Anda di halaman 1dari 25

RESUME

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

ADAPUN ISI RESUME SEBAGAI BERIKUT :


KEWARGANEGARAAN, DEMOKRASI, ARTI WAWASAN NUSANTARA, OTONOMI
DAERAH, DAN MASYARAKAT MADANI

Nama : Andriani Marsanda


Nim : 22130022

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PALU


PANCA BAKTI ABADI
1. PENGERTIAN KEWARGANEGARAAN

Pengertian Kewarganegaraan adalah keanggotaan seseorang dalam satuan politik


tertentu (secara khusus: negara) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi
dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga
negara. Seorang warga negara berhak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya.

Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengan kebangsaan yang membedakana


adalah hak-hak untuk aktif dalam perpolitikan. Ada kemungkinan untuk memiliki
kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh secara hokum berpartisispasi
dalam politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi anggota
bangsa dari suatu negara.

Istilah kewarganegaraan memiliki arti keanggotaan yang menunjukkan


hubungan atau ikatan antara negara dan warga negara. Kewarganegaraan diartikan
segala jenis hubungan dengan suatu negara yang mengakibatkan adanya kewajiban
negara itu untuk melindungi orang yang bersangkutan. Adapun menurut Undang-
Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia, kewarganegaraan adalah segala ikhwal
yang berhubungan dengan negara.

a. Pengertian Status Kewarganegaraan

Yang dimaksud dengan status ialah sebuah kondisi maupun kedudukan


seseorang atau suatu badan bisa juga yang lainnya yang memiliki hubungan dengan
sesuatu hal (dalam hal ini negara). Sedangkan pengertian kewarganegaraan ialah
keikutsertaan seseorang menjadi anggota di dalam sebuah kendali lingkup politik
negara. Dengan begitu dapat di simpulkan bahwa pengertian status kewarganegaraan
ialah kedudukan warga negara dalam negara yang memiliki keterkaitan secara hukum
dengan sebuah negara. Diantara hubungan negara dengan warga negara tersebut terjadi
keterkaitan yang kemudian timbul sebuah hak dan kewajiban warga negara dalam UUD
1945.

b. Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia

1. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak tercantum dalam pasal 27 ayat (2).
Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
2. Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan tercantum dalam pasal 28A. Setiap
orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

3. Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang
sah tercantum dalam pasal 28B ayat (1).

4. Hak atas kelangsungan hidup. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh,
dan Berkembang.

5. Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan
berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi
meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia. Hak tersebut
termuat dalam Pasal 28C ayat (1).

6. Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya dimuat dalam pasal 28C ayat (2).

7. Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil.

Sementara Kewajiban Warga Negara Indonesia meliputi :

1. Wajib menaati hukum dan pemerintahan. Tercantum dalam pasal 27 ayat (1) UUD
1945 yang berbunyi: "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya."

2. Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Tercantum dalam pasal 27 ayat (3)
dengan bunyi: "Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara."

3. Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Tercantum pada pasal 28J ayat (1)
yang berbunyi: "Setiap orang wajib menghormati hak asai manusia orang lain."

c. Bela Negara

Bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh
kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan
negara yang seutuhnya.
Peran penting Bela Negara dapat dikuak secara lebih jernih dan mendalam
melalui perspektif pertahanan. Keutuhan wilayah Indonesia, beserta seluruh sumber
daya, kedaulatan dan kemerdekaannya, selalu terancam oleh agresi asing dari luar dan
pergolakan bersenjata dari dalam. Kalau ancaman ini menjadi nyata dan Indonesia tidak
siap, semuanya bisa kembali ke titik nol. Antisipasi para pendiri bangsa tercantum
dalam salah satu poin tujuan nasional yaitu “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia”. Pernyataan ini menjadi dasar dari tujuan pertahanan.
Ia tidak berdiri sendiri tetapi berbagi ruang dengan tujuan keamanan atau ketertiban
sipil dan berdampingan 3 (tiga) tujuan lainnya, yakni tujuan kesejahteraan (memajukan
kesejahteraan umum), tujuan keadaban (mencerdaskan kehidupan bangsa) dan tujuan
kedamaian (berpartisipasi aktif dalam perdamaian dunia yang adil dan abadi). Tiap-tiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara dan Syarat-
syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.

d. Contoh – contoh Bela Negara


1. Melestarikan budaya
2. Belajar dengan rajin bagi para pelajar
3. Taat akan hukum dan aturan-aturan negara
4. Mencintai produk-produk dalam negeri

e. Mentaati Hukum

Ketaatan kepada peraturan dan hukum menjadi sebuah konsep yang harus
diwujudkan dalam diri setiap warga negara. Semakin seseorang itu taat hukum, maka
bisa disimpulkan kalau tingkat kesadaran hukumnya juga tinggi.

Ketaatan hukum seseorang memiliki arti bahwa orang itu memiliki kesadaran
untuk menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku, menegakkan kepastian
hukum yang berlaku, dan mempertahankan ketertiban hukum yang sudah ada. Untuk
melihat seseorang yang taat hukum, bisa dilihat dari perilakunya. Berikut ini adalah
ciri-ciri orang yang taat hukum:

1. Biasanya disenangi oleh masyarakat


2. Nggak menimbulkan kerugian, baik bagi diri sendiri atau bagi orang lain yang ada
di sekitarnya
3. Bisa menimbulkan keseimbangan dan bisa menunjukkan sikap sadar hukum
4. Biasanya nggak menyinggung atau menyakiti perasaan orang lain karena nggak
ingin melanggar norma sosial.

f. Asas – asas Kewarganegaraan

terdapat tiga asas Kewarganegaraan sebagai berikut:

1. Asas ius sanguinis, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang


berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat dilahirkan.
2. Asas ius soli secara terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan
seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi
anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur undang undang.
3. Bipatride yaitu orang yang memiliki kewarganegaraan ganda. Dua
kewarganegaraan tersebut bisa terjadi karena anak lahir di negara A yang menganut
asas ius soli (berdasarkan tempat kelahiran) namun orang tua anak tersebut
merupakan warga negara B yang menganut asas ius sanguinis (berdasarkan
keturunan biologis.

Adapun contoh kasusnya masing-masing, sebagai berikut :

1. IUS SANGUINIS

Ius sanguinis ini adalah pemberian kewarganegaraan terhadap seseorang dengan


berdasar pada kewarganegaraan orangtuanya (keturunan). Contohnya A yang lahir
di Indonesia, orangtuanya berkewarganegaraan China yang menganut ius
sanguinis. Maka meski A lahir di Indonesia namun ia akan tetap mendapatkan
kewarganegaraan China.

2. IUS SOLI

Ius Soli ini memberikan kewarganegaraan pada seseorang dengan berdasar pada
tempat lahirnya. Misalnya A adalah anak dari pasangan berkewarganegaraan
amerika serikat yang menganut asas ius soli. A dilahirkan di Negara argentina
yang juga menganut asas ius soli, maka kewarganegaraan dari A adalah argentina
bukan USA karena ia dilahirkan di argentina.
3. BIPATRIDE

Contohnya si B lahir dari orangtua berkewarganegaraan Rusia yang menganut


atas Ius Sanguinis. B dilahirkan di Argentina yang menganut asas Ius Soli.
Dengan demikian, B akan mendapatkan kewargenegaraan Rusia sekaligus
Argentina.

2. DEMOKRASI

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu “Demos” dan “Kratos”. Demos
bermakna rakyat atau khalayak, sementara Kratos bermakna pemerintahaan.
Demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang mengijinkan dan memberikan hak,
kebebasan kepada warga negaranya untuk berpendapat serta turut serta dalam
pengambilan keputusan di pemerintahan.

a. Sejarah Demokrasi

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu “Demos” dan “Kratos”. Demos
bermakna rakyat atau khalayak, sementara Kratos bermakna pemerintahaan.
Demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang mengijinkan dan memberikan hak,
kebebasan kepada warga negaranya untuk berpendapat serta turut serta dalam
pengambilan keputusan di pemerintahan. Jadi, seluruh perkara kenegaraan harus
dibicarakan langsung dengan rakyatnya. Demokrasi murni atau demokrasi langsung
adalah sistem yang diusung di zaman tersebut. Ribuan tahun kemudian, pada abad ke-
6 SM, bentuk pemerintahan yang relatif demokratis diperkenalkan di negara-negara
bagian Athena oleh Cleisthenes pada 508 sebelum masehi.
Kondisi tersebut membuat Cleisthenes dikenal dengan panggilan bapak
demokrasi Athena. Saat itu, Athena menganut demokrasi langsung dan memiliki dua
ciri utama, yakni pemilihan warga secara acak untuk mengisi jabatan administratif dan
yudisial di pemerintahan, serta majelis legislatif yang terdiri dari semua warga Athena.
Kesemuanya saat itu memiliki hak berbicara dan memberi suara di majelis
Athena. Meski dibuat oleh majelis, demokrasi Athena berjalan dengan kontrol
langsung dari rakyat. Rakyat akan menyuarakan pendapatnya lewat majelis atau
pengadilan untuk membantu kendali politik.
Hingga pada saat memasuki abad pertengahan (6-15 M) di Eropa Barat,
gagasan tersebut tidak digunakan lagi, ada banyak sistem dimana pemilihan tetap
dilakukan meskipun hanya beberapa orang yang dapat bergabung.
Parlemen Inggris sendiri dimulai dari Magna Carta, sebuah dokumen yang
menunjukkan bahwa kekuasaan Raja terbatas dan melindungi hak-hak tertentu rakyat.
Parlemen terpilih pertama adalah Parlemen De Montfort di Inggris pada 1265. Namun
hanya beberapa orang yang benar-benar dapat bergabung sebab parlemen dipilih oleh
beberapa orang saja.

b. Ciri – ciri Demokrasi

Demokrasi dilakukan agar kebutuhan masyarakat umum dapat terpenuhi.


Pengambilan kebijakan negara demokrasi tergantung pada keinginan dan aspirasi
rakyat secara umum.

Dengan menentukan kebijakan sesuai dengan keinginan masyarakat, dalam


suatu negara demokrasi akan tercipta kepuasan rakyat. Sebuah Negara sendiri
dikatakan telah menerapkan sistem demokrasi, jika telah memenuhi ciri-ciri berikut ini

1. Memiliki Perwakilan Rakyat

2. Keputusan Berlandaskan Aspirasi dan Kepentingan Warga Negara

3. Menerapkan Ciri Konstitusional

4. Menyelenggarakan Pemilihan Umum

5. Terdapat Sistem Kepartaian

c. Tujuan Demokrasi

Secara umum, tujuan demokrasi adalah menciptakan kehidupan masyarakat


yang sejahtera, adil dan makmur dengan konsep mengedepankan keadilan, kejujuran
dan keterbukaan.
Pada konsepnya, tujuan demokrasi dalam kehidupan bernegara juga meliputi
kebebasan berpendapat dan kedaulatan rakyat. Untuk lebih jelasnya, berikut beberapa
tujuan demokrasi secara umum beserta penjelasannya:

1. Kebebasan Berpendapat

2. Menciptakan Keamanan dan Ketertiban

3. Mendorong Masyarakat Aktif dalam Pemerintahan

4. Membatasi Kekuasaan Pemerintahan

5. Mencegah Perselisihan

d. Macam Demokrasi

Kekuasaan tertinggi negara demokrasi dimiliki oleh rakyat, entah dari mana
rakyat tersebut berasal dan latar belakangnya. Semua warga negara dianggap sama
tanpa melihat latar belakang dan asal rakyat tersebut. Sehingga, dalam suatu negara
demokrasi semua warga negara dianggap memiliki kesetaraan. Berikut ini macam-
macam demokrasi yang perlu kamu ketahui:

1. Demokrasi Parlementer

2. Demokrasi Langsung

3. Demokrasi Tidak Langsung

4. Demokrasi Pancasila

5. Demokrasi Presidensial

e. Prinsip Demokrasi

1. Negara Berdasarkan Konstitusi

Pengertian negara demokratis adalah negara yang pemerintah dan warganya


menjadikan konstitusi sebagai dasar penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Konstitusi dapat diartikan sebagai undang-undang dasar atau seluruh
peraturan hukum yang berlaku di sebuah negara.

Sebagai prinsip demokrasi, keberadaan konstitusi sangat penting sebab dalam


penyelenggaraan kehidupan bernegara.

Konstitusi berfungsi membatasi wewenang penguasa atau pemerintah serta menjamin


hak rakyat. Dengan demikian, penguasa atau pemerintah kemudian tidak akan
bertindak sewenang-wenang kepada rakyatnya dan rakyat tidak akan bertindak anarki
dalam menggunakan hak dan pemenuhan kewajibannya

2. Jaminan Perlindungan HAM

Hak asasi manusia (HAM) adalah hak dasar atau hak pokok yang dimiliki manusia
sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.

Hak asasi manusia mencakup hak untuk hidup, kebebasan memeluk agama, kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, serta hak-hak lain sesuai
ketentuan undang-undang.

Perlindungan HAM merupakan salah satu prinsip negara demokrasi karena


perlindungan terhadap HAM pada hakikatnya merupakan bagian dari pembangunan
negara yang demokratis.

3. Kebebasan Berpendapat dan Berserikat

Demokrasi memberikan kesempatan pada setiap orang untuk berpikir dan


menggunakan hati nurani serta menyampaikan pendapat dengan cara yang baik.

Selain itu salah satu prinsip demokrasi adalah mengakui dan memberikan kebebasan
untuk berserikat atau membentuk organisasi.

Setiap orang boleh berkumpul dan membentuk identitas dengan organisasi yang ia
dirikan. Melalui organisasi tersebut setiap orang dapat memperjuangkan hak sekaligus
memenuhi kewajibannya.

4. Pergantian Kekuasaan Berkala

Gagasan tentang perlunya pembatasan kekuasaan dalam prinsip demokrasi dicetuskan


oleh Lord Acton. Lord Acton menyatakan bahwa pemerintahan yang diselenggarakan
manusia penuh dengan kelemahan. Pendapatnya yang cukup terkenal adalah “power
tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely”.

Manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung menyalahgunakan kekuasaan.


Pergantian kekuasaan secara berkala bertujuan membatasi kekuasaan atau kewenangan
penguasa. Pergantian kekuasaan secara berkala dapat meminimalisasi penyelewengan
dalam pemerintahan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pergantian seorang kepala
negara atau kepala daerah dapat dilakukan dengan mekanisme pemilihan umum yang
jujur dan adil.

5. Peradilan Bebas dan Tak Memihak

Peradilan bebas adalah peradilan yang berdiri sendiri dan bebas dari campur tangan
pihak lain termasuk tangan penguasa. Pengadilan bebas merupakan prinsip demokrasi
yang mutlak diperlukan agar aturan hukum dapat ditegakkan dengan baik.

Para hakim memiliki kesempatan dan kebebasan dalam menemukan kebenaran dan
memberlakukan hukum tanpa pandang bulu.

Posisi netral sangat dibutuhkan untuk melihat masalah secara jernih dan tepat.
Kejernihan pemahaman tersebut akan membantu hakim menemukan kebenaran yang
sebenar-benarnya Selanjutnya, hakim dapat mempertimbangkan keadaan yang ada dan
menerapkan hukum dengan adil bagi pihak berperkara.

6. Penegakan Hukum dan Persamaan Kedudukan

Persamaan kedudukan warga negara di depan hukum akan memunculkan wibawa


hukum. Setiap Warga Negara di Depan Hukum Hukum merupakan instrumen untuk
menegakkan kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu, pelaksanaan kaidah hukum
tidak boleh berat sebelah atau pandang bulu.

Setiap perbuatan melawan hukum harus ditindak secara tegas. Saat hukum memiliki
wibawa, hukum tersebut akan ditaati oleh setiap warga negara.

7. Jaminan Kebebasan Pers

Kebebasan pers merupakan salah satu pilar penting dalam prinsip-prinsip demokrasi.
Pers yang bebas dapat menjadi media bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasi
serta memberikan kritikan dan masukan kepada pemerintah dalam pembuatan
kebijakan publik.

Di sisi lain, pers juga menjadi sarana sosialisasi program-program yang dibuat
pemerintah. Melalui pers diharapkan dapat terjalin komunikasi yang baik antara
pemerintah masyarakat.

Sistem pemerintahan demokrasi sebagai sistem pemerintahan paling aman karena


pemerintah dan rakyat dapat saling berinteraksi melalui dewan yang telah dipilih oleh
rakyat. Negara dengan sistem demokrasi mencegah adanya kekuasaan tunggal dari
pemerintah karena rakyat turut serta dalam pemerintahan melalui dewan yang telah
dipilih.

3. WAWASAN NUSANTARA

Pengertian wawasan nusantara merupakan cara pandang terhadap bangsa


Indonesia dengan orientasi menjaga kesatuan dan persatuan untuk mencapai tujuan
nasional. Tentunya sebagai warga Indonesia yang mencintai bangsanya, sudah
selayaknya harus memahami Indonesia dari berbagai aspek.

Jika dicermati secara etimologis, kata Wawasan Nusantara berasal dari bahasa
Jawa, yaitu Wawas, Nusa, dan Antara. Arti kata wawas yaitu Pandangan, Tinjauan,
Penglihatan Indrawi. Sedangkan kata Nusa berarti pulau atau kesatuan kepulauan.
Lalu, arti dari Antara berarti dua benua dan dua samudera.

a. Fungsi Wawasan Nusantara

Wawasan Nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan serta


rambu-rambu dalam menentukan segala kebijaksanaan, keputusan, tindakan dan
perbuatan bagi penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh
rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

b. Karakteristik Wawasan Nusantara


•Berkomitmen dalam mewujudkan dan memenuhi seluruh aspek kehidupan berbangsa
yang menuju kemakmuran dan kesejahteraan.

•Menjadikan persatuan dan kesatuan bangsa sebagai tujuan bersama dari kehidupan
bernegara.
•Menampilkan wibawa sebagai bangsa yang besar dan berdaulat di hadapan bangsa
maupun negara lain.

c. Unsur Dasar Wawasan Nusantara

1. Wadah

Wawasan Nusantara sebagai wadah meliputi tiga komponen :

a). Wujud wilayah

Batas ruang lingkup wilayah Nusantara ditentukan oleh lautan yang di dalamnya
terdapat gugusan ribuan pulau yang saling dihubungkan oleh dalamnya perairan, baik
laut maupun sealat serta dirgantara di atasnya yang merupakan satu kesatuan ruang
wilayah.

b). Tata Inti Organisasi

Bagi Indonesia, tata inti organisasi negara didasarkan pada UUD 1945 yang
menyangkut bentuk dan kedaulatan negara, kekuasaan pemerintahan, sistem
pemerintahan dan sistem perwakilan. Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang
berbentuk Republik.Kedaulatan berada di tangan rakyat yang dilaksanakan menurut
Undang – undang.Sistem pemerintahan menganut sistem pemerintahan
presidensial.Presiden memegang kekuasaan permerintah berdasarkan UUD
1945.Indonesia adalah negara hukum (Rechtsstaat) bukan negara kekuasaan
(machtsstaat). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempunyai kekuatan kuat, yang
tidak dapat dibubarkan oleh Presiden. Anggota DPR merangkap sebagai anggota
MPR.

c). Tata Kelengkapan Organisasi

Wujud tata kelengkapan organisasi adalah kesadaran politik dan kesadaran bernegara
yang harus dimiliki oleh seluruh rakyat yang mencakup pertai politik, golongan dan
organisasi masyarakat, kalangan pers serta seluruh aparatur negara.

d. Isi Wawasan Nusantara


Wawasan Nusantara mencakup :

1. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik


2. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Ekonomi
3. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial dan Budaya
4. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Pertahanan Keamanan

e. Tata Laku
Tata laku merupakan hasil interaksi antara wadah dan isi, yang melahirkan prilaku
bangsa Indonesia baik tata laku bhatiniah dan lahiriah. Tata laku bhatiniah
mencerminkan jiwa, semangat, dan mentalitas yang baik bagi bangsa Indonesia.
Sedangkan tata laku lahiriah tercermin dalam tindakan, perbuatan, dan prilaku yang
baik dari bangsa Indonesia yang berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan yang
memiliki rasa bangga dan cinta kepada bangsa dan negara dalam semua aspek
kehidupan.

f. Geopolitik dan Geostrategi


-Geopolitik adalah kekuatan dan kekuasaan yang dikembangkan berdasarkan pada
pemahaman tentang paham perang dan damai serta disesuaikan dengan kondisi dan
konstelasi geografi Indonesia.
-Geostrategi adalah perumusan strategi nasional dengan memperhitungkan kondisi dan
kostelasi geografi sebagai faktor utamanya. Disamping itu juga memperhatikan
kondisi sosial, budaya, penduduk, sumber daya alam, lingkungan regional maupun
internasional

4. OTONOMI DAERAH

otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur
serta mengurus rumah tangga sendiri sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Otonomi daerah secara harfiah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam
bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan nomos. Autos yang berarti sendiri
dan nomos yang berarti aturan atau undang-undang. Sehingga dapat diartikan sebagai
kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna
mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan, daerah adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.
a. Tujuan Otonomi Daerah
Otonomi daerah berfungsi untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
agar semakin baik. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya
daerah. Selain itu, otonomi daerah juga bertujuan untuk memberdayakan dan
menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.
Pengembangan suatu daerah akan disesuaikan oleh pemerintah daerah dengan potensi
dan ciri khas daerah masing-masing.

b. Prinsip Otonomi Daerah


Ada lima prinsip penyelenggaraan pemerintah daerah yaitu:

1. Prinsip Kesatuan Otonomi daerah harus menunjang aspirasi perjuangan rakyat


untuk memperkokoh negara kesatuan dan mempertinggi tingkat kesejahteraan
masyarakat lokal.
2. Prinsip Riil dan tanggung jawab Otonomi daerah nyata dan bertanggung jawab
untuk kepentingan seluruh masyarakat. Pemda berperan mengatur proses
pemerintahan dan pembangunan daerah.
3. Prinsip Penyebaran Asas desentralisasi dan dekonsentrasi bermanfaat untuk
masyarakat melakukan inovasi pembangunan daerah.
4. Prinsip Keserasian Daerah otonom mengutamakan aspek keserasian dan tujuan di
samping aspek demokrasi
5. Prinsip Pemberdayaan Tujuan otonomi daerah adalah bisa meningkatkan daya guna
dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah di daerah. Utamanya dalam aspek
pelayanan dan pembangunan masyarakat. Selain itu dapat meningkatkan pembinaan
kestabilan politik dan kesatuan bangsa.

c. Asas Otonomi Daerah


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,
terdapat 3 jenis penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi dasar bagi
pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah. Asas-asas tersebut adalah
desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.
1. Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang oleh pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah untuk mengurus urusan daerahnya sendiri berdasarkan asas otonom.

2. Dekonsentrasi
Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat,
kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali
kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum.

3. Tugas Pembantuan
Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom
untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah provinsi kepada daerah kabupaten/kota
untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
provinsi.

d. Pelaksanaan dan Dasar Hukum Otonomi Daerah

Pelaksanaan otonomi daerah berdampak bagi masyarakat baik positif maupun negatif.
Otonomi daerah berdampak bagi masyarakat daerah terhadap hukum, ekonomi,
sosial, budaya,perilaku masyarakat dan pemerintah. Otonomi daerah telah membawa
perubahan sosial pada perilaku masyarakat. Perubahan paradigma pemerintahan
sentralisasi ke pemerintahan desentralisasi telah menyebabkan perubahan-perubahan
dalam masyarakat . Pelaksanaan otonomi daerah perlu didukung oleh semua pihak,
baik kesiapan masyarakat maupun aparat pemerintah daerah agar pelaksanaannya
efektif, efisien dan berorientasi pada kualitas pelayanan serta melibatkan partisipasi
masyarakat.

Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia didasarkan pada hukum dan undang-undang


yang berlaku, antara lain:

1. Undang-undang Dasar Tahun 1945 amandemen ke-2, pasal 18 ayat 1-7, pasal 18A
ayat 1 dan 2, dan pasal 18B ayat 1 dan 2.
2. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi
Daerah, Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang
Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka NKRI.
3. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam
Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
4. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
5. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
6. Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (revisi UU No. 32
Tahun 2004).

e. Hak dan Kewajiban Daerah

Hak Daerah dalam Menjalankan Otonomi Daerah Menurut UU No 32 Tahun 2004


Pasal 21, dalam menyelenggarakan otonomi, daerah memiliki hak sebagai berikut:

-Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya


-Memilih pimpinan daerah
-Mengelola aparatur daerah
-Mengelola kekayaan daerah
-Memungut pajak daerah dan retribusi daerah
-Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
yang berada di daerah
-Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah
-Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Kewajiban Daerah dalam Menjalankan Otonomi Daerah Menurut UU No 32 Tahun


2004 Pasal 22, terdapat kewajiban yang dimiliki daerah, di antaranya:

-Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional, serta


keutuhan NKRI.

-Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat

-Mengembangkan kehidupan demokrasi


-Mewujudkan keadilan dan pemerataan

-Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan

-Menyediakan fasilitas kesehatan

-Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak

-Mengembangkan sistem jaminan sosial

-Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah

-Melestarikan lingkungan hidup

-Mengolah administrasi kependudukan

-Melestarikan nilai sosial budaya

-Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

f. Perkembangan Otonomi Daerah

Otonomi daerah merupakan kewenangan untuk mengatur sendiri kepentingan


masyarakat atau kepentingan untuk membuat aturan guna mengurus daerahnya sendiri.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dilansir dari situs
resmi Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, otonomi daerah menjadi
permasalahan yang hidup dan berkembang sepanjang masa. Sesuai dengan kebutuhan
dan perkembangan masyarakatnya. Adanya sistem otonomi daerah ternyata sudah
terbentuk bahkan sebelum Indonesia merdeka. Berikut sejarah otonomi daerah dari
masa ke masa:

1. Era kolonial

Dalam buku Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan (2002) karya Syaukani dkk,
pada Pemerintahan Hindia Belanda sudah mengeluarkan peraturan mengenai otonomi
daerah, yaitu Reglement op het Beleid der Regering van Nederlandsch Indie
(Peraturan tentang administrasi Negara Hindia Belanda).
Kemudian pada 1903, belanda mengeluarkan Decentralisatiewet yang memberi
peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang memiliki keuangan sendiri.
Penyelenggaraan pemerintahan diserahkan pada dewan di masing-masing daerah.
Namun kenyataannya, pemerintah daerah hampir tidak memiliki kewenangan. Bahkan
hanya setengah anggota dewan daerah yang diangkat dari daerah dan sebagian lainnya
pejabat pemerintah. Dewan daerah hanya berhak membentuk peraturan setempat yang
menyangkut hal-hal yang belum diatur oleh pemerintah kolonial. Dewan daerah
mendapatkan pengawasan sepenuhnya dari Gouverneur-General Hindia Belanda yang
berkedudukan di Batavia. Kemudian pada 1922 pemerintah Belanda mengeluarkan
peraturan baru mengenai administrasi. Dari ketentuan S 1922 No 216 munculah
sebutan provincie (provinsi), regentschap (kabupaten), stadsgemeente (kota) dan
groepmeneenschap (kelompok masyarakat). Sistem otonomi di era Belanda hanya
untuk kepentingan penjajah saja, agar daerah tidak mengganggu koloni dalam meraup
kekayaan di Indonesia. Baca juga: Optimalisasi Otonomi Daerah Dinilai Lebih Bijak
Ketimbang Pemindahan Ibu Kota Namun ada beberapa yang bisa dipelajari dari sistem
otoni daerah era Belanda, yaitu kecenderungan sentralisasi kekuasaan dan pola
penyelenggaraan pemerintah daerah yang bertingkat. Hal inilah yang masih
dipraktikkan dalam penyelenggaraan pemerintah Indonesia dari masa ke masa.

2. Era Jepang

Meski hanya dalam waktu 3,5 tahun (1941-1945) ternyata Pemerintah Jepang
banyak melakukan perubahan yang cukup fundamental. Pembagian daerah pada masa
Jepang jauh lebih terperinci ketimbang pembagian di era Belanda. Awal mula masuk
ke Indonesia, Jepang membagi daerah bekas jajahan Belanda menjadi tiga wilayah
kekuasaan. Wilayah tersebut yaitu Sumatera di Bukittinggi, Jawa dan Madura dengan
kedudukan di Jakarta, serta wilayah timur, seperti Sulawesi, Kalimantan, Sunda Kecil,
dan Maluku. Di Jawa, Jepang mengatur penyelenggaraan pemerintah daerah dalam
beberapa bagian, dikenal dengan sebutan Syuu (tiga wilayah kekuasaan Jepang) dibagi
dalam Ken (kabupaten) dan Si (kota).

Jepang tidak mengenal provinsi dan sistem dewan. Pemerintah daerah hampir
sama sekali tidak memiliki kewenangan. Penyebutan otonomi daerah pada masa itu
bersifat menyesatkan. Namun, struktur administrasi lebih lengkap bila dibandingkan
dengan pemerintah Belanda. Struktur administrasi tersebut adalah:
 Panglima Balatentara Jepang
 Pejabat Militer Jepang
 Residen
 Bupati
 Wedana Asisten
 Wedana Lurah atau Kepala Desa
 Kepala Dusun
 Rt atau RW
 Kepala Rumah Tangga

Sistem adminsitrasi tersebut yang kemudian diwariskan ke pemerintah


Indonesia pasca proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Orde Lama Untuk menyusun kembali Pemerintahan Daerah di Indonesia,


sementara pemerintah mengeluarkan Penetapan Presiden No 6 Tahun 1959 dan
Penetapan Presiden tahun 1960. Peraturan tersebut mengatur tentang Pemerintahan
Daerah. Di Era Orde Lama, Indonesia hanya mengenal satu jenis daerah otonomi.

Daerah otonomi tersebut dibagi menjadi tiga tingkat daerah, yaitu:

 Kotaraya
 Kotamadya
 Kotapraja

3. Orde Baru

Pada era ini secara tegas menyebutkan ada dua tingkat daerah Otonom, yaitu
Daerah Tingkat I dan Darah Tingkat II. Selama Orde Baru berlangsung, pemerintah
pusat memperketat pengawasan atas pemerintah daerah sebagai pengejawantahan dari
pelaksanaan tanggung jawab pemerintah pusat. Dalam era tersebut dikenal tiga jenis
pengawasan, yaitu pengawasan preventif, pengawasan represif, dan pengawasan
umum.

Era Reformasi Era awal reformasi pemerintah telah mengeluarkan dua


kebijakan tentang otonomi daerah, yaitu:
UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah

UU No 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Kuangan antara Pemerintah Pusat dan


Daerah

Dalam perkembangannya, kebijakan otonomi melalui undang-undang tersebut


dinilai baik dari segi kebijakan maupun implementasinya.

Otonomi daerah di Era Reformasi menjadi jawaban dari persoalan otonomi


daerah di Era Orde Baru. Seperti masalah Desentralisasi Politik, Desentralisasi
Administrasif, dan Desentralisasi Ekonomi.

Agar pelaksanaan otonomi daerah tidak kebablasan, pemerintah melakukan


beberapa revisi pada UU No 22 Tahun 1999 yang kemudian dikenal dengan UU No 32
Tahun 2004.

Untuk mengatur keuangan di daerah, pemerintah mengeluarkan UU No 33


Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Dari situlah yang dimaksud dengan otonomi seluas-luasnya adalah daerah


diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah di luar yang
menjadi urusan pemerintah.

Daerah memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan dalam memberikan


pelayanan, peningkatan peran serta prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang
bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Dapatkan update berita pilihan dan
breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram
"Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate,
kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

5. MASYARAKAT MADANI

Konsep masyarakat madani sebenarnya merupakan terjemahan dari kata civil


society (masyarakat sipil) yang banyak digunakan oleh negara-negara barat. Meskipun
berasal dari terjemahan bahasa Inggris, konsep masyarakat madani tidak sama persis
dengan konsep civil society. Konsep civil society yang digunakan oleh negara-negara
barat lebih berorientasi penuh pada kebebasan individu. Sementara dalam konsep
masyarakat madani terdapat keseimbangan antara individu dengan masyarakat. Dilansir
dari buku Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) 2003 karya A. Ubaedillah
dan Abdul Rozal, masyarakat madani merupakan sebuah sistem sosial yang tumbuh
berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu
dengan kestabilan masyarakat. Ciri utama masyarakat madani adalah kemajemukan
budaya, hubungan timbal balik, dan sikap saling memahami dan menghargai. Selain itu,
masyarakat madani juga bisa diartikan sebagai proses penciptaan peradaban yang
mengacu pada nilai-nilai kebijakan bersama.

Dalam masyarakat madani, warga negara saling bekerja sama membangun ikatan
sosial, jaringan produktif, dan solidaritas kemanusiaan yang bersifat non-negara. Lebih
lanjut, dasar utama masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi sosial yang
didasarkan pada suatu pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik dan permusuhan
yang menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan. Berbagai negara,
termasuk Indonesia telah berupaya untuk mewujudkan konsep masyarakat madani.
Konsep masyarakat madani akan terwujud manakala terjadi tatanan masyarakat yang
harmonis, yang bebas dari eksploitasi dan penindasan. Selain itu, untuk mewujudkan
konsep masyarakat madani juga dibtuhkan motivasi yang tinggi dan partisipasi yang
nyata dari individu sebagai anggota masyarakat. Hal ini termasuk upaya membangun
sebuah toleransi sebagai instrumen dasar lahirnya sebuah konsensus atau kompromi.

Karakteristik masyarakat madani Dalam buku Kewarganegaraan & Masyarakat


Madani (2019) karya Heri Herdiawanto dan kawan-kawan, dijelaskan beberapa
karakteristik masyarakat madani, yaitu: Free public sphere, maksudnya adalah ruang
publik yang bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat.

Demokratis, maksudnya adalah masyarakat dapat berlaku santun dalam pola


hubungan interaksi dengan masyarakat sekitarnya dengan tidak mempertimbangkan
aspek suku, ras, dan agama. Toleran, maksudnya adalah sikap yang dikembangkan
dalam masyarakat madani untuk menunjukkan sikap saling menghargai dan
menghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang lain.

Pluralisme, maksudnya adalah pertalian sejati kebinekaan dalam ikatan-ikatan


keadaban. Pluralisme erat kaitannya dengan sikap toleransi kepada orang lain, yang
nyatanya dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat yang majemuk. Keadilan sosial,
maksudnya adalah keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap hak dan
kewajiban setiap warga yang meliputi seluruh aspek kehidupan.

Sedemikian sehingga dapat kita artikan bahwa masyarakat madani adalah


sejumlah orang yang menjunjung tinggi nilai, norma, hukum yang ditopang oleh
penguasaan iman, ilmu, dan tekhnologi yang berperadaban dengan suatu tujuan dan
kebudayaan yang sama.

Sedangkan secara umum dan formalitas di semua kalangan khususnya di


Indonesia, masyarakat madani atau dengan nama lain civic/civil society ini berarti
sebuah tatanan masyarakat sipil (civil society) yang mandiri dan demokratis serta
menjunjung tinggi nilai, norma, hukum yang berlaku dengan suatu tujuan dan
kebudayaan yang sama dan tidak menjadi penyebab terjadinya tindakan
penyalahgunaan kewenangan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, berikut adalah penjelasan mengenai ciri-ciri


masyarakat madani :

1. Menjunjung tinggi nilai

Menjunjung tinggi nilai, norma, dan hukum yang ditopang dengan iman, ilmu, dan
tekhnologi. Itu artinya masyarakat madani hidup berdasarkan aturan-aturan yang
berlaku, seperti nilai, norma, dan hukum. Ketaatan tersebut dilandaskan pada ilmu dan
tekhnologi yang telah dipelajari dan dikembangkannya beserta kekuatan iman atau
keyakinannya kepada Sang Maha Pencipta.

2. Memiliki perabadan yang tinggi

Sebagai makhluk yang memiliki keyakinan atau iman kepada Sang Maha Pencipta,
masyarakat madani telah membuktikan bahwa mereka merupakan manusia yang
memiliki peradaban, yaitu beradab atau bertata krama. Selain bertata krama terhadap
Tuhan, tentunya juga bertata krama pada sesama manusia.

3. Mengedepankan kesederajatan dan transparansi.

Ciri masyarakat madani dalam hal ini adalah mereka menganggap bahwa status mereka
sama, baik pria atau perempuan. Transparansi atau keterbukaan berarti mereka
menjalankan hidupnya harus dengan sikap jujur dan tidak perlu ada hal-hal yang harus
ditutupi sehingga menumbuhkan rasa saling percaya antar satu sama lain. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam masyarakat madani terdapat nuansa demokrasi, di mana
demokratisasi dapat diwujudkan dengan adanya fungsi Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), pers yang bebas, supremasi atau kekuasaan tertinggi dalam hukum, partai
politik, perguruan tinggi, dan toleransi.

Hal ini dikarenakan dalam masyarakat sosial memiliki kaitan dengan wacana kritik
rasional masyarakat yang secara eskplisit atau jelas mensyarakat munculnya demokrasi.
Sedemikian sehingga masyarakat madani hanya bisa dijamin di negara yang menganut
sistem demokrasi, seperti Indonesia. Demikianlah pendapat yang disampaikan oleh
Neera Candoke. Toleransi sebagaimana telah disinggung dalam poin keempat di atas,
memiliki artian bahwa kesedian individu atau perseorangan untuk menerima pandangan,
pendapat serta sikap yang berbeda mengenai politik dan sosial. Toleransi yang demikian
juga merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani sebagai bentuk
dari rasa saling menghargai dan menghormati antar sesama, baik perorangan maupun
kelompok terkait pendapat dan sikap yang berbeda-beda.

4. Ruang publik yang bebas

Ruang public yang bebas atau dikenal dengan istilah free public sphere merupakan
wilayah yang memungkinkan masyarakat sebagai warga negara untuk memiliki hak dan
kewajiban warga negara melalui akses penuh terhadap kegiatan politik, menyampaikan
pendapat dengan status orang yang merdeka (yang berarti bebas), berserikat atau
bekerjasama, berkumpul serta mempublikasikan pendapat dan informasi kepada publik
atau masyarakat luas.

5. Supremasi hukum

Supremasi hukum atau dalam KBBI diartikan sebagai kekuasaan tertinggi dalam
hukum memiliki arti bahwa terdapat jaminan terciptanya keadilan yang bisa dicapai bila
menempatkan hukum sebagai kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara. Tentu keadilan
tersebut akan tercipta apabila hukum diberlakukan secara netral, dalam artian tidak
adanya pengecualian untuk memperoleh suatu kebenaran atas nama hukum.

6. Keadilan sosial

Keadilan sosial atau social justice merupakan suatu keseimbangan dan pembagian yang
proporsional atau sesuai antara hak dan kewajiban antar warga dan negara yang meliputi
seluruh aspek kehidupan. Artinya seorang warga negara memiliki hak dan kewajiban
terhadap negaranya. Begitupula pula sebuah negara juga memiliki hak dan kewajiban
atas warganya. Yang mana hak dan kewajiban tersebut memiliki porsi atau ukuran yang
sama sehingga berimbang. Plural atau keberagaman pasti akan terjadi dalam kalangan
masyarakat terlebih dalam suatu negara yang merupakan kesatuan atau kumpulan dari
berbagai kelompok masyarakat, terlepas dari masyarakat asli maupun pendatang yang
menutuskan untuk tinggal di dalamnya.

Sedemikian sehingga yang dimaksud dengan pluralisme adalah sebuah sikap menerima
dan mengakui fakta serta tulus bahwa masyarakat itu bersifat majemuk atau beragam
dan dapat menjadi penyebab terciptanya masyarakat majemuk dan multikultural. Mulai
dari kebiasaan, nilai norma, dan kebudayaannya, seperti contohnya Negara kita sendiri,
yaitu Indonesia. Banyak sekali keragaman masyarakat, mulai dari bahasa, suku, agama,
etnis, dan budayanya. Sebagai masyarakat madani, tentunya sikap tersebut, yaitu
pluralisme harus dimiliki dan dijaga serta berkeyakinan bahwa keberagaman itu bernilai
positif yang dirahmatkan oleh Sang Maha Pencipta.
7. Partisipasi sosial

Berpatisipasi dalam lingkungan sosial merupakan salah satu cara untuk menjalin
hubungan dan kerjasama antar individu maupun kelompok untuk mencapai sebuah
tujuan tertentu. Partisipasi sosial yang bersih tanpa rekayasa merupakan awal yang baik
untuk menciptakan masyarakat madani. Hal ini bisa saja terjadi apabila terdapat nuansa
yang memungkinkan otonomi (hak dan kewajiban) individu terjaga dengan baik.
Artinya dalam masyarakat madani harus seimbang antara hak dan kewajibannya sesama
individu. Sedemikian sehingga tercipta keadilan sosial atau social justice sebagaimana
telah disebutkan sebelumnya pada poin kedelapan.

Sebagai tambahan, beberapa tokoh juga berpendapat tentang pengertian


masyarakat madani, antara lain:

 Syamsudin Haris mengatakan bahwa masyarakat madani adalah suatu lingkup interaksi
sosial yang berada di luar pengaruh negara dan model yang tersusun dari lingkungan
masyarakat paling akrab seperti keluarga, asosiasi sukarela, gerakan kemasyarakatan,
dan berbagai bentuk lingkungan komunikasi antar warga masyarakat serta pengaruh
globalisasi.

 Muhammad AS Hikam mengatakan bahwa masyarakat madani adalah wilayah-wilayah


kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan, antara lain kesukarelaan (voluntary),
keswasembadaan (self-generating), keswadayaan (self-supporing), dan kemandirian
yang tinggi berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan norma-norma dan nilai-
nilai hukum yang diikuti oleh warganya.

 Ryaas Rasyid mengatakan bahwa masyarakat madani adalah suatu gagasan masyarakat
yang mandiri, yang dikonsepsikan sebagai jaringan-jaringan yang produktif dari
kelompok-kelompok sosial yang mandiri, perkumpulan-perkumpulan, serta lembaga-
lembaga yang saling berhadapan dengan negara.
Contoh masyarakat Madani, antara lain:

1. Organisasi sosial kemasyarakatan. Organisasi ini adalah organisasi yang muncul atas
kesadaran masyarakat sendiri, bukan dibentuk oleh negara.
2. Asosiasi penerbitan. Sebuah perkumpulan masyarakat yang bergerak independen
dalam memproduksi sebuah ide-ide ataupun informasi-informasi.
3. Yayasan penyelenggara sekolah swasta. Adalah sebuah inisiatif masyarakat yang
bertujuan untuk mendirikan sekolah mandiri.
4. Yayasan pembela hak-hak perempuan. Sebuah inisiatif masyarakat untuk mengadakan
pembelaan dan pendampingan untuk para kaum perempuan korban dari deskriminasi.
5. Komunitas pejuang hak-hak difabel. Sebuah inisiatif masyarakat untuk mengadakan
pendampingan para penyandak disabilitas.
6. Asosiasi perlindungan konsumen. Sebuah inisiatif masyarakat untuk mengadakan
perlindungan terhadap para konsumen.

Anda mungkin juga menyukai