NIM : 3193311014
KELAS : REGULER VII C
MATA KULIAH : KAPITA SELEKTA KEWARGANEGARAAN
RESUME PERTEMUAN 5
KEWARGANEGARAAN INDONESIA SOSIOLOGIS MENUJU YURIDIS
1
a) Asas ius sanguinis yang didasarkan pada keturunan berdasarkan darah
maupun kewarganegaraan yang dimiliki oleh orang tua yang melahirkan
mereka.
b) Ius soli yang didasarkan pada tempat kelahiran dari seseorang di sebuah
negara tersebut.
Warga negara merupakan salah satu unsur hakiki dan unsur pokok dari
suatu negara yang memiliki hak dan kewajiban yang perlu dilindungi dan
dijamin pelaksanaannya. Secara yuridis, kewarganegaraan diatur dalam
Undang-undang (UU) No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia. Warga negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang bukan warga
negara adalah mereka yang berada pada suatu negara, tetapi secara hukum
tidak menjadi anggota negara yang bersangkutan dan tunduk pada
pemerintahan dimana mereka berada. Sesuai Pasal 2 UU No.12/2006, yang
menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang-orang bangsa Indonesia
asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang
sebagai warga negara.
2. Kewarganegaraan
Konsep Kewarganegaraan
Kewarganegaraan merupakan matakuliah wajib pengembangan
kepribadian. Seluruh warganegara Indonesia sejak dari PAUD sampai Sarjana
S1 wajib belajar kewarganegaraan agar menjadi warga negara yang
baik. Kewarganegaraan dikenal dengan kata citizenship, artinya keanggotaan
yang menunjukan hubungan atau ikatan negara dengan warga negara. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, warga negara adalah penduduk dalam sebuah
negara berdasarkan keturunan, tempat kelahiran. Mereka punya hak dan
kewajiban penuh sebagai warga di negara itu.
Kewarganegaraan adalah hubungan individu dengan negara.
Kewarganegaraan menunjukan kebebasan dan warga warga negara memiliki
2
hak, tugas, dan tanggung jawab tertentu. Secara umum, warga negara punya
hak politik penuh. Hak untuk memilih dan memegang jabatan
publik. Kewarganegaraan adalah bentuk kebangsaan yang paling istimewa.
Istilah yang lebih luas ini menunjukan berbagai individu dan negara yang
tidak serta merta memberikan hak politik. Pembelajaran kewarganegaraan
diselenggarakan melalui proses berpikir kritis, analisis, induktif, deduktif,
reflektif, serta memicu "high order thinking" melalui dialog kreatif
partisipatori untuk mencapai pemahaman tentang kebenaran subtansi dasar
kajian, berkarya nyata dan menumbuhkan motivasi belajar sepanjang hayat.
Pendidikan kewarganegaraan (civic education)
merupakan konsep universal yang meletakan dasar-dasar pengetahuan tentang
masyarakat politik, tentang persiapan yang dibutuhkan untuk berpartisipasi
dalam proses politik secara menyeluruh, dan secara umumnya menjelaskan
bagaimana menjadi warga negara yang baik. Secara Yuridis, Pendidikan
Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Kewarganegaraan
dikenal dengan kata citizenship, artinya keanggotaan yang menunjukan
hubungan atau ikatan Negara dengan warga negara.
Perspektif Teori Kewarganegaraan
Teori-teori Kewarganegaraan yaitu:
a) Kewarganegaraan Liberal
Kewarganegaraan liberal memandang kebebasan individual yang memuat
di dalamnya sejumlah hakhak dasar sebagai prinsip utama, seperti: hak
hidup, hak kebebasan, dan hak milik. Tokoh utama konsepsi
kewarganageraan liberal ialah john locke dan john stuart mill (schuck,
2002:132-134).
b) Kewarganegaraan Republikan
Kewarganegaraan republikan berpendirian bahwa kebebasan individual
hanya mungkin ada dalam suatu jaminan keamanan negara yang berada di
bawah rule of law dan kebajikan warga negara (civic virtues) untuk
berpartisipasi di dalamnya. Dari perspektif republikan, kewarganegaraan
3
memiliki dimensi etis dan legal (hukum). Status hukum warga negara akan
berkaitan erat dengan kepemilikan privileges yang memuat hak-hak dan
kewajiban terhadap kepentingan publik. Kewarganegaraan republikan
memerlukan komitmen terhadap kebaikan bersama (common good) dan
partisipasi aktif dalam urusan-urusan publik (dagger, 2002: 147-149).
c) Kewarganegaraan Komunitarian
Fokus utama komunitarianisme dalam kajian kewarganegaraan ialah peran
serta warga negara dalam komunitas. Komunitarianisme bukanlah
merupakan reaksi terhadap liberalisme klasik, namun kepada
kewarganegaraan yang berdasarkan dimensi sosial, kewargaan (civic) dan
politik dari komunitas politik. Komunitarianisme berdiri di atas kedalaman
pemahaman komunitas daripada tahapan publiknya dalam negara-bangsa
demokratis. Jika liberalisme dimodifikasi oleh sosial demokrasi, maka
komunitarianisme telah memodifikasi liberalisme dalam bentuk lainnya
untuk menghasilkan komunitarianisme liberal dengan apa yang disebut
sebagai “demokrasi kultural” (delanty, 2002 : 164-165).
d) Kewarganegaraan Radikal-Demoratik
Tujuan dari teori demokratis radikal ialah untuk melanggengkan suatu
politik anti-esensialis yang secara berkelanjutan berupaya mendefinisikan
ulang dirinya sendiri dengan tatanan untuk mengeluarkan individu-
individu dan kelompok-kelompok dalam pembentukan tatanan sosial.
Tema pendekatan ini berusaha melihat kajian kewarganegaraan yang
mengatasi batas-batas geografis negara-bangsa, sehingga memiliki dimensi
universal/global, seperti persoalan keadilan dan kesetaraan jender.
Meminjam kategori post-strukturalisme, maka pendekatan kajian ini
condong kepada wilayah pasca-isme (post-isms) (rasmussen dan brown,
2002: 176, 178).
3. Kewarganegaraan Yuridis-Sosiologis
Secara umum, kewarganegaraan bisa diartikan sebagai hubungan antar
warga negara dengan negaranya. Hubungan ini dapat berupa pemberian status
4
atau identitas, partisipasi, hak dan kewajiban, atau hubungan lainnya yang
bersifat timbal balik. Lebih spesifiknya, pengertian kewarganegaraan bisa
dibedakan menjadi dua, yaitu pengertian secara yuridis dan sosiologis. Yuridis
merujuk pada ikatan hukum yang terjalin antara warga negara dengan
negaranya. Sedangkan sosiologis mengacu pada ikatan emosional. Pengertian
kewarganegaraan secara yuridis.
5
Apabila dilihat dari segi ikatan emosionalnya, seseorang dapat dikatakan
memiliki kewarganegaraan secara sosiologis. Namun, tidak berlaku untuk
kewarganegaraan secara yuridis, karena syarat yang diperlukan bukanlah
ikatan emosional, melainkan pengesahan dokumen resmi terkait
kewarganegaraan. Sebaliknya, seseorang dapat memiliki kewarganegaraan
secara yuridis, tetapi tidak secara sosiologis. Karena orang tersebut kurang
menghayati hidupnya sebagai warga negara, serta tidak memiliki ikatan
emosional dengan negaranya.
6
warga negara Y. Contoh negara yang menganut asas ius sanguinis adalah
RRC.
- Asas Ius Soli
Asas ius soli atau disebut juga asas tempat atau daerah kelahiran adalah
asas yang menetapkan kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat
atau daerah orang tersebut dilahirkan. Contohnya apabila seorang anak
lahir di negara X, maka secara otomatis menjadi warga negara X walaupun
orang tuanya merupakan warga negara Y. Beberapa negara yang menganut
asas ius soli antara lain Amerika Serikat, Kanada, Kamboja, Pakistan, dan
Brazil.
b) Asas Kewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan
- Asas Persamaan Hukum
Asas persamaan hukum adalah asas yang memandang bahwa suami istri
merupakan keluarga yang saling terikat satu sama lain, sehingga
diusahakan status kewarganegaraan keduanya sama.
- Asas Persamaan Derajat
Asas persamaan derajat adalah asas yang memandang bahwa perkawinan
tidak menjadikan ketundukan salah satu pihak terhadap hukum yang lain.
Artinya, baik suami maupun istri diberikan kebebasan untuk menentukan
status kewarganegaraan mereka masing-masing.
7
Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang
menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat
kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
- Asas Kewarganegaraan Tunggal
Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu
kewarganegaraan bagi setiap orang.
- Asas Kewarganegaraan Ganda Terbatas
Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan
kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Undang-Undang ini. Perbedaan asas yang digunakan dalam
menentukan kewarganegaraan memungkin seseorang memiliki
kewarganegaraan ganda (bipatride) atau bahkan tidak memiliki
kewarganegaraan (apatride).