Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Etika profesi adalah sikap etis bagian integral dari sikap hidup dalam
menjalankan kehidupan sebagai pengemban profesi. Etika profesi menurut Anang
Usman, SH., M.Si juga diartikan sebagai sikap hidup untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan professional dari klien dengan keterlibatan dan keahlian sebagai
pelayanan dalam rangka kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para
akuntan masyarakat yang membutuhkannya dengan disertai refleksi yang
seksama. Prinsip-prinsip etika dalam kode etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri
atas tanggung jawab profesi, kepentingan umum (publik), integritas, objektivitas,
kompetensi dan kehati-hatian professional, kerahasiaan, perilaku professional, dan
standar teknis.

Akuntansi pajak adalah akuntansi yang diterapkan dengan tujuan untuk


menetapkan besarnya pajak terutang. Fungsi akuntansi pajak adalah mengolah
data kuantitatif yang akan digunakan untuk menyajikan laporan keuangan yang
memuat perhitungan perpajakan. Dalam melaksanakan akuntansi perpajakan,
tentu harus mengikuti aturan-aturan yang berlaku agar tidak menyimpang dan
merugikan berbagai pihak. Dalam kaitannya dengan etika akuntan pajak,
American Institue of Certified Public Accountants atau yang lebih sering disebut
AICPA mengeluarkan Statement of Responsibilities in Tax Practice (SRTP) yang
selanjutnya direvsi menjadi Statement on Standards for Tax Services (SSTS) yang
efektif pada tanggal 1 Januari 2010 dan telah diperbarui pada 30 April 2018 oleh
Tax Executive Committee.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana etika dalam akuntansi pajak?
2. Bagaimana kronologis kasus Gayus Tambunan?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan ini di bagi menjadi 2 yaitu, tujuan umum dan khusus:
1.3.1 Tujuan Umum
1. Untuk memahami bagaimana etika dalam akuntansi pajak.
2. Untuk memahami kronologis kasus Gayus Tambunan.
1.3.2 Tujuan Khusus
Menyelesaikan tugas mata kuliah Etika Profesi tentang Etika dalam
Akuntansi Pajak.

BAB II
PEMBAHASAN

2
2.1 Etika Akuntansi Pajak

Akuntansi pajak adalah akuntansi untuk keperluan pajak. Internal Revenue


Service (IRS) adalah lembaga pemerintah federal Amerika Serikat yang
mengumpulkan pajak dan menetapkan hukum pendapatan dalam negeri yang
tercakup dalam Departemen Federal AS dan bertugas menafsirkan dan
menerapkan hukum pajak federal mengatakan tanggung jawab utama praktisi
pajak adalah sistem pajak. Akuntan pajak mempunyai beberapa tanggung-jawab
kepada publik, melalui pemerintah. Tanggung jawab akuntan pajak adalah bukan
untuk suatu kepalsuan dalam suatu kewajiban pajak, dan sebagai atestor. Suatu
kewajiban pajak adalah suatu pernyataan atau deklarasi atas sangsi dari
kecurangan, dan informasi dari hasil menyajikan laporan keuangan adalah benar,
dan lengkap. Dalam kaitannya dengan etika akuntan pajak, AICPA mengeluarkan
Statement on Responsibility Tax Practice (SRTP) pada sekitar tahun 1964 – 1977.
yang sekarang berubah menjadi Standards for Tax Services (SSTS).

Pernyataan AICPA tentang Standards for Tax Services (SSTS) atau standar
untuk layanan pajak adalah standar praktik perpajakan yang dapat diberlakukan
bagi akuntan AICPA. SSTS berlaku untuk semua akuntan terlepas dari yurisdiksi
di mana mereka berlatih dan jenis pajak sehubungan dengan yang mereka berikan
layanan. SSTS dan interpretasi menggambarkan tanggung jawab akuntan kepada
wajib pajak, publik, pemerintah, dan profesi. Mereka dimaksudkan untuk menjadi
bagian dari proses berkesinambungan dalam mengartikulasikan standar praktik
pajak untuk akuntan.

Di bawah resolusi Dewan AICPA tahun 1999, Tax Executive Committee


atau Komite Eksekutif Pajak berwenang untuk mengumumkan standar praktik
profesional sehubungan dengan layanan pajak. SSTS yang dapat diberlakukan ini
berlaku untuk semua layanan pajak, dan dirancang untuk:

1. Identifikasi dan kembangkan standar yang sesuai dalam menyediakan layanan


pajak dan promosikan aplikasi seragam mereka oleh CPA.

3
2. Tingkatkan pemahaman tentang tanggung jawab CPA oleh pejabat Departemen
Keuangan dan IRS dan dorong pengembangan standar serupa untuk personel
mereka.
3. Menumbuhkan kepatuhan publik dan kepercayaan terhadap sistem perpajakan
kita melalui kesadaran akan standar praktik perpajakan yang baik.
4. Meningkatkan penunjukan profesional CPA.

Bagi akuntan, terkait dengan peranannya disarankan untuk menggunakan


standar yang ada secara serius dan mereview kebijakan profit dengan sarana legal
apapun. Selalu ada tekanan pada akuntan, yang memperhatikan
profesionalismenya dan kewajibannya terhadap publik. Dalam Statements of
Standards for Tax Services terdiri atas 7 pernyataan yaitu sebagai berikut:
1. Tax Return Positions (Posisi Surat Pemberitahuan)
Pernyataan ini menetapkan standar yang berlaku untuk akuntan ketika
merekomendasikan posisi SPT, atau mempersiapkan atau menandatangani SPT
(termasuk SPT yang diubah, klaim untuk pengembalian uang, dan
pengembalian informasi) yang diajukan kepada otoritas perpajakan. Standar ini
melibatkan:
a. suatu posisi SPT yang mencerminkan jumlah pajak terutang yang telah
disarankan oleh akuntan secara spesifik kepada pembayar pajak atau suatu
posisi di mana akuntan memiliki pengetahuan tentang semua fakta
material dan atasnya telah disimpulkan apakah posisi SPT tersebut telah
sesuai.
b. wajib pajak adalah klien, atasan, atau penerima layanan pajak pihak ketiga
lainnya.
Pernyataan ini juga membahas kewajiban akuntan untuk memberi tahu wajib
pajak tentang pengungkapan SPT pajak yang relevan tanggung jawab dan
hukuman potensial. Selain AICPA, berbagai otoritas perpajakan, di tingkat
federal, negara bagian, dan lokal, dapat memberlakukan standar pelaporan dan
pengungkapan sehubungan dengan merekomendasikan posisi SPT atau
menyiapkan atau menandatangani SPT. Standar tersebut dapat bervariasi antara

4
otoritas perpajakan dan jenis pajaknya. Terdapat lima pernyataan dalam
statement pertama, yaitu:
- Seorang akuntan harus menentukan dan mematuhi standar, jika ada, yang
dikenakan oleh perpajakan yang berlaku otoritas sehubungan dengan
merekomendasikan posisi SPT pajak, atau mempersiapkan atau
menandatangani SPT pajak.
- Jika otoritas pajak yang berlaku tidak memiliki standar tertulis sehubungan
dengan merekomendasikan posisi SPT pajak atau menyiapkan atau
menandatangani SPT, atau jika standarnya lebih rendah dari standar yang
ditetapkan dalam paragraf ini, maka seorang akuntan tidak boleh
merekomendasikan SPT atau menyiapkan atau menandatangani SPT kecuali
akuntan memiliki keyakinan dengan itikad baik bahwa posisi tersebut
setidaknya memiliki kemungkinan realistis untuk dipertahankan secara
administratif atau yudisial sesuai kemampuannya jika diuji.
- Ketika merekomendasikan posisi SPT atau ketika mempersiapkan atau
menandatangani SPT di mana suatu posisi diambil, seorang akuntan harus,
jika relevan, memberi tahu wajib pajak mengenai konsekuensi hukuman
potensial dari SPT tersebut, jika ada, untuk menghindari hukuman seperti itu
melalui pengungkapan.
- Seorang akuntan tidak boleh merekomendasikan posisi SPT atau menyiapkan
atau menandatangani SPT jika menyalahi proses pemilihan audit oleh otoritas
perpajakan dan/atau berfungsi hanya sebagai posisi perdebatan yang
dikemukakan semata-mata untuk memperoleh pengaruh dalam negosiasi
dengan otoritas pajak.
- Ketika merekomendasikan posisi SPT, seorang akuntan memiliki hak dan
tanggung jawab untuk menjadi advokat wajib pajak sehubungan dengan
posisi apa pun yang memenuhi standar yang disebutkan di atas.

2. Answers to Questions on Returns (Jawaban atas Pertanyaan Pengembalian)


Pernyataan ini menetapkan standar yang berlaku untuk akuntan ketika
menandatangani deklarasi persiapan tentang SPT jika satu atau lebih SPT
tentang pengembalian atau restitusi belum dijawab. Pertanyaan istilah

5
mencakup permintaan untuk informasi tentang pengembalian pajak, dalam
instruksi, atau dalam peraturan, apakah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan
atau tidak. Seorang akuntan harus melakukan upaya yang wajar dan memiliki
alasan yang kuat untuk memperoleh informasi yang diperlukan dari wajib
pajak tentang semua jawaban atas semua pertanyaan tentang pengembalian
pajak sebelum menandatangani sebagai penyusun.

3. Certain Procedural Aspects of Preparing Returns (Aspek Prosedural tertentu


dalam Mempersiapkan SPT)
Pernyataan ini menetapkan standar yang berlaku bagi akuntan mengenai
kewajiban untuk memeriksa atau memverifikasi data pendukung tertentu atau
untuk mempertimbangkan informasi yang berkaitan dengan wajib pajak lain
ketika menyiapkan SPT wajib pajak. Beberapa pernyataan dalam statement
ketiga ini yaitu:
- Dalam mempersiapkan atau menandatangani suatu SPT, seorang akuntan
dengan itikad baik dapat mengandalkan, tanpa verifikasi, pada informasi yang
diberikan oleh pembayar pajak atau oleh pihak ketiga. Namun, seorang
akuntan tidak boleh mengabaikan implikasi informasi yang diberikan dan
harus mengajukan pertanyaan yang wajar jika informasi yang diberikan
tampaknya tidak benar, tidak lengkap, atau tidak konsisten baik di wajahnya
atau atas dasar fakta lain yang diketahui akuntan. Selanjutnya, seorang
akuntan harus merujuk pada SPT wajib pajak untuk satu atau lebih tahun
sebelumnya bilamana memungkinkan.
- Jika undang-undang atau peraturan pajak memberlakukan kondisi yang
berkaitan dengan pengurangan pajak atau perlakuan pajak lainnya atas suatu
barang, seperti pemeliharaan wajib pajak atas buku dan catatan atau
dokumentasi yang mendukung untuk mendukung pengurangan yang
dilaporkan atau perlakuan pajak, seorang akuntan harus membuat pertanyaan
yang sesuai untuk menentukan kepuasan akuntan apakah itu kondisinya telah
terpenuhi.
- Saat menyiapkan SPT, seorang akuntan harus mempertimbangkan informasi
yang benar-benar diketahui oleh akuntan tersebut dari SPT wajib pajak lain

6
jika informasi itu relevan dengan SPT pajak itu dan pertimbangannya perlu
mempersiapkan SPT pajak dengan benar. Dalam menggunakan informasi
tersebut, seorang akuntan harus mempertimbangkan segala batasan yang
diberlakukan oleh hukum atau aturan apa pun yang berkaitan dengan
kerahasiaan.

4. Use of Estimates (Penggunaan Estimasi)


Pernyataan ini menetapkan standar yang berlaku untuk akuntan ketika
menggunakan taksiran wajib pajak untuk menyiapkan SPT. Seorang akuntan
dapat memberi saran tentang estimasi yang digunakan dalam persiapan laporan
pajak, tetapi wajib pajak memiliki tanggung jawab untuk menyediakan estimasi
data. Appraisal atau valuation tidak dianggap sebagai perkiraan untuk
keperluan pernyataan ini. Kecuali dilarang oleh undang-undang atau peraturan,
akuntan dapat menggunakan taksiran wajib pajak dalam persiapan SPT jika
sulit untuk mendapatkan data yang pasti dan jika akuntan menentukan bahwa
estimasi tersebut masuk akal berdasarkan fakta dan keadaan yang diketahui
akuntan. Taksiran wajib pajak harus disajikan dengan cara itu tidak
menyiratkan akurasi yang lebih besar daripada yang ada.

5. Departure from a Position Previously Concluded in an Administrative


Proceeding of Court Decision (Perbedaan dari Posisi yang Disimpulkan
Sebelumnya dalam Proses Administratif Keputusan Pengadilan)
Pernyataan ini menetapkan standar yang berlaku untuk akuntan dalam
merekomendasikan posisi SPT yang menyimpang dari posisi yang ditentukan
dalam proses administrasi atau dalam keputusan pengadilan sehubungan
dengan SPT wajib pajak. Untuk keperluan pernyataan ini, proses administrasi
mencakup pemeriksaan oleh otoritas pajak atau konferensi banding terkait SPT
atau klaim pengembalian uang. Putusan pengadilan dalam pernyataan ini
berarti putusan pengadilan mana pun yang memiliki yurisdiksi atas masalah
perpajakan. Posisi SPT sehubungan dengan item yang ditentukan dalam proses
administrasi atau keputusan pengadilan tidak membatasi akuntan untuk
merekomendasikan posisi pajak yang berbeda dalam SPT berikutnya, kecuali

7
wajib pajak terikat pada perlakuan khusus pada tahun berikutnya, seperti
dengan perjanjian penutupan formal. Oleh karena itu, akuntan dapat
merekomendasikan posisi SPT atau menyiapkan atau menandatangani SPT
pajak yang berbeda atas perlakuan suatu hal berdasarkan yang telah
disimpulkan dalam proses administrasi atau keputusan pengadilan sehubungan
dengan SPT wajib pajak sebelumnya, asalkan persyaratan Pernyataan Standar
Pelayanan Pajak (SSTS) No. 1 dipenuhi.

6. Decision Statement on Standards for Tax Services, Knowledge of Error: Return


Preparation and Administrative Proceedings (Pernyataan Keputusan tentang
Standar untuk Layanan Pajak, Pengetahuan tentang Kesalahan: Persiapan SPT
dan Proses Administrasi)
Pernyataan ini menetapkan standar yang berlaku untuk akuntan yang
mengetahui (a) kesalahan dalam SPT wajib pajak yang diajukan sebelumnya;
(b) kesalahan dalam SPT yang merupakan subjek dari proses administrasi,
seperti pemeriksaan oleh otoritas pajak atau konferensi banding; atau (c)
kegagalan wajib pajak untuk mengajukan SPT yang diperlukan. Seperti yang
digunakan di sini, istilah kesalahan mencakup setiap posisi, kelalaian, atau
metode akuntansi yang, pada saat SPT diajukan, gagal memenuhi standar yang
ditetapkan dalam Pernyataan Standar Layanan Pajak (SSTS) No. 1. Istilah
kesalahan juga mencakup posisi yang diambil pada SPT tahun sebelumnya
yang tidak lagi memenuhi standar ini karena undang-undang, keputusan
pengadilan, atau pernyataan administratif yang memiliki efek retroaktif.
Namun, ada kesalahan tidak termasuk item yang memiliki efek tidak signifikan
pada kewajiban pajak wajib pajak. Istilah administrasi persidangan tidak
termasuk proses pidana. Pernyataan ini berlaku apakah akuntan
mempersiapkan atau menandatangani SPT yang mengandung kesalahan.
Pertimbangan khusus dapat berlaku ketika seorang akuntan telah dipekerjakan
oleh penasihat hukum untuk memberikan bantuan dalam masalah yang
berkaitan dengan klien penasihat tersebut. Terdapat beberapa pernyataan dalam
statement keenam ini yaitu:

8
- Seorang akuntan harus segera memberitahukan wajib pajak setelah
mengetahui adanya kesalahan dalam SPT yang diajukan sebelumnya,
kesalahan dalam SPT yang merupakan subjek dari proses administrasi, atau
kegagalan wajib pajak untuk mengajukan SPT yang diperlukan. Seorang
akuntan juga harus memberi tahu pembayar pajak tentang kemungkinan
konsekuensi kesalahan dan merekomendasikan langkah-langkah korektif
yang harus diambil. Saran dan rekomendasi semacam itu dapat diberikan
secara lisan. Akuntan tidak diizinkan untuk memberi tahu otoritas pajak tanpa
izin wajib pajak, kecuali jika diharuskan oleh hukum.
- Jika seorang akuntan diminta untuk mempersiapkan SPT tahun ini dan wajib
pajak belum mengambil tindakan yang tepat untuk memperbaiki kesalahan
dalam SPT tahun sebelumnya, akuntan harus mempertimbangkan apakah
akan menarik diri dari mempersiapkan SPT dan apakah akan melanjutkan
hubungan profesional atau hubungan kerja dengan pembayar pajak. Jika
akuntan tidak mempersiapkan SPT tahun berjalan, akuntan harus mengambil
langkah-langkah yang wajar untuk memastikan bahwa kesalahan tidak
terulang.
- Jika akuntan mewakili wajib pajak dalam proses administrasi sehubungan
dengan SPT yang mengandung kesalahan yang diketahui oleh akuntan,
akuntan tersebut harus meminta persetujuan wajib pajak untuk
mengungkapkan kesalahan tersebut kepada otoritas pajak. Karena tidak
memiliki perjanjian seperti itu, akuntan harus mempertimbangkan apakah
akan menarik diri dari mewakili wajib pajak dalam proses administrasi dan
apakah akan melanjutkan hubungan profesional atau hubungan kerja dengan
pembayar pajak.

7. Form and Content of Advice to Taxpayers (Bentuk dan Isi Nasihat untuk Wajib
Pajak)
Pernyataan ini menetapkan standar yang berlaku untuk akuntan mengenai
aspek-aspek tertentu dalam memberikan saran kepada wajib pajak dan
mempertimbangkan keadaan di mana akuntan memiliki tanggung jawab untuk
berkomunikasi dengan pembayar pajak ketika perkembangan selanjutnya

9
mempengaruhi saran yang diberikan sebelumnya. Namun, pernyataan itu tidak
mencakup tanggung jawab akuntan ketika harapannya adalah bahwa saran
yang diberikan cenderung diandalkan oleh pihak lain dari wajib pajak. Berikut
adalah beberapa pernyataan dalam statement ini:
- Seorang akuntan harus menggunakan pertimbangan profesional untuk
memastikan bahwa saran pajak yang diberikan kepada wajib pajak
mencerminkan kompetensi dan memenuhi kebutuhan wajib pajak dengan
tepat. Saat menyampaikan saran pajak kepada wajib pajak secara tertulis,
seorang akuntan harus mematuhi standar otoritas perpajakan yang relevan,
jika ada, berlaku untuk saran pajak tertulis. Seorang akuntan harus
menggunakan penilaian profesional tentang kebutuhan untuk
mendokumentasikan saran lisan. Seorang akuntan tidak diharuskan untuk
mengikuti format standar ketika berkomunikasi atau mendokumentasikan
saran lisan.
- Seorang akuntan harus berasumsi bahwa saran pajak yang diberikan kepada
seorang wajib pajak akan mempengaruhi cara hal-hal atau transaksi yang
dipertimbangkan akan dilaporkan atau diungkapkan pada SPT pajak wajib
pajak tersebut. Karena itu, untuk saran pajak diberikan kepada wajib pajak,
akuntan harus mempertimbangkan, ketika relevan (a) pelaporan kembali dan
standar pengungkapan yang berlaku untuk posisi SPT pajak terkait dan (b)
konsekuensi penalti potensial dari posisi SPT. Dalam memastikan standar
pelaporan dan pengungkapan SPT yang berlaku, seorang akuntan harus
mengikuti standar dalam Pernyataan Standar untuk Layanan Pajak No. 1.
- Seorang akuntan tidak memiliki kewajiban untuk berkomunikasi dengan
wajib pajak ketika perkembangan selanjutnya mempengaruhi saran yang
sebelumnya diberikan sehubungan dengan hal-hal penting, kecuali ketika
membantu seorang wajib pajak dalam menerapkan prosedur atau rencana
yang terkait dengan saran yang diberikan atau ketika seorang akuntan
melakukan kewajiban ini dengan perjanjian khusus.

Sehingga, kesimpulan atas SSTS tersebut sebagai berikut:

10
1. Seorang akuntan pajak tidak boleh menyarankan sebuah posisi kecuali ada
kemungkinan realistik untuk kebaikan yang berkelanjutan.
2. Seorang akuntan pajak tidak boleh membuat atau menandatangani SPT jika ini
berada dalam posisi yang tidak boleh disarankan menurut point 1.
3. Seorang akuntan pajak dapat menyarankan sebuah posisi yang menurutnya
tidak ceroboh selama bisa dipertanggungjawabkan.
4. Seorang akuntan pajak berkewajiban untuk menasehati klien tentang potensi
hukuman di beberapa posisi, dan menyarankan disklosur.
5. Seorang akuntan pajak tidak boleh menyarankan sebuah posisi yang
“mengeksploitasi” proses seleksi audit IRS atau;

Ini menjadi ringkasan standar dari layanan pajak yang oleh AICPA
diharapkan dilakukan oleh anggotanya yang menjadi preparer pajak. Ini adalah
standar yang umumnya bisa diterapkan bagi akuntan pajak dalam sebagian besar
negara karena ini menggunakan prinsip universal tentang perilaku profesional
yang benar dalam urusan pajak. Menurut standar ini, dikatakan tidak etis bila
mengkapitulasi permintaan klien untuk mengurangi liabilitas pajak klien
sebenarnya, karena ketika menandatangani SPT anda berarti menyatakan bahwa
SPT adalah benar, tepat, dan lengkap. Bila menandatanganinya berarti anda
terlibat kebohongan.

Sebuah sistem yang menggunakan self-assessment dan reporting membuat


orang membayangkan tipe pekerjaan yang membuat golf menjadi permainan yang
terhormat. Pajak juga seperti itu. Ini ditentukan oleh self-assessment dan
reporting. Dalam konteks tersebut, sikap fair yang bisa dilakukan setiap orang
adalah dengan mengawasi diri sendiri. Masyarakat kita sering menggunakan
sistem kehormatan yang besar dan ini bisa dijalankan ketika sebagian besar orang
diatur oleh sistem kehormatan tersebut.

Ada sesuatu yang berlawanan dengan kejujuran dan kesejahteraan publik


saat ada upaya untuk mengelak dari tujuan hukum spesifik yang memberikan
batasan pada klien yang ingin menghindari pembayaran segmen pajak yang fair.
Sistem pajak dapat diselewengkan oleh akuntan dan perusahaan akuntansi yang

11
menggunakan skema penghindaran-pajak. Bagian implisit dari semua ini adalah
sebuah rekognisi tanggungjawab akuntan dan perusahaannya untuk
mempertahankan kejelasan sistem pajak–untuk menghasilkan keseimbangan
antara keuntungan pajak yang diinginkan dan loophole yang bisa melemahkan
sistem.

Akuntan dan perusahaan akuntansi perlu mengetahui tanggungjawabnya


pada masyarakat besar. Akuntan dan perusahaannya perlu tegas, karena
profesionalismenya, untuk mengikuti jalur etika. Bantuan yang sering digunakan
adalah nilai moral personal dan standar plus sebuah kultur dalam perusahaan yang
melarang pelanggaran nilai etika dalam mencapai tujuan organisasi–sebuah
filosofi manajemen kuat yang mempertegas tindakan etika dan komunikasi jelas
dari perilaku etika. Dalam situasi ini, bahkan ketika menyebabkan kerugian klien,
akuntan tetap akan melakukan apa yang benar. Ancaman kehilangan lisensi akibat
tindakan tidak beretika adalah sebuah faktor, tapi ini bukanlah faktor primer.

Dari sejumlah tantangan untuk etika, berikut ini adalah yang termasuk
peringkat atas dan juga solusinya:
Tantangan Solusi
Akuntan selalu mengikuti perubahan sifat hukum
Kompleksitas dan perubahan sifat pajak baik dengan mengikuti pelatihan ataupun
dari hukum pajak selalu update dengan membaca berita serta
mengakses situs resmi yang mengatur pajak.
Akuntan harus bertindak sigap dan
mengutamakan kehati-hatian professional serta
Keterbatasan waktu untuk praktek
memiliki target penyelesaian kerjasama dengan
klien sesuai yang disepakati.
Akuntan harus memiliki tiang dasar mengenai
ilmu perpajakan agar saat terjadi perubahan tetap
Pengetahuan tentang hukum pajak
bisa mengikuti karena telah memahami hal dasar
yang kompleks
yang terpenting sebelum menjadi praktisi.

Tekanan dari klien untuk Akuntan harus memahami dengan baik hal-hal
mengurangi liabilitas pajak yang boleh diakui dan tidak diakui sebagai suatu

12
barang atau jasa atau penghasilan kena dan tidak
kena pajak agar bisa menjaga kerjasama baik
dengan klien, namun tidak boleh mengada-ada
dan melanggar aturan yang telah ditetapkan.
Seperti yang telah dijelaskan dalam STSS No. 1,
Kurangnya pemahaman klien
akuntan wajib memberi tahu wajib pajak
terkait tanggungjawab profesional
mengenai konsekuensi hukuman potensial agar
dan potensi hukuman dari akuntan
tidak terjadi kesalahpahaman dan memastikan
baik bagi praktisi pajak dan
wajib pajak memahami kondisi akuntan yang
pembayar pajak
juga sama-sama posisinya diatur dalam hukum.

Di Indonesia, juga diatur Kode Etik Konsultan Pajak yang berlaku sejak 1
Januari 2015 oleh IKPI. IKPI atau Ikatan Konsultan Pajak Indonesia adalah
organisasi profesi Konsultan Pajak yang bersifat nasional yang berkedudukan di
Ibukota Republik Indonesia. Konsultan pajak dalam kode etik tersebut adalah
setiap orang yang dengan keahliannya dan dalam lingkungan penugasannya,
secara bebas dan professional memberikan jasa perpajakan kepada Wajib Pajak
dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Setiap anggota IKPI memiliki
tanggung jawab kepada:
a. Masyarakat;
b. Profesi (tunduk pada Standar Profesi);
c. Dirinya sendiri;
d. Organisasi IKPI;
e. Otoritas Pajak;
f. Klien;
g. Setiap rekan dalam anggota persekutuan profesi;
h. Pemberi kerja bila bekerja pada suatu KKP;
i. Setiap karyawan dalam lingkungan penugasannya.

Terdapat aturan dan panduan professional yang diatur dalam Kode Etik
Konsultan Pajak yaitu:
- Kecermatan dan Ketelitian

13
- Kompetensi
- Kerahasiaan
- Objektivitas dan Kemandirian
- Integritas
- Sopan Satun
- Dana Klien
- Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL)
- Identitas/Tanda Pengenal Praktik
- Lambang dan Lencana

2.2 Analisa Kasus: Gayus Tambunan

14
Berawal tudingan Mantan Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Susno
Duadji tentang adanya praktek mafia hukum di tubuh Polri dalam penanganan
kasus money laundring oknum pegawai pajak bernama Gayus Halomoan
Tambunan yang merembet kepada Kejaksaan Agung dan Tim Jaksa Peneliti, Tim
Jaksa Peneliti akhirnya bersuara mengungkap kronologis penanganan kasus
Gayus H. Tambunan. Berikut ini kronologis penanganan kasus Gayus H.
Tambunan menurut Tim Peneliti Kejaksaan Agung.

Kasus bermula dari kecurigaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi


Keuangan (PPATK) terhadap rekening milik Gayus H. Tambunan di Bank Panin.
Polri kemudian melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. Tanggal 7 Oktober
2009 penyidik Bareskrim Mabes Polri menetapkan Gayus H. Tambunan sebagai
tersangka dengan mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan
(SPDP).

Dalam berkas yang dikirimkan penyidik Polri kepada kejaksaan, Gayus H.


Tambunan dijerat dengan tiga pasal berlapis yakni pasal korupsi, pencucian uang,
dan penggelapan. Hal ini karena Gayus H. Tambunan adalah seorang pegawai
negeri dan memiliki dana Rp. 25 miliar di Bank Panin.

Hasil penelitian jaksa menyebutkan bahwa hanya terdapat satu pasal yang
terbukti terindikasi kejahatan dan dapat dilimpahkan ke Pengadilan, yaitu
penggelapan namun hal ini tidak terkait dengan uang senilai Rp. 25 milliar yang
diributkan PPATK dan Polri. Untuk korupsi terkait dana Rp.25 milliar tidak dapat
dibuktikan karena dalam penelitian ternyata uang tersebut merupakan produk
perjanjian Gayus dengan Andi Kosasih. Andi Kosasih adalah pengusaha garmen
asal Batam yang mengaku pemilik uang senilai hampir Rp. 25 miliar di rekening
Bank Panin milik Gayus H. Tambunan. Hal ini didukung dengan adanya
perjanjian tertulis antara terdakwa (Gayus H. Tambunan) dan Andi Kosasih yang
ditandatangani tanggal 25 Mei 2008.

Menurut Cirrus Sinaga selaku anggota Tim Jaksa Peneliti kasus Gayus,
Gayus H. Tambunan dan Andi Kosasih awalnya berkenalan di pesawat. Kemudian

15
keduanya berteman karena merasa sama-sama besar, tinggal dan lahir di Jakarta
Utara. Karena pertemanan keduanyalah Andi Kosasih meminta Gayus H.
Tambunan mencarikan tanah dua hektar untuk membangun ruko di kawasan
Jakarta Utara. Biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan tanah tersebut sebesar
US$ 6 juta. Namun Andi Kosasih baru menyerahkan uang sebesar US$ 2.810.000.
Andi menyerahkan uang tersebut kepada Gayus melalui transaksi tunai di rumah
orang tua istri Gayus lengkap dengan kwitansinya, sebanyak enam kali yaitu pada
tanggal 1 Juni 2008 sebesar US$ 900.000, tanggal 15 September 2008 sebesar
US$ 650.000, tanggal 27 Oktober 2008 sebesar US$ 260.000, tanggal 10
November 2008 sebesar US$ 200.000, tanggal 10 Desember 2008 sebesar US$
500.000, dan terakhir pada tanggal 16 Februari 2009 sebesar US$ 300.000. Andi
Kosasih menyerahkan uang tersebut karena dia percaya kepada Gayus H.
Tambunan.

Menurut Cirrus Sinaga, dugaan money laundring hanya tetap menjadi


dugaan karena Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) sama
sekali tidak dapat membuktikan uang senilai Rp. 25 milliar tersebut merupakan
uang hasil kejahatan pencucian uang (money laundring). PPATK telah dihadirkan
dalam kasus tersebut sebagai saksi. Dalam proses perkara, PPATK tidak bisa
membuktikan transfer rekening yang diduga tindak pidana.

Dari perkembangan proses penyidikan kasus tersebut, ditemukan juga


adanya aliran dana senilai Rp 370 juta di rekening lainnya di Bank BCA milik
Gayus H. Tambunan. Uang tersebut diketahui berasal dari dua transaksi yaitu dari
PT.Mega Cipta Jaya Garmindo. PT. Mega Cipta Jaya Garmindo adalah
perusahaan milik pengusaha Korea, Mr. Son dan bergerak di bidang garmen.
Transaksi dilakukan dalam dua tahap yaitu pada tanggal 1 September 2007
sebesar Rp. 170 juta dan 2 Agustus 2008 sebesar Rp. 200 juta.

Setelah diteliti dan disidik, uang senilai Rp.370 juta tersebut diketahui
bukan merupakan korupsi dan money laundring tetapi penggelapan pajak murni.
Uang tersebut dimaksudkan untuk membantu pengurusan pajak pendirian pabrik
garmen di Sukabumi. Namun demikian, setelah dicek, pemiliknya Mr Son, warga
Korea, tidak diketahui berada di mana. Uang tersebut masuk ke rekening Gayus

16
H. Tambunan tetapi ternyata Gayus tidak urus pajaknya. Uang tersebut tidak
digunakan oleh Gayus dan tidak dikembalikan kepada Mr. Son sehingga hanya
diam di rekening Gayus. Berkas P-19 dengan petujuk jaksa untuk memblokir dan
kemudian menyita uang senilai Rp 370 juta tersebut. Dalam petunjuknya, jaksa
peneliti juga meminta penyidik Polri menguraikan di Berita Acara Pemeriksaan
(BAP) keterangan tersebut beserta keterangan tersangka (Gayus H. Tambunan).

Dugaan penggelapan yang dilakukan Gayus diungkapkan Cirrus Sinaga


secara terpisah dan berbeda dasar penanganannya dengan penanganan kasus
money laundring, penggelapan dan korupsi senilai Rp. 25 milliar yang semula
dituduhkan kepada Gayus. Cirrus dan jaksa peneliti lain tidak menyinggung soal
Rp 25. milliar lainnya dari transaksi Roberto Santonius, seorang konsultan pajak.
Kejaksaan pun tak menyinggung apakah mereka pernah memerintahkan penyidik
Polri untuk memblokir dan menyita uang dari Roberto ke rekening Gayus senilai
Rp 25 milyar itu.

Sebelumnya, penyidik Polri melalui AKBP Margiani, dalam keterangan


persnya mengungkapkan bahwa jaksa peneliti dalam petunjuknya (P-19) berkas
Gayus memerintahkan penyidik untuk menyita besaran tiga transaksi
mencurigakan di rekening Gayus. Adapun tiga transaksi itu diketahui berasal dari
dua pihak, yaitu Roberto Santonius dan PT. Mega Jaya Citra Termindo. Transaksi
yang berasal dari Roberto, yang diketahui sebagai konsultan pajak bernilai Rp. 25
juta, sedangkan dari PT. Mega Jaya Citra Termindo senilai Rp. 370 juta. Transaksi
itu terjadi pada tanggal 18 Maret, 16 Juni dan 14 Agustus 2009. Uang senilai Rp.
395 juta tersebut disita berdasarkan petunjuk dari jaksa peneliti kasus itu.

Berkas Gayus dilimpahkan ke pengadilan. Jaksa mengajukan tuntutan 1


(satu) tahun dan masa percobaan 1 (satu) tahun. Dari pemeriksaan atas pegawai
Direktorat Jenderal Pajak itu sebelumnya, beredar kabar bahwa ada “guyuran”
sejumlah uang kepada polisi, jaksa, hingga hakim masing-masing Rp 5 miliar.
Diduga gara-gara ‘guyuran’ uang tersebut Gayus terbebas dari hukuman. Dalam
sidang di Pengadilan Negeri Tangerang tanggal 12 Maret 2010, Gayus yang hanya
dituntut satu tahun percobaan, dijatuhi vonis bebas.

17
Menurut Yunus Husein, Ketua PPATK, “Mengalirnya uang belum
kelihatan kepada aparat negara atau kepada penegak hukum. Namun anehnya
penggelapan ini tidak ada pihak pengadunya, pasalnya perusahaan ini telah tutup.
Sangkaan inilah yang kemudian maju ke persidangan Pengadilan Negeri
Tangerang. Di Pengadilan Negeri Tangerang, Gayus tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan. Hasilnya, Gayus
divonis bebas.”

Sosok Gayus dinilai amat berharga karena ia termasuk saksi kunci dalam
kasus dugaan makelar kasus serta dugaan adanya mafia pajak di Direktorat
Jenderal Pajak. Belum diketahui apakah Gayus melarikan diri lantaran takut atau
ada tangan-tangan pihak tertentu yang membantunya untuk kabur supaya kasus
yang membelitnya tidak terbongkar sampai ke akarnya. Satgas Pemberantasan
Mafia Hukum meyakini kasus Gayus H. Tambunan bukan hanya soal pidana
pengelapan melainkan ada juga pidana korupsi dan pencucian uang.

Gayus diketahui berada di Singapura. Dia meninggalkan Indonesia pada


Rabu, 24 Maret 2010 melalui Bandara Soekarno-Hatta. Namun dia pernah
memberikan keterangan kepada Satgas kalau praktek yang dia lakukan melibatkan
sekurang-kurangnya 10 rekannya. Imigrasi tidak mengetahui posisi Gayus.

Satgas Pemberantasan Mafia Hukum mengatakan bahwa kasus markus


pajak dengan aktor utama Gayus H. Tambunan melibatkan sindikasi oknum polisi,
jaksa, dan hakim. Satgas menjamin oknum-oknum tersebut akan ditindak tegas
oleh masing-masing institusinya, koordinasi perkembangan ketiga lembaga
tersebut terus dilakukan bersama Satgas. Ketiga lembaga tersebut sudah berjanji
akan melakukan proses internal. Kasus ini merupakan sindikasi (jaringan) antar
berbagai lembaga terkait.

Perkembangan selanjutnya kasus Gayus melibatkan Komjen Susno Duadji,


Brigjen Edmond Ilyas, Brigjen Raja Erisman. Setelah 3 kali menjalani
pemeriksaan, Komjen Susno Duadji menolak diperiksa Propam. Alasannya, dasar
aturan pemeriksaan sesuai dengan Pasal 45, 46, 47, dan 48 UU No 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal 25 Perpres No. I

18
Tahun 2007 tentang Pengesahan Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan,
harus diundangkan menteri dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM.

Komisi III DPR menyatakan siap memberi perlindungan hukum untuk


Komjen Susno Duadji. Pada tanggal 30 Maret 2010, polisi telah berhasil
mendeteksi posisi keberadaan Gayus di negara Singapura dan menunggu
koordinasi dengan pihak pemerintah Singapura untuk memulangkan Gayus ke
Indonesia. Polri mengaku tidak akan seenaknya melakukan tindakan terhadap
Gayus meski yang bersangkutan telah diketahui keberadaannya di Singapura.

Pada tanggal 31 Maret 2010, Tim Penyidik Divisi Profesi dan Pengamanan
(Propam) Polri memeriksa tiga orang sekaligus. Selain Gayus H. Tambunan dan
Brigjen Edmond Ilyas, ternyata Brigjen Raja Erisman juga ikut diperiksa.
Pemeriksaan dilakukan oleh tiga tim berbeda. Tim pertama memeriksa berkas
lanjutan pemeriksaan Andi Kosasih, tim kedua memeriksa adanya keterlibatan
anggota polri dalam pelanggaran kode etik profesi, dan tim ketiga menyelidiki
keberadaan dan tindak lanjut aliran dana rekening Gayus.

Pada tanggal 7 April 2010, Komisi III DPR mengendus seorang jenderal
bintang tiga di Kepolisian diduga terlibat dalam kasus Gayus H. Tambunan dan
seseorang bernama Syahrial Johan ikut terlibat dalam kasus penggelapan pajak
yang melibatkan Gayus H. Tambunan, dari Rp. 24 milliar yang digelapkan Gayus,
Rp. 11 milliar mengalir kepada pejabat kepolisian, Rp. 5 milliar kepada pejabat
kejaksaan dan Rp. 4 milliar di lingkungan kehakiman, sedangkan sisanya
mengalir kepada para pengacara.

Sumber: (Kronologis kasus gayus ini diambil dari blog SIR MR SRI
TAMIANG yang diposkan hari Minggu tanggal 13 Maret 2011 dengan pengeditan
kata seperlunya.

19
Analisis secara umum:

Berdasarkan kasus diatas, seharusnya Gayus selaku pegawai pajak


melakukan pertanggungjawaban sebagai profesional yang senantiatasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam setiap kegiatan yang
dilakukannya. Selain itu seharusnya tidak melanggar prinsip etika profesi yang
kedua,yaitu kepentingan publik, yaitu dengan cara menghormati kepercayaan
publik. Kemudian tetap memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik sesuai
dengan prinsip integritas. Seharusnya tidak melanggar juga prinsip obyektivitas
yaitu dimana setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari
benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.

Analisis secara khusus:

1. Tanggung Jawab Profesi

Ketika melaksanakan tanggungjawabnya sebagai seorang profesional, setiap


anggota harus mempergunakan pertimbangan moral dan juga profesional
didalam semua aktivitas/kegiatan yang dilakukan. Berdasarkan kasus diatas,
Gayus melanggar prinsip ini karena kegiatan menyimpang yang dilakukan
Gayus tidak didasari dengan pertimbangan moral dan tidak profesional.
Menerima suap dan mengatur kasus perpajakan adalah prilaku Gayus yang
melanggar prinsip kode etik tanggung jawab profesi ini.

2. Kepentingan Publik

Setiap anggota harus senantiasa bertindak dalam krangka memberikan


pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan yang diberikan publik,
serta menunjukkan komitmennya sebagai profesional. Berdasarkan kasus
diatas, Dengan Gayus menerima suap dari perusahaan yang menginginkan
pembayaran pajak mereka lebih kecil, maka otomatis prinsip ini dilanggar.
Karena jika Gayus menerima suap, maka jumlah pajak yang diterima negara
tidak sebesar seharusnya.

20
3. Integritas

Guna menjaga dan juga untuk meningkatkan kepercayaan publik, tiap tiap
anggota wajib memenuhi tanggungjawabnya sebagai profesional dengan
tingkat integritas yang setinggi mungkin. Bedasarkan kasus diatas, menunjukan
bahwa Gayus melanggar prinsip kode etik ini, Gayus telah mengutamakan
kepentingan pribadinya dibandingkan kepentingan publik.

4. Obyektivitas

Tiap individu anggota berkeharusan untuk menjaga tingkat keobyektivitasnya


dan terbebas dari benturan-benturan kepentingan dalam menjalankan tugas
kewajiban profesionalnya. Berdasarkan kasus diatas, Gayus tidak bersikap
objektif dalam menjalankan tugasnya. Sebagai pegawai Dirjen Pajak
seharusnya dia dapat bersikap objektif terhadap wajib pajak. tetapi yang
dilakukan malah membantu wajib pajak untuk menang dalam pengadilan pajak
dan menerima imbalan atas jasa tersebut.

5. Kompetensi dan sifat kehati hatian

Tiap anggota harus menjalankann jasa profesional dengan kehati hatian,


kompetensi dan ketekunan serta memiliki kewajiban memepertahankan
keterampilan profesional pada tingkatan yang dibutuhkan guna memastikan
bahwa klien mendapatkan manfaat dari jasa profesional yang diberikan dengan
kompeten berdasar pada perkembangan praktek, legislasi serta teknik yang
mutahir. Dalam prinsip ini memang Gayus memperlakukan kliennya dengan
sangat baik. Akan tetapi Gayus melanggar satu hal yang sangat penting dalam
prinsip ini yaitu sikap hati-hati dan profesionalnya.

6. Perilaku Profesional

Tiap anggota wajib untuk berperilaku konsisten dengan reputasi jang baik dan
menjauhi kegiatan/tindakan yang bisa mendiskreditkan profesi. Hal ini yang
dilanggar oleh Gayus, Gayus telah melakukan tindakan yang membuat institusi
dan pekerjaan sebagai pegawai Dirjen Pajak sama seperti sarang korupsi.

21
7. Standar Teknis

Anggota harus menjalankan jasa profesional sesuai standar tehknis dan


standard proesional yang berhubungan/relevan. tiap tiap anggota memiliki
kewajiban melaksanakan penugasan dari klien selama penugasan tersebut tidak
berseberangan dengan prinsip integritas dan prinsip objektivitas. Berdasarkan
kasus diatas, Jelas terlihat bahwa prilaku Gayus sangat menyimpang dari
standar pekerjaan aparat Dirjen Pajak. Aparat Dirjen Pajak dilarang keras
menerima suap dari wajib pajak. Akan tetapi hal ini dilakukan oleh Gayus.

BAB III
PENUTUP

22
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan materi yang telah disajikan sebelumnya, dapat ditarik
kesimpulan bahwa akuntansi pajak adalah akuntansi untuk keperluan pajak.
Dalam kaitannya dengan etika akuntan pajak, AICPA mengeluarkan Statement on
Responsibility Tax Practice (SRTP) pada sekitar tahun 1964 – 1977. yang
sekarang berubah menjadi Standards for Tax Services (SSTS). SSTS yang dapat
diberlakukan ini berlaku untuk semua layanan pajak, dan dirancang untuk:
1. Identifikasi dan kembangkan standar yang sesuai dalam menyediakan layanan
pajak dan promosikan aplikasi seragam mereka oleh CPA.
2. Tingkatkan pemahaman tentang tanggung jawab CPA oleh pejabat Departemen
Keuangan dan IRS dan dorong pengembangan standar serupa untuk personel
mereka.
3. Menumbuhkan kepatuhan publik dan kepercayaan terhadap sistem perpajakan
kita melalui kesadaran akan standar praktik perpajakan yang baik.
4. Meningkatkan penunjukan profesional CPA.

SSTS terdiri atas 7 yaitu:


- Tax Return Position
- Answer to Questions on Returns
- Certain Procedural Aspects of Preparing Returns
- Use of Estimates
- Departure from a Position Previously Concluded in an Administrative
Proceeding or Court Decision
- Knowledge of Error: Return Preparation and Administrative Proceedings
- Form and Content of Advice to Taxpayers

Di Indonesia, juga diatur Kode Etik Konsultan Pajak yang berlaku sejak 1
Januari 2015 oleh IKPI. IKPI atau Ikatan Konsultan Pajak Indonesia adalah
organisasi profesi Konsultan Pajak yang bersifat nasional yang berkedudukan di
Ibukota Republik Indonesia. Konsultan pajak dalam kode etik tersebut adalah
setiap orang yang dengan keahliannya dan dalam lingkungan penugasannya,
secara bebas dan professional memberikan jasa perpajakan kepada Wajib Pajak
dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan.

23
Terdapat aturan dan panduan professional yang diatur dalam Kode Etik
Konsultan Pajak yaitu:
- Kecermatan dan Ketelitian
- Kompetensi
- Kerahasiaan
- Objektivitas dan Kemandirian
- Integritas
- Sopan Satun
- Dana Klien
- Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL)
- Identitas/Tanda Pengenal Praktik
- Lambang dan Lencana

3.2 Saran
Dari pembahasan di atas, maka penyusun menyarankan agar pembaca
mampu memahami sehingga kelak mampu menerapkan etika dalam akuntansi
pajak agar tidak melakukan kesalahan yang mampu berakibat fatal baik untuk diri
sendiri, klien, dan Negara.

DAFTAR PUSTAKA

Ikatan Konsultan Pajak Indonesia. Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga


Kode Etik, Standar Profesi Konsultan Pajak. 2015

Moore, Virginia M. CPA’s Responsibilities in Tax Pracitce. 1989. The CPA


Journal Online

24
Tax Executive Committee of AICPA. Statements on Standards for Tax Services.
2018

http://etikaakuntansiperpajakan.blogspot.com/

https://gilangadhit.blogspot.com/2016/12/etika-akuntansi-pajak.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Internal_Revenue_Service

https://www.aicpa.org/interestareas/tax/resources/standardsethics/statementsonsta
ndardsfortaxservices.html

25

Anda mungkin juga menyukai