Anda di halaman 1dari 11

NAMA: ELIA SYAFRIANTI (1410811019)

MEGA HERZICOVELLA (1410812029)

TUGAS: PENGANTAR ILMU POLITIK

KONSEP NEGARA, MASYARAKAT, WARGA NEGARA,


PENDUDUK, DAN RAKYAT

1. KONSEP NEGARA
Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki
kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat. Para sarjana yang
menekankan negara sebagai inti dari politik (Politics), memusatkan perhatiannya
pada lembaga-lembaga kenegaraan serta berbentuk formal. Definidi ini bersifat
tradisional dan agak sempit ruang lingkupnya. Pendekatan ini dinamakan
pendekatan institusional (Institutional Approach). Beriku ada beberapa definisi
menhenai negara:
Roger F.Soultau misalnya, dalam bukunya introduction to politics
menyatakan ilmu politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negra dan lembaga-
lembaga yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu, hubungan antara negara
dengan warga negara serta hubungan antara negara (Political science is the study
of the state, its aim and purposes the istitutions by which these are going to be
realized, its relations with its individual members, and other state).
J.Barents, dalam ilmu politik: ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari
schappelijk leven waarvan de stsst een onderdeel vornt); ilmu politik mempelajari
negara dan bagaimana negara tersebut melakukan tugasnya serta fungsinya.

2. KONSEP MASYRAKAT
Masyarakat adalah sekumpulan individu yang mengadakan kesepakatan
bersama untuk secara bersama-sama mengelola kehidupan. Terdapat berbagai
alasan mengapa individu-individu tersebut mengadakan kesepakatan untuk
membentuk kehidupan bersama. Alasan-alasan tersebut meliputi alasan biologis,
psikologis, dan sosial. Pembentukan kehidupan bersama itu sendiri melalui
beberapa tahapan yaitu interaksi, adaptasi, pengorganisasian tingkah laku, dan
terbentuknya perasaan kelompok. Setelah melewati tahapan tersebut, maka
terbentuklah a yang dinamakan masyarakat yang bentuknya antara lain adalah
masyarakat pemburu dan peramu, peternak, holtikultura, petani, dan industri. Di
dalam tubuh masyarakat itu sendiri terdapat unsur-unsur persekutuan sosial,
pengendalian sosial, media sosial, dan ukuran sosial. Pengendalian sosial di dalam
masyarakat dilakukan melalui beberapa cara yang pada dasarnya bertujuan untuk
mengontrol tingkah laku warga masyarakat agar tidak menyeleweng dari apa yang
telah disepakati bersama. Walupun demikian, tidak berarti bahwa apa yang telah
disepakati bersama tersebut tidak pernah berubah.
Apa yang menjadi kesepakatan bersama warga masyarakat adalah
kebudayaan, yang antara lain diartikan sebagai pola-pola kehidupan di dalam
komunitas. Kebudayaan di sini dimengerti sebagai fenomena yang dapat diamati
yang wujud kebudayaannya adalah sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari
serangkaian tindakan yang berpola yang bertujuan untuk memenuhi keperluan
hidup. Serangkaian tindakan berpola atau kebudayaan dimiliki individu melalui
proses belajar yang terdiri dari proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi.

Konsep Masyarakat adalah segenap tingkah laku manusia yang di anggap


sesuai. Tidak melanggar norma-norma umum dan adat istiadat serta terintegrasi
langsung dengan tingkah laku umum. Dan dapat mengorganisasikan dirinya dan
berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batasan-batasan
tertentu. Setiap masyarakat pula mempunyai budayanya yang tersendiri yang
terbentuk daripada hubungan rapat sesama anggotanya semenjak masyarakat itu
wujud.

3. KONSEP WARGA NEGARA


Warga negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu
penduduk yang menjadi unsur negara. Istilah ini dahulu biasa disebut hamba atau
kawula negara. Istilah warga negara lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai
orang merdeka dibandingkan dengan istilah hamba atau kawula negara, karena
warga negara mengandung arti peserta, anggota atau warga dari suatu negara,
yakni peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama.
Untuk itu, setiap warga negara mempunyai persamaan hak di hadapan hukum.
Semua warga negara memiliki kepastian hak, privasi, dan tanggung jawab.
Sejalan dengan definisi di atas, AS Hikam pun mendefinisikan bahwa warga
negara yang merupakan terjemahan dari citizenship adalah anggota dari sebuah
komunitas yang membentuk negara itu sendiri. Istilah ini menurutnya lebih baik
ketimbang istilah kawula negara, karena kawula negara betul-betul berarti objek
yang dalam bahasa Inggris (object) berarti orang yang dimiliki dan mengabdi
kepada pemiliknya.Secara singkat, Koerniatmanto mendefinisikan warga negara
dengan anggota negara. Sebagai anggota negara, seorang warga negara
mempunyai kedudukan yang khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai
hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya.
Dalam konteks Indonesia, istilah warga negara (sesuai dengan UUD 1945
pasal 26) dimaksudkan untuk bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan
undang-undang sebagai warga negara. Dalam penjelasan UUD 1945 pasal 26 ini,
dinyatakan bahwa oarang-orang bangsa lain, misalnya orang peranakan Belanda,
peranakan Cina, peranakan Arab dan lain-lain yang bertempat tinggal di
Indonesia, mengakui Indonesia sebagai Tanah Airnya dan bersikap setia kepada
Negara Republik Indonesia dapat menjadi warga negara.
Selain itu, sesuai dengan pasal 1 UU No. 22/1958 dinyatakan bahwa warga negara
Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan
dan / atau perjanjian-perjanjian dan / atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak
proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik Indonesia.

a) Asas Kewarganegaraan
A. Dari Sisi Kelahiran
Pada umumnya, penentuan kewarganegaraan berdasarkan pada sisi
kelahiran seseorang dikenal dengan 2 (dua) asas kewarganegaraan, yaitu ius soli
dan ius sanguinis. Kedua istilah tersebut berasal dari bahasa latin. Ius berarti
hukum, dalil atau pedoman, Soli berasal dari kata solum yang berarti negeri, tanah
atau daerah dan sanguinis berasal dari kata sanguis yang berarti darah. Dengan
demikian, ius soli berarti pedoman kewarganegaraan yang berdasarkan tempat
atau daerah kelahiran, sedangkan ius sanguinis adalah pedoman kewarganegaraan
berdasarkan darah atau keturunan.
Sebagai contoh, jika sebuah negara menganut asas ius soli, maka
seseorang yang dilahirkan di negara tersebut, mendapatkan hak sebagai
warganegara. Begitu pula dengan asas ius sanguinis. Jika sebuah negara menganut
asas ius sanguinis, maka seseorang yang lahir dari orang tua yang memiliki
kewarganegaraan suatu negara, Indonesia misalnya, maka anak tersebut berhak
mendapatkan status kewarganegaraan orang tuanya, yakni warga negara
Indonesia.

B. Dari Sisi Perkawinan


Selain hukum kewarganegaraan dilihat dari sudut kelahiran,
kewarganegaraan seseorang juga dapat dilihat dari sisi perkawinan yang
mencangkup asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat. Asas Kesatuan
Hukum berdasarkan pada paradigma bahwa suami-istri ataupun ikatan keluarga
merupakan inti masyarakat yang meniscayakan suasana sejahtera, sehat dan tidak
terpecah. Dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakatnya, suami-isteri
atau keluarga yang baik perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat.
Untuk merealisasikan terciptanya kesatuan dalam keluarga atau suami-isteri, maka
semuanya harus tunduk pada hukum yang sama. Dengan adanya kesamaan
pemahaman dan komitmen menjalankan kebersamaan atas dasar hukum yang
sama tersebut, meniscayakan adanya kewarganegaraan yang sama, sehingga
masing-masing tidak terdapat perbedaan yang dapat mengganggu keutuhan dan
kesejahteraan keluarga.
Sedangkan dalam asas persamaan derajat ditentukan bahwa suatu
perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-
masing pihak. Baik suami ataupun isteri tetap berkewarganegaraan asal, atau
dengan kata lain sekalipun sudah menjadi suami isteri, mereka tetap memiliki
status kewarganegaraan sendiri, sama halnya ketika mereka belum dikatakan
menjadi suami isteri. Asas ini menghindari terjadinya penyelundupan hukum.
Misalnya, seseorang yang berkewarganegaraan suatu negara dengan cara atau
berpura-pura melakukan pernikahan dengan perempuan di negara tersebut.
Setelah melalui perkawinan dan orang tersebut memperoleh kewarganegaraan
yang diinginkannya, maka ia menceraikan isterinya. Untuk menghindari
penyelundupan hukum semacam ini, banyak negara yang menggunakan asas
persamaan derajat dalam peraturan kewarganegaraannya.

b) Unsur Unsur Yang Menentukan Warganegara


a. Unsur Darah Keturunan (Ius Sanguinis)
Kewarganegaraan dari orang tua yang menurunkannya menentukan
kewarganegaraan seseorang, artinya kalau orang dilahirkan dari orang tua yang
berwarganegara Indonesia, ia dengan sendirinya juga warga negara Indonesia.
Prinsip ini adalah prinsip asli yang telah berlaku sejak dahulu, yang
diantaranya tebukti dalam sistem kesukuan, dimana anak dari anggota sesuatu
suku dengan sendirinya dianggap sebagai anggota suku itu. Sekarang prinsip ini
berlaku di antaranya di Inggris, Amerika, Perancis, Jepang, dan juga Indonesia.

b. Unsur Daerah Tempat Lahir (Ius Soli)


Daerah tempat seseorang dilahirkan menentukan kewarganegaraan.
Misalnya, kalau orang dilahirkan di dalam daerah hukum Indonesia, ia dengan
sendirinya menjadi warga negara Indonesia. Terkecuali anggota-anggota korps
diplomatik dan anggota tentara asing yang masih dalam ikatan dinas. Di samping
dan bersama-sama dengan prinsip ius sanguinis, prinsip ius soli ini berlaku juga di
Amerika, Inggris, Perancis, dan juga Indonesia. Tetapi di Jepang, prinsip ius soli
ini tidak berlaku. Karena seseorang yang tidak dapat membuktikan bahwa orang
tuanya berkebangsaan Jepang, ia tidak dapat diakui sebagai warga negara Jepang.

c. Unsur Kwarganegaraan (Naturalisasi)


Walaupun tidak dapat memenuhi prinsip ius sanguinis ataupun ius soli,
orang dapat juga memperoleh kewarganegaraan dengan jalan pewarganegaraan
atau naturalisasi. Syarat-syarat dan prosedur pewarganegaraan ini di berbagai
negara sedikit banyak dapat berlainan, menurut kebutuhan yang dibawakan oleh
kondisi dan situasi negara masing-masing. Dalam pewarganegaraan ini ada yang
aktif ada pula yang pasif. Dalam pewarganegaraan aktif, seseorang dapat
menggunakan hak opsi untuk memilih atau mengajukan kehendak menjadi warga
negara sesuatu negara. Sedangkan dalam pewaganegaraan pasif, seseorang yang
tidak mau diwarganegarakan oleh suatu negara atau tidak mau diberi atau
dijadikan warga negara suatu negara, maka yang bersangkutan dapat
menggunakan hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak pemberian
kewarganegaraan tersebut (Kartasapoetra. 1993: 216-7)

c) Problem Status Kewarganegaraan


Membicarakan status kewarganegaraan seseorang dalam sebuah negara,
maka akan dibahas beberapa persoalan yang berkenaan dengan seseorang yang
dinyatakan sebagai warga negara dan bukan warga negara dalam sebuah negara.
Jika diamati dan dianalisis, diantara penduduk sebuah negara, ada dantara mereka
yang bukan warga negara (orang asing) di negara tersebut. Dalam hal ini, dikenal
dengan apatride, bipatride dan multipatride. Apatride merupakan istilah untuk
orang-orang yang tidak mempunyai status kewarganegaraan. Sedangkan bipatride
merupakan istilah yang digunakan untuk orang-orang yang memiliki status
kewarganegaraan rangkap atau dengan istilah lain dikenal dengan dwi-
kewarganegaraan. Sementara yang dimaksud dengan multipatride adalah istilah
yang digunakan untuk menyebutkan status kewarganegaraan seseorang yang
memiliki 2 (dua) atau lebih status kewarganegaraan.
Kasus orang-orang yang tidak memiliki status kewarganegaraan
merupakan sesuatu yang akan mempersulit orang tersebut dalam konteks menjadi
penduduk pada suatu negara. Mereka akan dianggap sebagai orang asing, yang
tentunya akan berlaku ketentuan-ketentuan peraturan atau perundang-undangan
bagi orang asing, yang selain segala sesuatu kegiatannya akan terbatasi, juga
setiap tahunnya diharuskan membayar sejumlah uang pendaftaran sebagai orang
asing.
Kasus kewarganegaraan dengan kelompok bipatride, dalam realitas
empiriknya, merupakan kelompok status hukum yang tidak baik, karena dapat
mengacaukan keadaan kependudukan di antara dua negara, kerana itulah tiap
negara dalam menghadapi masalah bipatride dengan tegas mengharuskan orang-
orang yang terlibat untuk secara tegas memilih salah satu di antara kedua
kewarganegaraannya.
Kondisi seseorang dengan status berdwikewarganegaraan, sering terjadi
pada penduduk yang tinggal di daerah perbatasan di antara dua negara. Dalam hal
ini, diperlukan peraturan atau ketentuan-ketentuan yang pasti tentang perbatasan
serta wilayah teritorial, sehingga penduduk di daerah itu dapat meyakinkan
dirinya termasuk ke dalam kewarganegaraan mana di antara dua negara tersebut.

d) Karakteristik Warganegara Yang Demokrat


a. Rasa Hormat Dan Tanggung Jawab
Sebagai warga negara yang demokratis, hendaknya memiliki rasa hormat
terhadap sesama warga negara terutama dalam konteks adanya pluralitas
masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai etnis, suku, ras, keyakinan,
agama, dan ideologi politik. Selain itu, sebagai warga negara yang demokrat,
seseorang warga negara juga dituntut untuk turut bertanggung jawab menjaga
keharmonisan hubungan antar etnis serta keteraturan dan ketertiban negara yang
berdiri di atas pluralitas tersebut.

b. Bersikap Kritis
Warga negara yang demokrat hendaknya selalu bersikap kritis, baik
terhadap kenyataan empiris (realitas sosial, budaya, dan politik) maupun terhadap
kenyataan supra-empiris (agama, mitologi, kepercayaan). Sikap kritis juga harus
ditujukan pada diri sendiri. Sikap kritis pada diri sendiri itu tentu disertai sikap
kritis terhadap pendapat yang berbeda. Tentu saja sikap kritis ini harus didukung
oleh sikap yang bertanggung jawab terhadap apa yang dikritisi.

c. Membuka Diskusi Dan Dialog


Perbedaan pendapat dan pandangan serta perilaku merupakan realitas
empirik yang pasti terjadi di tengah komunitas warga negara, apalagi di tengah
komunitas masyarakat yang plural dan multi etnik. Untuk meminimalisasi konflik
yang ditimbulkan dari perbedaan tersebut, maka membuka ruang untuk berdiskusi
dan berdialog merupakan salah satu solusi yang bisa digunakan. Oleh karenanya,
sikap membuka diri untuk dialog dan diskusi merupakan salah satu ciri sikap
warga negara yang demokrat.

d. Bersikap Terbuka
Sikap terbuka merupakan bentuk penghargaan terhadap kebebasan sesama
manusia, termasuk rasa menghargai terhadap hal-hal yang tidak bisa atau baru
serta pada hal-hal yang mungkin asing. Sikap terbuka yang didasarkan atas
kesadaran akan pluralisme dan keterbatasan diri akan melahirkan kemampuan
untuk menahan diri dan tidak secepatnya menjatuhkan penilaian dan pilihan.

e. Rasional
Bagi warga negara yang demokrat, memiliki kemampuan untuk
mengambil keputusan secara bebas dan rasional adalah sesuatu hal yang harus
dilakukan. Keputusan-keputusan yang diambil secara rasional akan mengantarkan
sikap yang logis yang ditampilkan oleh warga negara. Sementara, sikap dan
keputusan yang diambil secara tidak rasional akan membawa implikasi emosional
dan cenderung egois. Masalah-masalah yang terjadi di lingkungan warga negara,
baik persoalan politik, sosial, budaya dan sebagainya, sebaiknya dilakukan dengan
keputusan-keputusan yang rasional.

f. Adil
Sebagai warga negara yang demokrat, tidak ada tujuan baik yang patut
diwujudkan dengan cara-cara yang tidak adil. Penggunaan cara-cara yang tidak
adil adalah bentuk pelanggaran hak asasi dari orang yang diperlakukan tidak adil.
Dengan semangat keadilan, maka tujuan-tujuan bersama bukanlah suatu yang
didiktekan tetapi ditawarkan. Mayoritas suara bukanlah diatur tetapi diperoleh.

g. Jujur
Memilki sikap dan sifat yang jujur bagi warga negara merupakan sesuatu
yang niscaya. Kejujuran merupakan kunci bagi terciptanya keselarasan dan
keharmonisan hubungan antar warga negara. Sikap jujur bisa diterapkan di segala
sektor, baik politik, sosial dan sebagainya.
Beberapa karakteristik warga negara yang demokrat tersebut, merupakan
sikap dan sifat yang seharusnya melekat pada seorang warga negara. Hal ini akan
menampilkan sosok warga negara yang otonom, yakni mampu mempengaruhi dan
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan di tingkat lokal secara mandiri.
Sebagai warga negara yang otonom, ia mempunyai karakteristik lanjutan sebagai
berikut :
1. memiliki kemandirian. Mandiri berarti tidak mudah dipengaruhi
atau dimobilisasi, teguh pendirian, dan bersikap kritis pada
segenap keputusan publik.
2. memiliki tanggung jawab pribadi, politik dan ekonomi sebagai
warga negara, khususnya di lingkungan masyarakatnya yang
terkecil seperti RT, RW, Desa, dan seterusnya. Atau juga di
lingkungan sekolah dan perguruan tinggi.
3. menghargai martabat manusia dan kehormatan pribadi.
Menghargai berarti menghormati hak-hak asasi dan privasi
pribadi orang per orang tanpa membedakan ras, warna kulit,
golongan ataupun warga negara yang lain.

4. KONSEP PENDUDUK

Pengertian penduduk menurut para ahli.nerikut ini adalah pengertian-


pengertian penduduk menurut para ahli:

Menurut Jonny Purba, penduduk adalah orang yang matranya sebagai diri
pribadi, anggota keluarga, anggota masyarakat, warga negara, dan
himpunan kuantitas yang bertempat tinggal di suatu tempat dalam batas
wilayah negara pada waktu tertentu.
Menurut Srijanti & A. Rahman, penduduk adalah orang yang mendiami
suatu tempat dalam wilayah tertentu dengan tanpa melihat status
kewarganegaraan yang dianut oleh orang tersebut.
Menurut Ahmad Yani & Mamat Rahmat, penduduk merupakan komponen
yang sangat penting dalam suatu wilayah atau negara.
Menurut Waluyo, Suwardi, Agung Feryanto, Tri Harhanto, penduduk
merupakan potensi, tetapi sekaligus beban bagi suatu daerah.
Menurut P.N.H Simanjuntak, penduduk adalah mereka yang bertempat
tinggal atau berdomisili di dalam suatu wilayah negara.
Menurut Dr. Kartomo, penduduk adalah semua orang yang mendiami
suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu, terlepas dari warga negara atau
bukan warga negara.
Menurut AA Nurdiman, penduduk adalah mereka yang menetap dan
berdomisili dalam suatu negara.
Menurut Sri Murtono, Hassan Suryono, Martiyono, penduduk adalah
setiap orang yang berdomisili atau bertempat tinggal di dalam wilayah
suatu negara dalam waktu yang cukup lama.
Menurut TIM MATRIX MEDIA LITERATA, penduduk adalah
sekumpulan orang yang hidup dalam suatu wilayah geografis.
Menurut UUD 1945 Pasal 26 ayat (2), penduduk adalah warga negara
Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Sementara
yang bukan penduduk adalah orang-orang asing yang tinggal dalam negara
bersifat sementara sesuai dengan visa.

Beberapa pengertian penduduk menurut para ahli di atas merupakan


definisi yang beragam namun tetap mengacu pada satu hal, bahwa penduduk
adalah orang-orang yang berdomisili di sebuah negara.

5. KONSEP RAKYAT

Dalam arti politis, rakyat adalah semua orang yang berada dan berdiam
dalam suatu Negara atau menjadi penghuni Negara yang tunduk pada kekuasaan
Negara itu. Rakyat merupakan unsur terpenting Negara karena rakyatlah yang
pertama kali berkehendak membentuk Negara. Rakyat pula yang mulai
merencanakan, merintis, mengendalikan, dan menyelenggarakan pemerintahan
Negara.
Di dalam suatu Negara, rakyat dapat dibedakan menjadi:
a. Penduduk dan bukan penduduk
b. Warga Negara dan bukan warga Negara (orang asing).
Pembedaan rakyat berdasarkan hubungannya dengan daerah negaranya di
dalam suatu Negara adalah sebagai berikut:
1. Penduduk, adalah mereka yang bertempat tinggal atau
berdomisili di dalam suatu wilayah Negara (menetap). Biasanya,
penduduk adalah mereka yang lahir secara turun-temurun dan
besar di dalam suatu Negara tertentu.
2. Bukan penduduk, adalah mereka yang berada di dalam suatu
wilayah Negara hanya untuk sementara waktu. Contohnya, para
turis mancanegara atau tamu-tamu instansi tertentu di dalam
suatu Negara.
Sedangkan pembedaan rakyat berdasarkan hubungannya dengan
pemerintah negaranya adalah sebagai berikut:
a) Warga Negara, adalah mereka yang berdasarkan hukum tertentu
merupakan anggota dari suatu Negara. Dengan kata lain, warga
Negara adalah mereka yang menurut undang-undang atau
perjanjian diakui sebagai warga Negara atau melalui proses
naturalisasi.
b) Bukan warga Negara (orang asing), adalah mereka yang masih
mengakui Negara lain sebagai negaranya, dan belum diakui
secara hukum. Yang bukan warga Negara adalah mereka yang
berada dalam suatu Negara tertentu sebagai duta besar, konsuler,
kontraktor, atau pedagang Negara asing.
Antara warga Negara dan bukan warga Negara dapat dibedakan
berdasarkan hak dan kewajibannya. Misalnya, warga Negara dapat memiliki tanah
atau mengikuti pemilu, sedangkan yang bukan warga Negara tidak demikian.

Sumber: Budiarjo Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT Gramedia Pustaka


Utama.2008.Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai