Anda di halaman 1dari 11

Resume

Etika Bisnis dan Profesi

ETIKA DALAM BISNIS GLOBAL


Resume ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Etika Bisnis dan Profesi kelas CA
Dosen Pengajar
Prof. Dr. Unti Ludigdo, Ak., CA.

Disusun oleh:
Bilal Andre Agassi
135020301111086
Atiya Fitriani
145020304111001
Gery Fajar Cahyadi
145020304111008

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN AKUNTANSI
MALANG
2015

BAB 11 - ETIKA DALAM BISNIS INTERNASIONAL


Etika dalam bisnis Internasional berkaitan dengan beberapa masalah moral yang khusus
berkaitan dengan bisnis pada taraf internasional.
1. Norma-norma moral yang umum pada taraf interansional
Salah satu masalah besar yang sudah lama disoroti serta didiskusikan dalam etika
filosofis adalah relatif tidaknya norma-norma moral. Richard De George membicarakan
tiga jawaban atas pertanyaan tersebut, yang kesemuanya ada benar maupun salahnya.
Jawaban-jawaban tersebut adalah :
a. Menyesuaikan diri
Jawaban ini mengatakan bahwa dalam bisnis internasional kita harus
menyesuaikan diri begitu saja dengan norma-norma etis yang berlaku di Negara lain
dimana kita mempraktekkan bisnis. Tetapi bila diteliti secara kritis, relativisme moral
itu tidak bisa diterima. Norma-norma penting berlaku sama di seluruh dunia.
Sedangkan norma non-moral untuk perilaku manusia bisa berbeda di berbagai tempat.
b. Rigorisme moral
Pendangan kedua memilih arah terbalik, dimana pandangan ini mau
mempertahankan kemurnian etika yang sama seperti di negerinya sendiri. Perusahaan
di luar negeri hanya boleh melakukan apa yang dilakukan di negaranya sendiri dan
justru tidak boleh menyesuaikan diri dengan norma etisyang berbeda di tempat lain.
Namun pandangan ini sulit dipertahankan karena situasi setempat bisa saja berbeda
dan tentu akan memengaruhi pandangan moral kita.
c. Imoralisme naif
Sedangkan menurut pandangan ketiga, dalam bisnis internasional kita tidak perlu
berpegang pada norma-norma etis. Mereka berpendapat kita harus mematuhi
ketentuan hukum yang berlaku, tetapi selain itu, kita tidak perlu mematuhi normanorma moral . Perusahaan yang terlalu memperhatikan etika akan dirugikan, karena
daya saingnya terganggu.
2. Masalah dumping dalam bisnis internasional
Yang jelas termasuk pada etika bisnis internasional adalah politik dumping karena
diangap kurang etis dan berlangsung dalam hubungan dengan negara lain.
Politik dumping dapat dilakukan dengan berbagai motif. Salah satu motif adalah
jumlah produksi yang berlebih sehingga penjual akan memilih lebih baik menjual dengan

merugi daripada tidak terjual. Sedangkan motif lebih negative adalah menjual dengan
murah demi merebut monopoli pasar, dan setelah tercapai Ia akan bebas menentukan
harga pasar.
Politik dumping dianggap tidak etis karena melanggar etika pasar bebas. Kelompok
bisnis yang ingin terjun ke dalam bisnis internasional, dengan sendirinya melibatkan diri
untuk menghormati keutuhan sistem pasar bebas. Kompetisi yang adil merupakan satu
prinsip dasar dari etika pasar bebas. Sebaliknya tidak etis bila satu negara menuduh
negara lain melakukan dumping padahal maksudnya adalah melindungi pasar dalam
negeri.
Maka dapat dikategorikan beberapa tindakan yang termasuk dumping dan tidak baik.
Adapun tindakan tersebut adalah menekan harga ekspor dengan memberikan upah yang
tidak adil. Untuk itu, standar upah buruh harus memiliki batas minimum, tidak boleh
menekan upah buruh serendah mungkin. Tindakan lain adalah penyusutan aktiva
sepenuhnya dibebankan pada harga produk dalam negeri, sedangkan faktor tersebut tidak
diperhitungkan pada harga jual ke negara lain.
3. Aspek-aspek etis dari korporasi multinasional
Korporasi multinasional adalah perusahaan yang mempunyai investasi langsung
dalam dua Negara atau lebih. Perusahaan yang mempunyai hubungan dagang dengan luar
negeri, belum termasuk kategori ini. Namun perusahaan yang memiliki pabrik di lebih
dari satu Negara termasuk berstatus korporasi multinasional. Dan karena memiliki
kekuatan ekonomis yang sering kali sangat besar, mereka menimbulkan masalah etis
sendiri.
Masalah yang timbul adalah :
a. Korporasi multinasional tidak boleh dengan sengaja mengakibatkan kerugian
langsung.
b. Korporasi multinasional harus menghasilkan lebih banyak manfaat daripada kerugian
bagi negara dimana mereka beroperasi.
c. Dengan kegiatannya korporasi multinasional harus memberi kontribusi kepada
pembangunan negara di mana Ia beroperasi.
d. Korporasi multinasional harus menghormati hak asasi manusia dari semua
karyawannya, di negara manapun ia beroperasi.
e. Sejauh kebudayaan setempat tidak melanggaar norma-norma etis, korporasi
multinasional harus menghormati kebudayaan lokal tersebut dan bekerjasama
dengannya (bukan menentang budaya tersebut).

f. Korporasi multinasional harus membayar pajak dengan benar, sesuai ketentuan yang
berlaku di negara tersebut kecuali ada Tax Treaty/perjanjian pajak antar negara
dengan negara asal perusahaan.
g. Korporasi multinasinal harus bekerja sama dengan pemerintah setempat dalam
mengembangkan dan menegakkan kebijakan yang berkaitan dengan lembaga
pendukung dan yang mengatur perekonomian.
h. Negara yang memiliki mayoritas saham sebuah perusahaan harus memikul tanggung
jawab moral atas kegiatan dan kegagalan perusahaan tersebut.
4. Masalah korupsi pada taraf internasional
Etika dalam bisnis Internasional berkaitan dengan beberapa masalah moral yangkhusus
berkaitan dengan bisnis pada taraf internasional. Korporasi multinasional adalah perusahaan yang
mempunyai investasi langsungdalam dua Negara atau lebih. Perusahaan yang
mempunyai hubungan dagangdengan luar negeri, belum termasuk kategori ini. Namun
perusahaan yang memilikipabrik di lebih dari satu Negara termasuk berstatus
korporasi multinasional. Dan k a r e n a m e m i l i k i k e k u a t a n e k o n o m i s y a n g
s e r i n g k a l i s a n g a t b e s a r, m e r e k a menimbulkan masalah etis sendiri.
Korupsi dapat menimbulkan masalah besar bagi bisnis internasional karena disatu negara
dapat saja dipraktekkan sesuatu yang tidak dapat diterima negara lain.Dan di sini timbul
pertanyaan, tidakkah orang harus menyesuaikan diri dengan kebudayaan negara
tertentu untuk mencapai kesuksesas yang termasuk budayasuap?Uang suap tidak dapat
dibenarkan, dengan beberapa alasan berikut:
Praktek suap melanggar etika pasar. Kalau seseorang terjun dalam bisnisyang didasarkan
pada prinsip ekonomi pasar, maka Ia harus berpegangn pada aturan main yang berlaku.
Dalam system ekonomi, orang akan mendapat bayaran bila Ia bekerja. Makatidak etis bila seseorang yang
tidak berhak, menerima imbalan pula.
Uang

suap

demi

memonopoli

alokasi

persediaan

yang

terbatas,

a k a n mengacaukan system pasar dan keseimbangan pasar. Dengan sendirinya juga


melanggar etika pasar bebas yang seharusnya dianut dalam bisnis internasional.
Praktek suap juga mengundang perbutatan tidak etis serta pelanggaran yangbersifat illegal lain.
BAB 12 PERANAN ETIKA DALAM BISNIS

Menurut Richard de George, perusahaan perlu tiga hal pokok untuk mencatat sukses dalam
bisnis, yaitu: produk yang baik, manajemen yang mulus dan etika. Bila perusahaan
mempunyai produk yang bermutu, berguna untuk masyarakat dan dikelola oleh manajemen
yang tepat namun tidak memiliki etika, maka suatu saat hal ini akan menjadi penghambat
kesuksesan. Saat ini eika muali diakui sangat penting dalam bisnis, dibanding dengan
program-program peningkatan manajemen bisnis lainnya.
1. Bisnis Berlangsung Dalam Konteks Moral
Bisnis merupakan unsur penting dalam masyarakat, dimana hampir semua orang terlibat di
dalamnya. Kita membeli barang/jasa untuk kebutuhan hidup dan terlibat dalam produksi
barang/penyediaan jasa yang dibutuhkan orang lain. Makin maju masyarakat, makin besar
ketergantungan dalam bidang ekonomi. Bisnis tidak dapat lepas dari aturan-aturan yang
harus diterima dalam pergaulan sosial, termasuk aturan moral. Namun, kadang kehadiran
etika dalam bisnis masih diragukan.
a. Mitos mengenai bisnis amoral
Kadang muncul anggapan bisnis tidak ada hubungannya dengan etika atau moralitas,
pebisnis hanya perlu menjalankan pekerjaannya. Richard de George menyebut
pandangan ini the myth of amoral business. Dalam bisnis, orang hanya menyibukkan
diri dengan jual-beli, produksi, mencari pasar dan untung, tanpa berurusan dengan
etika. Etika/moralitas adalah urusan individu, bisnis tidak berkaitan langsung dengan
etika. Namun bisnis yang amoran (tidak ada kaitan dengan moral) ini hanya mitos
belaka. Saat ini mitos itu mulai ditinggalkan, ditunjukkan dengan tiga gejala antara
lain: (1) bisnis disoroti tajam oleh masyarakat melalui media, (2) bisnis diamati dan
dikritik oleh LSM, (3) bisnis mulai prihatin dengan dimensi etis dalam kegiatannya.
Hal ini tampak dengan adanya kode-kode etik bisnis perusahaan dan berbagai refleksi
masalah etis yang dimuat di konfrensi, seminar, dan artikel bisnis.
b. Mengapa bisnis harus berlaku etis
Jawaban atas pertanyaan ini terdapat pada sejarah pemikiran yang memberikan tiga hal
yaitu:
1) Tuhan adalah hakim kita
Dalam agama, Tuhan adalah Hakim Mahaagung yang menghukum kejahatan dan
mengganjar kebaikan. Tidak mungkin ada sesuatu yang dibiarkan tidak terhukum.
Pandangan ini ada dari aspek teologis bukan filosofis. Sehingga menjadi tugas
agama untuk mengajak tiap pemeluknya berpegang pada motivasi moral ini.

2) Kontrak sosial
Hidup dalam masyarakat berarti mengikat diri pada kewajiban untuk menaati
norma-norma dan nilai-nilai moral yang disepakati bersama. Bila tidak maka
kehidupan dalam masyarakat menjadi kacau. Hidup sosial menjadi tidak mungkin
tanpa moralitas yang disetujui bersama. Jika semua orang yang terlibat dalam
bisnis seperti pembeli, penjual, produsen, manajer, pemasok, konsume, pekerja
tidak berpegang pada moral, dalam waktu singkat bisnis akan berhenti sama
sekali. Moralitas menjadi minyak pelumas yang memperlancar kegiatan bisnis
dan lainnya dalam masyarakat serta menjadi lem yang mempersatukan orangorang bisnis dan anggota masyarakat lainnya. Moralitas merupakan syarat mutlak
untuk diakui semua orang yang ingin terjun dalam kegiatan bisnis.
3) Keutamaan
Keutamaan sebagai disposisi untuk tetap melakukan hal baik adalah
penyempurnaan tertinggi dari kodrat manusia. Manusia yang berlaku etis adalah
baik secara menyeluruh, bukan karena aspek tertentu saja. Pebisnis harus
berperilaku baik dan memiliki integritas, sehingga bisa mengumpulkan profit
tetap dengan pertimbangan moral.
2. Kode Etik Perusahaan
a. Manfaat dan kesulitan aneka macam kode etik perusahaan
Banyak karyawan yang berkecimpung dalam bidang bisnis, terikat dengan salah satu
kode etik tertulis khusus untuk sebuah perusahaan. Fenomena yang muncul di tahun
1979-an adalah terjadinya beberapa skandal korupsi dalam kalangan bisnis. Hal ini
menggugah perusahaan-perusahaan untuk memiliki peraturan yang ketat dan jelas
untuk mencegah hal negatif tersebut. Kode etik perusahaan ini masih beraneka ragam,
menurut Patrick Murphy, yang menggunakan istilah ethics statements dibedakan tiga
macam yaitu:
1. Values statements (pernyataan nilai), yang merupakan dokumen singkat dan
melukiskan apa yang dilihat perusahaan sebagai misinya.
2. Corporate credo (kredo perusahaan), yang merumuskas tanggung jawab
perusahaan terhadap para stakeholders.
3. Code of conduct/ code of ethical conduct, yang menyangkut kebijakan etis
perusahaan berhubungan dengan kesulitan yang bisa timbul.
Pembuatan kode etik adalah cara ampuh untuk melembagakan etika dalam struktur dan
kegiatan perusahaan. Manfaat kode etik perusahaan dapat dilukiskan sebagai berikut:

1. Kode etik meningkatkan kredibilitas perusahaan, karena etika menjadi corporate


culture. Kode etik mengikat karyawan pada standar etis yang sama, sehingga
mengambil keputusan dengan cara yang sama untuk kasus sejenis.
2. Kode etik menghilangkan grey area di bidang etika. Ambiguitas moral sering
mengganggu kinerja perusahaan walau sebenarnya dapat dihindarkan.
3. Kode etik menjelaskan bagaimana perusahaan menilai tanggung jawab sosialnya.
Dengan kode etik perusahaan dapat menyatakan bagaimana ia memahami
tanggung jawab sosial dengan melampaui standar minimal etika.
4. Kode etik menyediakan kemungkinan bagi perusahaan untuk mengatur dirinya
sendiri. Sehingga negara tidak perlu campur tangan. Kerangka moral dari
masyarakat bisnis jauh lebih efektif ketimbang dipaksakan dari luar.
Membuat kode etik ternyata tidak cukup untuk memecahkan permasalahan, sehingga
kode etik perusahaan juga menemui tiga kritik, antara lain:
1. Kode etik sering hanya merupakan formalitas yang berfungsi untuk membuat
pihak luar kagum dengan perusahaan. Sehingga kode etik sering menjadi unsur
public relation saja tanpa ada substansi real nya.
2. Kode etik dirumuskan dengan terlalu umum sehingga tidak menunjukkan jaln
keluar bagi masalah moral konkret yang dihadapi perusahaan. Manfaat kode etik
menjadi sangat berkurang karena sering hanya merupakan intepretasi berwibawa
dari pimpinan.
3. Jarang ada enforcement untuk kode etik perusahaan. Jarang ada sanksi atas
pelanggaran sehingga kode etik menjadi kurang efektif, karena kurang dirasakan
bedanya bila ada atau tidak.
Walau begitu kode etik perusahaan tetap berguna untuk merumuskan standar etis yang
jelas udan tegas untuk semua karyawan dan jangkauan tanggung jawab sosial
perusahaan, sehingga perlu dicari jalan untuk menjamin keefektifan kode etik tersebut.
Faktor-faktor yang dapat menjamin keefektifan itu antara lain:
1. Kode etik sebaiknya dirumuskan berdasar masukan dari karyawan sehingga
merupakan kesepakatan bersama pihak yang terikat olehnya.
2. Harus dipertimbangkan dengan teliti bidang-bidang apa dan topik-topik mana yang
sebaiknya tercakup oleh kode etik perusahaan.
3. Kode etik perusahaan sewaktu-waktu harus direvisi dan disesuaikan dengan
perkembangan intern maupun ekstern.
4. Kode etik perusahaan ditegakkan secara konsekuen dengan menerapkan sanksi,
namun tetap harus secara fair dan adil serta ada prosedur naik banding.
b. Ethical auditing

Pemeriksaan atas kinerja etis dan sosial perusahaan oleh sebuah institut independen
menjadi inisiatif menarik. Keberhasilan pemeriksaan itu bergantung pada kredibilitas
institut yang melakukan. Banyak nama lain untuk pemeriksaan ini seperti ethical
accounting, social auditing, stakeholder auditing, social performance report, dll.
Kadang aspek etis diperiksa dalam kerangka sosial yang lebih luas, tapi juga perlu
disoroti dengan eksplisit jika kode etik perusahaan menjadi obyek langsung dari
pemeriksaan.
3. Good Ethics, Good Business
Keraguan tentang etika bisnis sudah banyak menghilang saat ini, karena sudah banyak
terbentuk sikap positif dalam dunia bisnis, yang berpikir bahwa bisnis harus bersikap etis
demi kepentingan bisnis itu sendiri. Banyak juga dikaitkan bahwa perusahaan dengan
standar etis tinggi tergolong perusahaan yang sukses. Studi-studi menunjukkan adanya
hubungan antara perhatian untuk etika dengan keuntungan finansial. Namun hubungan
kausalitasnya masih sulit untuk dibuktikan. Walaupun begitu, tidak bisa dipungkiri bahwa
etika perlu untuk mencapai bisnis yang sukses. Dalam bisnis kepercayaan merupakan
unsur yang sangat oenting dan mengandalkan bonafidas pada pihak lain. Banyak
perusahaan mencapai umur panjang dan besar karena didasarkan atas kepercayaan.
Semua itu tidak menjamin bahwa etika yang baik selalu dan tanpa kecuali menjadi kunci
sukses bisnis. Tidak mustahil perusahaan yang lebih etis mendapat keuntungan finansial
yang lebih kecil dari perusahaan yang tidak terlalu mempedulikan etika. Namun perbedaan
ini tidak boleh menjadi terlalu besar. Negara harus ikut campur tangan melalui peraturan
hukum bila perusahaan kalah bersaing gara-gara peduli akan lingkungan.
Meskipun tidak mutlak, umumnya perusahaan yang adalah perusahaan yang mencapai
sukses juga. Good ethics, good business. Harapan untuk sukses tidak boleh menjadi satusatunya motivasi untuk berprilaku etis. Di Indonesia masih banyak anggapan bahwa
perusahaan akan kalah dalam bisnis bila berpegang pada etika. Pandangan ini tentu tidak
tahan uji, sehingga beberapa kesimpulan dapat dicapai dari sini.

Etika bisnis hanya bisa berperan dalam komunitas moral. Moralitas tidak
mencakup individual saja namun juga dalam kerangka sosial. Di Indonesia, etika
bisnis susah mengalami kemajuan karena adanya kerangka politik-sosial yamg
tidak sehat. Banyak skandal bisnis yang tidak terselesaikan karena adanya
bekingan dari penguasa. Ini menyebabkan krisis moral, sehingga pemikiran bisnis

yang beretika akan kalah saing. Hal ini bukan berarti etika harus ditinggalkan,
justru pebisnis harus bersama-sama mengubah haluan moral dan menuntut

penguasa menjamin kerangka moral yang sehat.


Berpegang pada pernyataan bila mengikuti etika pasti akan kalah berarti hanya
berpikir jangka pendek dalam proses bisnis, padahal jangka panjang justru lebih

penting.
Meragukan etika dalam bisnis harusnya dikembalikan pada ingatan pada keadilan
sosial yang menjadi ideologi negara kita. Kesejahteraan karyawan harus menjadi

trade mark bisnis yang kita bangun.


Kita perlu mempertimbangkan persepsi dunia luar akan kinerja bisnis Indonesia.
Dalam dunia internasional, Indonesia dinilai sebagai salah satu negara paling
korup. Dalam Indeks Persepsi Korupsi dari Lembaga Transparency Internasional,
Indonesia menempati urutan ke 97 dari 99 negara dengan skala 1,7 dari skala 10.
Kita harus membuka mata dengan sungguh-sungguh dan tidak terlena dengan
pengalaman rutin dalam negeri ini, agar dapat mengerti kebutuhan etika bisnis
sudah menjadi sangat mendesak saat ini. Dalam era globalisasi, moralitas menjadi
suatu kenyataan universal dan berdampak universal juga. Agar negara kita mampu
bersaing dan terlepas dari track record yang buruk dalam ekonomi di dunia global.

ETIKA: MENUJU GLOBALISASI


(Felix Pomeranz, Chapman Graduate School of Business, Florida International
University, School of Accounting, Miami, Florida, USA)
Pengenalan
Iklim etis dari Enron Corporation fasih dijelaskan oleh US Senator Levin dalam
komentar ini: "Apa yang terjadi di Enron bukanlah kegagalan peraturan dan hukum. Ini
adalah kegagalan dari budaya perusahaan, kegagalan nilai, kegagalan jantung "(pidato di
Economic Club of Detroit). Penipuan dapat diperparah oleh negatif hidup bersama lainnya
seperti nasional mood ketidakpedulian terhadap nasib orang lain. Sebuah Columbia
University Medical Sekolah Dean membawa masalah ini ke dalam fokus dengan mencatat

bahwa kemajuan teknologi belum dilakukan ke depan dalam kemajuan dalam kasih sayang
atau pemahaman. Sebuah survei Jerman dikonfirmasi AS spiral di perilaku etis keseluruhan;
Amerika Serikat telah menyelinap dari pertama menempatkan dalam etika ke tempat-16
hanya dalam beberapa tahun.
Ahli etika telah menyesalkan sebuah kelangkaan jelas sikap etis antara mahasiswa;
untuk contoh genre ini pelaporan lihat Crawford. Demikian pula, penulis baru-baru ini
diketuai komite disertasi doktor dari Mary Feeney Bonawitz. Bonawitz mendokumentasikan
kelangkaan etika kursus dan menunjukkan efek bahkan satu saja pada respon subjek untuk
berbagai masalah etika.
Kemerdekaan akan terus mewakili isu kontroversial
Kebanyakan negara-negara industri lama dilarang akuntan publik dari konsultasi dengan
klien audit. Serentak, konsultasi AS menjadi semakin menguntungkan dan akuntan memenuhi
syarat untuk insentif moneter untuk menjual jasa konsultasi signifikan. Kondisi mewah
konsultasi kontras dengan pertumbuhan yang lambat dan margin keuntungan tipis yang
diperoleh dari audit. banyak Audit mitra datang untuk dinilai pada kemampuan untuk menjual
pekerjaan konsultasi menguntungkan. Mereka mitra Audit yang mengaku melihat ancaman
untuk melakukan audit kemerdekaan yang dihasilkan dari volume melonjaknya aktivitas
konsultasi yang dihadapi semakin ancaman menjadi "dibuang".

Sejarah akuntansi Muslim


Kepentingan Muslim dalam masalah akuntansi dan auditing dapat tanggal kembali ke waktu
Nabi Muhammad (SAW) dan penerus langsungnya, Abu Bakr dan Umar, Agung; kedua
khalifah dan al-Walid, khalifah kemudian, dibuat Fungsi Audit pemerintah; Umar karena
auditor kepala untuk dipan. Zaid (2000), percaya bahwa gema dari aturan Islam awal
mungkin telah mempengaruhi Biarawan Italia Pacioli, yang dikreditkan di Barat dengan
menjadi satu-satunya penemu double entry pembukuan. Surat-surat saw berdiri untuk saw,
sebuah berkat ke memori dari Islam Kekasih Nabi. Sebuah kelangsungan keluarga maya
sedang dibuat di sini. Hubungan penyembah kepada Nabi membawa visi Nabi sebagai relatif
penting.

Pengakuan para khalifah 'dari kebutuhan catatan dan laporan dipromosikan


pengembangan praktik akuntansi. Akuntansi cepat dibagi menjadi spesialisasi layanan, salah
satunya adalah audit, review buku. Sementara banyak audit terdiri dari verifikasi rinci
transaksi, perannya di awal Negara Islam adalah signifikan: audit membantu untuk
menekankan pengendalian diri sebagai hasil penting dari prinsip agama. Kontrol diri dan
penilaian diri mencerminkan akuntabilitas, salah satu prinsip penatalayanan manusia lebih
duniawi kekayaan (Zaid, 2000). Setelah berabad-abad pemerintahan Muslim yang
tercerahkan, yang disebut "Golden Age" oleh banyak, ada terjadi penurunan panjang terluka
oleh pendudukan kolonial. Sebagai Hasilnya, aturan akuntansi pembuatan memasuki masa
stagnasi yang tidak berakhir sampai munculnya abad kedua puluh. (The Golden Age
berlangsung dari 700 ke 1500 CE (Era Kristen); itu ditandai dengan iman kepada Allah di
pihak Muslim, Yahudi, dan Kristen, dan oleh penguasa Muslim liberal).

Anda mungkin juga menyukai