polemik yang berkembang berkisar pada beberapa
masalah, diantaranya: Keabsahan pembentukan KPP HAM, Kewenangan
memaksa KPP HAM dalam memanggil saksi dan tersangka, Penetapan Jaksa
dan Hakim ad hoc yang independen dan penolakan intervensi pihak asing
dalam proses pengakan HAM.


Daftar Pustaka

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/bentuk-dan-sistem-ham-di-
indonesia/

http://septiyanayana.blogspot.com/2010/12/perkembangan-ham-di-
indonesia.html

Anda mungkin juga menyukai