1. KONSEP NEGARA
Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki
kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat. Para sarjana yang
menekankan negara sebagai inti dari politik (Politics), memusatkan perhatiannya
pada lembaga-lembaga kenegaraan serta berbentuk formal. Definidi ini bersifat
tradisional dan agak sempit ruang lingkupnya. Pendekatan ini dinamakan
pendekatan institusional (Institutional Approach). Beriku ada beberapa definisi
menhenai negara:
Roger F.Soultau misalnya, dalam bukunya introduction to politics
menyatakan ilmu politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negra dan lembaga-
lembaga yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu, hubungan antara negara
dengan warga negara serta hubungan antara negara (Political science is the study
of the state, its aim and purposes the istitutions by which these are going to be
realized, its relations with its individual members, and other state).
J.Barents, dalam ilmu politik: ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari
schappelijk leven waarvan de stsst een onderdeel vornt); ilmu politik mempelajari
negara dan bagaimana negara tersebut melakukan tugasnya serta fungsinya.
2. KONSEP MASYRAKAT
Masyarakat adalah sekumpulan individu yang mengadakan kesepakatan
bersama untuk secara bersama-sama mengelola kehidupan. Terdapat berbagai
alasan mengapa individu-individu tersebut mengadakan kesepakatan untuk
membentuk kehidupan bersama. Alasan-alasan tersebut meliputi alasan biologis,
psikologis, dan sosial. Pembentukan kehidupan bersama itu sendiri melalui
beberapa tahapan yaitu interaksi, adaptasi, pengorganisasian tingkah laku, dan
terbentuknya perasaan kelompok. Setelah melewati tahapan tersebut, maka
terbentuklah a yang dinamakan masyarakat yang bentuknya antara lain adalah
masyarakat pemburu dan peramu, peternak, holtikultura, petani, dan industri. Di
dalam tubuh masyarakat itu sendiri terdapat unsur-unsur persekutuan sosial,
pengendalian sosial, media sosial, dan ukuran sosial. Pengendalian sosial di dalam
masyarakat dilakukan melalui beberapa cara yang pada dasarnya bertujuan untuk
mengontrol tingkah laku warga masyarakat agar tidak menyeleweng dari apa yang
telah disepakati bersama. Walupun demikian, tidak berarti bahwa apa yang telah
disepakati bersama tersebut tidak pernah berubah.
Apa yang menjadi kesepakatan bersama warga masyarakat adalah
kebudayaan, yang antara lain diartikan sebagai pola-pola kehidupan di dalam
komunitas. Kebudayaan di sini dimengerti sebagai fenomena yang dapat diamati
yang wujud kebudayaannya adalah sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari
serangkaian tindakan yang berpola yang bertujuan untuk memenuhi keperluan
hidup. Serangkaian tindakan berpola atau kebudayaan dimiliki individu melalui
proses belajar yang terdiri dari proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi.
a) Asas Kewarganegaraan
A. Dari Sisi Kelahiran
Pada umumnya, penentuan kewarganegaraan berdasarkan pada sisi
kelahiran seseorang dikenal dengan 2 (dua) asas kewarganegaraan, yaitu ius soli
dan ius sanguinis. Kedua istilah tersebut berasal dari bahasa latin. Ius berarti
hukum, dalil atau pedoman, Soli berasal dari kata solum yang berarti negeri, tanah
atau daerah dan sanguinis berasal dari kata sanguis yang berarti darah. Dengan
demikian, ius soli berarti pedoman kewarganegaraan yang berdasarkan tempat
atau daerah kelahiran, sedangkan ius sanguinis adalah pedoman kewarganegaraan
berdasarkan darah atau keturunan.
Sebagai contoh, jika sebuah negara menganut asas ius soli, maka
seseorang yang dilahirkan di negara tersebut, mendapatkan hak sebagai
warganegara. Begitu pula dengan asas ius sanguinis. Jika sebuah negara menganut
asas ius sanguinis, maka seseorang yang lahir dari orang tua yang memiliki
kewarganegaraan suatu negara, Indonesia misalnya, maka anak tersebut berhak
mendapatkan status kewarganegaraan orang tuanya, yakni warga negara
Indonesia.
b. Bersikap Kritis
Warga negara yang demokrat hendaknya selalu bersikap kritis, baik
terhadap kenyataan empiris (realitas sosial, budaya, dan politik) maupun terhadap
kenyataan supra-empiris (agama, mitologi, kepercayaan). Sikap kritis juga harus
ditujukan pada diri sendiri. Sikap kritis pada diri sendiri itu tentu disertai sikap
kritis terhadap pendapat yang berbeda. Tentu saja sikap kritis ini harus didukung
oleh sikap yang bertanggung jawab terhadap apa yang dikritisi.
d. Bersikap Terbuka
Sikap terbuka merupakan bentuk penghargaan terhadap kebebasan sesama
manusia, termasuk rasa menghargai terhadap hal-hal yang tidak bisa atau baru
serta pada hal-hal yang mungkin asing. Sikap terbuka yang didasarkan atas
kesadaran akan pluralisme dan keterbatasan diri akan melahirkan kemampuan
untuk menahan diri dan tidak secepatnya menjatuhkan penilaian dan pilihan.
e. Rasional
Bagi warga negara yang demokrat, memiliki kemampuan untuk
mengambil keputusan secara bebas dan rasional adalah sesuatu hal yang harus
dilakukan. Keputusan-keputusan yang diambil secara rasional akan mengantarkan
sikap yang logis yang ditampilkan oleh warga negara. Sementara, sikap dan
keputusan yang diambil secara tidak rasional akan membawa implikasi emosional
dan cenderung egois. Masalah-masalah yang terjadi di lingkungan warga negara,
baik persoalan politik, sosial, budaya dan sebagainya, sebaiknya dilakukan dengan
keputusan-keputusan yang rasional.
f. Adil
Sebagai warga negara yang demokrat, tidak ada tujuan baik yang patut
diwujudkan dengan cara-cara yang tidak adil. Penggunaan cara-cara yang tidak
adil adalah bentuk pelanggaran hak asasi dari orang yang diperlakukan tidak adil.
Dengan semangat keadilan, maka tujuan-tujuan bersama bukanlah suatu yang
didiktekan tetapi ditawarkan. Mayoritas suara bukanlah diatur tetapi diperoleh.
g. Jujur
Memilki sikap dan sifat yang jujur bagi warga negara merupakan sesuatu
yang niscaya. Kejujuran merupakan kunci bagi terciptanya keselarasan dan
keharmonisan hubungan antar warga negara. Sikap jujur bisa diterapkan di segala
sektor, baik politik, sosial dan sebagainya.
Beberapa karakteristik warga negara yang demokrat tersebut, merupakan
sikap dan sifat yang seharusnya melekat pada seorang warga negara. Hal ini akan
menampilkan sosok warga negara yang otonom, yakni mampu mempengaruhi dan
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan di tingkat lokal secara mandiri.
Sebagai warga negara yang otonom, ia mempunyai karakteristik lanjutan sebagai
berikut :
1. memiliki kemandirian. Mandiri berarti tidak mudah dipengaruhi
atau dimobilisasi, teguh pendirian, dan bersikap kritis pada
segenap keputusan publik.
2. memiliki tanggung jawab pribadi, politik dan ekonomi sebagai
warga negara, khususnya di lingkungan masyarakatnya yang
terkecil seperti RT, RW, Desa, dan seterusnya. Atau juga di
lingkungan sekolah dan perguruan tinggi.
3. menghargai martabat manusia dan kehormatan pribadi.
Menghargai berarti menghormati hak-hak asasi dan privasi
pribadi orang per orang tanpa membedakan ras, warna kulit,
golongan ataupun warga negara yang lain.
4. KONSEP PENDUDUK
Menurut Jonny Purba, penduduk adalah orang yang matranya sebagai diri
pribadi, anggota keluarga, anggota masyarakat, warga negara, dan
himpunan kuantitas yang bertempat tinggal di suatu tempat dalam batas
wilayah negara pada waktu tertentu.
Menurut Srijanti & A. Rahman, penduduk adalah orang yang mendiami
suatu tempat dalam wilayah tertentu dengan tanpa melihat status
kewarganegaraan yang dianut oleh orang tersebut.
Menurut Ahmad Yani & Mamat Rahmat, penduduk merupakan komponen
yang sangat penting dalam suatu wilayah atau negara.
Menurut Waluyo, Suwardi, Agung Feryanto, Tri Harhanto, penduduk
merupakan potensi, tetapi sekaligus beban bagi suatu daerah.
Menurut P.N.H Simanjuntak, penduduk adalah mereka yang bertempat
tinggal atau berdomisili di dalam suatu wilayah negara.
Menurut Dr. Kartomo, penduduk adalah semua orang yang mendiami
suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu, terlepas dari warga negara atau
bukan warga negara.
Menurut AA Nurdiman, penduduk adalah mereka yang menetap dan
berdomisili dalam suatu negara.
Menurut Sri Murtono, Hassan Suryono, Martiyono, penduduk adalah
setiap orang yang berdomisili atau bertempat tinggal di dalam wilayah
suatu negara dalam waktu yang cukup lama.
Menurut TIM MATRIX MEDIA LITERATA, penduduk adalah
sekumpulan orang yang hidup dalam suatu wilayah geografis.
Menurut UUD 1945 Pasal 26 ayat (2), penduduk adalah warga negara
Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Sementara
yang bukan penduduk adalah orang-orang asing yang tinggal dalam negara
bersifat sementara sesuai dengan visa.
5. KONSEP RAKYAT
Dalam arti politis, rakyat adalah semua orang yang berada dan berdiam
dalam suatu Negara atau menjadi penghuni Negara yang tunduk pada kekuasaan
Negara itu. Rakyat merupakan unsur terpenting Negara karena rakyatlah yang
pertama kali berkehendak membentuk Negara. Rakyat pula yang mulai
merencanakan, merintis, mengendalikan, dan menyelenggarakan pemerintahan
Negara.
Di dalam suatu Negara, rakyat dapat dibedakan menjadi:
a. Penduduk dan bukan penduduk
b. Warga Negara dan bukan warga Negara (orang asing).
Pembedaan rakyat berdasarkan hubungannya dengan daerah negaranya di
dalam suatu Negara adalah sebagai berikut:
1. Penduduk, adalah mereka yang bertempat tinggal atau
berdomisili di dalam suatu wilayah Negara (menetap). Biasanya,
penduduk adalah mereka yang lahir secara turun-temurun dan
besar di dalam suatu Negara tertentu.
2. Bukan penduduk, adalah mereka yang berada di dalam suatu
wilayah Negara hanya untuk sementara waktu. Contohnya, para
turis mancanegara atau tamu-tamu instansi tertentu di dalam
suatu Negara.
Sedangkan pembedaan rakyat berdasarkan hubungannya dengan
pemerintah negaranya adalah sebagai berikut:
a) Warga Negara, adalah mereka yang berdasarkan hukum tertentu
merupakan anggota dari suatu Negara. Dengan kata lain, warga
Negara adalah mereka yang menurut undang-undang atau
perjanjian diakui sebagai warga Negara atau melalui proses
naturalisasi.
b) Bukan warga Negara (orang asing), adalah mereka yang masih
mengakui Negara lain sebagai negaranya, dan belum diakui
secara hukum. Yang bukan warga Negara adalah mereka yang
berada dalam suatu Negara tertentu sebagai duta besar, konsuler,
kontraktor, atau pedagang Negara asing.
Antara warga Negara dan bukan warga Negara dapat dibedakan
berdasarkan hak dan kewajibannya. Misalnya, warga Negara dapat memiliki tanah
atau mengikuti pemilu, sedangkan yang bukan warga Negara tidak demikian.